Anda di halaman 1dari 11

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang Membincangkan masalah pendidikan adalah membincangkan masalah peradaban umat manusia. Secara filosofis, tujuan pendidikan adalah

mengembangkan potensi manusia ke arah yang maksimal. Ada banyak tokoh yang membincangkan tentang masalah pendidikan , di antaranya pendidikan menurut perspektif Muhammad Abduh. Muhammad Abduh berasal dari kaum petani, tergolong sebagai keluarga yang sederhana (usratun bashitah). Muhammad Abduh merupakan salah satu tokoh besar yang memiliki kualifikasi dan kompetensi keilmuan yang tidak diragukan lagi. Bahkan, kapasitas keilmuannya dapat dijadikan standar keulamaan di tengah-tengah masyarakat. Muhammad Abduh dikategorikan ulama teolog, ulama pemikir, dan ulama pembaru sehingga diposisikan sebagai ulama modernis yang membedakan dengan ulama-ulama sebelumnya. Lebih-lebih pada pendidikan Tinggi Al-Azhar merupakan persemaian sejumlah intelektual yang diposisikan sebagai ulama-ulama tradisionalais. Sesungguhnya, sistem tinggi era Abduh ini secara konsep dan praktis bertolak belakang dengan sistem pendidikan Tinggi yang dikembangkan oleh ulama-ulama Al-Azhar sebelumnya. Oleh karena itu, dalam pembahasan makalah ini ingin mengetahui seputar produk pemikiran dan pembaruan pendidikan Abduh yang di kenal juga sebagai ulama pendidikan.

B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam makalah ini ialah: 1. Biografis Muhammad Abduh serta pengembaraan intelektualnya? 2. Bagaimana Pemikiran Muhammad Abduh dalam konteks Pendidikan?

C. Tujuan penulisan Dalam penulisan makalah ini ada beberapa hal yang ingin saya capai, yakni: 1. Untuk mengetahui biografis Muhammad Abduh serta pengembaraan intelektualnya, 2. Untuk mengetahui Pemikiran Muhammad Abduh dalam konteks Pendidikan.

D. Manfaat Penulisan Adapun manfaat yang dapat saya sampaikan dalam penulisan makalah ini, ialah sebagai berikut: 1. Sebagai media mahasiswa dalam mengembangkan cara belajar, 2. Membantu dosen pengampu dalam menilai keaktifan mahasiswa, 3. Tambahan ilmu dalam mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam, 4. Mengembangkan keterampilan menulis mahasiswa.

BAB II PEMBAHASAN

A. Biografis Muhammad Abduh serta pengembaraan intelektualnya Muhammad Abduh dilahirkan di sebuah desa di hulu syngai Nil, di propinsi Gharbiyah, pada tahun 1849 M. Ayahnya bernama Abduh Hasan Khairullah, berasal dari Turki yang telah lama tinggal di Mesir. Ibunya menurut satu riwayat berasal dari bangsa arab yang punya silsilah secara langsung sampai pada keluarga Umar ibn Khattahab. 1 Awal mula pengembaraan intelektualnya sudah terlihat ketika anak-anak. Dalam bidang membaca dan menulis Abduh belajar dari orang tuanya. Kemudian ia di kirim pada seorang hafdz untuk belajar al-Quran, umur 12 tahun berhasil menghafal al-Quran secara komplit. Tahun 1862 M, ia belajar agama di masjid syeikh Ahmad di Tanta, pelajarannya meliputi bahasa arab,nahwu, sharraf, fiqh, dan lain-lain. Namun demikian, belajar pada tempat inilah ia merasa kecewa karena selama belajar dia mengakui tidak mengerti apaapa. Hal ini pernah ditegaskan oleh al-Tanahi, yang di nukil oleh Harun Nasution sebagi berikut: satu setengah tahun saya belajar di masjid Seikh Ahmad dengan tidak mengerti apapun. Ini karena metodenya yang salah, guru-guru mengajar kita dengan mengahafal istilah-istilah nahwu dan fiqh yang tidak kita ketahui artinya. Guru-guru tidak merasa penting apakah kita mengerti atau tidak mengerti istilahistilah itu.2 Ia berpendapat bahwa lebih baik tidak belajar dari pada menghabiskan waktu untuk menghafal berbagai istilah yang sama sekali tidak dipahaminya. Kemudian semangat belajarnya tumbuh lagi setelah menemui paman ayahnya Seikh Darwis Khadar (penganut thariqoh Sadziliyah dan bermadzhab maliki). Ia mengenang guru ibarat sebagaimana orang yang telah berhasil dari lingkaran kebodohan dan lingkaran taklid dan mengantarkan cita-citanya untuk meraih pengetahuan dan di siplin jiwa yang sempurna. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya di Universitas al-Azhar dan menamatkannya pada tahun 1877 M

1 2

Didin Syaefuddin, Pemikiran Modern dan Postmodern Islam (Jakarta: Grasindo, 2003), hlm.19. Nasution, 1979. Pembaharuan dalam Islam. Hlm. 59.

dengan mendapat gelar al-Alim. Ketika di al-Azhar, ia mendapat pengalaman sangat berkesan dari gurunya Seikh Hasan al-Thawil dan Seikh Muhammad alBasyuni, masing-masing sebagai guru mantiq dan balaghah. Selain itu, ia sempat berkenalan dan menjadi peserta didik Jamaluddin al-Afghani dalam bidang filsafat dan politik. Setelah lulus dari al-Azhar ia memulai karirnya sebagai pengajar yang paling disukainya selain menulis. Sikap profesionaliutasnya menjadi guru ditekuni melalui tiga jalur lembaga formal, yaitu: al-Azhar, Darul Ulum dan Perguruan Bahasa Khadawi dari pengalamannya ini dia mengajar ilmu teologi, sejarah, ilmu politik dan kesusasteraan arab. Prestasinya yang pernah diraihnya paada tahun 1880 M, di angkat menjadi redaksi suarat kabar al-Waqaiq al-Mishriyah. Dinamika-dinamika

pembaharuannya yang demikian dinamis sering kali bertentangan dengan kebijakan penguasa pada waktu itu. Untuk itu, dalam menghembuskan ide-idenya, acap kali Abduh harus berhadapan dengan berbagai fitnah yang mengakibatkan ia di hukum . di anatara konsekuensi ini dapat di lihat dari kebijakan pemerintah yang menangkap dan membuangnya ke luar negri karena di anggap terlibat dalam peristiwa Urabi Pasya (revolusi untuk melepaskan kungkungan pengaruh Turki dan menegakkan gerakan nasional Mesir) pada tahun 1882 M. Karena wawasannya tidak terbatas pada wilayah sendiri, melaiankan meluruskan perjalanan menapaki kakinya ke Paris bersama sang guru yang dikaguminya pada tahun 1884 M. Di sana ia bersama-sama menerbitkan majalah al-Urwat al-Wutsqa, hasil keterlibatannya pada jurnalistik dia mampu menuangkan pikiran yang bernuansa ilmu pengetahuan, budaya, politik, yang tidak hanya terbatas pada wilayah mesir, akan tetapi menjangkau masyarakat dunia. Pada tahun 1885 M ia pergi ke Beirut dan mengajar di sana. Akhirnya, pada tahun 1888 M atas bantuan temannya seorang berkebangsaan Inggris ia diizinkan pulang ke Kairo Mesir. Dan kemudian ia di angkat sebagai Hakim. Pada tahun 1894 M , ia menjadi anggota majelis al-Ala al-Azhar dan telah memberikan kontribusi bagi pembaharuan di Mesir (al-Azhar) dan dunia islam pada umumnya. Kemudian pada tahun 1899 M, ia di angkat sebagai mufti Mesir

dan jabatan ini di emban sampai ia meninggal pada tahun 1905 M dalam usia kurang lebih 56 tahun.3

B. Pemikiran Muhammad Abduh dalam konteks Pendidikan Sebagai seorang teolog yang modernis, Abduh merasa yakin bahwa sains dan islam tidak mungkin bertentangan. Ia menyatakan bahwa agama dan pemikiran ilmiah bekerja pada level yang berbeda. Ia menyuguhkan ajaran dasar islam dalam batasan yang bisa di terima oleh pikiran modern, dan mengizinkan pembaharuan lebih lanjut di satu pihak dan mempelajari ilmu pengetahuan modern di pihak lain. Salah satu pemikiran Abduh yang terkenal adalah dalam bidang ilmu pengetahuan dan peranan akal. Menurutnya, ilmu pengetahuan dan peranan akal adalah pangkal dari kemajuan ummat Islam. Dari sinilah baru kemerdekaan Mesir dapat tercapai. Muhammad Abduh pernah melakukan pembaruan pendidikan di lingkungan al-Azhar. Ide-ide dan gagasan yang pernah disumbangkan, yaitu: perlawanan taqlid dan kemazhaban, perlawanan-perlawanan terhadap buku-buku yang tendensius agar diperbaiki dan disesuaikan dengan pemikiran rasional dan historis, reformasi di al-Azhar, sebagai jantung umat islam, menghidupkan kembali buku-buku lama untuk mengenal intelektualisme Islam yang ada dalam sejarah umatnya, serta mengikuti pendapat-pendapat yang benar disesuaikan dengan kondisi yang ada. Ini persoalan umum yang dihadapinya. Dia merasakan bahwa tujuan utama dalam kehidupannya adalah untuk membebaskan pemikiran dari belenggu taqlid, dan memahami agama sebagaimana yang dipahami oleh para pendahulu sebelum nterjadinya perpecahan untuk kembali kepada sumber-sumber awal dan mempertimbangkannya dalam skala penalaran modern. Oleh karena itu, isu paling penting yang menjadi perhatian sepanjang hayat dan kariernya adalah pembaruan pendidikan. Muhammad Abduh melihat adanya dua tipe : a. Sekolah-sekolah agama dengan al-Azhar sebagai lembaga pendidikan tinggi. tipe sekolah yang pertama ini memproduksi para ulama serta tokoh

Ramayulis dan Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, hlm. 44-45.

masyarakat yang enggan menerima perubahan dan cendrung untuk mempertahankan tradisi. b. Sekolah-sekolah modern, baik yang di bangun oleh pemerintah Mesir maupun yang didirikan oleh bangsa Asing. Tipe sekolah yang kedua ini melahirkan kelas elite generasi muda, hasil pendidikan yang di mulai pada abad ke-19, dengan ilmu-ilmu barat yang mereka peroleh dapat menerima ide-ide yang datang dari barat. Kedua tipe tersebut tidak ada hubungan antara satu dengan yang lain, masingmasing berdiri sendiri dalam memenuhu kebutuhan dan mencapai tujuan pendidikannya Muhammad Abduh melihat segi-segi negatif dari kedua pemikiran tersebut. Ia memandang bahwa: pemikiran yang pertama, tidak dapat dipertahankan lagi, jika dipertahankan juga akan menyebabkan umat islam tertinggal jauh, terdesak oleh arus kehidupan dan pemikiran modern. Sedangkan pemikiran yang kedua, justru adanya bahaya yang mengancam sendi-sendi agama dan moral yang akan tergoyahkan oleh pemikiran modern yang mereka serap.4 Atas dasar pandangan yang semacam itu, ia berpendapat bahwa sekolahsekolah pemerintahan yang telah didirikan untuk mendidik tenaga-tenaga yang perlu Mesir dalam lapangan administrasi, militer, kesehatan, perindustrian, pendidikan dan sebagainya perlu dimasukkan pendidikan agama yang lebih kuat, termasuk didalamnya sejarah islam dan sejarah kebudayaan Islam. Sistem pendidikan madrasah harus disesuaikan kebutuhan masyarakat saat itu. Dalam hal ini ia memasukkan ilmu filsafat, logika, dan ilmu pengetahuan modern, agar output-nya dapat menjadi ulama modern. Dengan demikian, jurang yang memisah golongan ulama dari golongan ahli ilmu modern akan dapat diperkecil. 5 Pengkajian secara rinci aktualisasi konsep maupun pembaruan yang ditawarkan secara praksis. Pada wilayah sistem pengajarannya seperti: metode, kurikulum, administrasi, kesejahteraan guru. Sedangkan dalam persoalan sarana fisik seperti: sarana mahasiswa, perpustakaan dan peningkatan pelayanan kesejahteraan mahasiswa. Dan prioritas Abduh sendiri dalam mengembangkan
4

Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 248. 5 Ibid.

sistem pendidikan yang tepat tercermin dalam tujuan, bahan pelajaran dan metode pengajaran. Selanjutnya, format kurikulum pendidikan yang ditawarkan Abduh dapat di lihat perinciannya sebagai berikut: 1. Tingkat sekolah dasar, meliputi: membaca, menulis, berhitung sampai pada tingkat tertentu, pelajaran yang berkenaan agama dan sejarah. 2. Tingkat menengah, meliputi: mentiq/logika, dan dasar-dasar logika, aqidah, fiqh, akhlak, dan sejarah Islam secara komprehensif. 3. Tingkat atas, pada tingkatan ini lebih universal, karena dipersiapkan Urafa al-Ummah yang mencakup tafsir, hadits, bahasa arab dengan segala lambangnya, akhlak, ushulul fiqh, sejarah, retorika, dasar-dasar siskusi, dan ilmu kalam. Dalam bidang metode pembelajaran ia membawa cara baru dalam dunia pendidikan saat itu. Ia mengkritik dengan tajam penerapan metode hafalan tanpa pengertian yang umunya dipraktikkan di sekolah-sekolah saat itu, terutama sekolah agama. Ia tidak menjelaskan dalam tulisannya metode apa yang sebaiknya diterapkan, tetapi dari apa yang dipraktikkannya ketika ia mengajar di al-Azhar tampaknya bahwa ia menerapkan metode diskusi untuk memberikan pengertian yang mendalam pada peserta didiknya. Ia menekankan pentingnya pem,berian pengertian dalm setiap pelajaran yang diberikan. Ia memperingatkan para pendidik untuk tidak mengajar peserta didik dengan metode dengan menghafal, karena metode demikian hanya akan merusak daya nalar, seperi yang dialami di sekolah farmasi di masjid Ahmad di Tanta.6 Adapun usaha Muhammad Abduh mengajukan universitas al-Azhar antara lain: Memasukkan ilmu-ilmu modern yang berkembang di Eropa ke dalam alAzhar. Mengubah sistem pendidikan dari mulai mempelajari ilmu dengan sistem hafalan menjadi sistem pemahaman dan penalaran. Menghidupkan metode munadzaroh (discution) sebelum mengarah ke taqlid.
6

Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, hlm. 250.

Membuat peraturan-peraturan tentang pembelajaran seperti larangan membaca hasyiyah (komentar-komentar) dan syarh (penjelasan panjang lebar tentang teks pembelajaran) kepada mahasiswa untuk empat tahun pertama. Masa belajar diperpanjang dan memperpendek masa liburan. Dari beberapa usaha yang dilakukan oleh Muhammad Abduh, meskipun belum sempat ia aplikasikan sepenuhnya secara temporal. Ia telah memberikan pengaruh positif terhadap lembaga pendidikan islam. Usaha Muhammad Abduh kurang begitu lancar disebabkan mendapat tantangan dari kalangan ulam yang kuat berpegang pada tradisi lama teguh dalam mempertahankannya.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 1. Muhammad Abduh dilahirkan disebuah desa di provinsi Gharbiyah, yang berasal dari kaum petani yakni keluarga sederhana. Tahun 1849 M : Muhammad Abduh lahir Tahun 1862 M : belajar agam di masjid Ahmad di Tanta Tahun 1877 M : menamatkan studinya di universitas al-Azhar Tahun 1884 M : menerbitkan majalah al-Urwat al-Wutsqa Tahun 1885 M : mengajar di Beirut Tahun 1888 M : di angkat sebagai hakim Tahun 1894 M : menjadi anggota majelis al-Ala al-Azhar dan telah banyak memberikan kontribusi bagi pembaharuan di Mesir - Tahun 1899 M : di angkat sebagai mufti Mesir dan jabatan ini di emban sampai ia meninggal - Tahun 1905 M : meninggal dalam usia kurang lebih 56 tahun. Semangat belajarnya tumbuh atas dorongan paman ayahnya Seikh Darwis Khadar. 2. Muhammad Abduh melihat segi-segi negatif dari kedua pemikiran tersebut yakni antara tipe sekolah tardisonal dan tipe sekolah modern. Ia memandang bahwa: pemikiran yang pertama, tidak dapat dipertahankan lagi, jika dipertahankan juga akan menyebabkan umat islam tertinggal jauh, terdesak oleh arus kehidupan dan pemikiran modern. Sedangkan pemikiran yang kedua, justru adanya bahaya yang mengancam sendi-sendi agama dan moral yang akan tergoyahkan oleh pemikiran modern yang mereka serap. Pada wilayah sistem pengajarannya seperti: metode, kurikulum, administrasi, kesejahteraan guru. Sedangkan dalam persoalan sarana fisik seperti: sarana mahasiswa, perpustakaan dan peningkatan pelayanan kesejahteraan mahasiswa. Dan prioritas Abduh sendiri dalam mengembangkan sistem pendidikan yang tepat tercermin dalam tujuan, bahan pelajaran dan metode pengajaran. format kurikulum pendidikan yang ditawarkan Abduh, ialah: a. Tingkat sekolah dasar, meliputi menulis, membaca, dan sebagainya. b. tingkat menengah, meliputi mentiq/logika, dasar-dasar logika dan sebagainya. c.

tingkat atas, meliputi Urafa al-Ummah yang mencakup tafsir, hadits dan sebagainya.

B. Saran Saran yang ingin saya sampaikan dalam penulisan makalah ini, ialah: 1. Kepada dosen pengampu agar terus memotivasi mahasiswa dalam belajar ilmu Filsafat Pendidikan Islam. 2. Kepada seluruh teman-teman dikelas agar terus semangat dalam mencari ilmu dan bisa memahami tentang makalah ini yang berjudul konsep pendidikan menurut persepektif Muhammad Abduh serta menurut persepektif tokoh yang lain. Dalam penulisan makalah ini saya lapangkan saran yang sifatnya konstruktif. Akhirnya dari penulis, semoga dalam penulisan makalah ini bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi penulis pribadi. Amin

10

DAFTAR PUSTAKA

Siswanto. 2009. Pendidikan Islam dalam Perspektif Filosofis. Pamekasan Madura : STAIN Pamekasan Press. Tim Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang . 2009. Pendidikan Islam dari Pradigma Klasik hingga Kontemporer. Malang : UIN Malang Press. Syaefuddin, Didin. 2003. Pemikiran Modern dan Postmodern Islam Jakarta: Grasind. Nizar, Samsul. 2008. Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia. Jakarta: Kencana.

11

Anda mungkin juga menyukai