Anda di halaman 1dari 38

Masuknya individu dalam organisasi : Perilaku individu dalam organisasi adalah bentuk interaksi antara karakteristik individu dengan

karakteristik organisasi. Setiap individu dalam organisasi, semuanya akan berperilaku berbeda satu sama lain, dan perilakunya adalah ditentukan oleh masing-masing lingkungannya yang memang berbeda. Individu membawa ke dalam tatanan organisasi kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan kebutuhan dan pengalaman masa lalunya. Karakteristik yang dipunyai individu ini akan dibawanya manakala memasuki lingkungan baru yaitu oraganisasi atau yg lainnya. Organisasi juga merupakan suatu lingkungan yang mempunyai karakteristik seperti keteraturan yang diwujudkan dalam susunan hirarki, pekerjaan, tugas, wewenang, tanggung jawab, sistem penggajian, sistem pengendalian, dan sebagainya. Perilaku individu juga dapat dipahami dengan mempelajari karakteristik individu. Nimran dalam Sopiah (2008) menjelaskan karakteristik yang melekat pada individu terdiri dari ciriciri biografis, kepribadian, persepsi dan sikap. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing karakteristik tersebut. 1. Ciri - ciri biografis, yaitu ciri -ciri yang melekat pada individu. Antara lain : a. Umur. Dijelaskan secara empiris bahwa umur berpengaruh terhadap bagaimana perilaku seorang individu, termasuk bagaimana kemampuannya untuk bekerja, merespon stimulus yang dilancarkan oleh individu lainnya. Setidaknya ada tiga alasan yang menjadikan umur penting untuk dikaji. Pertama, adanya persepsi bahwa semakin tua seseorang maka prestasi kerjanya akan semaki merosot karena faktor biologis alamiah. Kedua, adanya realitas bahwa semua pekerja akan menua. Di Amerika Serikat tahun 1995-2005 sektor pekerja usia 50 tahun ke atas ternyata berkembang jauh lebih cepat dari generasi penggantinya. Ketiga, adanya ketentuan peraturan (di amerika serikat) pensiunan yang sifatnya perintah adalah melanggar hukum karena batasan pensiun bukanlah umur, melainkan ketika yang bersangkutan menyatakan tidak mampu lagi bekerja. Jika terlaksana demikian maka banyak pekerja usia 70 tahun belum akan pensiun. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa absensi pegawai usia tua ternyata lebih baik, karena persoalan yang dihadapi orang tua yang menyebabkan mangkir relatif lebih sedikit dari orang muda. Namun karena alasan kesehatan akhirnya orang tua lebih banyak absen pada usia lanjut. Orang tua cenderung semakin menyenangi pekerjaannya, sehingga semakin tua, orang lebih enggan untuk berganti-ganti pekerjaan dibandingkan orang muda yang selalu ingin tahu, mencoba, dan membutuhkan pengalaman sehingga sering berganti-ganti pekerjaan. Dari segi produktifitas, ternyata orang tua lebih produktif karena lebih berpengalaman, sehingga terampil dan menguasai pekerjaan lebih baik dibbangingkan orang yang lebih muda. Motivasi dan dedikasi kerja juga ternyata lebih tinggi. Namun tidak dapat dihindari, pada usia 60 tahun kekuatan fisik tidak akan menunjang semangat dan pengalaman gyang tinggi tersebut. sehingga produktifitas akan menurun pada usia tersebut. b. Jenis Kelamin. Penelitian membuktikan bahwa sebenarnya kinerja pria dan wanita dalam menangani pekerjaan relatif sama. Keduanya hampir sama konsistensinya dalam memecahkan masalah, keterampilan analitis dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas, dan

kemampuan belajar. Pendekatan psikologi menyatakan bahwa wanita lebih patuh pada aturan dan otoritas. Sedangkan pria lebih agresif, sehingga lebih besar kemungkinan mencapai sukses walaupun perbedaan ini terbukti sangat kecil. Sehingga sebenarnya dalam pemberian kesempatan kerja tidak perlu ada perbedaan karena tidak ada cukup bukti yang membedakan pria dan wanita dalam hal kepuasan kerja. Secara kodrati Tuhan menciptakan perbedaan antara laki-laki dan perempuan dari kapasitas fisik, peran, tugas, dan tanggungjawab dalam lingkungan keluarga. Perempuan lebih sering tidak masuk kerja karena menanggung beban rumah tangga misalnya menunggui anak yang sakit, hamil, melahirkan sehingga harus absen. c. Status Perkawinan. Pemaknaan tentang pekerjaan akan berbeda antara karyawan yang single dengan karyawan yang sudah menikah. penelitian membuktikan bahwa orang yang telah berumah tangga relatif lebih baik dibandingkan dengan single baik ditinjau dari segi absensi. Keluar beralih kerja dan kepuasan kerja. Hal ini disebabkan karena oarng yang telah berkeluarga mempunyai rasa tanggungjawab dan membuat pekerjaan lebih ajeg, lebih tertib, dan mengganggap pekerjaan llebih berharga dan lebih penting. Penelitian selama ini belum menjangkau pada orang-orang yang bercerai, janda, duda, dan orang-orang yang kumpul kebo saja. d. Jumlah atau Banyaknya Tanggungan. Banyak penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah tanggungan dalam keluarga berpengaruh terhadap produktivitas kerja karyawan. e. Masa Kerja. Relevansi masa kerja adalah berkaitan langsung dengan senioritas dalam pekerjaan. Artinya tidak relevan membandingkan pria-wanita-tua-muda dan seterusnya karena penelitian menunjukkan bahwa belum tentu yang lebih lama pada pekerjaan memiliki produktifitas yang lebih tinggi. Karena bisa saja orang baru bekerja tetapi memiliki pengalaman yang lebih baik dari pekerjaan masa lalu.sehingga dapat disimpulkan bahwa pengalaman masa lalu merupakan penentu masa depan seseorang dalam pekerjaan. Banyak penelitian menunjukkan bahwa hubungan positif antara lama masa kerja dengan kepuasankerja, artinya semakin lama seorang karyawan bekerja, maka semakin rendah keinginan karyawan untuk meninggalkan pekerjaannya.

2. Kepribadian Robin dallam sopiah (2008) mengemukakan, personality is the dynamic organization within the individual of those psychophycal systems that determine his unique adjustment to this environment. Nimran dalam sopiah (2008) memaknainya,kepribadian sebagai pengorganisasian yang dinamis dari sistem psikofisik dalam diri individu yang menentukan penyesuaian diri dengan lingkungannya. dia menambahkan bahwa kepribadian sebagai keseluruhan cara bagaimana individu beraksi dan berinteraksi dengan orang lain. Robbins dalam sopiah (2008) mengartikan kepribadian sebagai cara dengan mana seseorang bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain. Adapun karakteristik kepribadian yang popular di antaranya adalah agresif ,malu, pasrah, malas, ambisius, setia, jujur. Semakin konsisten karakteristik tersebut di saat merepons lingkungan, hal itu menunjukkan faktor keturunan atas pembawaan (traits) merupakan faktor yang penting dalam membentuk keribadian seseorang.

Kunarto (2001) menyebutkan bahwa temperament we are born with, sedangkan character we have to make. Berangkat dari pendapat ini, pribadi seseorang selalu diwarnai oleh temperamen dan sekaligus karakter. Temperamen berwarna sifat-sifat yang diperoleh dari keturunan. Sedangkan karakter terbentuk oleh lingkungan dan situasi. Interaksi antara temperamen dan karakter itu yang membentuk kepribadian seseorang. Orang yang karakternya terbentuk paada lingkungan dan budaya kerja yang tinggi akan cenderung serius, ambisius, dan agresif. Sedangkan orang yang berada pada lingkungan dan budaya yang menekankan pada pentingnya bergaul baik dengan orang lain, maka ia akan lebih memprioritaskan keluarga dibandingkan kerja dan karier. Ada sejumlah atribut kepribadian yang perlu dicermati, diantaranya: a. Daerah pengendalian (Locus of control) Ada dua daerah pengendalian kepribadian, yaitu eksternal dan internal. Kepribadian yang bersifat pengendalian internal adalah kepribadian di mana seseorang percaya bahwa dialah yang mengendalikan apa yang terjadi pada dirinya. Sedangkan sifat kepribadian pengendalian eksternal adalah keyakinan seseorang bahwa apa yang terjadi pada dirinya ditentukan oleh lingkungan (diluar dirinya), seperti nasib dan keberuntungan. b. Paham Otoritarian Paham ini berkeyakinan bahwa ada perbedaan status dan keyakinan pada orang-orang yang ada dalam organisasi. Sifat kepribadian otoritarian yang tinggi memiliki intelektual yang kaku, membedakan orang atau kedudukan dalam organisasi, mengeksploitasi orang yang memiliki status dibawahnya, suka curiga dan menolak perubahan. c. Orientasi Prestasi Orientasi juga merupakan karakteristik kepribadian yang dapat digunakan untuk meramal perilaku orang. Mc Clelland, tentang kebutuhan untuk berprestasi, menyebutkan bahwa ada dua karakteristik sifat kepribadian seseorang yang memiliki kebutuhan untuk berprestasi tinggi, yaitu : (1) Mereka secara pribadi ingin bertanggungjawab atas keberhasilan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya. (2) Mereka lebih senang dengan suatu resiko. Resiko merupakan tantangan yang mengasyikkan. Jika berhasil melewatinya maka ia akan merasa puas. Bentuk-bentuk kepribadian akhirnya menentukanperilaku organisasi, karenanya orang lalu mencari dan berusaha menemukan ciri-ciri kepribadian. Hasil penelitian Edgar H. Schein yang dikutip dalam kunarto (2001) memperoleh 16 ciri kepribadian yaitu : (1)pendiam vs ramah, (2) kurang cerdas vs lebih cerdas, (3) dipengaruhi perasaan vs emosional mantap, (4) mengalah vs dominan, (5) serius vs suka bersenang-senang, (6) selalu siap vs selalu berhatihati, (7) malu-malu vs petualang, (8) keras hati vs peka, (9) mempercayai vs mencurigai, (10) praktis vs imajinatif, (11) terus terang vs banyak muslihat, (12) percaya diri vs takut-takut, (13) konservatif vs suka eksperimen, (14) bergantung kelompok mandiri vs mandiri, (15) tak terkendali vs terkendali, (16) santai vs tegang. Introversi adalah sifat kepribadian seseorang yang cenderung menghabiskan waktu dengan dunianya sendiri dan menghasilkan kepuasan atas pikiran dan perasaannya. Ekstroversi

merupakan sifat kepribadian yang cenderung mengarahkan perhatian kepada orang lain, kejadian di lingkungan dan menghasilkan kepuasan dari stimulus lingkungan. 3. Sikap (Attitude) Sikap merupakan satu faktor yang harus dipahami kita dapat memahami perilaku orang lain. Dengan saling memahami individu maka organisasi akan dapat dikelola dengan baik. Definisi sikap dapat dijelaskan dalam tiga komponen sikap, yaitu afektif, kognitif dan psikomotorik. Afektif berkenaan dengan komponen emosional atau perasaan sesorang. Komponon kognitif ini berkaitan dengan proses berfikir yang menekankan pada rasionalitas dan logika. Komponen psikomotorik merupakan kecenderungan seseorang dalam bertindak terhadap lingkungannya. 4. Kemampuan Yang dimaksud dengan istilah kemampuan adalah kapasitas seseorang untuk melaksanakan beberapa kegiatan dalam satu pekerjaab. Pencapaian tujuanorganisasi atau manajemen yang berhasil adalah kemampuan seorang pemimpin untuk mengeksploitasikan kelebihan sebesar-besarnya dan menekankan kekurangannya dari berbagai orang untuk bersama-sama meningkatkan produktifitas. Kategori dikelompokkan menjadi dua yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan phisik.

Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan mental. Untuk mengungkap kemampuan ini digunakan tes IQ yang berusaha mengeksplorasi dimensi kecerdasan numeris yaitu kemampuan berhitung dengan cepat dan tepat, pemahaman verbal yaitu kemampuan memahami apa yang dibaca dan didengar serta relasinya satu sama lain, kecepatan perseptual yaitu kemampuan mengenali kemiripan dan beda visual dengan cepat dan tepat, penalaran induktif yaitu kemampuan mengenali suatu urutan secara logis dalam suatu masalah dan kemdian memecahkan masalah tersebut, penalaran deduktif yaitu kemampuan menggunakan logika dan menilai implikasi dari suatu argumen, visualisasi ruang yaitu kemampuan membayangkan bagaimana suatu objek akan tampak seandainya posisinya dalam ruang dirubah, ingatan (memory) yaitu kemampuan menahan dan mengenang kembali pengalaman masa lalu. Untuk pekerjaan yang memerlukan rutinitas tinggi dan tidak memerlukan intelektualitas tinggi, IQ tinggi tidak ada relevansinya dengan kinerja. Namun pemahaman verbal, kecepatan persepsi, visualisasi ruand dan ingatan banyak diperlukan di berbagai bidang pekerjaan. Sehingga tes IQ tetap diperlukan. Kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan keterampilan.

Karyawan yang mempunyai kemampuan intelektual dan fisiknya tidak sesuai dengan tuntutan pekerjaan, sipastikan akan merupakan penghambat pencapaian tujuan kinerja atau produktifitas. Seorang pilot misalnya harus berkualitas tinggi kemampuan visualisasi ruangnya, penjagapantai harus kuat kemampuan visualisasi dan koordinasi tubuhnya. 5. Persepsi

Gitosudarmo, I (1997) memberikan definisi persepsi sebagai suatu proses memperhatikan dan menyeleksi, mengorganisasikan, dan menafsirkan stimulus lingkungan. Dia menambahkan bahwa ada sejumlah faktor yang mempengaruhi persepsi, diantaranya : 1. Ukuran 2. Intensitas. Semakin tinggi tingkat intensitas stimulus maka akan semakin besar kemungkinannya untuk dipersepsikan. 3. Frekuensi. Semakin sering frekuensi suatu stimulus maka akan semakin dipersepsikan orang. Misalnya perusahaan yang gencar mengiklankan produknya di berbagai media. 4. Kontras. Stimulus yang kontras / menncolok dengan lingkungannya akan semakin dipersepsikan orang. Seseorang yang tampil beda secara fisik akan semakin dipersepsikan banyak orang. 5. Gerakan. Stimulus dengan gerakan yang lebih banyak akan semakin dipersepsikan orang dibandingkan dengan stimulus yang gerakannya kurang. Misalnya di suatu ruangan yang hening, semua diam, tiba-tiba ada seseorang yang bergerak, maka semua orang di ruangan tersebut akan memperhatikan orang yang bergerak itu. 6. Perubahan/ stimulis yang berubah-ubah akan menarik untuk diparhatikan dibandingkan dengan stimulus yang tetap. Misalnya lampu yang nyalanya berkelipkelip atau memiliki warna yang bermacam-macam akan lebih menarik perhatian. 7. Baru. Suatu stimulus baru akan lebih menarik perhatian orang dibanding stimulus lama. Misalnya buku terbitan baru tentu akan lebih menarik perhatian publik dibangingkan buku terbitan lama. 8. Unik. Semakin unik suatu objek atau kejadian maka akan semakin menarik orang untuk memperhatikannya. Ada sejumlah faktor yang menyebabkan terjadinya distorsi dalam persepsi atau adanya perbedaan persepsi dalam memaknai sesuatu. Faktor tersebut adalah : 1. Pemberian Kesan (perceiver) Bagaimana seseorang memberikan arti terhadap sesuatu sangat ditentukan oleh karakteristik kepribadian orang tersebut. Misalnya umur, lama bekerja, status, tingkat pendidikan, agama, budaya, dan lain-lain. 1. Sasaran. Atribut yang melekat pada objek yang sedang diamati akan dipersepsikanm sehingga dapat mempengaruhi bagaimana orang mempersepsikan hal tersebut. misalnya dari wujud fisik, tinggi, bentuk tubuh, rambut, cara berpakaian, suara, gerakan, bahasa tubuh maupun sikapnya yang memberikan berbagai persepsi yang berbeda dari tiap orang yang berbeda. 2. Situasi Lingkungan sangat menentukan individu/kelompok dalam mempersepsikan objek atau kejadian. Contoh, setiap malam minggu Anda melihat sesorang di sebuah caf. Menurut Anda, orang tersebut tidak menarik. Tetapi ketika orang tersebut datang ke masjid, menurut Anda, orang tersebut menjadi sangat menarik. Namun mungkin saja orang lain tidak menilainya demikian. Proses persepsi dari gitusudarmo dlam sopiah (2008) :

Gudson dalam Sopiah (2008) mengemukakan ada sejumlah kesalahan yang sering terjadi dalam mempersepsikan suatu objek atau kejadian tertentu yaitu :

Stereotyping. Yaitu menilai seseorang hanya atas dasar satu atau beberapa sifat kelompoknya. Stereotype sering didasarkan atas jenis kelamin, umur, agama, kebangsaan, kedudukan, jabatan. Misalnya seorang pimpinan menilai perempuan yang sudah menikah, apalagi punya anak cenderung memiliki tingkat absensi tinggi. Halo effect. Yaitu kecenderungan untuk menilai seseorang hanya atas dasar salah satu sifatnya saja, misalnya orang yang mudah tersenyumm berpenampilan menarik, maka orang tersebut dinilai baik dan jujur. Pada saat wawancara seleksi karyawan, efek halo ini sering terjadi. Pewawancara seringkali tertipu denganpenampilan sesaat calon karyawan. Hal ini tentu sangat berbahaya. Projection. Yaitu kecenderungan seseorang untuk menilai orang lain atas dasar perasaan atau sifatnya. Misalnya seseorang yang membenci orang lain, apapun yang dilakukan orang itu maka akan membuatnya tidak suka. Begitu pula sebaliknya, jika ia suka terhadap orang tertentu, maka apapun yang dilakukannya walau menyakitkan tetap saja orang tersebut tidak bisa membencinya.

6. Belajar Robbins (1993) menyebutkan belajar adalah proses perubahan yang relatif konstan dalam tingkah laku yang terjadi karena adanya suatu pengalaman atau latihan. Dari pengetian tersebut, dapat dipahami ada tiga komponen belajar yaitu (1) belajar melibatkan adanya perubahan, dari buruk menjadi baik, dari tidak tahu menjadi tah, dari tidak bisa menjadi bisa. (2) perubahan yang terjadi relatif permanen. Perubahan yang bersifat sementara menunjukkan kegagalan dalam proses belajar. (3) belajar berarti ada perubahan perilaku. Belajar tidak hanya mengubah pikiran dan sikap, tetapi ada yang lebih penting lagi adalah belajar harus mengubah perilaku subjek ajar. Jenis-jenis Teori Belajar : 1. Teori Pengondisian Klasik. Dikemukakan oleh Paplov. Hasil percobaanya terhadap anjing mengenai keterkaitan antara stimulus dan respon menunjukkan bahwa stimulus yang tidak dikondisikan akan menghasilkan respons yang tidak dikondisikan pula, dan melalui proses belajar maka stimulus yang dikondisikan itu akan menghasilkan respons yang dikondisikan. 2. Teori Pengondisian operan. Menurut teori ini, perilaku merupakan fungsi dan akibat dari perilaku itu sendiri.kecenderungan mengulangi sebuah perilaku tertentu dipengaruhi penguatan yang disebabkan oleh adanya akibat daro perilaku itu. Misalnya bila seorang karyawan berprestasi di atas standar kemudian diberi insentif oelh pimpinan, maka akan berdampak positif / kesenangan sehingga pada bulan berikutnya karyawan itu akan melakukan hal yang sama untuk memperoleh imbalan. 3. Teori social. Teori sosial tentang belajar adalah suatu proses belajar yang dilakukan melalui suatu pengamatan dan pengalaman secara langsung. Agar memperoleh hasil yang maksimal, ada empat hal yang harus diperhatikan oleh seorang pengajar dalam melakukan proses belajar-mengajar yaitu :

a) Proses perhatian, dimana pengajar harus menyampaikan materi pelajaran dengan menarik, dan suasana belajar yang kondusif. b) Proses ingatan, dimana hasil belajar juga tergantung pada seberapa bbesar daya ingat si subjek belajar. c) Proses reproduksi, dimana subjek ajar setelah belajar harus mengalami perubahan sikap, berpikir dan berperilaku. d) Proses penguatan, dimana apabila subjek belajar telah belajar dengan baik maka harus diberikan penguatan. Misalnya, karyawan yang mengikuti pelatihan, setelah selesai pelatihan dan kinerjanya menjadi lebih baik maka ia harus mendapatkan imabalan yang sesuai/

B. Memahami Perilaku Manusia Thoha (2009) menjelaskan perbedaan perilaku manusia beberapa aspek mendasar sebagai berikut: 1. Manusia berbeda perilakunya karena kemampuannya tidak sama. Berbagai pendapat menjelaskan penyebab perbedaan ini seperti ada yang beranggapan karena disebabkan sejak lahir manusia ditakdirkan tidak sama kemampuannya, ada yg mengatakan karena perbedaan dalam kemampuan menyerap informasi dari suatu gejala, ada yang beranggapan karena kombinasi diantara keduanya. Oleh karenanya kecerdasan menjadi perwujudan dari kemampuan seseorang. Terbentuknya kecerdasan juga dijelaskan beragam, ada yang mengatakan kecerdasan merupakan pembawaan sejak lahir, ada yg mengatakan karena pendidikan dan pengalaman. Karena adanya perbedaan perilaku kemampuan ini maka dapat memberikan prediksi pelaksanaan dan hasil kerja seseorang yang bekerja di dalam suatu organisasi. Kalau kita berhasil memahami sifat-sifat manusia dari sudut manusia dari sudut ini, maka akan paham pula mengapa seseorang berperilaku yang berbeda dengan yang lain di dalam melaksanakan suatu pekerjaan yang sama. 2. Manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda. Perilaku umumnya didorong olleh seranngkaian kebutuhan, yaitu beberapa pernyataan dalam diri seseorang (internal state) yang menyebabkan seseorang itu berbuat untuk mencapainya sebagai objek atau hasil. Sebagaimana teori kebutuhan dari abraham maslonw yang menjelaskan 5 tingkatan yang menjadi kebutuhan manusia. Ketika satu tingkat kebutuhan telah terpenuhi, maka akan beranjak untuk memenuhi kebutuhan pada tingkat selanjutnya atau berganti dengan kebutuhan yang lain. Kebutuhan yang sekarang mendorong seseorang, mungkin akan merupakan suatu hal yang potensial dan juga mungkin tidak, untuk menentukan perilakunya di kemudian hari. Pemahaman terhadap perbedaan dalam kebutuhan ini sangat diperlukan karena dapat memprediksi dan menjelaskan perilaku yang berorientasi tujuan di dalam kerja sama organisasi, serta membantu memahami mengapa suatu hasil dianggap penting bagi seseorang yang juga masih berkaitan dengan konsep motivasi.. 1. Orang berpikir tentang masa depan, dan membuat pilihan tentang bagaimana bertindak.

Seseorang dapat dihadappkan pada sejumlah kebutuhan yang potensial harus dipenuhi lewat perilaku yang dipilihnya. Cara untuk menjelaskan bagaimana seseorang membuat pilihan di antara sejumlah besar rangkaian pilihan perilaku yang terbuka baginya, dengan menggunakan teori expextancy. teori expextancy berdasarkan suatu anggapan yang menunjukkan bagaimana menganalisa dan meramalkan rangkaian tindakan apakah yang akan diikuti oleh seseorang manakala ia mempunyai kesempatan untuk membuat pilihan mengenai perilakunya. Teoori ini berdasarkan proposisi yang sederhana yakni bahwa seseorang memilih berperilaku sedemikian karena ia yakin bahwa seseorang memilih berperilaku sedemikian karena ia yakin dapat mengarahkan untuk mendapatkan suatu hasil tertentu (misalnya mendapatkan hadiah, upah, dikenal oleh atasan yang menarik baginya karena sesuai dengan tuntutan kebutuhannya. Dengan model ini dapat dipahami bahwa kekuatan yang mendorong seseorang untuk berperilaku dalam suatu cara tertentu akan menjadi besar manakala individu tersebut : a) Percaya bahwa pelaksanaan kerja suatu tingkat yang diinginkan itu memungkinkan (tingginya expectancy U-P) b) Percaya bahwa perilakunya akan memimpin ke arah pencapaian suatu hasil (terdapatnya expectancy P-H yang tinggi) c) Dan apabila hasill-hasil tersebut mempunyai nilai yang positif (mempunyai daya tarik yang tinggi). Sehingga dapat dijelaskan bahwa individu akan memilih perilaku yang memberikan dorongan motivasi besar. Model expectancy ini tidak bisa dipergunakan untuk meramalkan bahwa seseorang akan selalu berperilaku dengancara yang terbaik agar tercapai tujuan yang diinginkan. Model ini hanya mebuat asumsi bahwa seseorng membuat keputusan yang rasional itu berdasarkan pada persepsinya terhadap lingkungannya. 1. Seseorang memahami lingkungannya dalam hubungannya dengan pengalaman masa lampau dan kebutuhannya. Memahami lingkungan adalah suatu proses yang aktif, dimana seseorang mencoba membuat lingkungannya itu mempunyai arti baginya. Proses aktif ini melibatkan seorang individu mengakui secara selektif aspek-aspek yang berbeda dari lingkungan, menilai apa yang dilihatnya dalam hubugannya dengan pengalaman masa lalu, dan mengevaluasi apa yang dialami itu dalam kaitannya dengan kebutuhan kebutuhan dan nilai-nilainya. Oleh karena kebutuhan-kebutuhan dan pengalaman seseorang itu seringkali berbeda sifatnya, maka persepsinya terhadap lingkungan juga akan berbeda. Suatu contoh, orang-orang yang berada dalam organisasi yang sama seringkali mempunyai perbedaan di dalam pengharapan(expextancy) mengenai suatu jenis perilaku yang membuahkan suatuv penghargaan, mislanya naiknya gaji dan cepatnya promosi. 2. Seseorang mempunyai reaksi senang atau tidak senang (affective) 3. Banyak faktor yang menentukan sikap dan perilaku seseorang.

C. Kinerja Individu Perilaku individu dapat dipengaruhi oleh effort (usaha), ability (kemampuan) dan situasi lingkungan.

1. 1.

Effort

Usaha individu diwujudkan dalam bentuk motivasi. Motivasi adalah kekuatan yang dimiliki seseorang dan kekuatan tersebut akan melahirkan intensitas dan ketekunan yang dilakukan secara sukarela. Motivasi ada 2 macam ; a. Motivasi dari dalam : keinginan yang besar yang muncul dari dalam diri individu tersebut untuk mencapai tujuan-tujuan dalam hidupnya. b. motivasi dari luar : motivasi yang bersumber dari luar diri yang menjadi kekuatan bagi individu tersebut untuk meraih cita-tujuan-tujuan hidupnya seperti pengaruh atasan, teman, keluarga, dsb. 1. 2. Ability. Ability seorang individu diwujudkan dalam bentuk komoetensi. Individu yang kompeten memiliki pengetahuan dan keahlian. Sejak dilahirkan setiap individu dianugerahi Tuhan dengan bakat dan kemampuan. Bakat adalah kcerdasan alami yang bersifat bawaan. Kemampuan adalah kecerdasan individu yang diperoleh malalui belajar. 2. Situasi Lingkungan. Lingkungan dapat memberikan dampak positif maupun negatif. Situasi yang kondusif misalnya dukungan dari atasan, teman kerja, sarana dan prasarana yang memadai, dll. Situasi lingkungan yang negatif misalnya suasana kerja yang tidak nyaman karena sarana san prasarana yang tidak memadai, tidak adanya dukungan dari atasan, teman kerja, dll.

D. Langkah Modifikasi Perilaku Perilaku individu dapat dimodifikasi ke arahh yang lebih baik sehingga mengarah pada penciptaan tujuan yang efektif dan efisien. Adapun langkah modifikasi yg bisa dikembangkan adalah sebagai berikut :

Antecendents, apa yang melatarbelakangi perilaku individu ? Behavior, apa yang individu lakukan / katakan ? Consequences, apa yang terjadi setelah tindakan tersebut ?

Tahap-tahap tersebut dapat menjadi siklus perilaku individu. Jika tahap ketiga yaitu konsekuensi telah dilakukan, maka tindakan tersebut bisa menjadi pemicu tahapan perilaku untuk siklus kedua.

E. Kesimpulan Dalam mengelola organisasi, seorang pemimpin atau manager harus memahamiperilaku kelompok sebagai landasan untuk mengelola orang-orang yang ada di dalamnya. Masalah perilaku individu maupun kelompok merupakan salah satu masalah yang amat pelik yang selalu dihadapi oleh semua manajer di berbagai organisasi, oleh karena itu perlu sekali mempelajari dan memahami agar tujuan organisasi dapat dicapai secara efektif dan efisien.

1. Masalah Sosial dalam Lingkup Individu Masalah sosial berimpitan dengan masalah pribadi. Penjelasannya sebagai berikut : 1. Masalah sosial yang dimaksud adalah masalah sosial yang menyangkut diri individu, bukan masalah sosial kemasyarakatan. Masalah sosial yang dimaksud di dalam kajian ilmu Sosiologi adalah masalah-masalah sosial yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat dan obyeknya adalah masyarakat, seperti pengangguran, kriminalitas, kemiskinan, perbedaan strata ekonomi dan sosial dalam masyarakat. Sementara dalam Bimbingan dan Konseling, obyek masalah sosial adalah individu manusia dalam hubungannya dengan individu lain. 2. Masalah sosial individu bersumber dari Masalah pribadi individu. Jika dipahami bahwa masalah sosial berkenaan dengan individu. Maka, lahirnya masalah sosial dalam individu pada dasarnya merupakan efek atau pengaruh dari masalah pribadi yang terjadi dalam diri individu tersebut. Misalnya, individu yang mengalami masalah pribadi disebabkan orang tuanya dirumah tidak harmonis, individu tersebut menampakkan gejala-gejala perilaku pendiam dan murung saat di sekolah dan ketika bergaul dengan temanteman. Gejala itu kemudian menahun dan menjadi sebuah masalah sosial yaitu mengucilkan diri dari pergaulan dengan teman-temannya. Dapat dilihat disini bahwa sumber utama masalah sosial yang dialami individu adalah masalah pribadi.

Pengertian Dan Perkembangan Fisik Masa Dewasa Dini 1.a pengertian dewasa dini Masa dewasa dini juga bisa disebut pula dengan ialah adult yang berasal dari kata kerja latin, seperti juga istilah adolescence- adolescere yang berarti tumbuh menjadi kedewasaan. Akan tetapi kata adult berasal dari bentuk lampau partisipel dari kata kerja adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna. Atau telah menjadi dewasa oleh karena itu, orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya. Setiap kebudayaan membuat perbedaan usia kapan seseorang mencapai status dewasa secara resmi. Pada sebagian besar kebudayaan kuno, kasus ini ercapai apabila pertumbuan pubertas sudah selesai atau hampir selesai dan apabila organ kelamin anak telah berkembang dan mampu berproduksi.belum lama ini dalam kebudayaan amerika seorang anak belum resmi dianggap dewasa kalau ia belum mencapai usia 21 tahun. Sekarang umur 18 tahun merupakan umur dimana seseorang dianggap dewasa secaara syah. Dengan meningkatnya lamanya hidup atau panjangnya usia rata-rata yang maka masa dewasa sekarang mencakup waktu yang paling lama dalam rentang hidup. Selama masa dewasa yang panjang ini, perubahan-perubahan fisik dan psikologi terjadi pada waktu- waktu yang dapat dimalkan seperti masa kanak-kanak dan masa remaja, yang juga mencakup periode yang cukup lama- saat terjadinya perubahan-perubahan fisik dan psikologis tertentu , masa dewasa biasanya dibagi berdasarkan periode yang menunjuk pada perubahan-perubahan tersebut, bersama dengan penyesuaian diri dan tekanan-tekanan berdaya serta harapan-harapan yang timbul akibat perubahan-perubahan tersebut.
Dewasa Akhir Masa dewasa lanjut usia merupakan masa lanjutan atau masa dewasa akhir (60 ke atas). Perlu memperhatikan khusus bagi orangtuanya yang sudah menginjak lansia dan anaknya yang butuh dukungan juga untuk menjadi seorang dewasa yang bertanggungjawab. Di samping itu permasalahan

dari diri sendiri dengan perubahan fisik, mulai tanda penuaan yang cukup menyita perhatian. Saat individu memasuki dewasa akhir, mulai terlihat gejala penurunan fisik dan psikologis, perkembangan intelektual dalam lambatnya gerak motorik, pencarian makna hidup selanjutnya. Menurut erikson tahap dewasa akhir memasuki tahap integrity vs despair yaitu kemampuan perkembangan lansia mengatasi krisis psikososialnya. Banyak stereotip positif dan negatif yang mampu mempengaruhi kepribadian lansia. Integritas ego penting dalam menghadapi kehidupan dengan puas dan bahagia. Hal ini berdampak pada hub.sosial dan produktivitasnya yang puas. Lawannya adalah despair yaitu rasa takut mati dan hidup terlalu singkat, rasa kekecewaan. Beberapa cara hadapi krisis dimasa lansia adalah tetap produktif dalam peran sosial, gaya hidup sehat, dan kesehatan fisik. Akibat perubahan Fisik yang semakin menua maka perubahan ini akan sangat berpengaruh terhadap peran dan hubungan dirinya dengan lingkunganya. Dengan semakin lanjut usia seseorang secara berangsur-angsur ia mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya karena berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial para lansia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitasnya sehingga hal ini secara perlahan mengakibatkan terjadinya kehilangan dalam berbagai hal yaitu: kehilangan peran ditengah masyarakat, hambatan kontak fisik dan berkurangnya komitmen.Menurut Erikson, perkembangan psikososial masa dewasa akhir ditandai dengan tiga gejala penting, yaitu keintiman, generatif, dan integritas. Perkembangan Psikososial Masa Dewasa Akhir. Akibat perubahan Fisik yang semakin menua maka perubahan ini akan sangat berpengaruh terhadap peran dan hubungan dirinya dengan lingkunganya. Dengan semakin lanjut usia seseorang secara berangsur-angsur ia mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya karena berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial para lansia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitasnya sehingga hal ini secara perlahan mengakibatkan terjadinya kehilangan dalam berbagai hal yaitu: kehilangan peran ditengah masyarakat, hambatan kontak fisik dan berkurangnya komitmen. Menurut Erikson, perkembangan psikososial masa dewasa akhir ditandai dengan tiga gejala penting, yaitu keintiman, generatif, dan integritas. 1. Perkembangan Keintiman Keintiman dapat diartikan sebagai suatu kemampuan memperhatikan orang lain dan membagi pengalaman dengan mereka. Orang-orang yang tidak dapat menjalin hubungan intim dengan orang lainakan terisolasi. Menurut Erikson, pembentukan hubungan intim ini merupakan tantangan utama yang dihadapi oleh orang yang memasuki masa dewasa akhir. 2. Perkembangan Generatif Generativitas adalah tahap perkembangan psikososial ketujuh yang dialami individu selama masa pertengahan masa dewasa. Ketika seseorang mendekati usia dewasa akhir, pandangan mereka mengenai jarak kehidupan cenderung berubah. Mereka tidak lagi memandang kehidupan dalam pengertian waktu masa anak-anak, seperti cara anak muda memandang kehidupan, tetapi mereka mulai memikirkan mengenai tahun yang tersisa untuk hidup. Pada masa ini, banyak orang yang membangun kembali kehidupan mereka dalam pengertian prioritas, menentukan apa yang penting untuk dilakukan dalam waktu yang masih tersisa. 3. Perkembangan Integritas Integritas merupakan tahap perkembangan psikososial Erikson yang terakhir. Integritas paling tepat dilukiskan sebagai suatu keadaan yang dicapai seseorang setelah memelihara benda-benda, orang-orang, produk-produk dan ide-ide, serta setelah berhasil melakukan penyesuaian diri dengan bebrbagai keberhasilan dan kegagalan dalam kehidupannya. Lawan dari integritas adalah keputusan tertentu dalam menghadapi perubahan-perubahan siklus kehidupan individu, terhadap kondisi-kondisi sosial dan historis, ditambah dengan kefanaan hidup menjelang kematian. Tahap integritas ini ini dimulai kira-kira usia sekitar 65 tahun, dimana orang-orang yang tengah berada pada usia itu sering disebut sebagai usia tua atau orang usia lanjut. Usia ini banyak menimbulkan masalah baru dalam kehidupan seseorang. Meskipun masih banyak waktu luang yang dapat dinikmati, namun karena penurunan fisik atau penyakit yang melemahkan telah membatasi kegiatan dan membuat orang tidak menrasa berdaya. Terdapat beberapa tekanan yang membuat orang usia tua ini menarik diri dari keterlibatan sosial: (1) ketika masa pensiun tiba dan lingkungan berubah, orang mungkin lepas dari peran dan aktifitas selama ini; (2) penyakit dan menurunnya kemampuan fisik dan mental, membuat ia terlalu memikirkan diri sendiri secara berlebihan; (3) orang-orang yang lebih muda disekitarnya cenderung menjauh darinya; dan (4) pada saat kematian semakin mendekat, oran ingin seperti ingin membuang semua hal yang bagi dirinya tidak bermanfaat lagi. Jadi, tumbuh kembang dewasa muda, menengah dan akhir berbeda. Persamaannya dilihat dari tandatanda memasuki usia dewasa seseorang/ individu, yaitu: 1. Membuat keputusan penting dalam menunjang karir, kesehatan dan hubungan personalnya.

2. Memiliki kedudukan dan peranana sebagai orang penting seperti pekerja, orang tua dan pasangan hidup. 3. Mencapai kematangan psikologis sebagai orang dewasa dan segala macam tanggung jawabnya serta berpikir sistematis dan analitis. Menurut Lavinson, Dewasa Akhir mulai berumur 50-55 tahun sering kali merupakan krisis bila sesorang tidak sepenuhnya berhasil dalam pensstrukturan kembali hidupnya pada peralihan ke dewasa madya. Sesudah itu langkah puncak (55-60 tahun) sekaligus menandai masa dewasa akhir. Penelitian Levinson mengemukakan tahun-tahun usia yang eksak dengan pergeseran maksimum lima tahun, hal ini cenderung menuju pada eksak semu, pengertian struktur kehidupan harus diteliti akan ketetapan penggunaannya. Namun lavinson menitikberatkan bahwa pandangan akan siklus penghidupan yang terlalu kaku atau terlambat tidak dapat dipertahankan lagi.

KIAT MENGHADAPI MASALAH HIDUP BAGI REMAJA Oleh Gian Sugiana Sugara, S.Pd Pernahkah anda mengalami putus asa dalam hidup ? Atau anda pernah merasa begitu sulit bangkit dari masalah yang saat ini anda hadapi ?. Masalah pada dasarnya pasti ada dalam hidup kita namun yang jadi pertanyaan adalah bagaimana cara atau sikap kita dalam menghadapi masalah. Jika kita menyikapinya dengan kekecewaan, marah, putus asa bahkan kabur dari masalah, maka itu bukanlah cara yang biijak dalam menghadapi masalah. Bukankah itu malah menimbulkan masalah yang baru ?. Pada dasarnya ada dua cara orang merespon situasi yang membuat dia merasa terancam yakni kabur (flight) atau melawan (fight). Bagi orang yang tidak bisa menghadapi masalah, dia akan kabur sembari berharap masalahnya segera beres padahal ketika kabur, masalah yang lain malah muncul. Lain halnya dengan orang yang menghadapi masalahnya, dia akan berani dan tangguh serta kuat karena masalah yang dihadapinya menjadi pelajaran bagi dirinya untuk terus berkembang. Kelalaian kita dalam menyadari pentingnya bersungguh-sungguh mencari ilmu tentang cara menghadapi hidup ini dan kemalasan kita dalam melatih dan mengevaluasi ketrampilan kita dalam menghadapi persoalan hidup berarti akan membuat hidup ini hanya perpindahan kesengsaraan, penderitaan, kepahitan dan tentu saja kehinaan yang bertubi-tubi . Lantas apa yang sebaiknya kita lakukan ?. Ada beberapa hal yang harus dilakukan agar kita bisa menghadapi masalah dengan bijak dan semakin dewasa. 1. Siap menerima yang kita suka maupun yang tidak kita suka Dalam hidup ini, kita banyak sekali mengalami sesuatu yang tidak kita inginkan. Selain itu pula dalam hidup ini ternyata sering sekali atau bahkan lebih sering terjadi sesuatu yang tidak terjangkau oleh kita, yang di luar dugaan dan di luar kemampuan kita untuk mencegahnya, andaikata kita selalu terbenam tindakan yang salah dalam mensikapinya maka betapa terbayangkan hari-hari akan berlalu penuh kekecewaaan, penyesalan, keluh kesah, kedongkolan, hati yang galau, sungguh rugi padahal hidup ini hanya satu kali dan kejadian yang tak didugapun pasti akan terjadi lagi. Oleh karena itu, kita harus siap dalam menyikapi setiap kejadian yang menimpa diri kita. Bukankah tuhan berkata Apa yang terbaik menurutmu belum tentu terbaik menurutKu. Dengan kata lain, sikapilah dengan bijaksana setiap masalah dengan menerimanya dalam kondisi apapun. Berarti masalah atau persoalan yang sesungguhnya bukan terletak pada persoalannya melainkan pada sikap terhadap persoalan tersebut. Oleh karena itu siapapun yang ingin menikmati hidup ini dengan baik, benar, indah dan bahagia adalah mutlak harus terus-menerus meningkatkan ilmu dan keterampilan dirinya dalam menghadapi aneka persoalan yang pasti akan terus meningkat kuantitas dan kualitasnya seiring dengan pertambahan umur, tuntutan, harapan dan kebutuhan. 2. Kalau sudah terjadi, terima dan Ikhlaskanlah

Siap menghadapi apa pun yang akan terjadi, dan bila terjadi, satu-satunya langkah awal yang harus dilakukan adalah mengolah hati kita agar ridha/rela akan kenyataan yang ada. Mengapa demikian? Karena walaupun dongkol, uring-uringan dan kecewa berat, tetap saja kenyataan itu sudah terjadi. Pendek kata, ridha atau tidak, kejadian itu tetap sudah terjadi. Maka, lebih baik hati kita ridha saja menerimanya. Orang yang stress adalah orang yang tidak memiliki kesiapan mental untuk menerima kenyataan yang ada. Selalu saja pikirannya tidak realistis, tidak sesuai dengan kenyataan, sibuk menyesali dan mengandai andai sesuatu yang sudah tidak ada atau tidak mungkin terjadi. Sungguh suatu kesengsaraan yang dibuat sendiri. Dengan demikian, hati kita harus menerima setiap kenyataan hidup yang terjadi pada diri kita 3. Jangan mempersulit diri sendiri Jangan mempersulit diri dengan pikiran dan harapan yang jauh. Semua sudah ditentukan Tuhan dan baik buruknya perbuatan seorang akan kembali pada dirinya sendiri. Teko hanya akan mengeluarkan isinya, seorang yang baik hanya akan mengeluarkan kebaikan. Biasakan hidup sederhana dan proporsional. Maka, di dalam menghadapi persoalan apa pun jangan hanyut tenggelam dalam pikiran yang salah. Kita harus tenang, menguasai diri dan mengendalikan diri kita. Bukankah kita sudah sering melalui masa-masa yang sangat sulit dan ternyata pada akhirnya bisa lolos. 4. Evaluasi diri Tiap orang akan beroleh ujian yang sesuai dengan kemampuannya. Oleh karena itu, bersabarlah dan tetap tegar dalam menghadapi cobaan atau masalah hidup. Layaknya seorang siswa yang harus ujian nasional untuk memasuki jenjang pendidikan lagi dimulai dari SD sampai perguruan tinggi. Maka, jadikanlah masalah yang dihadapi sebagai sarana untuk memperbaiki diri untuk lebih baik lagi karena tidak ada yang sia-sia, semua yang terjadi pada diri kita adalah yang terbaik untuk membuat kita bijaksana dan dewasa. Perbaiki diri kita dengan sering melaksanakan perintah Tuhan karena bukankah dengan kita sering beribadah, hati kita tenang dan tentram.

BAB II

LANDASAN TEORI A. Pemilihan Pasangan 1. Pengertian Pemilihan Pasangan Memi lih pasangan, berarti memilih seseorang yang diharapkan dapat menjadi teman hidup, seseorang yang dapat menjadi rekan untuk menjadi orang tua dari anak anak kelak (Lyken dan Tellegen, 1993). Pemilihan pasangan yang dilakukan oleh individu, biasanya didasar i dengan memilih calon yang dapat melengkapi apa yang dibutuhkan dari individu tersebut dan berdasarkan suatu pemikiran bahwa seorang individu akan memilih pasangan yang dapat melengkapi kebutuhan yang diperlukan (Degenova, 2008). Teori Proses Perkembanga n (dalam Degenova, 2008), menjelaskan bahwa pemilihan pasangan merupakan suatu proses penyaringan yang dilakukan individu dalam memilih calon pasangan hidup sampai akhirnya terpilihnya calon pasangan hidup individu tersebut. Berdasarkan uraian diatas, dap at disimpulkan bahwa pemilihan pasangan adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk menjadi teman hidupnya melalui proses pemilihan dari seseorang yang dianggap tidak tepat sampai akhirnya terpilih calon pasangan hidup yang tepat menurut individ u tersebut.
Universitas Sumatera Utara

2. Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Pasangan Menurut Degenova (2008), ada dua faktor yang mempengaruhi pemilihan pasangan, yaitu : a. Latar Belakang Keluarga Latar belakang keluarga, akan sangat mempengaruhi individu, baik ketika ingin menjadi pa sangan hidup atau akan melakukan pemilihan pasangan. Pada saat melakukan pemilihan pasangan dan setelah memilih pasangan, melihat latar belakang dari calon pasangan akan sangat membantu dalam mempelajari sifat calon pasangan yang sudah dipilih. Dalam mempe lajari latar belakang keluarga dari calon pasangan, ada dua hal yang juga akan diperhatikan, yaitu : 1) Kelas Sosioekonomi Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kepuasan pernikahan yang baik adalah jika memilih pasangan dengan status sosioekono mi yang baik. Apabila seorang individu memilih pasangan

yang dengan status ekonomi yang rendah, kemungkinan kepuasan pernikahannya akan kurang baik bila dibandingkan dengan individu yang memilih pasangan yang berasal dari kelas ekonomi yang tinggi. 2) Pendidi kan dan inteligensi Secara umum ada kecenderungan pada pasangan untuk memilih pasangan yang mempunyai perhatian mengenai pendidikan. Pernikahan dengan latar belakang pendidikan yang sama pada kedua pasangan akan lebih cocok bila dibandingkan dengan pernika han yang mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara

3) Agama Faktor yang juga dipertimbangkan dalam pemilihan pasangan adalah faktor agama. Agama menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan, dengan asumsi bahwa pernikahan yang mempunyai latar belaka ng agama yang sama akan lebih stabil, dan dengan prinsip bahwa agama mempunyai kemungkinan anak anak akan tumbuh dengan keyakinan dan moral yang sesuai dengan standar masyarakat. 4) Pernikahan antar ras atau Suku Pernikahan antar rasa tau antar suku masih men jadi permalahan dalam masyarakat. Banyak masalah yang terjadi ketika seorang individu memiliki hubungan dengan individu yang mempunyai perbedaan suku atau ras. Permasalahan yang terjadi bukan pada pasangan tersebut, tetapi permasalahan suku atau ras ini be rasal dari keluarga, teman ataupun masyarakat disekitar. Secara umum, tanpa adanya dukungan dari keluarga atau teman, hubungan dengan perbedaan suku atau ras juga tidak akan terjadi. b. Karakteristik Personal Ketika seorang individu memilih seorang teman hidup untuk menghabiskan sisa hidup, kecocokan adalah hal yang juga diperlukan. Ada faktor faktor yang juga dapat mendukung kecocokan dari pemilihan pasangan, yaitu : 1) Sikap dan Tingkah Laku Individu
Universitas Sumatera Utara

Pencarian pemilihan pasangan yang didasarkan pada sifat ind

ividu, berfokus pada fisik, kepribadian, dan faktor kesehatan mental. Beberapa sifat dari kepribadian seseorang mungkin akan dapat membuat suatu hubungan menjadi susah untuk mempunyai hubungan yang bahagia. Sifat yang muram seperti depresi dapat menyebab kan hubungan pernikahan yang lebih negative dan dapat menuruknkan kualitas dari hubungannya itu sendiri. Sifat yang ramah dapat menyebabkan suatu hubungan pernikahan menjadi lebih positif dan stabil (J.J Larson & Holman, dalam Degenova, 2008). 2) Perbedaan Us ia Salah satu pertimbangan dalam memilih pasangan adalah perbedaan usia. Secara umum, rata rata perbedaan usia yang dimilki oleh setiap pasangan adalah dua tahun. Ada banyak pertimbangan dalam keadaan untuk menuju kualitas pernikahan yang baik, yaitu denga n merenungkan pernikahan dengan individu yang lebih tua atau lebih muda. Sebagai contoh, ketika seorang perempuan muda menikah dengan pria yang lebih tua itu seperti siap menjadi janda di usia muda, tetapi ketika keduanya adalah pria yang tua dan perempuan tua, mereka cenderung hidup bersama lebih lama jika telah menikah sejak mereka muda. 3) Memiliki Kesamaan Sikap dan Nilai Kecocokan dalam hubungan pernikahan akan semakin meninggi jika pasangan itu mengembangkan tingkatan kesamaan sikap dan nilai
Universitas Sumatera Utara

mengenai se suatu yang penting untuk mereka. Individu yang saling berbagi sikap dan nilai biasanya akan lebih merasa nyaman satu sama lain. Stres akan kurang terjadi antara satu sama lain, karena ada penyesuaian diri yang dilakukan. 4) Peran Gender dan Kebiasaan Pribadi Kecocokan tidak hanya berdasarkan sikap dan nilai, tapi juga berkaitan dengan perilaku. Pasangan akan lebih merasa puas dan mendapatkan kehidupan pernikahan yang baik apabila pasangannya dapat membagi harapan yang sama mengenai peran gender dan apabila dapat saling bertoleransi mengenai kebiasaan kebiasaan dari pasangan. Salah satu pengukuran dari kecocokan dalam suatu pernikahan adalah persamaan harapan dari peran pria dan wanita. Setiap pria pasti mempunyai berbagai peran yang harus ditunjukkan

sebagai se orang pria dan peran seperti apa yang harusnya ditunjukkan sebagai sepasang suami istri. Setiap wanita juga mempunyai beberapa konsep dari peran yang harus ditunjukkannya sebagai seorang istri dan berbagai harapan mengenai harapan dari peran sebagai pasang an suami istri yang harus ditunjukkannya. Apa yang diharapkan oleh keduanya dan apa yang diinginkannya mungkin akan berbeda. Leigh, Holman dan Burr (dalam Degenova, 2008) menemukan bahwa individu yang telah berhubungan selama setahun lebih tidak memiliki k ecocokan dalam peran dibanding ketika mereka pertama sekali berhubungan. Ini mengindikasikan bahwa kecocokan dalam peran
Universitas Sumatera Utara

tidak begitu penting untuk melanjutkan satu hubungan. Bagaimanapun hal itu baru akan menjadi penting setelah keduanya menikah. Berdasa rkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pemilihan pasangan merupakan suatu proses penyaringan yang dilakukan individu dalam memilih calon pasangan hidup sampai akhirnya terpilihnya calon pasangan hidup individu tersebut. Ada proses yang harus dila kukan oleh setiap individu dalam melakukan pemilihan pasangan, yaitu area yang ditentukan (the field of elogibles) , kedekatan (propinquity) , daya tarik (attraction) , homogamy dan heterogamy, dan kecocokan (compability). Dalam pemilihan pasangan, juga terda pat faktor faktor yang mempengaruhi, yaitu faktor latar belakang keluarga yang terdiri dari kelas sosioekonomi, pendidikan, usia, agama dan suku juga faktor karakteristik personal yang terdiri dari sikap dan tingkah laku individu, perbedaan usia, kesamaan sikap dan peran gender (Degenova, 2008). 3. Proses Pemilihan Pasangan Pemilihan pasangan merupakan suatu proses penyaringan yang dilakukan individu dalam memilih calon pasangan hidup sampai akhirnya terpilihnya calon pasangan hidup yang sesuai menurut indivi du tersebut. Hal ini seperti yang dinyatakan dalam Degenova (2008), mengenai teori proses perkembangan

, yang menjelaskan tentang variasi proses yang dilakukan dalam proses memilih pasangan, yaitu : a. Area yang ditentukan (The Field of Eligibles)
Universitas Sumatera Utara

Faktor p ertama yang harus dipertimbangkan dalam proses pemilihan pasangan adalah pasangan tersebut memenuhi syarat sesuai yang telah ditentukan oleh individu tersebut. Bagi wanita, pengaruh kekurangan dari pernikahan, mungkin bukan hanya berasal dari pernikahan i tu sendiri, tapi juga berasal dari kualitas pada pasangan hidupnya. Pernikahan yang baik cenderung berasal dari pernikahan yang mempunyai pasangan dengan status yang tinggi dibandingkan pernikahan dengan status yang rendah (bila diukur dari kondisi pendid ikan dan pekerjaan) (Lichter, Anderson, & Hayward, dalam Degenova 2008). b. Kedekatan (Propinquity) Faktor lain yang termasuk dalam proses pemilihan adalah propinquity (Davis Brown, Salamon, & Surra dalam Degenova, 2008). Propinquity atau kedekatan secara ge ografi adalah faktor lain yang dapat mempengaruhi proses pemilihan pasangan. Bagaimanapun, ini tidak berarti kedekatan kediaman dapat memastikan; kedekatan institutional juga penting. Hal ini disebabkan karena banyak individu yang berjumpa dengan pasangann ya di tempat tempat yang sering dikunjungi oleh individu tersebut, seperti, sekolah, tempat kerja dan lainnya. c. Daya Tarik (Attraction) Ketertarikan yang termasuk disini adalah ketertarikan secara fisik, dan ketertarikan spesifik dari kepribadian individu. Pada dasarnya, setiap wanita dan pria memiliki perbedaan dalam memilih pasangan. Setiap individu pasti memiliki kebutuhan dan perbedaan yang spesifik ketika
Universitas Sumatera Utara

akan memilih pasangan hidup, banyak alasan

alasan yang dapat membuat seseorang jatuh cinta dalam ra ngka biologi. d. Homogamy dan Heterogamy Seorang individu akan memilih pasangan yang dapat membagi pribadi dan karakteristik sosial seperti usia, ras, etnik, pendidikan, kelas sosial dan agama (Dressel, Rogler, Procidano, Steven, & Schoen dalam Degenova, 200 8). Kecenderungan untuk memilih pasangan yang memilki kesamaan disebut dengan homogamy dan memilih pasangan yang cenderung mempunyai perbedaan dengan dirinya disebut dengan heterogamy. Pernikahan yang homogeneus cenderung akan lebih stabil dibandingkan den gan pernikahan yang heterogeneous., meskipun ada harapan. Faktor utama yang biasanya menjadi alasan dalam pernikahan yang homogeneus adalah ketika kebanyakan individu akan lebih memilih pasangan yang seperti dirinya dan kurang merasa nyaman bila berada di dekat individu yang berbeda dengan dirinya. Faktor lain yang juga penting adalah bagaimanapun, tekanan dari dari social akan lebih mengarah kepada endogamy , atau pernikahan dengan individu dalam satu kelompok yang sama. Individu individu yang memilih untu k menikah dengan pasangan yang usianya lebih muda atau lebih tua atau termasuk ke dalam suatu kelompok etnik yang berbeda, agama, atau kelas social mungkin akan mengalami celaan halus dari lingkungannya. Sebaliknya, secara umum lingkungan akan melarang per nikahan dengan pasangan yang terlalu mirip dengannya, seperti saudara kandung atau sepupu pertama. Ini
Universitas Sumatera Utara

adalah tekanan social untuk exogamy, atau pernikahan dengan kelompok yang berbeda. e. Kecocokan (Compability) Kecocokan yang dimakasud disini lebih kepada kemampuan seorang individu untuk hidup bersama dalam keadaan yang harmonis. Kecocokan mungkin akan lebih mengarah kepada evaluasi dalam pemilihan pasangan menurut tempramen, sikap dan nilai, kebutuhan, peran dan kebiasaan pribadi. Dalam memilih pasangan, seorang individu akan berjuang untuk

memilih pasangan yang mempunyai kecocokan dalam berbagai area. f. Proses Penyaringan (The Filtering Process) Proses pemilihan pasangan dimulai dari field of eligible yang paling luas. Ada berbagai variasi proses yang akan dilakukan seorang individu dalam memlih pasangan, seperti mengeliminasi individu yang tidak memenuhi syarat, ini merupakan alasan yang utama sebelum berlanjut ke proses selanjutnya. Sebelum membuat keputusan terakhir, dua orang individu akan menuju periode terakhir, seperti pertunangan. Jika mereka dapat bertahan dalam proses ini, individu ini akan mencapai keputusan terakhir untuk menikah. Berikut adalah bagan dari proses pemilihan pasangan : Tabel 1. Proses Penyaringan Pemilihan Pasangan Field of Eligibl es Propinquity Filter
Universitas Sumatera Utara

Attraction Filter Physical Attraction Personality Homogamy Filter Usia , pendidikan, kelas sosial, agama Compability Filter Tempramen, sikap dan nilai, kebutuhan, peran dan sistem kebiasaan Trial Filter Cohabition Pert unangan Decision Filter Menikah Sumber : Intimate Relationships, Marriage & Families (2008) B. Dewasa Awal 1. Pengertian Dewasa Awal Istilah adult berasal dari kata kerja latin, seperti juga istilah adolescene adolescere, yang berarti tumbuh menjad i kedewasaan. Akan tetapi, kata adult berasal dari bentuk lampau partisipel dari kata kerja

adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Oleh karena itu, orang dewasa adalah individu yang telah meny elesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock, 1999). Menurut ahli sosiologi Kenneth Kenniston (dalam Santrock, 2009) masa muda (youth) adalah masa periode transisi antara masa remaja dan masa dewasa yang merupakan proses perpanjangan kondisi ekonomi dan pribadi sementara. Masa dewasa awal adalah periode perkembangan yang bermula pada akhir usia belasan tahun atau awal usia dua puluhan dan berakhir pada usia tiga puluhan (Santrock, 2009). Menurut Erickson, masa dewasa awal
Universitas Sumatera Utara

berada pada tahap Intimacy vs Isolation, pada masa ini individu menghadapi tugas perkembangan untuk membentuk relasi intimasi dengan orang lain. Erickson juga menggambarkan keintiman sebagai penemuan terhadap diri sendiri pada orang lain, tanpa harus kehilangan diri sendiri (Santrock, 2009). Berdasarkan definisi di atas, adapun dewasa awal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah individu yang berusia 20 30 tahun. 2. Tugas Perkembangan Dewasa Awal Tugas perkembangan masa dewasa awal menurut Santrock (2009), yaitu : a. Mendapatkan suatu pekerjaan b. Memilih teman hidup c. Membentuk keluarga d. Membesarkan anak e. Mengelola rumah tangga f. Bertanggung jawab sebagai warga negara g. Bergabung dengan kelompok sosial yang sesuai 3. Ciri

ciri Masa Dew asa Awal Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola pola kehidupan baru dan harapan harapan sosial baru. Individu dewasa awal mulai diharapkan untuk memainkan peran peran baru, seperti peran suami atau istri, orang tua, pencari nafka h dan mulai mengembangkan sikap sikap baru, keinginan, dan nilai nilai baru sesuai dengan tugas baru. Penyesuaian
Universitas Sumatera Utara

Perkembangan Dewasa Awal Oktober 13, 2009


Filed under: Uncategorized melly fitria @ 12:39 pm Pendahuluan Sebagai seorang individu yang sudah tergolong dewasa, peran dan tanggung jawabnya tentu makin bertambah besar. la tak lagi harus bergantung secara ekonomis, sosiologis ataupun psikologis pada orang tuanya. Mereka justru merasa tertantang untuk membukukan dirinya sebagai seorang pribadi dewasa yang mandiri. Segala urusan ataupun masalah yang dialami dalam hidupnya sedapat mungkin akan ditangani sendiri tanpa bantuan orang lain, termasuk orang tua. Berbagai pengalaman baik yang berhasil maupun yang gagal dalam menghadapi suatu masalah akan dapat dijadikan pelajaran berharga guna mem-bentuk seorang pribadi yang matang, tangguh, dan bertanggung jawab terhadap masa depannya. Secara fisik, seorang dewasa muda {young adulthood) menampil-kan profil yang sempurna dalam arti bahwa pertumbuhan dan perkembangan aspek-aspek fisiologis telah mencapai posisi puncak. Mereka memiliki daya tahan dan taraf kesehatan yang prima sehingga dalam melakukan berbagai kegiatan tampak inisiatif, kreatif, energik, cepat, dan proaktif.

Secara umum, mereka yang tergolong dewasa muda (young ) ialah mereka yang berusia 2040 tahun. Menurut seorang ahli psikologi perkembangan, Santrock (1999), orang dewasa muda termasuk masa transisi, baik transisi secara fisik (physically trantition^ transisi secara intelektual (cognitive trantition), serta transisi peran sosial (social role trantition). I. Perubahan dari masa remaja ke dewasa awal Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapn-harapan sosial baru. Pada masa ini, individu diharapkan memainkan peran baru, eperti suami/istri, orang tua, pencari nafkah, dan mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas yang baru. Periode ini merupakan periode yang khusus dan sulit. Individu diharapkan mengadakan penyesuaian diri secara mandiri. Selama masa dewasa, perubahan-perubahan fisik dan psikologis terjadi pada waktu-waktu yang dapat diramalkan seprti masa kanak-kanak dan remaja, yang juga mencakup periode yang cukup lama-saat terjadinya perubahan-perubahan fisik dan psikologis tertentu, masa dewasa biasanya dibagi berdasarkan periode yang menunjuk- pada perubahan-perubahan tersebut, bersama dengan masalah-masalah penyesuaian diri dan tekanan-tekanan berdaya serta harapan-harapanyang timbul akibat perubahan tersebut. Dikatakan bahwa masa anak-anak dan remaja merupakan periode pertumbuhan dan masa dewasa merupakan masa pengaturan. Pada masa dewasa pria muda mulai membentuk bidang pekerjaan yang akan ditanganinya sebagai kariernya, sedangkan wanita muda diharapkan mulai menerima tanggunga jawab sebagai ibu dan pengurus rumah tangga. Sekarang, diakui bahwa penjajakan terlalu singkat sering terbentuknya bibit-bibit ketidakpuasan karena terlalu cepat memilih pekerjaan atau teman hidup. Oleh sebab itu, banyak orang muda mencoba berbagai pekerjaan untuk menentukan mana yang paling sesuai untuk memenuhi berbagai keperluan mereka dan yang akan memberikan kepuasan yang lebih permanent 2 Sekali seseorang telah menemukan pola hidup yang diyakininya dapt memenuhi kebutuhannya, ia akan mengembangkan pola-pola perilaku sikap dan nilai-nilai yang cenderung akan menjadi kekhasan selama sisa hidupnya. II. Perkembangan Fisik Kondisi Kesehatan dan Fisik Pemuda biasanya berada di puncak kesehatan, fungsi sensoris dan motoris. Pada pertengahan usia 20 semua fungsi tubuh berkembang dengan sempurna. Pada usia 20-40 tahun ketajaman visual mencapai puncaknya namun pada usia 45 tahun terjadi penurunan terhadap rasa, bau, serta sensitivitas. Status kesehatan.Kurang dari 6% pemuda beusia 25-44 tahun yang menyatakan kesehatan mereka sedang-sedang saja atau buruk (NCHS, 2002B). banyak diantara mereka yang tidak pernak sakit atau cacat, dan sebagian besar tidak memiliki kondisi kronis atau kerusakan. Yang paling umum adalah rasa sakit pada tulang belakang.

Kecelakaan merupakan penyebab kematian orang Amerika berusia 20-30 tahun, diikuti dengan pembunuhan dan bunuh diri. Ketiga hal ini bertanggung jawab terhadap 72% kematian di usia 20an awal dan 51% diantara usia 25-34 tahun. Masa dewasa awal, fondasi fungsi fisik untuk rentang kehidupan selanjutnya telah dibentuk walaupun ada bagian dari kesehatan yang dipengaruhi oleh gen, factor perilaku apa yang dimakan oleh si pemuda. Apakah dia mendapatkan cukup tidur? Apa mereka merokok atau mengkonsumsi minuman keras atau obat terlarang? Semua itu memberi dampak pada kesehatan dan kesejahteraan pada saat ini dan masa mendatang. 3 Pengaruh genetic pada kesehatan.Sebagian besar penyakit bersifat multifactor, melibatkan penyebab genetic maupun lingkungan. Contoh, penderita diabetis mellitus yang tidak tergantung pada insulin, yang menyerang kurang lebih 4% populasi di dunia. Para periset telah menemukan sebuah gen dalam kromosom 2 yang memberikan kontribusi terhadap kerentanan terhadap penyakit ini pada diri orang meksiko amerika. Factor resiko bagi atheroscleorosis (penyempitan arteri) yang mungkin dimulai pada masa kanak-kanak dan menjadi ancaman pada usia 40 dan 50an. Mencakup tekanan darrah tinggi, merokok dan peningkatan level kolesterol dalam darah. Diperkirakan 80% variasi pda level HDL (kolesterol baik) dalam populasi berkaitan dengan factor genetic. Pengaruh perilaku pada kesehatan dan kebugaran. Dalam sebuah study longitudinal terhadap 7000 orang dewasa berusia 20-70 tahun, kesehatan dihubungkan langsung kepada beberapa perilaku yang biasa dilakukan. Contoh, mengkonsumsi makanan reguler, termasuk sarapan pagi dan tidak mengemil, makan dan berolah raga secara moderat, tidur secara reguler 7-8 jam setiap harinya, tidak merokok dan mengkonsumsi minuman keras secara moderat. Tindakan preventif bisa memberikan keuntungan. Test pemindaian reguler seperti papsmir yang dilakukan untuk mendeteksi kanker mulut rahim dan pengujian mandiri testicular untuk mendeteksi kanker testis, dapat mencegah penyakit tersebut atau mengungkapkannya pda stadium dini yag masih dapat diobati. Hubungan antara perilaku dan kesehatan mengilustrasikan kesaling ketergantungan antara aspek perkembangan fisik, kognitif dna emosianal. Lingkungan kepribadia, emosi, dan sosial sering kali menggangu apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang dan mengarahkan mereka kepada perilaku yang tidak sehat. 4 Nutris dan kolesterol. secara singkat memaparkan nilai penting nutrisi bagi ksehatan fisik dan mental. Apa yng dimakan mempengaruhi bagaimana penampilan, perasaan dan kerentanan orang-orang terhadap penyakit. Kebiasaan makan berperan penting dalam penyakit jantung sebagaimana yang ditunjukan oleh Arthur ashe, tidak harus dibatasi pada waktu mendatang. Orang-orang yang mengkomsumsi buah dan sayur, terutama yang kaya karotenoid bisa menurunkan peluang mereka terhadap penyakit jantung. Ulasan dari banyak studi epidemiologis menemukan bahwa mengikuti diet berbasis tumbuhan dan dengan terus aktif, mempertahan berat yang sehat, dan menahan diri dari rokok dapat memangkas resiko terkena kanker apapun hingga 70%. Obesitas. Obesitas pada orang dewasa biasa dengan body mass index, jumlah kilogram berat/meter/segi

tinggi. Seorang dewasa BMI 25 atau lebih dianggap kelebihan berat badan, dan seseorang dengan BMI 30 atau lebih dianggap masuk kategori obesitas. Pria dengan lemak tubuh lebih dari 25% dan wanita sengan lebih dari 30% bisa dianggap obesitas. WHO telah menyebut obesitas sebagai epidemis dunia (WHO, 1998). Dalam masyarakat yang menghargai kelangsingan, kegemukan dpat mengarah kepada maslah emosional. Kondisi tersebut juga membawa resiko darah tinggi, serangan jantung, struke, diabetes, dll. Aktifitas fisik. Orang dewasa yang aktif secara fisik mendapatkan banyak keuntungan. Disamping membantu mempertahankan berat badan yang diinginkan, aktifitas fisik juga dapat membangun otot, menguatkan jantung dan paru-paru, melingdungi dari segala jenis penyakit, osteoporosis, meredakan kekhawatiran dan depresi serta memanjangkan umur. 5 Merokok. Alasan orang untuk merokok adalah karena rokok bersifat menyandu. Kecenderungan menyandu bisa karena factor keturunan, dan beberapa gen tertentu bisa jadi mempengaruhi kemampuan untuk berhenti Pengaruh tidak langsung pada kesehatan dan kebugaran Status sosioekonomi dan ras/etniksitas. Hubungan antara status sosioekonomi dan kesehatan telah didokumen tasikan secara luas. Orang-orang dengan pendapatan yang lebih tinggi mendapatkan nilai kesehatan yang lebih tinggi dan usia yang lebih panjang dibandingkan dengan yang berpenghasilan yang lebih rendah. Pendidikan juga merupakan sesuatu yang penting, semakin rendah pendidikan seseorang, semakin besar kemungkinan mereka tewas akibat penyakit, cedera, dan penyakit kronis yang dapat menular dan menjadi orban pembunuhan dan bunuh diri. Hal ini tidak berarti pemasukan dan pendidikan merupakn penyebab kesehatan yang baik, akan tetapi kondisi tersebut berkaitan dengan factor lingkungan dan gaya hidup. Kemiskinan diasosiasikan dengan nutrisi buruk, perumahan dibawah standar, keterbukaan terhadap polusi dan prilaku kekerasan. Asosiasi antara pemasukan, pendidikan dan kondisi pemungkiman dan kesehatan membanu memberikan penjelasan terhadap kondisi kesehatan yang relative buruk pada beberapa populasi minoritas. Perbedaan etnis dalam kesehatan tidak seluruhnya diatributkan kepada sosioekonomi. Misalnya walaupun afro-america lebih sedikit meroko ketimbang kulit putih tetapi mereka memetabolisme lebih banyak nikotin dalam darah mereka sehingga rentang terhadap kanker paru-paru. 6 Kergaman dalam sebagian besar indicator kesehatan semakin menipis pada 1990an bagi semua kelompok ras dan etnik, walaupun hal ini tidak berlaku bagi Indian amreika dan penduduk asli Alaska. Akan tetapi keragaman rasial dan etnis dalam kematian akibat cedera yang berkaitan dengan pekerjaan, tabrakan dan bunuh diri. Gender. Wanita memiliki tingkat kemungkinan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria dan tingkat kematian yang lebih rendah sepanjang hidup. Panjangnya usia wanita

diatributkan kepada perlindungan genetic yang diberikan oleh kromosom X kedua. Walaupun demikian factor sikososial dan cultural, seperti kecendrungan ria terhadap pengambilan resiko dan pemilihan daging serta kentang ketimbang buah dan sayuran, juga memainkan perang. Lebih besarnya kecenderungan wanita mencari perawakan medis tidak selalu berarti kesehatan wanita lebih buruk dibandingkan pria. Kesadaran public akan isu kesehatan telah meningkat. Ketersediaan penanganan impotensi dan tes pemindaian kanker prostat membawa lebih banyak pria keruang dokter. Pada saat yang sama gaya hidup wanita semakin mirip dengan gaya hidup pria maka pada tingkat yang tertentu mereka juga memiliki pola kesehatan pria. Hubungan dengan orang lain dan kesehatan. Hubungan personal tampaknya vital bagi kesehatan. Ikatan sosial bisa jadi mendorong perasaan akan makna atau hubungan dalam hidup. Orang yang menikah khususnya pria cenderung lebih sehat secara fisik dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah menikah, menjanda, berpisah dan khususnya bercerai. Orang yang menikah juga cenderung lebih baik secara financial, factor yang diasosiasikan dengan kesehatan fisik dan mental dalam sebuah studi terhadap lebih dari 36000 ribu pria dan wanita usia 25-64 tahun, orang yang menikah hidup lebih lama ketimbang yang tidak akan tetapi orang-orang dengan pemasukan yang tinggi, melajang atau 7 menikah namun dengan pengasilan yang rendah, tingkat kematian tertinggi terdapat pada mereka yang melajang dan berpenghasilan rendah. III. Perkembangan kognitif Pikiran sehat menyatakan kepada kita bahwa orang dewasa berpikir dengan cara yang berbeda dengan yang dilakukan oleh anak-anak dan remaja. Beberapa perspektif terhadap kognisi orang dewasa. Dibalik Piaget: pergeseran ke pemikiran post-formal.Pemikiran pada masa dewasa cenderung tampak fleksibel, terbuka, adaptif, dan individualistis. Tahap kognisi orang dewasa ini sering kali disebut pemikiran postformal yang bersifat relative. Pemikiran postformal melihat bayangan abu-abu. Pemikiran tersebut sering kali muncul sebagai respon terhadap peristiwa dan interaksi membuka cara pandang tidak biasa terhadap sesuatu dan menantang pandanan sederhana terpolarisasi terhadap dunia. Pemikiran tersebut memungkinkan orang dewasa melampaui system logika tunggal dan mendamaikan atau memilih diantara beberapa ide yang saling berlawanan. Jan Sinnott, salah seorang periset terkemuka, mengemukakan beberapa criteria pemikiran postformal. Diantaranya Fleksibel. Kemampuan untuk maju dn mundur antara pemikira abstrak dan pertmbangan praktis dan nyata. Multikausalitas, multisolusi. Kesadaran bahwa sebagian besar masalah memilik lebih dari satu penyebab dan lebih dari satu solusi, dan sebagian solusi bekecenderungan lebih besar untuk berhasil dibandingkan yang lain. Prakmatisme. Kemampuan untuk memilih yang terbaik dari beberapa kemungkinan solusi dan menyadari criteria pemilihan tersebut.

8 Kesadaran akan paradoks. Menyadari bahwa masalah atau solusi mengandung konflik infern. Schaie: Model Rentang Kehidupan Perkembangan Kognitif. Model schaie melihat perkembangan penggunaan inteletual dalam konteks sosial. Tujuh tahapnya berkaitan dengan tujuan yang muncul ke permukaan dalam berbagai tahap usia. Tujuan ini bergeser dari penguasaan informasi dan keterampilan (apa yang harus saya ketahui) kepada intergrasi praktis pengetahuan dan keterampilan (bagaimana menggunakan apa yang saya ketahui) untuk mencari makna dan tujuan (mengapa saya harus tahu). Berikut ini ada tujuh tahapan: Tahap pencarian (masa kanak-kanak dan remaja). Anak-anak dan remaja menguasai informasi untuk kepentingan mereka sendiri atau sebagai persiapan berpartisipasi di masyarakat. Tahap pencapaian (masa remaja akhir atau awal 20-30an). Para pemuda tersbeut tidak lagi mendapatkan informasi bagi kepentingan mereka sendiri; mereka menggunakan apa yang mereka ketahui untuk mengejar target, seperti karier dan keluarga. Tahap pertanggungjawaban (akhir 30an sampai awal 60an). Orang-orang setengah baya menggunakan pikiran mereka untuk memecahkan masalah praktis yang berkaitan dengan tanggung jawab terhadap orang lain. Tahap eksekutif (30an atau 40an sampai usia pertengahan). Orang-orang yang berada dalam tahap eksekutif, yang mungkin tumpang tindah dengan tahap pencapaian dan pertanggungjawaban , bertanggung jawab terhadap system sosial atau gerakan sosial. Mereka berhadapan dengan relasi kompleks di berbagai level. 9 Tahap reorganisasi (usia pertengahan, mulai di akhir masa dewasa). Orang-orang yang memasuki masa pension mereorganisir hidup dan energi intelektual mereka seputar aktifitas bermakna yang menggantikan pekerjaan mereka. Tahap reintegratif (akhir masa dewasa). Orang dewasa lebihtua, yang mungkin telah mundur dari beberapa keterlibatan sosial dan yang mungkin funsi kognitifnya mungkin sudah dibatasi oleh perubahan biologis, adalah mereka yang sudah lebih selektif terhadap tugas yang ingin mereka kerjakan. Tahap penciptaan warisan (usia tua). Mendekati akhir hidup, ketika reintegritas telah selesai, orang yang lebih tua mungkin menciptakan instruksi pewarisan kepemilikan berharga, membuat pengaturan pemakaman, memberi cerita warisan, membuat pengaturan pemakanan, atau menulis cerita hidup mereka sebagai warisan orang kepada orang yang mereka cintai. IV. Perkembangan moral Dalam teori Kohlberg, perkembangan moral anak-anak dan remaja mengiringi kematangan kognisi. Pada masa dewasa, penilaian moral seringkali menjadi lebih kompleks. Pengalaman mungkin mengarahkan orang dewasa untuk mengevaluasi kembali criteria mereka tentang bener dan salah. Sebagian orang secara spontan menyebut pengalaman personal sebagai alas

an jawaban mereka terhadap dilemma moral. Misalnya, orang-orang yang mengidap kanker atau saudara yang memiliki penyakit tersebut, berkecenderungan lebih besar memaafkan pria yang mencuri obat mahal semi istrinya yang sedang sakit sekarat, dan menjelaskan pandangan ini dari pengalaman mereka sendiri (Bielby&Papalia, 1975). Pengalaman seperti ini amat di warnai oleh emosi, memicu pemikiran ulang dengan cara yang tidak biasa dilakukan oleh diskusi impersonal dan hipotesis, dan pengalaman ini lebih mungkin membuat orang melihat sudut pandang orang lain. 10 Dengan demikian, berkenaan dengan penilaian moral, tahapan kognitif bukanlah segalanya. Tentu saja seseorang yang pemikirannya masih egosentris berkecenderungan lebih kecil membuat keputusan moral pada level postkonvensional; akan tetapi bahkan seseorang yang dapat berpikir secara abstrak bisa jadi tidak mencapai level tertinggi perkembangan moral kecuali pengalamannya menyatu dengan kognisisnya. Pengalaman diinterpretasikan dalam konteks cultural. Tahap ketujuh. Beberapa saat sebelum kematian Kohlberg ditahun 1987, ia mengemukakan tahap ketujuh penalaran moral, yang bergerak melampaui keadilan dan lebih mirip dengan transenden diri pada tradisi timur. Pada tahap ketujuh, orang dewasa menjawab pertanyaan, mengapa harus bermoral? (Kohlberg & ryncarz,1990, hlm. 192; peneknan dalam kalimat tersebut merupakan tambahan). Jawabannya, kata Kohlberg, terletak pada pencapaian perspektif kosmis perasaan menyatu dengan alam, kosmos, atau Tuhan, yang memungkinkan seseorang melihat isu moral dari sudut pandang dunia sebagai sebuah kesatuan (Kohlberg & ryncarz,1990, hlm. 1991,207). Gender dan perkembangan moral. Carol Gilligan (1982, 1987a,1987b) berpendapat bahwa system kolhberg memberikan tempat lebih tinggi kepada nilai maskulin keadilan ketimbang nilai feminine perasaan kasih saying, tanggung jawab dan perhatian. V. Perkembangan psikososial Empat pendekatan perkembangan psikososial orang dewasa diwakili oleh: a. Model Tahapan Normatif Erikson percaya bahwa kepribadian terus berubah sepanjang hidup. Model normative inikeseluruhannya didasarkan pada riset yang hanya dilakukan terhadap pria-menyatakan bahwa semua orang mengikuti rangkaian dasar 11 perubahan terkait usia dan emosional yang sama. Perubahan tersebut bersifat normatif, dalam arti perubahan tersebut tampaknya sebagai hal yang biasa bagi sebagian besar anggota populasi; dan muncul dalam periode berurutan, atau tahapn-tahapan, yang terkadang ditandai dengan krisis emosional yang melapangkan jalan kepada perkembangan yang lebih jauh lagi. Tahap keenam perkembangan psikososial Erikson, intimasi versus isolasi, adalah isu utama masa dewasa awal. Jika seorang dewasa awal tidak dapat membuat komitmen personal yang dalam terhadap orang lain, kata Erikson, maka mereka akan terisolasi dan terpaku pada kegiatan dan pikiran sendiri (self absorb). Akan tetapi, mereka juga butuh kesendirian sebagai upaya merefleksikan kehidupan meraka. Ketika mereka berusaha menyelesaikan tuntutan saling berlawanan dari intimisi, kompetisi dan jarak, mereka mengembangkan pemahaman etis, yang dianggap Erikson sebagai tanda kedewasaan. Pesan terpenting model tahapan normative asalah orang dewasa harus terus berubah, berkembang, dan tumbuh. Terlepas apakah seseorang akan tumbuh atau tidak dalam cara

tertentu yang dilakukan oleh model tersebut, mereka telah menantang pendapatan yang menyatakan bahwa jarang sekali hal penting terjadi pada kepribadian setelah masa remaja. b. Model timing of event Alih-alih melihat perkembangan kepribadian orang dewasa sebagai fungsi dari usia, model timing of event, yang didukung oleh Bernece Neugarten dan yang lain (Neurgarten, Moore & Lowe, 1965; Neurgarten & Neurgarten, 1987), berpendapat bahwa rangkaian perkembangan tersebut tergantung kapan peristiwa tertentu terjadi dalam kehidupan seseorang. Peristiwa yang terrjadi sesuai perkiraan disebut tepat waktu (on time); sedangkan peristiwa yang terjadi lebih awal atau lebih lambat disebut off time. Peristiwa yang menajdi normative ketika terjadi tepat waktu menjadi tidak normatif ketika terjadi di luar waktu yang telah diperkirakan. 12 c. Model trait Model trait memperhatikan stabilitas atau perubahan dalam sifat kepribadian. Paul T. Costa dan Robert R. McCrae, telah mengembangkan dan menguji model lima factor yang terdiri dari berbagai factor yang tampaknya mendasari lima kelompok sifat yang saling berhubungan yaitu: Neurosisme. Kumpulan enam sifat negative yang mengindikasikan ketidakstabilan emosional: kepanikan, sikap bermusuhan, depresi, kesadaran diri, impulsive dan rapuh. Extraversion. Orang extravert bersifat sosial dan menyukai perhatian. Mereka terus sibuk dan aktif; mereka secara konstan mencari kehebohan dan mereka menikmati kehebohan. Open to experience. Orang yang oen to experience ingin mencoba hal-hal yang barudan penuh berisi ide-ide yang baru. Conscientious. Orangorang conscientious adalah mereka yang berprestasi; mereka kompeten, teratur, patuh, tenang, dan berdisplin. Agreeable. Orang yang agreeable adalah mereka yang dapat dipercaya, terus terang, mengalah, rendah hati, mudah dipengaruhi. d. Model Tipologikal Block (1971) merupakan pelopor pendekatan tipologis. Pendekatan ini memandang kepribadian sebagai pelaksanaan fungsi yang mempengaruhi dan yang merefleksikan sikap, nilai, perilaku, dan interaksi sosial. Riset tipologis tidak selalu berlawanan dengan riset sifat, tetapi mencoba melengkapi dan memperluasnya (Caspi, 1998). Menggunakan berbagai teknik termasuk 13 wawancara, penilaian klinis, pemeringkatan perilaku, dan pelaporan mandiri, para periset yang bekerja secara independent berjasil mengidentifikasikan beberapa tipe kepribadian dasar. Tiap tipe yang telah muncul dalam sejumlah study adalah: Ego-risilient. Orang ego-risilient dapat menyesuaikan diri dengan baik; percaya diri, independent, pandai berbicara, atentif, membantu, kooperatif, dan berfokus pada tugas.

Overcontrolled. Orang overcontrolled cenderung pemalu, diam, penuh rasa khawatir, dan bergantung kepada orang lain. Undercontrolled. Orang undercontrolled lebih aktif, energik, impulsif, gigih dan mudah tertarik. VI. Pendidikan, Karier, dan pernikahan Pilihan pendidikan dan pekerjaan setelah SMU berasal dari perkembangan kognitif pada tahun yang lebih awal dan sering kali mempresentasikan peluang pertumbuhan kognisi yang lebih jauh lagi Transisi ke universitas. Pada 1970-an, wanita cenderung menjadi mayoritas pada lapangan yang secara tradisional feminine, seperti pendidikan, perawat, dan psikologi. Mayoritas lulusan teknik dan ilmu computer masih dipegang pria, akan tetapi jurang gender semakin menyempit pada ilmu pengetahuan alam dan semakin mendekat pada matematika dan ilmu fisika (NCES Digest, 2001). 14 Status sosioekonomi memainkan peran besar pada akses pendidikan tinggi. Pada 1999, 76% lulusan SMU dari keluarga kelas atas dibandingkan 49% dari keluarga kelas bawah segera mendaftar ke perguruan tinggi (NCES Digest, 2001). Mayoritas mahasiswa mendaftar diri pada institute bermasa pendidikan empat tahun dan memberi gelar kesarjanaan, dan sebagian besar yang menyelesaikan tahun pertama mereka melanjutkan studi mereka sampai mendapatkan gelar (NCES 1999, 2001). Sebagian besar anak muda yang tidak mendaftarkan diri pada pendidikan tinggi, atau tidak menyelesaikan pendidikannya, memasuki pasar kerja, tapi banyak diantara mereka yang kembali ke sekolah beberapa waktu kemudian. Bagi anak muda pada masa transisi dari remaja ke dewasa, keterbukaannya terhadap pendidikan atau lingkungan kerja baru, yang terkadang jauh dari rumahnya, menawarkan peluang untuk mengasah kemampuannya, mempertanyakan asumsi yang sudah dipegang sejak lama, dan mencoba cara baru memandang dunia. Pertumbuhan kognitif di perguruan tinggi. Perguruan tinggi dapat menjadi masa penemuan intelektual dan pertumbuhan kepribadian. Pilihan perguruan tinggi dapat mewakili pengejaran terhadap hasrat yang menggebu atau awal dari masa depan. Dibalik peningkatan dalam kemampuan penalaran, pengalaman perguruan tinggi dapat mengarah kepada perubuhan fundamental dalam cara mahasiswa berpikir. Memasuki dunia kerja. Penyesuaian pertama yang dianggap pokok adalah memilih bidang yang cocok dengan bakat, minat dan faktor psikologis lainnya yang secara hakiki sulit dipungkiri agar kesehatan mental dan fisiknya sebagai orang dewasa dapat terjaga. Sehubungan dengan itu, maka orang dewasa telah menentukan pilihannya jauh-jauh hari sebelum mereka bekerja, 15 sehingga jauh-jauh hari pula mereka melatih diri sesuai dengan prasyarat yang diperlukan untuk jenis tugas yang mereka anggap cocok dengan minat dan bakatnya.

Penyesuaian kedua yang dianggap penting bagi orang dewasa muda adalh pilihan jurusan harus dilakukan dengan mantap. Seberapa jauh tingkat kemantapan pemilihan jurusan bagi seseorang bergantung pada tiga factor, yaitu pengalaman pekerjaan, daya tarik pribadi terhadap perkerjaan, dan nilai yang terkandung pada pekerjaan yang dipilih. Bentuk penyesuaian ketiga yang perlu perlu dilakukan adalah penyesuaian terhadap jenis pekerjaan yang dipilihnya. Kompleksitas kognitif pekerjaan. Riset otak memberikan penjelasan bagaimana orang menghadapi pekerjaan yang kompleks.perkembangan yang sempurna pada lobus frontal pada masa dewasa awal telah memungkinkan orang utnuk melakukan pekerjaan dalm satu waktu. Magnetic resonance imaging mengungkapkan bagian paling depan lobus frontal, fronto-polar prefrontal cortex (FPPC) memiliki funsi khusus dalam memecahkan masalah dan perencanaan. Pendidikan dan literasi orang dewasa. Banyak orang dewasa ini yang berusaha meningkatkan keterampilan kerja mereka. Literasi merupakan persyaratan fundamental untuk berpartisipasi bukan hanya di tempat kerja tapi juga dalam segala segi masyarakat informasi modern. Orang dewasa terpelajar adalah mereka yang dapat menggunakan informasi cetak dan tertulis untuk berkativitas dalam masyarakat, mencapai target mereka, dan mengembangkan pengetahuan dan potensi mereka. 16 VII. Isu-isu seksualitas Aturan bagi perilaku yang dapat diterima pada saat ini lebih elastis dibandingkan pada paruh pertama abad kedua puluh. Norma pada saat ini tidak lagi mendikte bahwa seseorang harus menikah, terus berada dalam perkawinan, atau memiliki anak, dan usia pada berapa hal tersebut harus dilaksanakan. Orang-orang bisa saja terus melajang, hidup bersama dengan pasangan berjenis kelamin sama atau berbeda tanpa ikatan pernikahan, bercerai, menikah kembali, menjadi orang tua tunggal, atau terus hidup tanpa kehadiran seorang anak; dan pilihan seseorang sangat mungkin berubah sepanjang masa dewasa. Hidup sendiri. Jumlah dewasa awal yang belum menikah terus meningkat secara dramatis. Pada saat sebagian orang muda, mereka terus melajang karena tidak mendapatkan pasangan yang tepat, yang lain melajang karena mereka memilih untuk melajang. Sebagian orang ingin bebas dalam mengambil resiko, pengalaman, dan membuat perubahan- berpindah ke Negara atau benua lain, mengejar karir, dan melanjutkan study, atau melakukan karya kreatif tanpa harus khawatir bagaimana pencarian akan kepuasan diri mereka mempengaruhi orang lain. Sebagian dari mereka menikmati kebebasan seksual. Sebagian yang lain menemukan gaya hidup tersebut sebagai hal yang menarik. Sebagian lagi menyukai hidup sendiri. Sebagian lagi menunda atau membatalkan perkawinan karena akan berakhir dengan perceraian. Hubungan Gay dan Lesbian. Hubunan gay dan lesbian mengambil banyak bentuk, tetapi mayoritas homoseksual (seperti halnya heteroseksual) mencari cinta, persahabatan, dan kepuasan seksual melalui hubungan dengan seseorang. Karena kuatnya penolakan sosial terhadap homoseksual, pengungkapan- proses menyatakan secara terbuka orientasi homoseksual- sering kali berlangsung lambat dan menyakitkan. Pengungkapan biasanya terjadi 17

dalam empat tahapan, yang bisa jadi tidak akan pernah tercapai secara sempurna (King, 1996): 1. Menyadari bahwa dirinya homoseksual. Tahap ini mungkin terjadi pada masa kanak-kanak atau baru terjadi pada masa remaja atau setelah masa tersebut. Tahap ini dapat menjadi pengalaman yang sangat membingungkan, menyedihkan, dan membuat rendah diri. 2. Mengenal homoseksual lainnya dan membentuk hubungan seksual dan romantis. Tahap ini mungkin baru akan terjadi pada masa dewasa. Berhubungan dengan homoseksual lainnya dapat menghilangkan perasaan isolasi dan meningkatkan citra diri. 3. Memberitahu keluarga dan teman. Banyak homoseksual yang tidak berani melakukan hal ini dalam waktu yang panjang jika memang hal tersebut dilakukan pada akhirnya. Pengungkapan tersebut dapat menimbulkan penolakan, konflik, dan ketidaksetujuan; atau sebaliknya, hal tersebut mempererat solidaritas dan dukungan keluarga (Mays, Chatters, Cochran, & Mackness, 1998). 4. Keterbukaan sempurna. Tahap ini termasuk memberitahukan kepada keluarga, pegawai, dan yang lain. Homoseksual di tahap ini telah mencapai penerimaan yang sehat terhadap seksualitas mereka sebagai bagian dari diri mereka. Kumpul kebo. Kumpul kebo adalah gaya hidup dimana pasangan belum menikah yang terlibat dalam hubungan seksual hidup bersama dalam apa yang tekadang disebut informal union. Hidup bersama tanpa ikatan pernikahan ini dapat dijadikan sebagai pengganti perkawinan atau sebagai perkawinan percobaan. Para pelaku hidup bersama cenderung memiliki sikap tidak biasa 18 berkaitan dengan kehidupan keluarga. Dan dibandingkan dengan mayoritas orang lain, mreka cenderung lebih kecil memilih pasangan yang seumur, seetnis, dan yang memiliki latar belakang perkawinan yang sama dengan mereka Pernikahan. Adat pernikahan amat beragam, akan tetapi universalitas beberapa bentuk pernikahan sepanjang sejarah dan diberbagai pelosok dunia mengisyaratkan pernikahan memenuhi kebutuhan dasar. 3 jenis pernikahan: Monogamy. Menikah dengan satu pasangan; merupakan norma sebagian masyarakat berkembang. Poligami. Seorang pria menikahi banyak wanita dalam satu waktu; hal yang umum terjadi di Negara Islam, Masyarakat Afrika, dan sebagian dari Asia. Poliandrus. Seorang wanita memiliki beberapa suami. Pada mayoritas masyarakat, pernikahan dianggap cara terbaik menjamin keteraturan dalam membesarkan anak. Pernikahan memungkinkan pembagian dalam hal konsumsi dan perkejaan. Idealnya, pernikahan menawarkan intimasi, komitmen, persahabatan, kasih saying, pemuasan seksual, pendampingan dan peluang bagi pertumbuhan emosional, serta sumber identitas dan kepercyaan diri yang baru. Menjadi orang tua. Bayi pertama menandakan perubahan besar dalam kehidupan orang tua. Sosok baru yang amat tergantung orang lain secara penuh ini mengubah individu dan hubungannya. Ketika si anak berkembang, orang tua juga berkembang. Baik pria dan wanita memiliki perasaan bercampur aduk saat menjadi orang tua. Bersama dengan kegairahan,

mereka mungkin merasakan kecemasan akan tanggung jawab membesarkan anak dan komitmen pada waktu serta enegi yang dituntut. Perceraian. Perceraian adalah berakhirnya suatu pernikahan. Saat kedua pasangan tak ingin melanjutkan kehidupan pernikahannya, mereka bisa meminta pemerintah untuk dipisahkan. Selama perceraian, pasangan tersebut 19 harus memutuskan bagaimana membagi harta mereka yang diperoleh selama pernikahan (seperti rumah, mobil, perabotan atau kontrak), dan bagaimana mereka menerima biaya dan kewajiban merawat anak-anak mereka. Banyak negara yang memiliki hukum dan aturan tentang perceraian, dan pasangan itu dapat diminta maju ke pengadilan. Dibawah ini ada faktor yang sering kali terjadi: Kesetian dan kepercayaan : Didalam hal ini yang sering kali menjadi pasangan rumah tangga bercerai, dalam hal ini baik pria ataupun wanita sering kali mengabaikan peranan kesetiaan dan kepercayaan yang diberikan pada tiap pasangan, hingga timbul sebuah perselingkuhan. Seks : Didalam melakukan hubungan seks dengan pasangan kerap kali pasangan mengalami tidak puas dalam bersetubuh dengan pasangannya, sehingga menimbulkan kejenuhan tiap melakukan hal tersebut, dan tentunya anda harus mensiasati bagaimana pasangan anda mendapatkan kepuasan setiap melakukan hubungan seks. Ekonomi : Tingkat kebutuhan ekonomi di jaman sekarang ini memaksa kedua pasangan harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, sehingga seringkali perbedaan dalam pendapatan atau gaji membuat tiap pasangan berselisih, terlebih apabila sang suami yang tidak memiliki pekerjaan. Pernikahan tidak dilandasi rasa cinta : Untuk kasus yang satu ini biasanya terjadi karna faktor tuntutan orang tua yang mengharuskan anaknya menikah dengan pasangan yang sudah ditentukan, sehingga setelah menjalani bahtera rumah tangga sering kali pasangan tersebut tidak mengalami kecocokan. Keturunan : Anak memang menjadi impian bagi tiap pasangan, tetapi tidak semua pasangan mampu memberikan keturunan, salah satu penyebabnya mungkin kemandulan pada salah satu pasangan tersebut, sehingga menjadikan sebuah rumah tangga menjadi tidak harmonis. . PENGERTIAN PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DAN MAKNA REMAJA 1. Pengertian Psikologi Perkembangan Psikologi perkembangan merupakan cabang dari psikologi yang mempelajari proses perkembangan individu, baik sebelum maupun setelah kelahiran berikut kematangan perilaku (J.P. Chaplin, 1979). Psikologi perkembangan merupakan cabang psikologi yang mempelajari perubahan tingkah laku dan kemampuan sepanjang proses perkembangan individu dari mulai masa konsepsi sampai mati (Ross Vasta. dkk, 1992). 2. Makna Remaja Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik cepat. Pertumbuhan cepat yang terjadi pada tubuh remaja luar dan dalam itu, membawa akibat yang tidak sedikit terhadap sikap, perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja. Hal inilah yang membawa para pakar pendidikan dan psikologi condong untuk menamakan tahap-tahap peralihan tersebut dalam kelompok tersendiri, yaitu remaja yang merupakan tahap peralihan dari kanak-kanak, serta persiapan untuk memasuki masa dewasa. Biasanya

remaja belum dianggap sebagai anggota masyarakat yang perlu didengar dan dipertimbangkan pendapatnya serta dianggap bertanggung jawab atas dirinya. Terlebih dahulu mereka perlu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kapasitas tertentu, serta mempunyai kemantapan emosi, sosial dan kepribadian. Dalam pandangan Islam seorang manusia bila telah akhil baligh, maka telah bertanggung jawab atas setiap perbuatannya. Jika ia berbuat baik akan mendapat pahala dan apabila melakukan perbuatan tidak baik akan berdosa. Masa remaja merupakan masa dimana timbulnya berbagai kebutuhan dan emosi serta tumbuhnya kekuatan dan kemampuan fisik yang lebih jelas dan daya fakir menjadi matang. Namun masa remaja penuh dengan berbagai perasaan yang tidak menentu, cemas dan bimbang, dimana berkecambuk harapan dan tantangan, kesenangan dan kesengsaraan, semuanya harus dilalui dengan perjuangan yang berat, menuju hari depan dan dewasa yang matang. Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintelegensi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan uang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber. Termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok. Transformasi intelektual yang khas dari cara berfikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini. Fase remaja merupakan perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu bereproduksi. Menurut Konpka (Pikunas, 1976) masa remaja ini meliputi (a) remaja awal: 12-15 tahun; (b) remaja madya: 15-18 tahun; (c) remaja akhir: 19-22 tahun. Sementara Salzman mengemukakan, bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orang tua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral. Dalam budaya Amerika, periode remaja ini dipandang sebagai Strom dan Stress, frustasi dan penderitaan, konflik dan krisis penyesuaian, mimpi dan melamun tentang cinta, dan perasaan teralineasi (tersisihkan) dari kehidupan sosial budaya orang dewasa (Lustin Pikunas, 1976). B. CIRI-CIRI MASA REMAJA Berikut ciri-ciri masa remaja : 1. Masa remaja sebagai periode peralihan, yaitu peralihan dari masa kanak-anak ke peralihan masa dewasa. 2. Masa remaja sebagai periode perubahan. 3. Masa remaja sebagai usia bermasalah. 4. Masa remaja sebagai masa mencari identitas. 5. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan, karena masalah penyesuaian diri dengan situasi dirinya yang baru, karena setiap perubahan membutuhkan penyesuaian diri. 6. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa. 7. Ciri-ciri kejiwaan remaja, tidak stabil, keadaan emosinya goncang, mudah condong kepada ekstrim, sering terdorong, bersemangat, peka, mudah tersinggung, dan perhatiannya terpusat pada dirinya. C. ALASAN-ALASAN YANG UMUM UNTUK BERPACARAN SELAMA MASA REMAJA

1. Hiburan Apabila berkencan dimaksudkan untuk hiburan, remaja menginginkan agar pasanganya mempunyai berbagai keterampilan sosial yang dianggap penting oleh kelompok sebaya, yaitu sikap baik hati dan menyenangkan. 2. Sosialisasi Kalau anggota kelompok sebaya membagi diri dalam pasangan-pasangan kencan, maka lakilaki dan perempuan harus berkencan apabila masih ingin menjadi anggota kelompok dan mengikuti berbagai kegiatan sosial kelompok. 3. Status Berkencan bagi laki-laki dan perempuan, terutama dalam bentuk berpasangan tetap, memberikan status dalam kelompok sebaya, berkencan dalam kondisi demikian merupakan batu loncatan ke status yang lebih tinggi dalam kelompok sebaya. 4. Masa Pacaran Dalam pola pacaran, berkencan berperan penting karena remaja jatuh cinta dan berharap serta merencanakan perkawinan, ia sendiri harus memikirkan Sungguh-sungguh masalah keserasian pasangan kencan sebagai teman hidup. 5. Pemilihan Teman Hidup Banyak remaja yang bermaksud cepat menikahi memandang kencan sebagai cara percobaan atau usaha untuk mendapatkan teman hidup. D. KEBUTUHAN REMAJA Berikut yang termasuk kedalam 1. Kebutuhan akan 2. Kebutuhan 3. Kebutuhan akan 4. Kebutuhan akan 5. Kebutuhan akan 6. Kebutuhan akan agama dan nilai-nilai sosial kebutuhan pengendalian akan rasa penerimaan penyesuaian remaja : diri kebebasan kekeluargaan sosial diri

E. BERBAGAI KONFLIK YANG DIALAMI OLEH REMAJA Konflik-konflik yang dialami oleh remaja adalah : 1. Konflik antara kebutuhan untuk mengendalikan diri dan kebutuhan untuk bebas dan merdeka 2. Konflik antara kebutuhan akan kebebasan dan kebutuhan akan ketergantungan kepada orang tua. 3. Konflik antara kebutuhan seks dan kebutuhan agama serta nilai sosial. 4. Konflik antara prinsip dan nilai-nilai yang dipelajari oleh remaja ketika ia kecil dulu dengan prinsip dan nilai yang dilakukan oleh orang dewasa di lingkungannya dalam kehidupan sehari-hari. 5. Konflik menghadapi masa depan. F. TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA William Kay mengemukakan tugas-tugas perkembangan remaja itu sebagai berikut : a. Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya. b. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua atau figur-figur yang mencapai otoritas. c. Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individu maupun kelompok.

d. Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya. e. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri f. Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atas dasar skala nilai. Prinsipprinsip atau falsafah hidup (Weltanschauung). g. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku) kenak-kanakan. G. MASA-MASA REMAJA Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena sifat-sifat khasnya dan peranannya yang menentukan dalam kehidupan individu dalam masyarakat orang dewasa. Masa ini dapat diperinci lagi menjadi beberapa masa, yaitu sebagai berikut : a. Masa praremaja (remaja awal) Masa praremaja biasanya berlangsung hanya dalam waktu relatif singkat. Masa ini ditandai oleh sifat-sifat negative pada si remaja sehingga seringkali masa ini disebut masa negative dengan gejalanya seperti tidak senang, kurang suka bekerja, pesimisitik, dan sebagainya. Secara garis besar sifat-sifat negative tersebut dapat diringkas, yaitu a) negative dalam prestasi, baik prestasi jasmani maupun prestasi mental; dan b) negative dalam sosial, baik dalam bentuk menarik diri dari masyarakat (negative positif) maupun dalam bentuk agresif terhadap masyarakat (negative aktif). b. Masa remaja (remaja madya) Pada masa ini mulai tumbuh dalam diri remaja dorong untuk hidup, kebutuhan akan adanya teman yang dapat memahami dan menolongnya, teman yang dapat turut merasakan suka dan dukanya. Pada masa ini, sebagai masa mencari sesuatu yang dapat dipandang menilai, pantas dijunjung tinggi dan di puja-puja sehingga masa ini disebut masa merindu puja (mendewadewakan), yaitu sebagai dewa remaja. Proses terbentuknya pendirian atau pandangan hidup atau cita-cita hidup itu dapat di pandang sebagai penemuan nilai-nilai kehidupan. Proses penemuan nilai-nilai kehidupan tersebut adalah pertama, karena tiadanya pedoman, si remaja pedoman, si remaja merindukan sesuatu bayang dianggap bernilai, pantas dipuja walau pun sesuatu yang dipujanya belum mempunyai bentuk tertentu, bahkan seringkali remaja hanya mengetahui bahwa dia menginginkan sesuatu tetapi tidak mengetahui apa yang diinginkannya. Kedua objek pemujaan itu telah menjadi lebih jelas, yaitu pribadi-pribadi yang dipandang mendukung nilai-nilai tertentu (jadi personifikasi nilai-nilai). Pada anak laki-laki sering aktif meniru, sedangkan pada anak perempuan kebanyakan pasif, mengagumi, dan memujanya dalam khayalan. c. Masa remaja akhir Setelah remaja telah ditentukan pendirian hidupnya, pada dasarnya telah tercapailah masa remaja akhir dan telah terpenuhilah tugas-tugas perkembangan masa remaja, yaitu menemukan pendirian hidup masuklah individu ke dalam masa dewasa. d. Masa Usia Kemahasiswaan Masa usia mahasiswa sebenarnya berumur sekitar 18,0 sampai 25,0 tahun. Mereka dapat digolongkan pada masa remaja akhir sampai masa dewasa awal atau dewasa madya. Dilihat dari segi perkembangan, tugas perkembangan pada usia mahasiswa ini ialah pemantapan pendirian hidup. H. KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN REMAJA Seiring perkembangan dan pertumbuhan fisik, terjadi pula perubahan dan perkembangan di dalam tubuhnya. Kelenjar kanak-kanaknya telah berakhir, berganti dengan kelenjar endokrin yang memproduksi hormon, sehingga menggalakan Pertumbuhan organ seks yang tumbuh

menuju kesempurnaan. Organ seks menjadi besar disertai dengan kemampuannya untuk melaksanakan fungsinya. Pada remaja putri terjadi pembesaran payudara dan pembesaran pinggul. Di samping itu meningkat pula dengan cepat berat dan tinggi badan. Sedangkan pada remaja pria mulai kelihatan (membesar) jakun di lehernya dan suara menjadi sengau / besar. Di samping itu bahunya bertambah lebar dan mulai tumbuh bulu di ketika dan di atas bibir atasnya (kumis). Satu tanda Kematangan seksual dengan jelas pada remaja putri tetapi hanya diketahui oleh yang bersangkutan saja, yaitu terjadinya datang bulan / haid dan pada remaja putera mimpi basah. Tanda-tanda permulaan Kematangan seksual tidak berarti bahwa secara langsung terjadi kemampuan reproduksi. I. PENYIMPANGAN ATAU KENAKALAN REMAJA Berikut beberapa penyimpangan atau kenakalan yang terjadi pada remaja : 1. Seks bebas di kalangan remaja, yang bisa menyebabkan terjangkitnya penyakit AIDS. 2. Kecanduan akan Narkoba yang menyebakan kematian dan AIDS 3. Kecanduan Alkohol / minuman keras. 4. Tawuran. 5. Sering berkunjung ke diskotik. 6. Menjajakan diri kepada pria hidung belang. J. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MENYIMPANG PADA REMAJA Inilah beberapa faktor yang pemicu terjadinya perilaku menyimpang pada diri remaja : 1. Kelalaian orangtua dalam mendidik anak (memberikan ajaran dan bimbingan tentang nilainilai agama). 2. Sikap perilaku orangtua yang buruk terhadap anak. 3. Kehidupan ekonomi keluarga yang morat marit (miskin/fakir). 4. Diperjual belikannya minuman keras/obat-obatan terlarang secara bebas. 5. Kehidupan moralitas masyarakat yang bobrok. 6. Beredarnya film-film atau bacaan-bacaan porno. 7. Perselisihan atau konflik orangtua (antar anggota keluarga). 8. Perceraian orangtua. 9. Penjualan alat-alat kontrasepsi yang kurang terkontrol. 10. Hidup menganggur. 11. Kurang dapat memanfaatkan waktu luang. 12. Pergaulan negatif (teman bergaul yang sikap dan perilakunya kurang memperhatikan nilai-nilai moral).

A. KESIMPULAN Dalam ajaran Islam sesungguhnya istilah pacaran itu tidak ada, yang ada hanyalah istilah taaruf yaitu perkenalan antara calon istri dan calon suami. Tetapi mungkin disebabkan oleh semakin berkembangnya teknologi sehingga pergaulan semakin luas dan berkembang sehingga banyak orang yang setuju dengan pacaran. Hal ini juga mungkin disebabkan karena Indonesia bukan negara Islam, sehingga peraturan/hukum-hukum islam di Indonesia tidak begitu kuat diterapkan dalam kehidupan

sehari-hari tidak seperti di negara Islam lainnya seperti Arab Saudi. Serta tuntutan dan perkembangan zaman yang membuat sistem/cara didik dan pergaulan pada zaman Siti Nurbaya tidak bisa diterapkan lagi dalam kehidupan zaman sekarang. B. SARAN Dari pembahasan diatas, penulis menyadari bahwa ada perbedaan prinsip hidup, penulis sangat menghargai kepada remaja yang menyatakan tak setuju hingga pacaran dan yang menyatakan setuju hingga pacaran. Maka dengan ini, penulis ingin memberikan saran-saran kepada pembaca khususnya remaja yang mungkin bisa bermanfaat, diantaranya: 1. Bagi remaja yang menyatakan tak setuju hingga pacaran, dapat melakukan taaruf kepada calon suami atau istri. 2. Bagi remaja yang menyatakan setuju hingga pacaran diharapkan agar bisa menjaga kelancaran kuliahnya, jadikan pacaran sebagai motivasi atau penyemangat untuk berprestasi dalam bidang pendidikan. 3. Jadikan agama dan keimanan sebagai alat untuk membatasi atau mengontrol diri dalam berpacaran agar tidak terjerumus dalam pergaulan bebas atau seks bebas. 4. Bagi mempunyai pacar diharapkan untuk bisa menjaga diri, kehormatan kesucian dan nama baik dirinya sendiri, keluarga, agama, almamater dan daerah asalnya serta bangsanya.

Anda mungkin juga menyukai