Anda di halaman 1dari 7

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Berbagai bentuk tindak kekerasan yang dominan korbannya adalah perempuan dan anak merupakan sebuah fenomena global yang tidak terpengaruh oleh batas-batas rasial, kultur dan kelas sosial. Salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan yang terjadi sebagai akibat adanya ketimpangan dan ketidakseimbangan kekuasaan dalam relasi personal emosional antara laki-laki dengan perempuan, adalah KEKERASAN BERBASIS GENDER. Lingkup kekerasan berbasis gender tersebut dapat terjadi dalam ranah rumah tangga/domestik (personal) yang dikenal sebagai kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), maupun pada ranah Publik (komunitas).

B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan gender 2. Apa itu kekerasan berbasis gender 3. Bagaimana mengatasi masalah kekerasan berbasis gender

C. Tujuan 1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan gender 2. Mengetahui kekerasan berbasis gender 3. Mengetahui bagaimana mengatasi masalah kekerasan berbasis gender

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian 1. Gender Pembedaan antara perempuan dan laki-laki dalam peran, fungsi, hak, perilaku yang dibentuk oleh ketentuan sosial dan budaya setempat. Gender (asal kata gen): perbedaan peran, tugas, fungsi dan tanggung jawab serta kesempatan antara laki-laki dan perempuan karena dibentuk oleh tata nilai sosial budaya (konstruksi sosial) yang dapat diubah dan berubah sesuai kebutuhan atau perubahan zaman (menurut waktu dan ruang). Dalam bahasa inggris disebut masculine : feminin. a. Kesenjangan Gender (Gender Gap) Jurang perbedaan (diskrepansi) antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai aspek kehidupan yang dapat diukur secara kuantitatif maupun kualitatif seperti tingkat pendidikan, dderajat kesehatan, partisipasi dalam perkerjaan, tingkat pendapatan dan keterwakilan dalam pengambilan keputusan di legislatif (DPR & DPRD), jabatan pemerintahan, yudikatif, swasta, partai politik atau organisasi sosial dan keagamaan. b. Aspek Gender 1) Identitas Gender Persepsi internal dan pengalaman seseorang tentang gendernya, menggambarkan identifikasi psikologis dalam otak seseorang sebagai laki-laki atau perempuan 2) Peran Gender Merupakan cara hidup dalam masyarakat dan berinteraksi dengan orang lain berdasarkan identitas gender mereka yang dipelajari dari lingkungannya. c. Pengarusutamaan Gender (Gender Mainstreaming)

Suatu strategi pengintegrasian konsep keseimbangan kepentingan laki-laki dan perempuan dalam perumusan kebijakan pembangunan sektor atau daerah mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasinya guna mengurangi kesenjangan gender di sektor atau di daerah tersebut. Untuk itu, pemerintah telah menerbitkan Inpres No 9 tahun 2000 tentang pelaksanaan pengarusutamaan gender di Indonesia. d. Kesetaraan Gender (Gender Equality) Suatu kondisi dan situasi yang menggambarkan keseimbangan peran, tugas, dan tanggung jawab serta kesempatan antara laki-laki dan perempuan dalam menjalankan dan menikmati berbagai hasil pembangunan sebagai warga negara dan warga masyarakat. Karena itu kesetaraan gender tidak sama dengan kesamaan gender (gender sameness) yang memperlakukan sama secara fisik antara laki-laki dan perempuan. Contoh kesetaraan gender membuat WC laki-laki bisa jongkok atau duduk, sedang WC perempuan duduk demi melindungi kesehatan reproduksinya. e. Kepekaan Gender (Gender Responsiveness) Sikap dan perilaku yang tanggap dan peka terhadap perbedaan atau persamaan perlakuan terhadap laki-laki dan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan, baik sebagai makhluk individu, makhluk sosial maupun warga masyarakat. 2. Kekerasan Berbasis Gender Setiap tindakan penyimpangan yang disebabkan adanya ketidakseimbangan kekuasaan dalam relasi antara perempuan dan laki (gender) yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan termasuk anak-anak baik secara fisik, seksual dan/atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan

kemerdekaan secara sewenang-wenang, yang terjadi di ranah privat/domestik dan di ranah publik. B. Realitas Kekerasan Berbasis Gender Kekerasan berbasis Gender terjadi sepanjang siklus hidup manusia tetapi data kuantitatif secara pasti sangat sulit diperoleh karena faktor subyektif korban (enggan melapor) dan kondisi sosial budaya masyarakat (kekerasan berbasis gender hanya tindakan anti sosial bukan kriminal, Aib dsb)

Kekerasan Berbasis Gender merupakan salah satu bentuk diskriminasi yang menghambat kesempatan perempuan dalam melaksanakan kewajiban/ tanggung jawab dan memperoleh hak-haknya sebagai warga Negara Kekerasan Berbasis Gender mengakibatkan perempuan (anak-anak) mengalami penderitaan secara fisik, psikososial, ekonomi sehingga membutuhkan penanganan secara komprehensif dan berkesinambungan Kekerasan Berbasis Gender secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi Perkembangan dan Produktivitas Negara karena Tujuan Pembangunan Nasional yang merupakan Komitmen Negara untuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat

berdasarkan keadilan sosial, akan sulit terwujud karena masih adanya kesenjangan gender dalam Akses Kontrol Partisipasi Manfaat antara Perempuan dan Laki-laki,

dan pada umumnya Perempuan berada pada posisi yang termarginalkan. C. Perspektif Gender 1. Membedakan antara istilah seksyaitu pembedaan biologis dan kodrati antara pria dan wanita, sedangkan gender yaitu pembedaan peran, atribut, dan sikap tindak atau perilaku, yang dianggap masyarakat pantas untuk pria dan wanita. Jadi membedakan pria dan wanita menurut seksnya, adalah pembedaan secara biologis dan kodrati, seperti wanita mengalami haid, mempunyai rahim dan payudara serta wanita mengandung, melahirkan dan menyusui, sedangkan pria mempunyai penis dan sperma. Membedakan gender pria dan gender wanita bukan kodrati, melainkan tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, seperti, pria itu perkasa, bekerja di ranah publik, sebaliknya wanita itu lemah lembut, bekerja mengurus rumah tangga. Dikatakan bukan kodrati, karena ada wanita yang juga dapat perkasa, bekerja di ranah publik, demikian pula pria dapat lemah lembut, bekerja mengurus rumah tangga dsb. 2. Mengacu dan merujuk pada status dan kedudukan pria dan wanita, serta ketidaksetaraan yang merugikan wanita dalam kebanyakan masyarakat, dan bahwa kenyataan ini bukan hanya ditentukan secara biologis tetapi secara sosial. 3. Mengakui bahwa penilaian rendah atau kurang terhadap peran-peran wanita, memarginalisasi wanita dari hak memiliki, mengakses, menikmati dan mengontrol atas harta keluarga atau harta benda perkawinan seperti tanah, rumah, dan penghasilan, serta sumber
4

non-material seperti waktu untuk mengembangkan diri sendiri, partisipasi dalam bidang politik. 4. Mempertimbangkan interaksi antar gender dan kategori sosial lain, seperti kelas, suku. Ada ungkapan bahwa istri dari buruh yang hidup di bawah upah minimum, adalah budak dari seorang budak. 5. Meyakini bahwa karena ketidaksetaraan gender terkondisi secara sosial, oleh karena itu dapat diubah baik dalam tingkat individual maupun dalam tingkat sosial, ke arah keadilan (justice), kesebandingan atau kepatutan (equity) dan kemitraan antara pria dan wanita. D. Beberapa Usulan Alternatif Mengatasi Masalah Kekerasan Berbasis Gender 1. PERDA Traficking KDRT sebagai salah satu bentuk Komitmen Pemerintah

NTB dalam meminimalisir masalah Kekerasan Berbasis Gender 2. Kebijakan dan Program Pembangunan NTB yang Responsif Gender untuk

menjamin dan memberikan peluang kepada perempuan terlibat dalam proses pembangunan (Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi Program Pembangunan NTB) 3. Alokasi anggaran melalui APBD yang Proporsional (Gender Budget) untuk

Pemberdayaan Perempuan dan Kesetaraan Gender (WID dan GAD) serta alokasi anggaran untuk memfasilitasi Shelter/Rumah Aman, Trauma Center dan Pusat Pelayanan Perpadu Penanganan Korban Tindak Kekerasan 4. Sosialisasi berbagai bentuk Peraturan/Undang-Undang, Kebijakan, Program dan

Bentuk-bentuk Pelayanan bagi Korban (Preventif Kuratif/Rehabilitatif Promotif) 5. 6. Koordinasi dan Sinkronisasi Program/kegiatan antar Instansi sektoral Jaringan Kerja/Kemitraan dengan Stakeholder (LSM Organisasi Sosial

Asosiasi Profesi) dalam kegiatan Pencegahan dan Penanganan Korban 7. Pembentukan Lembaga setingkat Badan/Biro/Dinas Pemberdayaan Perempuan

(eselon II) untuk lebih mengoptimalkan Potensi dan memberikan Peluang Perempuan di lingkup Birokrasi dalam Mengaktualisasi diri 8. Law Inforcement/Penegakan Hukum dalam penanganan kasus-kasus tindak

Kekerasan
5

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Kekerasan berbasis gender (dender-based violence) sulit dipisahkan dari masyarakat terutama yang menganut sistem

kehidupan

patriark. Kekerasan berbasis gender

diartikan sebagai perbuatan yang mengakibatkan salah satu pihak menderita atau sakit yang bersumber dari relasi antara laki- laki dan perempuan, biasanya perempuan adalah korban.

B. Saran

Saya berharap makalah ini dapat memberikan banyak manfaat bagi para pembaca khususnya bagi para pelajar/mahasiswa yang ingin mengetahui lebih banyak mengenai Kekerasan Berbasis Gender. Semoga makalah ini mampu memberikan manfaat dan berguna bagi pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

http://abdullahlabuapi.wordpress.com/2010/06/02/executive-summary-seminarberbasis-gender-gender-based-violence/

kekerasan-

Anda mungkin juga menyukai