Anda di halaman 1dari 2

TERAPI DIABETES TIPE 2 PADA IBU MENYUSUI

Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999). Atau disebutkan pula Diabetes mellitus adalah sekelompok gangguan metabolisme lemak, karbohidrat, dan metabolisme protein yang dihasilkan dari kecacatan dalam sekresi insulin, kerja insulin (sensitivitas), atau keduanya ( DiPiro, et al., 2005 ). Menurut Unggul Pribadi (2006), DM atau kencing manis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemi) akibat kekurangan hormon insulin baik absolute maupun relatif. Absolut berarti tidak ada insulin sama sekali sedangkan relatif berarti jumlahnya lebih rendah dari kebutuhan atau daya kerjanya kurang. Hormon insulin dibuat dalam Pankreas. Ada 2 tipe DM : 1. DM tipe I DM tipe I atau disebut DM yang tergantung pada insulin. DM ini disebabkan akibat kekurangan insulin dalam darah yang terjadi karena kerusakan dari sel beta pancreas. Gejala yang menonjol adalah terjadinya sering kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup. 2. DM tipe II DM tipe II atau disebut DM yang tidak tergantung pada insulin. DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glokosa tidak ada/kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, 75 % dari penderita DM tipe II dengan obersitas atau sangat kegemukan dan biasanyabdiketahui DM setelah usia 30 tahun. Walaupun Diabetes mellitus merupakan penyakit kronik yang tidak menyebabkan kematian secara langsung, tetapi dapat berakibat fatal bila pengelolaannya tidak tepat. Pengelolaan DM memerlukan penanganan secara multidisiplin yang mencakup terapi nonobat dan terapi obat (Depkes RI, 2005). Penggunaan terapi obat dalam pengelolaan diabetes melitus perlu diperhatikan dalam beberapa kondisi khusus, seperti penggunaan bagi ibu menyusui. Beberapa obat dapat terdistribusi menuju air susu dan apabila ini terjadi dapat membahayakan bayi yang menerima air suhu, sehingga diperlukan perhatian khusus apabila digunakan pada ibu menyusui. Apoteker, terutama bagi yang bekerja di sektor kefarmasian komunitas, memiliki peran yang sangat penting dalam keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Mendampingi, memberikan konseling dan bekerja sama erat dengan penderita dalam penatalaksanaan diabetes sehari-hari khususnya dalam terapi obat merupakan salah satu tugas profesi kefarmasian. Membantu penderita menyesuaikan pola diet sebagaimana yang disarankan ahli gizi, mencegah dan mengendalikan komplikasi yang mungkin timbul, mencegah dan mengendalikan efek samping obat, memberikan rekomendasi penyesuaian rejimen dan dosis obat yang harus dikonsumsi penderita bersama-sama dengan dokter yang merawat penderita, yang kemungkinan dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan kondisi penderita, merupakan peran yang sangat sesuai dengan kompetensi dan tugas seorang apoteker (Depkes RI, 2005). Demikian pula apoteker dapat juga memberikan tambahan ilmu pengetahuan kepada penderita tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan kondisi dan pengelolaan diabetes saat menyusui, mulai dari pengetahuan tentang etiologi dan patofisiologi diabetes sampai

dengan obat-obat yang aman digunakan saat menyusui dan nutrisi yang harus diterima pada pasien diabetes yang semuanya dapat diberikan dengan bahasa yang mudah dipahami, disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan kondisi penderita. Pentingnya peran apoteker dalam keberhasilan penatalaksana diabetes ini menjadi lebih bermakna karena penderita diabetes umumnya merupakan pelanggan tetap apotik, sehingga frekuensi pertemuan penderita diabetes dengan apoteker di apotik mungkin lebih tinggi daripada frekuensi pertemuannya dengan dokter. Maka dari itu, diperlukan pengetahuan guna dapat memberikan konseling yang tepat bagi pasien agar dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.

Anda mungkin juga menyukai