Anda di halaman 1dari 21

MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN

Diajukan sebagai Ujian Akhir Semester mata kuliah Ilmu Sosial Dasar

Oleh : Boni Andika (10/296364/SP/23830)

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS GADJAH MADA 2011

Untuk, Allah SWT

Ayah dan Ibu Dosen Pengampu Impian, Harapan dan Cita-cita... Terima kasih. Serta,

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua selaku hamba-Nya. Alhamdulillah kami selaku Penulis dapat menyusun tugas paper yang berjudul Millennium Development Goal (MDGs) dalam Pengentasan Kemiskinan dapat diselesaikan sebagaimana mestinya. Beribu-ribu rasa terima kasih kami ucapkan kepada seluruh pihak yang telah mendukung pembuatan makalah ini, kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Budi Winarno selaku Dosen I mata kuliah Ilmu Sosial Dasar. 2. Bapak Fatkurrohman, M. Si selaku Dosen II mata kuliah Ilmu Sosial Dasar. 3. Bapak Randy Wirasta N., S. Ip selaku Dosen II mata kuliah Ilmu Sosial Dasar. 4. Rekanrekan yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. Penulis dengan bangga bisa mempersembahkan paper ini, meskipun masih banyak kekurangan-kekurangan yang dijumpai di dalamnya. Tidak ada yang maha sempurna selain dia yang Maha Kuasa Allah SWT. Seperti kata pepatah Tidak Ada Gading Yang Tak Retak , maka penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada pihak pembaca. Selain itu, penulis mengharapkan kritikan dan saran yang sekiranya dapat membangun agar apa yang telah kami lakukan dapat menjadi lebih baik. Semoga dengan adanya paper ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin

Yogyakarta, 17 Januari 2011

Penulis

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR.. DAFTAR ISI..... BAB I PENDAHULUAN. 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 2.1 2.2 3.1 3.2 4.1 4.2 Latar Belakang.. Rumusan Masalah..... Tujuan Penulisan... Manfaaat Penulisan... Hipotesis............... Konsep Kemiskinan.......... Millennium Development Goals... Efektivitas MDGs dalam Pengentasan Kemiskinan...... Komitmen Negara di Dunia.............. Kesimpulan Saran..

i ii iii 1 1 3 3 3 3 4 4 6 9 9 12 15 15 15 iv

BAB II LANDASAN KONSEPTUAL

BAB III PEMBAHASAN.........................

BAB IV PENUTUP...................................

BIBLIOGRAFI..

iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setelah sekian lama upaya-upaya pembangunan perkotaan dan pedesaan di Indonesia dilakukan, ternyata hasilnya belum seperti yang kita harapkan. Permasalahan pembangunan yang belum terpecahkan dan masih menuntut perhatian kita antara lain adalah masih adanya kesenjangan pembangunan antar daerah (disparitas), urban primacy1 yang cukup tinggi, relasi atau keterkaitan antara perkotaan dan perdesaan yang kurang sinergis, wilayah-wilayah yang tertinggal dan persoalan kemiskinan. Bahkan tingkat persoalan kemiskinan semakin besar setelah krisis ekonomi terjadi, baik pada tahun 1998, atau pun tahun 2008 lalu. Disparitas (kesenjangan) pembangunan antar daerah dapat dilihat dari kesenjangan dalam: (a) pendapatan perkapita, (b) kualitas sumber daya manusia, (c) ketersediaan sarana dan prasarana seperti transportasi, energi dan telekomunikasi, (d) pelayanan sosial seperti kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya, dan (e) akses ke perbankan.2 Disparitas pembangunan tersebut diduga merupakan faktor utama yang menyebabkan masih tingginya angka kemiskinan, terutama di pedesaan, hingga kini. Kemiskinan terus menjadi masalah sosial yang fenomenal sepanjang sejarah Indonesia. Dalam negara ini, nampaknya tidak ada persoalan yang lebih besar, selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus urbanisasi ke kota, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas. Pendek kata, kemiskinan merupakan persoalan yang maha kompleks dan kronis. Karena sangat kompleks dan kronis, maka cara penanggulangan kemiskinan
1

Urban Primacy adalah istilah dalam studi perkotaan, istilah urban primacy dapat dipakai untuk menunjukkan kota terbesar di suatu negara. Dengan kata lain, urban primacy dapat didefinisikan sebagai tempat sentral dalam jaringan perkotaan atau kota yang telah atau memperoleh dominasi. Tingkat dominasi diukur dengan kepadatan penduduk dan jumlah fungsi yang ditawarkan. Fungsi yang lebih tinggi dan populasi akan mengakibatkan dominasi yang lebih tinggi. Dr. Ir. Arief Daryanto, M. Ec., Disparitas Pembangunan Perkotaan-Perdesaan di Indonesia, Tabloid Agrimedia, Volume 8, No. 2 April 2003. Penulis adalah Direktur Kerjasama dan Pengembangan MMA-IPB.
2

pun membutuhkan analisis yang tepat, melibatkan semua komponen permasalahan, dan diperlukan strategi penanganan yang tepat, berkelanjutan dan tidak bersifat temporer. Hal tersebutlah yang pada akhirnya membuat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan sebuah program inisiatif yang bertujuan untuk melakukan pembangunan di berbagai aspek, baik ekonomi maupun sosial, di negara-negara berkembang, yang dikenal dengan nama Millennium Development Goals (MDGs), atau Tujuan Pembangunan Millenium. MDGs ini mencakup delapan komponen besar. Tujuh dari delapan tujuan itu, khusus negara berkembang, antara lain mengurangi setengah dari total jumlah orang miskin dan kelaparan, mencukupi kebutuhan pendidikan dasar, menghapuskan ketidaksetaraan gender, mengurangi 2/3 angka kematian balita, mengurangi 3/4 rasio kematian ibu akibat melahirkan, menghentikan penularan HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya, dan menghentikan perusakan lingkungan dan mendorong pembangunan berkelanjutan. Tujuan kedelapan ialah mengenai peran negara maju untuk membantu negara-negara berkembang melaksanakan ketujuh target MDGs.3 Pengurangan angka kemiskinan menjadi tujuan utama dari MDGs ini. Hal ini terlihat dari poin pertama komponen besar MDGs yang semuanya ditargetkan pada tahun 2015. Namun, yang perlu diperhatikan saat ini ialah mengenai bagaimana efektivitas MDGs ini dalam menanggulangi permasalahan kemiskinan sebagai permasalahan sosial, serta bagaimana komitmen dan kerjasama yang dilakukan oleh negara berkembang dan negara maju dalam mewujudkan tujuan MDGs dengan sisa waktu lima tahun dari yang ditargetkan ini. Paper ini merupakan sumbangan pemikiran yang dapat digunakan sebagai acuan berpikir dalam melihat perkembangan MDGs hingga saat ini. Dan dalam melihat masa depan MDGs hingga lima tahun mendatang. Apakah benar MDGs berhasil menyelesaikan persoalan kemiskinan sebagai sebuah polemik sosial yang amat kompleks dan membutuhkan penyelesaian yang komprehensif.

Sirojudin Abbas, MDGs dan Kesiapan Pemerintah Daerah, Media Indonesia, Selasa 14 Desember 2010. Penulis adalah Direktur Pelaksana Yayasan PARAS dan Dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana efektivitas MDGs dalam mengatasi permasalahan kemiskinan sebagaimana yang ditargetkan pada tahun 2015? 2. Bagaimana komitmen negara-negara di dunia untuk mewujudkan program MDGs dalam menyelesaikan persoalan kemiskinan sebagai fenomena sosial? 1.3 Tujuan Penulisan 1. Mengetahui efektivitas MDGs dalam mengatasi permasalahan kemiskinan sebagaimana yang ditargetkan pada tahun 2015. 2. Mengetahui komitmen negara-negara di dunia untuk menjalankan program MDGs dalam menyelesaikan persoalan kemiskinan sebagai fenomena sosial. 1.4 Manfaat Penulisan 1. Memberikan analisa mengenai keberadaan MDGs dalam menyelesaikan fenomena kemiskinan, khusunya bagi Indonesia. 2. Memberikan kontribusi bagi bahan acuan bacaan pada studi terkait. 3. Sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan terkait dengan kebijakan pemberantasan kemiskinan. 4. Sebagai informasi bagi penulis dalam menambah wawasan serta melatih kemampuan analisis dalam melihat suatu permasalahan. 5. Sebagai informasi bagi pembaca yang tertarik serta sebagai bahan pertimbangan dan referensi peneliti lainnya untuk penelitian atau pengkajian lebih lanjut. 1.5 Hipotesis Hipotesis dalam paper ini adalah bahwasanya MDGs sebagai bagian dari implementasi konsep hubungan internasional, memberikan kontribusi dalam menyelesaikan persoalan kemiskinan sebagai sebuah fenomena sosial dalam ilmu sosial.

BAB II LANDASAN KONSEPTUAL 2.1 Konsep Kemiskinan Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dikatakan berada di bawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok, seperti pangan, pakaian, tempat berteduh, dan lain-lain.4 Ciri-ciri orang yang hidup di bawah garis kemiskinan adalah sebagai berikut :5 1. tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, keterampilan, dan sebagainya; 2. tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan atau modal usaha; 3. tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar karena harus membantu orang tua mencari tambahan penghasilan; 4. kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas (self employed), berusaha apa saja; 5. banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai keterampilan. Bappenas (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat desa antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Untuk mewujudkan hak-hak dasar masyarakat miskin ini, Bappenas menggunakan beberapa pendekatan utama antara lain; pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), pendekatan pendapatan (income approach), pendekatan kemampuan dasar (human capability approach) dan pendekatan objective and subjective.

4 5

Dr. M. Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar (Bandung: PT. Refika Aditama, 2008), hlm. 228. Ibid., hlm. 229.

Dari pendekatan-pendekatan tersebut, indikator utama kemiskinan menurut Bappenas dapat dilihat dari :6 1. Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, dilihat dari stok pangan yang terbatas, rendahnya asupan kalori penduduk miskin dan buruknya status gizi bayi, anak balita dan ibu. 2. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan disebabkan oleh kesulitan mandapatkan layanan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, dan kurangnya layanan kesehatan reproduksi; jarak fasilitas layanan kesehatan yang jauh, biaya perawatan dan pengobatan yang mahal. Di sisi lain, utilisasi rumah sakit masih didominasi oleh golongan mampu, sedang masyarakat miskin cenderung memanfaatkan pelayanan di Puskesmas. 3. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan yang disebabkan oleh kesenjangan biaya pendidikan, fasilitas pendidikan yang terbatas, biaya pendidikan yang mahal, kesempatan memperoleh pendidikan yang terbatas, tingginya beban biaya pendidikan baik biaya langsung maupun tidak langsung; 4. Terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha, lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, dan perbedaan upah serta lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak dan pekerja perempuan seperti buruh migran perempuan dan pembantu rumahtangga; 5. Terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi. Masyarakat miskin yang tinggal di kawasan nelayan, pinggiran hutan, dan pertanian lahan kering kesulitan memperoleh perumahan dan lingkungan permukiman yang sehat dan layak; 6. Terbatasnya akses terhadap air bersih. Kesulitan untuk mendapatkan air bersih terutama disebabkan oleh terbatasnya penguasaan sumber air dan menurunnya mutu sumber air; 7. Lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah. Masyarakat miskin menghadapi masalah ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah, serta ketidakpastian dalam penguasaan dan pemilikan lahan pertanian; 8. Memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta
6

Bappenas, Biro Perencanaan Makro dan Studi Kuantitatif, Pembangunan Dalam Angka, 2004.

terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber daya alam. Masyarakat miskin yang tinggal di daerah perdesaan, kawasan pesisir, daerah pertambangan dan daerah pinggiran hutan sangat tergantung pada sumberdaya alam sebagai sumber penghasilan; 9. Lemahnya jaminan rasa aman; 10. Lemahnya partisipasi. Berbagai kasus penggusuran perkotaan, pemutusan hubungan kerja secara sepihak, dan pengusiran petani dari wilayah garapan menunjukkan kurangnya dialog dan lemahnya pertisipasi mereka dalam pengambilan keputusan; 11. Besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga dan adanya tekanan hidup yang mendorong terjadinya migrasi. 2.2 Millennium Development Goals Masalah yang timbul dalam masyarakat seperti kemiskinan, kesehatan, pendidikan, lingkungan, bencana alam dan bahkan kelaparan menjadi sulit ditanggulangi oleh pemerintahan yang tidak efisien. Secara global bahkan dunia sudah menyadari bahwa tanpa bekerja sama antar negara mustahil pembanguan berkeadilan terutama bagi negara negara dunia ketiga akan tercapai. Untuk itulah 189 negara anggota PBB pada tahun 2000 mendeklarasikan Millenium Development Goals (MDGs). Berikut adalah target dan tujuan MDGs :7 1. Tujuan 1: Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan
o

Target 1: Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah US$1 per hari menjadi setengahnya dalam kurun waktu 1990-2015 Target 2: Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya dalam kurun waktu 1990-2015

2. Tujuan 2: Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua


o

Target 3: Menjamin pada tahun 2015, semua anak, dimanapun, lakilaki maupun perempuan, dapat menyelesaikan pendidikan dasar.

3. Tujuan 3: Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

UNDP, Regional Human Development Report Promoting ICT for Human Development in Asia: Realising the Millennium Development Goals. New Delhi (UNDP, Elsevier, 2005).

Target 4: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan menengah pada tahun 2005 dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun 2015.

4. Tujuan 4: Mengurangi Angka Kematian Anak


o

Target 5: Menurunkan angka kematian balita sebesar dua-per tiganya dalam kurun waktu 1990-2015.

5. Tujuan 5: Meningkatkan Kesehatan Ibu


o

Target 6: Menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga-perempatnya dalam kurun waktu 1990-2015.

6. Tujuan 6: Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan Penyakit Lainnya


o

Target 7: Mengendalikan penyebaran HIV dan AIDS dan mulai menurunnya jumlah kasus baru pada tahun 2015. Target 8: Mengendalikan penyakit malaria dan mulai menurunnya jumlah kasus malaria dan penyakit lainnya pada tahun 2015.

7. Tujuan 7: Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup


o

Target 9: Memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan kebijakan dan program nasional serta mengembalikan sumber daya lingkungan yang hilang. Target 10: Menurunkan proporsi penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar sebesar separuhnya pada tahun 2015. Target 11: Mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk miskin di pemukiman kumuh pada tahun 2020.

8. Tujuan 8: Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan


o

Target 12: Mengembangkan sistem keuangan dan perdagangan yang terbuka, berbasis peraturan, dapat diprediksi, dan tidak diskriminatif. Target 13: Memenuhi kebutuhan-kebutuhan khusus dari negara-negara kurang berkembang (NKB). Target 14: Memenuhi kebutuhan-kebutuhan khusus dari negara-negara tanpa perairan dan negara-negara kepulauan. (melalui Programme of Action for the Sustainable Development of Small Island Developing States dan hasil dari Special Session of the General Assembly ke 22)

Target 15: Menangani hutang negara berkembang melalui upaya nasional maupun internasional agar pengelolaan hutang berkesinambungan dalam jangka panjang.

Target 16: Bekerjasama dengan negara lain untuk mengembangkan dan menerapkan strategi untuk menciptakan lapangan kerja yang baik dan produktif bagi usia muda. Target 17: Bekerjasama dengan perusahaan farmasi, menyediakan akses terhadap obat-obat utama yang terjangkau bagi negara-negara berkembang. Target 18: Bekerjasama dengan swasta dalam memanfaatkan teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi.

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Efektivitas MDGs dalam Pengentasan Kemiskinan Dalam rangka mencapai MDGs, PBB melalui United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (ESCAP) membentuk UN-Asian and Pacific Training Centre for ICT for Development (UN-APCICT). The United Nations Asian and Pacific Training Centre for Information and Communication Technology for Development (UN-APCICT) adalah bagian dari the United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (ESCAP). UN-APCICT UN-APCICT berlokasi di Incheon, Republik Korea, bertujuan untuk memperkuat upaya negaranegara anggotanya untuk menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam pengembangan sosio-ekonomi melalui peningkatan kapasitas individu dan institusi. UN-APCICT berfokus pada tiga pilar, yaitu:8 1. Pelatihan. Untuk meningkatkan pengetahuan TIK dan keahlian dari penyusun kebijakan dan profesional TIK, dan memperkuat kapasitas instruktur TIK dan institusi pelatihan TIK; 2. Penelitian. Untuk melakukan studi analisis terkait dengan pengembangan sumber daya manusia TIK; dan 3. Advisory. Untuk memberikan layanan pemberian pertimbangan terkait program-program pengembangan sumber daya manusia untuk anggota ESCAP. Pada bulan September 2005 lalu para pemimpin negara berkumpul di markas besar PBB untuk menghadiri Sidang Umum Ke-60 PBB yang salah satu acaranya adalah mengevaluasi progres pelaksanaan lima tahun MDGs. Hasil evaluasi menyimpulkan bahwa sebagian pakar yakin, tetapi banyak juga yang ragu akan efektivitas MDGs dan bahwa MDGs akan berhasil pada waktunya. Sejumlah fakta menguatkan keraguan itu. Banyak fakta yang menyatakan, walaupun terdapat sejumlah kemajuan yang substansial yang terkait dengan pencapaian target MDGs secara global, ada banyak negara yang justru mengalami keadaan yang lebih buruk daripada waktu sebelum target MDGs disepakati.

Ibid.

UNDP juga merilis laporan bahwa 50 negara, dengan jumlah populasi 900 juta jiwa, gagal mencapai paling sedikit satu target MDGs. Dari jumlah itu, sebanyak 24 negara adalah negara di sub-Sahara dan Afrika, sedangkan 65 negara lainnya berisiko untuk sama sekali gagal mencapai paling tidak satu MDGs hingga tahun 2040. Mereka akan gagal mencapai MDGs hingga satu generasi ke depan.9 Namun di lain sisi, nampaknya MDGs cukup berhasil bagi pengentasan kemiskinan di Indonesia. Indonesia telah mencapai target MDGs untuk pengentasan kemiskinan ekstrem. Dengan menggunakan indikator USD 1,00 Purchasing Power Parity (PPP) per kapita per hari, Indonesia telah berhasil mengurangi tingkat kemiskinan ekstrem dari 20,6 persen pada 1990 menjadi 5,9 persen pada 2008. Meskipun berdasarkan tingkat pendapatan USD 1,00 (PPP) target MDGs sudah dapat dicapai, namun Pemerintah Indonesia tidak berpuas diri. Indonesia mengukur tingkat kemiskinan dengan menggunakan garis kemiskinan nasional yang setara dengan USD 1,50 (PPP). Dengan menggunakan garis kemiskinan nasional tersebut, tingkat kemiskinan yang pada 2009 sebesar 14,15 persen menurun pada 2010 menjadi 13,33 persen. Tingkat kesejahteraan penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan mengalami perbaikan. Hal ini ditunjukkan oleh adanya penurunan indeks kedalaman kemiskinan nasional yang pada 2009 sebesar 2,5 menurun menjadi 2,2 pada 2010. Penurunan kemiskinan ini didukung oleh pelaksanaan program PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) Mandiri, sebagai program nasional yang diterapkan di seluruh kecamatan pada 2009, sinergi program-program penanggulangan kemiskinan ke dalam 3 klaster, perbaikan pendataan rumah tangga miskin serta munculnya berbagai inisiatif daerah dalam menurunkan kemiskinan.10 Ditambah lagi, badan-badan PBB bersama dengan institusi multilateral lainnya telah memberikan prioritas utama untuk membantu negara-negara dalam meraih Tujuan Pembangunan Millenium mereka. Banyak negara yang telah berhasil mengintegrasikan target-target Pembangunan Millenium ke dalam perencanaan pembangunan nasional dan strategi investasi masyarakat. Di kawasan Asia-Pasifik, dapat dikatakan bahwa sejalan dengan menguatnya pertumbuhan ekonomi yang terjadi di sejumlah negara, ada sejumlah kemajuan yang berarti dalam pencapaian Tujuan-tujuan Pembangunan Millenium. Kawasan ini memiliki beberapa kekuatan
Pattiselanno Markus dan Nanse H. Pattiasina, Millenium Development Goals (MDGs) dan Upaya untuk Mengisinya, http://www.polnam.ac.id/node/39 accessed on 16/1/2011.pkl.14.23.WIB.
10 9

MDGs Pengentasan Kemiskinan, Tabloid Diplomasi, Edisi Desember 2010.

10

ekonomi dengan tingkat pertumbuhan tercepat di dunia, dengan cadangan keuangan dalam negeri yang tinggi dan cadangan internasional yang melimpah.11 Nampaknya, ada beberapa alasan untuk kita mengatakan bahwa MDGs sangat efektif dan memberikan harapan besar bagi dunia. Pertama, MDGs menawarkan target pembangunan yang jelas, konkret dan terukur untuk dapat dicapai oleh negaranegara di dunia. Hal ini berarti bahwa negara-negara tidak perlu lagi berpegangan pada konsep abstrak seperti perdamaian dunia, keadilan bagi semua, kesejahteraan, dan lain-lain, yang semuanya sungguh terdengar baik, namun tidak memberikan detail yang konkret. Kedua, secara politis, penting pula bagi kita untuk menggarisbawahi bahwa MDGs bukan merupakan buah pemikiran dari salah satu negara atau sekelompok negara. MDGs bukan ide yang dipaksakan oleh suatu negara manapun. MDGs merupakan hasil kolaborasi negara-negara di seluruh dunia. Atau dengan kata lain MDGs adalah intisari hasil pertemuan pemikiran secara global. Alasan ketiga adalah bahwa MDGs menyuarakan pesan secara lantang dan jelas: bahwa Anda tidaklah sendirian. Hal ini sangat terlihat dari tujuan poin delapan MDGs yang menginginkan kerjasama di antara negara maju untuk membantu negara berkembang dalam mewujudkan Tujuan Pembangunan Millenium tersebut. Hal ini merupakan bagian dari gerakan global yang secara kolektif mencoba menghapus kemiskinan di manapun juga. Poin keempat adalah bahwa target MDGs sangat mungkin dicapai, namun hal ini dapat diraih hanya jika kita semua bersedia memangku tanggung jawab dalam menentukan kesuksesan MDGs. Jika kita berhasil mencapai target MDGs pada tahun 2015, dan hal ini sangatlah mungkin dicapai, maka hal ini akan menjadi pencapaian terpenting di era generasi kita. Dan hal ini juga akan menjadi puncak pencapaian yang akan menguntungkan seluruh negara di dunia. Selanjutnya, pada sub bab kedua dari bab pembahasan ini, akan digambarkan secara lebih dalam mengenai efektivitas MDGs dalam mengentaskan kemiskinan, secara lebih fokus kepada capaian dan komitmen Indonesia pada khusunya.

11

Dr. Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia Unggul (Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2009), hlm. 169-170.

11

3.2 Komitmen Negara di Dunia Kemiskinan merupakan permasalahan global yang dipandang sebagai permasalahan sosial paling krusial. Arus globalisasi dan pesatnya perkembangan teknologi ternyata tidak berkorelasi positif terhadap penurunan jumlah masyarakat miskin di dunia. Ironisnya laju globalisasi tidak hanya meningkatkan jumlah masyarakat miskin di dunia melainkan juga kesenjangan (disparitas) yang semakin lebar antara penduduk kaya dan miskin. Pada tahun 2001 tercatat masih ada sekitar 800 juta masyarakat dunia yang kekurangan pangan dan di tahun 2005 UNDP mencatat sekitar 3 milyar orang di dunia hidup kurang dari US$ 2 per hari.12 Oleh karena itu upaya pengentasan kemiskinan global kemudian menjadi agenda prioritas dalam kerangka kebijakan di banyak negara dan juga organisasi internasional, termasuk PBB. Dalam konteks pembicaraan kemiskinan global, Indonesia adalah laboratorium besar untuk menganalisis bagaimana penetrasi kepentingan global telah mengatur hampir semua dimensi kehidupan bernegara. Kinerja serta komitmen MDGs dalam upaya mengentaskan kemiskinan, baik di dunia maupun di Indonesia pada khususnya, dapat kita lihat dari 3 tujuan yang tercantum dalam 8 tujuan MDGs. Yang terdapat pada tujuan pertama, ketiga dan kedelapan. Di sini, akan kita fokuskan pembahasan pada Indonesia, untuk melihat secara khusus bagaimana komitmen Indonesia dalam mewujudkan MDGs ini. Karena kita ketahui bersama, bahwa kemiskinan merupakan salah satu permasalahan sosial yang sangat terlihat sekali di Indonesia. Pada tujuan pertama, yaitu Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan. Dalam hal ini Indonesia telah berhasil menurunkan tingkat kemiskinan, sebagaimana diukur oleh indikator USD 1,00 per kapita per hari, menjadi setengahnya. Kemajuan juga telah dicapai dalam upaya untuk lebih menurunkan lagi tingkat kemiskinan, sebagaimana diukur oleh garis kemiskinan nasional dari tingkat saat ini sebesar 13,33 persen (2010) menuju targetnya sebesar 8 10 persen pada tahun 2014. Prevalensi kekurangan gizi pada balita telah menurun dari 31 persen pada tahun 1989 menjadi 18,4 persen pada tahun 2007, sehingga Indonesia diperkirakan dapat mencapai target MDGs sebesar 15,5 persen pada tahun 2015. Prioritas kedepan untuk menurunkan
12

Barbara Haris-White, Poverty and Capitalism, December 2005, http://www3.qeh.ox.ac.uk/pdf/ qehwp/qehwps134.pdf accessed on 15/1/2011.pkl.12.34.WIB

12

kemiskinan dan kelaparan yang menjadi fokus pemerintah Indonesia adalah dengan memperluas kesempatan kerja, meningkatkan infrastruktur pendukung, dan memperkuat sektor pertanian. Perhatian khusus yang perlu diberikan adalah pada: (i) perluasan fasilitas kredit untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM); (ii) pemberdayaan masyarakat miskin dengan meningkatkan akses dan penggunaan sumber daya untuk meningkatkan kesejahteraannya; (iii) peningkatan akses penduduk miskin terhadap pelayanan sosial dan (iv) perbaikan penyediaan proteksi sosial bagi kelompok termiskin di antara yang miskin.13 Pada tujuan kedua, yaitu Mencapai pendidikan Dasar Untuk Semua. Upaya Indonesia untuk mencapai target MDGs di sektor pendidikan dasar dan melek huruf sudah menuju pada pencapaian target 2015 (on-track). Bahkan Indonesia menetapkan pendidikan dasar melebihi target MDGs dengan menambahkan sekolah menengah pertama sebagai sasaran pendidikan dasar universal. Pada tahun 2008/2009 Angka Partisipasi Kasar (APK) SD/MI termasuk Paket A telah mencapai 116,77 persen dan Angka Partisipasi Murni (APM) sekitar 95,23 persen. Pada tingkat sekolah dasar (SD/MI) secara umum disparitas partisipasi pendidikan antarprovinsi semakin menyempit dengan APM di hampir semua provinsi telah mencapai lebih dari 90,0 persen. Tantangan utama dalam percepatan pencapaian sasaran MDGs pendidikan adalah meningkatkan pemerataan akses secara adil bagi semua anak, baik laki-laki maupun perempuan, untuk mendapatkan pendidikan dasar yang berkualitas di semua daerah. Berbagai kebijakan dan program pemerintah untuk menjawab tantangan tersebut adalah berupa: (i) perluasan akses yang merata pada pendidikan dasar khususnya bagi masyarakat miskin; (ii) peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan; (iii) penguatan tatakelola dan akuntabilitas pelayanan pendidikan. Disamping itu kebijakan alokasi dana pemerintah bagi sektor pendidikan minimal sebesar 20 persen dari jumlah anggaran nasional akan diteruskan untuk mengakselerasi pencapaian pendidikan dasar universal pada tahun 2015.14 Peningkatan partisipasi Sekolah Dasar ini merupakan upaya untuk mencerdaskan masyarakat dalam pengentasan kemiskinan. Pada tujuan kedelapan, yaitu Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan. Indonesia merupakan partisipan aktif dalam berbagai forum internasional dan mempunyai komitmen untuk terus mengembangkan kemitraan yang
13 14

Delapan Sasaran MDGs, Tabloid Diplomasi, Edisi Desember 2010. Ibid.

13

bermanfaat dengan berbagai organisasi multilateral, mitra bilateral dan sektor swasta untuk mencapai pola pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada penurunan tingkat kemiskinan (pro-poor). Indonesia telah mendapat manfaat dari mitra pembangunan internasional. Untuk meningkatkan efektifitas kerjasama dan pengelolaan bantuan pembrangunan di Indonesia, Jakarta Commitment telah ditandatangani bersama 26 mitra pembangunan pada tahun 2009. Bersamaan dengan ini, Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan pinjaman luar negeri pemerintah terhadap PDB. Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya rasio pinjaman luar negeri pemerintah terhadap PDB dari 24,6 persen pada tahun 1996 menjadi 10,9 persen pada tahun 2009. Sementara itu, Debt Service Ratio Indonesia juga telah menurun dari 51 persen pada tahun 1996 menjadi 22 persen pada tahun 2009. Untuk meningkatkan akses komunikasi dan informasi, sektor swasta telah membuat investasi besar ke dalam teknologi informasi dan komunikasi, dan akses pada telepon genggam, jaringan PSTN, dan komunikasi internet telah meningkat sangat pesat selama lima tahun terakhir. Pada tahun 2009, sekitar 82,41 persen dari penduduk Indonesia telah mempunyai akses pada telepon seluler.15 Sekian banyak gambaran di atas, diilustrasikan sebagai bentuk komitmen negara di dunia dalam mencapai target MDGs pada tahun 2015. Namun, memang penulis lebih memfokuskan kepada bagaimana komitmen Indonesia yang terlihat dari bagaimana upaya dan kebijakan pemerintah untuk mewujudkan tujuan pengentasan kemiskinan. Tetapi ini tidak berarti bahwa negara lain di dunia tidak memiliki komitmen dalam mewujudkan target tersebut. Seperti yang telah dibahas pada sub bab pertama dari bab pembahasan, negara di kawasan Asia-Pasifik pun di nilai berhasil dalam menerapkan Tujuan Pembangunan Nasional untuk mengurangi angka kemiskinan. Dan hal tersebut semuanya merupakan gambaran dari komitmen negara di dunia dalam mencapai target MDGs yang telah diformulasikan bersama. Selain itu, poin tujuan kedelapan, juga telah menyebutkan dibutuhkannya kerjasama antar negara dan dengan swasta dalam mencapai target 2015 ini. Hal ini sangat menunjukkan bahwasanya konsep hubungan internasional sangat berperan dalam ilmu sosial. Dalam paper ini digambarkan jelas, dengan usaha kerjasama negara di dunia untuk menyelesaikan sebuah fenomena sosial, yaitu fenomena kemiskinan.

15

Ibid.

14

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Millennium Development Goals (MDGs) merupakan buah pikiran seluruh negara di dunia yang saling berkomitmen untuk bahu-membahu menyelesaikan permasalahan sosial dunia. Terutama masalah kemiskinan sebagaimana tercantum dalam tujuan pertama dari delapan tujuan MDGs. MDGs ini adalah program efektif yang sarat akan kesempatan dan target yang jelas. MDGs telah memberikan arah tujuan yang lebih konkret dan jelas kepada negara seluruh dunia dalam melaksanakan program nasionalnya. Di mana MDGs dengan sangat terukur menyebutkan target untuk menurunkan angka kemiskinan hingga tahun 2015. Bahkan MDGs pun memakai standar indikator untuk mengukur kategori miskin secara jelas. Tujuan-tujuan dalam MDGs, khususnya tujuan penurunan kemiskinan, hanya dapat direalisasikan dengan mengoptimalkan kinerja pemerintah dan segenap lapisan masyarakat. Selain itu dibutuhkan kerjasama serta komitmen yang tinggi di antara negara-negara di dunia dalam mewujudkan target ini. 4.2 Saran Saran yang dapat penulis berikan dalam kaitannya dengan mengoptimalkan kinerja pemerintah untuk mencapai target MDGs dalam penurunan angka kemiskinan, antara lain : 1. Meningkatkan iklim usaha yang kondusif di daerah, untuk meningkatkan kesempatan usaha dan ekonomi masyarakat pedesaan, dalam rangka peningkatan pendapatan dan daya beli masyarakat; 2. Meningkatkan efektivitas penyelenggaraan bantuan dan jaminan sosial, termasuk peningkatan jumlah dan kapasitas sumber daya manusia, seperti tenaga lapangan yang terdidik dan terlatih serta memiliki kemampuan dalam penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial; 3. Meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap layanan kebutuhan dasar (indikator kemiskinan non pendapatan) misalnya pada kecukupan pangan (kalori), layanan kesehatan, air bersih dan sanitasi yang masih rendah, dan cukup timpang antar golongan pendapatan; 15

4. Mengoptimalkan pelibatan masyarakat terutama masyarakat miskin dalam pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan; 5. Dalam melihat isu disparitas, diperlukannya suatu pemerataan pembangunan daerah untuk mencegah terjadinya kesenjangan kemiskinan antar provinsi dan antar daerah; 6. Diperlukannya sebuah audit dan evaluasi yang terjadwal dalam memantau perkembangan dan pelaksanaan pembangunan dalam rangkai mencapai target MDGs pada tahun 2015.

16

BIBLIOGRAFI Buku Soelaeman, M. Munandar. 2008. Ilmu Sosial Dasar. Bandung: PT. Refika Aditama Yudhoyono, Susilo Bambang. 2009. Indonesia Unggul. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer Artikel [Anonim], Delapan Sasaran MDGs, Tabloid Diplomasi, Edisi Desember 2010. [Anonim], MDGs Pengentasan Kemiskinan, Tabloid Diplomasi, Edisi Desember 2010. Bappenas, Biro Perencanaan Makro dan Studi Kuantitatif, Pembangunan Dalam Angka, 2004. Dr. Ir. Arief Daryanto, M. Ec., Disparitas Pembangunan Perkotaan-Perdesaan di Indonesia, Tabloid Agrimedia, Volume 8, No. 2 April 2003. Sirojudin Abbas, MDGs dan Kesiapan Pemerintah Daerah, Media Indonesia, Selasa 14 Desember 2010. UNDP, Regional Human Development Report Promoting ICT for Human Development in Asia: Realising the Millennium Development Goals. New Delhi (UNDP, Elsevier, 2005). Akses Internet Pattiselanno Markus dan Nanse H. Pattiasina, Millenium Development Goals (MDGs) dan Upaya untuk Mengisinya, http://www.polnam.ac.id/node/39 accessed on 16/1/2011.pkl.14.23.WIB. Barbara Haris-White, Poverty and Capitalism, December 2005, http://www3.qeh.ox .ac.uk/pdf/ qehwp/qehwps134.pdf accessed on 15/1/2011.pkl.12.34.WIB.

iv

Anda mungkin juga menyukai