Anda di halaman 1dari 109

i

POLISEMI KATA WALI DALAM AL-QURAN: STUDI KASUS


TERJEMAHAN HAMKA DAN QURAISH SHIHAB

















Oleh
Ismiyati Nur Azizah
NIM:107024001141



JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011
i

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berupa pencabutan
gelar.



Jakarta, 20 September 2011


Ismiyati Nur Azizah
NIM: 107024001141


ii

POLISEMI KATA WALI DALAM AL-QURAN: STUDI
KASUS TERJEMAHAN HAMKA DAN QURAISH SHIHAB


Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S.)




Oleh
Ismiyati Nur Azizah
NIM:107024001141





NIP: 198003052009011015


JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul POLISEMI KATA WALI DAN AULIYA DALAM AL-
QURAN: STUDI KASUS TERJEMAHAN HAMKA DAN QURAISH
SHIHAB. Telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Selasa, 20 September 2011.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Sastra (S.S.) pada Program Studi Tarjamah.

Jakarta, 20 September 2011

Sidang Munaqasyah TTD TGL

1. Dr. Ahmad Syaekhuddin, M.Ag. (Ketua)
NIP: 19700505 200003 1001
2. Moch. Syarif Hidayatullah, M. Hum. (Sekretaris)
NIP: 1979 1229 2005011004
3. Makyun Subki, M. Hum. (Pembimbing)
NIP: 198003052009011015
4. Dr. Abdullah, M. Ag. (Penguji 1)
NIP: 19610825 199303 1 002
5. Moch. Syarif Hidayatullah, M. Hum. (Penguji 2)
NIP: 1979 1229 2005011004






iv

Abstrak

Ismiyati Nur Azizah
Polisemi Kata Wali dan Auliya dalam Al-Quran: Studi Kasus Terjemahan
Hamka dan Quraish Shihab
Semantik berasal dari bahasa Yunani yakni sema yang berarti tanda atau
lambang, kata kerjanya adalah semaino yang berarti menandai atau
melambangkan. Kata semantik kemudian disepakati sebagai istilah yang
digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda
linguistik dengan hal yang ditandai.
Penulis akan menjelaskan dua model semantik yang kerap ditemukan
dibeberapa kajian bahasa yaitu: semantik leksikal dan semantik gramatikal. Di
dalam semantik ada beberapa relasi makna antaranya polisemi. Maka dari itu
polisemi merupakan fenomena di dalam semantik.
Penelitian ini mengkaji tentang homonimi di dalam bahasa Arab dan
menjadi persoalan dalam penerjemahannya di bahasa Indonesia dan Penulis lebih
memfokuskan penelitian ini pada kata Wali dan Auliya yang ada di dalam al-
Quran dengan membandingkannya antara terjemahan Hamka dan Quraish
Shihab. Dalam penelitian ini teori yang digunakan bertalian dengan teori-teori
umum semantik, sampai pada teori yang menyatakan bahwa polisemi sebagai
fenomena semantik. Kata Wali dan Auliya tersebut dianalisis dalam bentuk
konteks untuk mengetahui bagaimana terjemahannya dalam konteks kalimat dan
kemudian dianalisis dengan membandingkan antara terjemahan Hamka dan
Quraish Shihab.

Terlihat ada beberapa kata di dalam al-Quran jika diaplikasikan pada
suatu konteks yang sama (ayat Quran) kemudian diterjemahkan dengan dua versi
terjemahan yang berbeda maka akan ada yang mengalami perbedaan makna, maka
di sinilah terjadinya polisemi.


v

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Berkat
rahmatNya, Penulis dapat menyelesaikan skipsi ini. Skripsi ini dibuat sebagai
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Jurusan
Tarjamah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah.
Sekalipun karya ilmiah ini sangat sederhana dengan mengangkat judul
Polisemi dalam Bahasa Arab dan Persoalan Terjemahannya dalam Bahasa
Indonesia: Studi Kasus Penerjemahan Kata Wali dan Auliya Oleh Hamka dan
Quraish Shihab, bagi Penulis bukanlah suatu pekerjaan atau hasil usaha yang
mudah. Sebab, dalam proses penyelesaiannya persiapan-persiapan yang matang,
baik fisik material maupun mental spiritual.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi
saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, sudah sepantasnya dan
seharusnya penulis mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Pertama sekali terima kasih kepada dosen pembimbing saya Makyun
Subuki, M. Hum. atas segala bantuan, koreksian, masukan-masukan, bimbingan,
serta waktu luang yang diberikan sehingga skripsi ini dapat selesai pada
waktunya. Penghargaan serupa saya haturkan kepada Karlina Helmanita, M.Ag
sebagai orang yang pertama kali mengenalkan saya pada bidang penelitian.
Selanjutnya, ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada Ketua Jurusan Tarjamah, Dr. Ahmad Syaekhuddin, M.A., dan Sekretaris
vi

Jurusan Tarjamah Moch. Syarif Hidayatullah, M.hum., yang telah banyak
memberikan bantuan moril selama studi saya di jurusan Tarjamah. Begitu juga
kepada Drs. Ikhwan Azizi, M.Ag, mantan Ketua Jurusan Tarjamah.
Terima kasih juga saya sampaikan kepada para dosen Jurusan Tarjamah
yang selalu sabar mengajarkan dan mendidik saya selama perkuliahan atau pun di
luar perkuliahan. Semoga ilmu dan kesabaran mereka mengalir dan menjadi amal
kebaikan yang tak pernah putus.
Keluarga tercinta, terutama kedua orang tua saya, Ayahanda H.
Muhammad Isro, S.pd. dan Ibunda tercinta Hj. Raudlatul Intihanah atas segala
doa, dukungan dan semangat yang selalu diberikan tiada henti yang selalu
memotivasi saya. I just wanna say I love you dad and mom and thanks for
everything. Kakak dan Adik-adik saya terima kasih atas segala bantuan dan
semangatnya.
Teman seperjuangan dan satu bimbingan, Nur Rahmawati dan Rahmat
Darmawan, yang selalu memberikan semangat dan tempat berbagi di kala suka
dan duka selama pengerjaan skripsi ini. Untuk teman-teman terhebat saya tempat
saya mencurahkan keluh kesah saya selama skripsi ini berjalan Ani, Ais, Sifa,
Rida, Hanny, Khoas, Reza, Anas, Buluk, terima kasih atas segala doa, pengertian
dan semangatnya. Special thanks untuk Mario Pramudya Utama yang selalu
memberikan doa, dan semangatnya, walaupun hanya dalam jarak yang jauh
sampai proses pengerjaan skripsi ini selesai.
Teman-teman angkatan 2007 yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
yang telah sama-sama berjuang dan saling memberikan motivasi dan juga adik-
adik jurusan Tarjamah.
vii

Akhir kata, Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi Penulis
maupun pembaca. Penulis juga menyadari akan banyaknya kekurangan pada
penyusunan skripsi ini, karena itu saran dan kritik yang membangun sangat
Penulis harapkan.
Jakarta, 20 September 2011

Penulis



















ix

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..i
SURAT PERNYATAAN ..... ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .... iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN..... iv
ABSTRAK.. v
KATA PENGANTAR .................................................................................. vi-viii
DAFTAR ISI .... ix
BAB I PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1-7
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ....................................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. 7-8
D. Metodologi Penelitian ........................................................................... 8-9
E. Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penulisan .................................... 10-11
BAB II KERANGKA TEORI .............................................................................. 12
A. Konsep Umum Semantik .................................................................................. 12
1. Definisi dan Sejarah Semantik ............................................... 13-14
2. Jenis Semantik ....................................................................... 14-15
B. Polisemi Sebagai Fenomena Semantik ...................................................... 16
1. Pengertian Polisemi ................................................................ 16-17
2. Jenis-Jenis Polisemi..17-19
3. Pengertian Homonimi ............................................................ 20-21
4. Batasan-Batasan antara Polisemi dan Homonimi............22-23
5. Perbedaan antara Polisemi dan Homonimi...........23
6. Polisemi dan Perubahan Makna...24-25
7. Sebab-Sebab Perubahan Makna....25-26

x

C. Konsep Umum Terjemahan.....27
1. Definisi Terjemahan27-28
2. Jenis-Jenis Terjemahan.........29
3. Prinsip-Prinsip Terjemahan.30-31
D. Penerjemahan al-Qur'an.......31
1. Definisi Penerjemahan al-Qur'an.....31-32
2. Syarat Penerjemahan al-Qur'an....32-34
3. Metode Penerjemahan al-Qur'an.......35
BAB III BIOGRAFI HAMKA DAN QURAISH SHIHAB...............................36
A. Mengenal Sosok Mufasir Hamka........................................................................36
1. Riwayat Hidup Hamka dan Aktivitas Keilmuwan...................36-39
2. Karya-Karya Hamka.................................................................39-43
3. Aktifitas Lainnya............................................................................43
4. Metode Penerjemahan Hamka..................................................44-46
B. Mengenal Sosok Mufasir Quraish Shihab...........................................................47
1. Riwayat Hidup Quraish Shihab dan Aktivitas Keilmuwan......47-50
2. Latar Belakang Penulisan Tafsir Al-Misbah.............................50-52
3. Karya-Karya M. Quraish Shihab...............................................52-54
4. Sekilas Gambaran Umum Buku Tafsir Al-Misbah...........................54-57
BAB IV ANALISIS HASIL TERJEMAHAN KATA WALI DAN AULIYA........58
A. Pendahuluan....................................................................................................58-59
B.Persamaaan dan Perbedaan Makna Polisemi Kata Wali dan Auliya dalam
Terjemahan Hamka dan Quraish Shihab............................................................... 60
1. Persamaan Makna Polisemi Kata Wali dan Auliya dalam Terjemahan Hamka dan
Quraish Shihab ................................................................................................. 60-70
2. Perbedaan Makna Polisemi Kata Wali dan Auliya dalam Terjemahan Hamka dan
Quraish Shihab ............................................................................................... 70-86
xi

BAB V PENUTUP .............................................................................................. 87
A. KESIMPULAN ................................................................................. 87-89
B. SARAN .................................................................................................. 90
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 94

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa berisi gagasan, ide, pikiran, keinginan, atau perasaan yang ada pada diri
si pembicara. Agar apa yang diinginkan, atau dirasakan dapat diterima oleh
pendengar atau orang yang diajak bicara, hendaklah bahasa yang digunakannya
dapat mendukung maksud atau pikiran dan perasaan secara jelas. Manusia
berbahasa berarti manusia hendak mengungkapkan pikiran, perasaan, dan sikap.
Dengan bahasa dan berbahasa, kebudayaan manusia berkembang. Pewarisan
kebudayaan dilakukan lewat pewarisaan bahasa yang bermakna.
1

Para penutur bahasa harus dapat menyesuaikan dan membedakan setiap makna
kata dan penggunaan makna kata. Setiap kata atau leksem memiliki makna. Pada
awalnya, makna yang dimiliki sebuah kata adalah makna leksikal, makna
denotatif atau makna konseptual. Para ahli linguistik pun mengemukakan bahwa
bahasa memiliki lima unsur kajian linguistik, yaitu: fonologi, morfologi, sintaksis,
semantik, pragmatik.
Bahasa Arab tergolong bahasa yang disebut bahasa yang inflektif, artinya
bahasa yang mempunyai sejumlah perubahan bentuk, baik bertalian dengan aturan
pembentukan kata baru maupun bertalian dengan fungsi sintaksis tiap kata.
2


1
J. D. Parera, Teori Semantik (Jakarta: Erlangga, 2004), hal. 61.
2
Aziz Fahrurrozi, Gramatika Bahasa Arab, Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2

Belajar bahasa Arab memiliki kesan umum yang sulit dan rumit. Padahal,
secara linguistik, setiap bahasa di dunia ini memiliki tingkat kesulitan dan
kemudahan yang berbeda-beda, bergantung pada karakteristik sistem bahasa itu,
baik dari segi fonologi, morfologi maupun sintaksis dan semantiknya.
3
Pada
tataran teoritis, penelitian bahasa Arab pun merupakan unsur yang dibatasi dalam
sebuah sistem, setidak-tidaknya meliputi enam aspek penelitian, yaitu: bunyi
bahasa (fonetik), ilmu al-ashwat (fonologi), ilmu al-sharaf (Morfologi), ilmu
nahwu (sintaksis), ilmu ad-dhilalah (semantik), dan ilmu al-mu'jam (leksikologi).
Kini semantik dianggap sebagai komponen bahasa yang tidak dapat dilepaskan
dalam pembicaraan linguistik. Tanpa membicarakan makna, pembahasan
linguistik belum dianggap lengkap karena sesungguhnya tindakan berbahasa itu
tidak lain dari upaya untuk menyampaikan makna-makna itu. Ujaran yang tidak
bermakna tidak ada artinya sama sekali. Semantik dalam hubungannya dengan
sejarah, melibatkan sejarah pemakai bahasa (masyarakat bahasa). Lingkungan
masyarakat dapat menyebabkan perubahan makna suatu kata. Kata yang dipakai
di dalam lingkungan tertentu belum tentu sama maknanya dengan kata yang
dipakai di lingkungan lain.
4

Perkembangan makna mencakup segala hal tentang makna yang berkembang,
berubah, dan bergeser. Bahasa mengalami perubahan dan dirasakan oleh setiap

3
Muhbib Abdul Wahab, Pemikiran Linguistik Tammam Hassan dalam Pembelajaran
bahasa Arab, (Jakarta:UIN Press ,2009), hal. 3
4
T. Fatimah Djajasudarma, Semantik 2 Pemahaman Ilmu Makna, (Bandung: Refika
Aditama, 1999), hal. 66.
3

orang, dan salah satu aspek dari perkembangan makna (perubahan arti) yang
menjadi objek telaah semantik historis.
Makna sebagai objek dalam studi semantik ini memang sangat rumit
persoalannya, karena bukan hanya menyangkut persoalan dalam bahasa saja tetapi
juga menyangkut persoalan luar bahasa. Faktor-faktor luar bahasa seperti masalah
agama, pandangan hidup, budaya, norma dan tata nilai yang berlaku dalam
masyarakat turut menyulitkan masyarakat.
Karena bahasa digunakan untuk berbagai kegiatan dan keperluan dalam
kehidupan bermasyarakat, maka makna bahasa itu pun menjadi bermacam-macam
dilihat dari segi atau pandangan yang berbeda. Konsep tentang keberagamaan itu
mengemuka ketika linguis mengaitkan bahasa dengan aspek kemasyarakatan.
Bahasa dilihat sebagai media komunikasi yang dinamis, yang menyesuaikan
aspek sosial pemakainya (the users) dan pemakaiannya (the uses).
5
Berbagai
nama jenis makna telah dikemukakan oleh para ahli bahasa dalam buku-buku
linguistik atau semantik. Dalam menganalisis semantik, seseorang harus
menyadari bahwa bahasa itu bersifat unik dan mempunyai hubungan yang sangat
erat dengan budaya masyarakat pemakainya. Maka analisis suatu bahasa hanya
berlaku untuk bahasa itu saja dan tidak dapat digunakan untuk menganalisis
bahasa lain. Semua ini karena bahasa adalah produk budaya dan sekaligus wadah
penyampai kebudayaan dari masyarakat bahasa yang bersangkutan. Selain itu,
dalam bahasa yang penuturnya terdiri dari kelompok-kelompok yang mewakili

5
Kushartanti, Pesona Bahasa; Langkah Awal Memahami Linguistik, ( Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2007), hal. 47
4

latar belakang budaya, pandangan hidup, dan status sosial yang berbeda, maka
makna sebuah kata bisa menjadi berbeda atau mewakili nuansa makna yang
berlainan.
Seluruh makna yang terkandung dalam bahasa sering berhubungan satu sama
lain. Relasi makna dapat berwujud macam-macam.
6
Hubungan atau relasi
kemaknaan ini mungkin menyangkut hal kesamaan makna (sinonimi), kebalikan
makna (antonimi), kegandaan makna (polisemi), ketercakupan makna (hiponimi),
kelainan makna (homonimi), kelebihan makna (redundansi), dan sebagainya.
Polisemi merupakan salah satu bagian dari relasi makna. Polisemi merupakan
masalah yang cukup rumit dalam melakukan proses penerjemahan. Karena
seorang penerjemah sulit untuk menerjemahkan arti suatu kata dengan tepat tanpa
melihat konteks kalimat secara keseluruhan. Dalam hal ini sangatlah tidak asing
ketika mengkaji bahasa Arab, apalagi bahasa al-Quran yang memang dikenal
mengandung makna yang sangat beragam pada tiap kata.
Untuk lebih jelasnya penulis akan memaparkan definisi polisemi sebagai
berikut. Fatimah mengatakan dalam bukunya yang berjudul Semantik 1 Pengantar
ke Arah Ilmu Makna bahwasannya polisemi adalah satu kata yang memiliki
makna lebih dari satu. Palmer pun mengatakan demikian: ..it is also the case
that same word may have a set of different meaning. Sedangkan Kushartanti,

6
Kushartanti, Op. Cit, hal. 116.
5

mengatakan bahwasanya polisemi merupakan kata atau frasa yang memiliki beb
erapa makna yang berhubungan.
7

Objek utama dari polisemi adalah teks. Ketika berhadapan dengan teks, maka
kita akan menemukan dua unsur pembangun, yaitu penulis dan pembaca. Ketika
kita menerjemahkan suatu teks, maka pada tataran ini kita juga melakukan
kegiatan menafsirkan makna. Al-Quran bukan rangkaian kata-kata semata,
melainkan mencakup makna dan lafadz. Di Indonesia telah banyak ahli bahasa
yang menerjemahkan dan menafsirkan al-Qur'an seperti apa yang kita lihat saat
ini. Semuanya mempunyai tujuan agar al-Qur'an dapat dipahami maksud dan
makna yang terkandung di dalamnya. Di antara sekian banyak ahli bahasa yang
telah menerjemahkan al-Qur'an itu di antaranya adalah Hamka, M. Quraish
Shihab, Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy. Namun dalam hal ini, penulis
hanya akan menganalisis makna (semantik) yang terkandung di dalam al-Quran
dan mengandung makna yang berpolisemi dalam terjemahan Hamka dan Quraish
Syihab.
Maka dari itu, saya sebagai penulis mencoba membicarakan persoalan dasar
dari semantik sebagai bekal awal untuk memahami masalah bahasa, dalam bahasa
Indonesia maupun bahasa Arab, secara lebih luas. Akan tetapi, penulis lebih
memfokuskan untuk menganalisis polisemi. Maka dari itu, saya sebagai penulis
akan menganalisis judul Polisemi Kata Wali dan Auliya dalam Al-Quran:
Studi Kasus Terjemahan Hamka dan Quraish Shihab. Contoh kasus surat Al-
Maidah ayat 51:

7
Kushartanti, Op. Cit, hal. 117
6



.
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil
orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian
mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu
mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk
golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-
orang yang zalim.
Pada dasarnya dalam bahasa Arab kata wali dan auliya bermakna pemimpin.
Akan tetapi, dari contoh di atas terdapat perbedaan makna mengenai kata auliya
dalam surat Al-Maidah ayat 51 apakah bermakna pemimpin?
Berdasarkan kamus al-Munawwir kata auliy bermakna (1) yang mencintai (2)
teman, sahabat (3) yang menolong (4) orang yang mengurus perkara seseorang
atau wali.
8

Sedangkan, dalam kamus al-Arsy kata auliy bermakna (1) wakil, pejabat
pelaksana, karetaker (2) penolong (3) sahabat, teman (4) wali, orang yang
bertaqwa (5) tuan, kepala (6) yang mencintai (7) orang yang mengurus perkara
seseorang (8) tetangga (9) sekutu (10) pengikut (11) pemilik (12) penanggung

8
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997), hal. 1582.
7

jawab, kepala, pimpinan (13) putra mahkota (14) wali yang diwasiatkan (15)
pengasuh anak yatim (16) yang dermawan.
9

Dalam kajiannya kata Wali dan Auliya di dalam al-Quran terdapat 88 kata.
10
Dan tidak semua kata Wali dan Auliya diterjemahkan dengan pemimpin.
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, Penulis memfokuskan diri pada polisemi
kata Wali dan Auliya dalam al-Quran dan menggunakan kajian komparatif antara
terjemahan Hamka dengan terjemahan Quraish Shihab. Oleh karena itu, rumusan
masalah penelitian ini adalah:
1. Apa saja arti dari kata wali dan auliya yang ada di dalam al-Quran, dan
apakah memiliki arti yang berbeda-beda?
2. Bagaimanakah Hamka dan Quraish Shihab menerjemahkan kata wali dan
auliya dalam Quran dan apakah terdapat perbedaan antara terjemahan
keduanya?





9
Atabik Ali, Al-Arsy Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Mulya Karya Grafika, 1998),
hal. 2040.
10
Muhamad Fuad Abdul Baqi, Al-Mujam Al-Mufahras Li Al-Fadz Al- Quran Al- Karim,
(Turki: Maktabah al-Islamiyah, 1984), hal. 766-767
8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui kata wali dan auliya diartikan apa saja, dan untuk
membuktikan bahwa kata wali dan auliya memiliki makna lebih dari
satu.
b. Untuk mengetahui hasil terjemahan kata wali dan auliya versi Hamka
dan Quraish Shihab.
c. Untuk mengetahui dimana saja letak perbedaan dan persamaan dari
terjemahan keduanya.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini secara teoritis adalah dapat mengetahui ada atau tidak
adanya perbedaan terjemahan kata Auliya karya Hamka dan terjemahan karya M.
Quraish Shihab. Sedangkan, manfaat penelitian ini secara praktisnya adalah
memberikan kontribusi di dalam dunia penerjemahan karena dengan penelitian ini
dapat menyumbangkan pengetahuan baru dalam dunia penerjemahan.
D. Metodologi Penelitian
Dalam memperoleh data penulis melakukan kajian yang bersifat pustaka
(Library Research), yaitu mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan
penelitian. Sedangkan, metode yang penulis gunakan adalah metode deskriptif
analisis komparatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh informasi
mengenai polisemi dalam bahasa Arab dan persoalannya dalam penerjemahan
bahasa Indonesia, penelitian deskriptif ini bertujuan untuk membuat deskripsi,
9

gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta,
sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Metode yang digunakan
adalah metode penelitian kualitatif dengan melakukan analisis semantik kognitif.
Penelitian ini mengambil studi kasus dengan melakukan penelitian secara
mendalam terhadap objek penelitian yang dipilih, dalam hal ini mengenai studi
kasus penerjemahan kata auliya oleh Hamka dan Quraish Shihab. Seperti yang
dikemukakan oleh Maxifield (1930) yang dikutip dari buku metode penelitian
karangan Moh. Nasir mengatakan bahwa studi kasus, atau penelitian kasus, adalah
penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan satu fase
spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas.
Data didapat oleh penulis dari sumber buku hasil terjemahan Hamka dan
Quraish Shihab. Sedangkan perincian data yang dilakukan adalah dengan
langkah-langkah membaca dan menelaah. Dalam penelitian ini yang pertama kali
dilakukan oleh penulis adalah mencari kata wali dan auliya yang terdapat dalam
al-Quran agar penulis lebih mudah lagi menemukan kata wali dan auliya maka
penulis membaca kitab mujam al-mufahras, dan kemudian melihat terjemahan
Hamka dan Quraish Shihab, dan data diolah secara perlahan kemudian
menganalisis makna tersebut dan membandingkan hasil terjemahan dari kedua
buku terjemahan yang berbeda penerjemahnya.
Dalam penulisan skripsi ini, peneliti mengacu pada sumber-sumber sekunder
berupa buku-buku semantik, kamus-kamus Arab, buku-buku terjemahan, tafsir
10

Al-Azhar karya Hamka, kemudian tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab, dan
lain-lain.
Adapun dalam penulisan skripsi ini, Penulis mengacu pada buku "Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)" yang diterbitkan oleh
Center for Quality Development and Assurance (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Press 2007).
E. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan tinjauan penelitian terhadap buku-buku, skripsi, dan tesis yang
pernah diteliti bahwa penelitian yang sama baru diteliti oleh satu orang yaitu
Firmansyah dengan judul skripsi yaitu Analisis Polisemi dalam al-Quran Studi
Kasus Terjemahan Kata Al-saah. Alasan Penulis memilih judul ini, dikarenakan
rasa keingintahuan yang mendalam tentang penerjemahan karya Hamka dan M.
Quraish Shihab.
Penulis juga merujuk pada buku-buku ataupun bahan bacaan lain yang dapat di
jadikan acuan serta data yang dapat ditemukan atau buku yang terkait dengan
pembahasan yang Penulis teliti, Leksikologi Bahasa Arab karangan H.R.
Taufiqurrahman, M.A, Semantik 1: Pengantar ke Arah Ilmu Makna karangan T.
Fatimah Djajasudarma, Pengantar Semantik karya Stephen Ullmann, dan lain
sebagainya. Penulis mengambil referensi tersebut karena buku-buku tersebut
banyak terdapat pembahasan-pembahasan yang Penulis perlukan sebagai
penunjang skripsi.

11

F. Sistematika Penulisan
Agar penulisan lebih terarah dan sistematis, maka langkah yang Penulis
lakukan adalah sebagai berikut:
Pada Bab I merupakan pendahuluan dari bab-bab yang selanjutnya, dalam bab
ini berisi Latar Belakang Masalah, kemudian selanjutnya berisi tentang
Perumusan dan Pembatasan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi
Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika Penulisan.
Bab II, dalam bab ini Penulis menyajikan Konsep Umum Semantik di dalam
konsep umum semantik ini akan dijelaskan definisi dan sejarah semantik, jenis
semantik, dan polisemi sebagai fenomena semantik sedangkan, dalam Konsep
Umum Penerjemahan al-Qur'an ini pun akan dijelaskan tentang definisi terjemah
al-Qur'an, macam-macam terjemah al-Qur'an, dan syarat-syarat terjemah al-
Qur'an, dan Konsep Umum Polisemi
Bab III, Biografi Kedua Penerjemah, berisikan keseluruhan biografi Hamka
dan Quraish Shihab.
Bab IV, Analisis Polisemi Kata Wali dan Auliya, berisikan Unsur Persamaan
Kedua terjemahan, Unsur Perbedaan kedua terjemahan.
Bab V, Penutup berisi kesimpulan dan saran


12

BAB II
KERANGKA TEORI

A. Konsep Umum Semantik
Makna merupakan objek dari ilmu semantik. Makna berada diseluruh atau
disemua tataran yang membangun kalimat; satuan kalimat dibangun oleh klausa;
satuan klausa dibangun oleh frase; satuan frase dibangun oleh kata; satuan kata
dibangun oleh morfem; satuan morferm dibangun oleh fon (bunyi). Makna berada
di tataran fonologi, morfologi dan sintaksis. Oleh karena itu, semantik merupakan
unsur yang berada pada semua tataran, meskipun sifat pada setiap kehadirannya di
dalam tataran tidak sama. Sebagai disiplin ilmu bahasa, semantik banyak
memberikan manfaat dalam kehidupan. Semantik lebih menitikberatkan pada
bidang makna dengan berpegang teguh pada acuan dan bentuk. Acuan dapat
bersifat kongret dan abstrak. Ilmu ini merefleksikan bidang ilmu masing-masing.
Bagi seorang yang bergelut dimedia cetak dan elektronik, kajian ilmu ini akan
digunakan karena bekerja di bidang ini selalu berhubungan dengan teks-teks yang
berhubungan dengan daftar pustaka.
11
Namun, sebelum Penulis membicarakan
persoalan ini lebih rinci lagi, penulis akan memaparkan hal-hal yang diperlihatkan
sebagai berikut:

11
Siti Kurratulaini, Analisis Semantik Terhadap Terjemahan al-Quran Juz 30, (Surat
al-Qadar, al-Alaq, al- Ikhlash) Studi Komparatif antara Terjemahan Hamka dan Mahmud Yunus,
(skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008),
hal. 33
13

1. Definisi dan Sejarah Semantik
Kata semantik berasal dari bahasa Yunani seme (kata benda) yang berarti
tanda atau lambang. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti menandai
atau melambangkan. Menurut Verhaar semantik adalah cabang sistematik
bahasa yang menyelidiki makna atau arti (dalam linguistik kedua istilah itu
lazimnya tidak dibedakan).
12
Kata semantik kemudian disepakati sebagai istilah
yang digunkan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-
tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Oleh karena itu, semantik dapat
diartikan dengan ilmu arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa:
fonologi, gramatikal dan semantik.
Istilah semantik baru muncul pada tahun 1894 M yang dikenal melalui
American Philological Association (Organisasi Filologi Amerika) dalam sebuah
artikel yang berjudul Reflected Meaning: A Point in Semantics. Istilah semantik
berpadanan dengan kata semantique dalam bahasa Perancis yang diserap dari
bahasa Yunani dan diperkenalkan oleh M. Breal.
13
Istilah ini sudah ada sejak abad
ke-17 SM bila dipertimbangkan melalui frase Semantic Philosophy.
14
Breal
melalui artikelnya yang berjudul Le Lois Intellectuelles du Langage
mengungkapkan istilah semantik sebagai bidang baru dalam keilmuan.
Semantik adalah penelitian makna kata dalam bahasa tertentu menurut sistem
penggolongan. Fatimah mengemukakan pendapatnya bahwa semantik adalah ilmu

12
J.W.M.Verhaar, Pengantar Linguistik, (Yogyakarta: Gajah Mada, 1995), cet. Ke-20,
hal. 9
13
Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), cet. Ke-2, hal. 3
14
T. Fatimah Djajasudarma, Semantik 1: Pengantar ke Arah Ilmu Makna, (Bandung:
Refika Aditama, 1999), hal.1
14

makna, membicarakan makna, bagaimana mula adanya makna sesuatu, bagaimana
perkembangannya, dan mengapa terjadi perubahan makna dalam sejarah bahasa.
Semantik pun dapat menampilkan sesuatu yang abstrak, dan apa yang
ditampilkan oleh semantik hanya sekedar membayangkan kehidupan mental
pemakai bahasa. Semantik ada hubungannya dengan sejarah, melibatkan sejarah
pemakaian bahasa (masyarakat bahasa).
15

Gagasan-gagasan orang Yunani-Romawi tentang kata dan penggunaannya jelas
mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap semantik modern, akan tetapi
tonggak pengerak atas munculnya sebuah ilmu tentang makna itu datang dari
mana-mana. Munculnya ilmu ini pada pertengahan abad ke-19 dan setidaknya
ditentukan oleh dua faktor. Pertama, munculnya ilmu filologi perbandingan, dan
lebih umum lagi munculnya ilmu linguistik dalam arti modern. Faktor kedua
adalah pengaruh gerakan Romantik dalam sastra.
16

2. Jenis Semantik
Pada abad kelima seorang filosof dari Neo-Platonis yaitu Proclus, melakukan
survai terhadap keseluruhan yang terdapat di dalam perubahan makna dan
membeda-bedakannya menjadi beberapa tipe dasar perubahan. Perubahan itu
meliputi, perubahan kultural, metafora, perluasan dan penyempitan makna dan
yang lainnya yang masih merupakan bagian semantik modern masa kini. Minat
para ahli pada zaman kuno tentang kata tidaklah terbatas pada perubahan makna

15
T. Fatimah Djajasudarma, Semantik 1: Pengantar ke Arah Ilmu Makna, (Bandung:
Refika Aditama, 1999), hal.14
16
Stephen Ullmann, Pengantar Semantik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal. 4.
15

saja. Mereka juga melakukan pengamatan yang tepat mengenai tingkah laku kata
kata dalam tutur yang sebenarnya. Sedangkan, Demokritus dengan jelas melihat
adanya dua jenis makna-jamak: ada sebuah kata yang mempunyai makna lebih
dari satu dan sekarang sering disebut dengan polisemi, dan sebaliknya, ada lebih
dari satu kata untuk satu gagasan atau makna dan sekarang sering disebut dengan
sinonimi.
17

Bila kita mengkaji semantik maka sudah barang tentu kita akan menemukan
jenis semantik yang sangat beragam. Namun untuk memudahkan pembahasan,
penulis akan menjelaskan dua model semantik yang kerap digunakan dalam kajian
ilmu bahasa. Pertama semantik leksikal, jenis semantik ini lazim digunakan dalam
ilmu semantik untuk menyebutkan satuan bahasa bermakna dan merupakan kajian
semantik yang lebih memuaskan pada pembahasan sistem makna yang terdapat
dalam kata. Verhaar (1983:9) berkata, Perbedaan antara leksikon dan gramatikal
menyebabkan bahwa dalam semantik kita bedakan pula antara semantik leksikal
dan semantik gramatikal.
18
Kedua, semantik gramatikal, semantik gramatikal
merupakan studi semantik yang khusus mengkaji makna yang terdapat dalam
satuan kalimat. Semantik gramatikal jauh lebih sulit untuk dianalisis.
19





17
Stephen Ullmann, Pengantar Semantik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal. 3.
18
Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), cet. Ke-2, hal. 74
19
Mansoer Pateda, Op. Cit, hal. 71.
16

B. Polisemi Sebagai Fenomena Semantik
1. Pengertian Polisemi
Polisemi merupakan suatu unsur fundamental di dalam tutur manusia yang
dapat muncul dalam berbagai cara, salah satunya adalah faktor dari bahasa asing.
Kata polisemi berasal dari bahasa Inggris, yaitu polysemy, yang berarti makna
ganda, sebuah kata yang dikelompokan dengan kata lain di dalam klasifikasi yang
sama berdasarkan makna yang berbeda.
Penulis mendapatkan beberapa pengertian polisemi dari beberapa linguis, para
ahli linguis mempunyai pendapat yang sejalan bahwa, polisemi itu adalah satu
kata yang memiliki makna lebih dari satu. Hal tersebut dapat kita simak dari
pendapat Lyons yang menyatakan bahwa polisemi (multiple meaning) is a
property of a single lexemes. Pateda mengatakan: it is also the case that same
word may have a set of different meanings; demikian ada juga ada yang
mengatakan, a word which have too (or more) related meanings adalah
polisemi.
20
Sementara itu, penulis lokal yaitu Suparno dalam buku Proyek
Pembinaan dan Peningkatan Mutu Tenaga Kerja Kependidikan bahwa polisemi
secara harfiah berarti banyak makna. Polisemi sebagai istilah berarti bermakna
banyaknya suatu kata atau tanda bahasa dengan catatan makna yang banyak itu
memiliki banyak hubungan antara satu dengan yang lainnya. Polisemi juga
merupakan satu ujaran dalam bentuk kata-kata yang mempunyai makna berbeda-

20
T. Fatimah Djajasudarma, Semantik 1: Pengantar ke Arah Ilmu Makna, (Bandung:
Refika Aditama, 1999), hal. 45
17

beda, tetapi masih ada hubungan dan kaitannya antara makna-makna yang
berlainan tersebut, maksudnya masih ada dalam satu bidang.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa polisemi
adalah leksem yang mengandung makna ganda. Karena kegandaan makna seperti
itulah maka pendengar atau pembaca ragu-ragu menafsirkan makna leksem atau
kalimat yang didengar atau dibacanya. Untuk menghindari kesalahpahaman sudah
barang tentu saja kita harus melihat terlebih dahulu konteks kalimatnya, atau kita
bisa bertanya lagi kepada si pembicara, apakah yang ia maksud.
Pengertian polisemi bertumpang tindih dengan pengertian homonimi, yaitu
kesamaan kata-kata yang berbeda.
21
Homonimi dan polisemi tumbuh oleh faktor
kesejarahan dan faktor perluasan makna. Berdasarkan dari pengumpulan data,
proses polisemi bukan hanya terjadi pada tataran morfologi itu sendiri, tetapi pada
tataran frase dan sintaksis, dalam hal morfologi, polisemi terjadi baik dalam hal
pelafalan maupun leksem itu sendiri.
2. Jenis-Jenis Polisemi
Di dalam bukunya Stephen Ullmann menjelaskan bahwasanya polisemi terdiri
atas lima jenis, empat di antaranya terletak pada bahasa yang bersangkutan
sedangkan yang satu lagi bersangkutan dengan munculnya pengaruh bahasa asing.
Maka penulis akan menyebutkan kelima jenis polisemi tersebut berdasarkan
pendapat Ullmann di antaranya adalah:

21
T. Fatimah Djajasudarma, Op. Cit, hal. 43
18

1. Pergeseran Penggunaan, pergeseran penggunaan terutama tampak
mencolok dalam penggunaan adjektiva karena adjektiva ini cenderung
berubah maknanya sesuai nomina yang diterangkan. Sebagian besar kata
muncul karena pergeseran penggunaan, walau faktor lain, seperti
penggunaan kias, mungkin saja ikut berperan. Pergeseran dalam
penggunaan ini merupakan pelaku utama di belakang banayaknya jumlah
makna dengan penggunaan kias sebagai suatu faktor penyumbang yang
penting. Contoh dalam bahasa Indonesia, verba makan yang semula
hanya untuk manusia dan binatang, itu pun dengan cara dan proses yang
berbeda-beda, misalnya makan ayam, makan bebek, makan asam garam,
makan suap.
2. Spesialisasi dalam Lingkungan Sosial. Breal mengemukakan bahwa
dalam setiap situasi, dalam setiap lingkungan dagang dan profesi, atau
suatu gagasan tertentu. Orang dapat menemukan sekian banyak contoh
kata-kata yang mempunyai makna umum dalam bahasa sehari-hari dan
makna khusus dalam suasana terbatas:maju, jatuh dikalangan
mahasiswa;aman, sepi, panen dikalangan perdagangan.
3. Bahasa Figuratif (kiasan), sudah dikemukakan bahwa metafora dan kias-
kias lainnya merupakan faktor penting dalam motivasi dan dalam
overtone emotif. Sebuah kata dapat diberi dua atau lebih pengertian yang
bersifat figuratif tanpa menghilangkan makna orisinalnya: makna yang
lama dan makna yang baru akan tetap berdampingan selama tidak terjadi
kekacauan makna. Metafora muncul atas dasar adanya kesamaan-
kesamaan bukanlah satu-satunya penyebab polisemi. Metonimi, yang
munculnya tidak didasarkan atas kesamaan melainkan didasarkan atas
kaitan-kaitan tertentu antara dua buah makna, bisa juga bertindak sebagai
metafora. Contohnya, dewan tidak hanya menunjuk kepada meja
untuk siding, melainkann juga untuk orang-orang anggota dewan yang
duduk disekitar meja itu.
4. Homonim-Homonim yang Diinterprestasikan Kembali, jika dua kata
mempunyai bunyi yang identik dan perbedaan maknanya tidak begitu
besar, kita cenderung untuk memandangnya sebagai dua kata dengan dua
pengertian. Secara historis, ini adalah masalah homonimi karena dua kata
itu berasal dari sumber-sumber yang berbeda. Apa yang dulunya
homonimi, kemudian diinterprestasikan sebagai polisemi karena
ketidaktahuan aka nasal-usul kata yang berhomonimi itu. Dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia karya Poerdarminta, homonimi ditunjukan
dengan menggunakan angka Romawi besar (I, II, dst,.) sedangkan
polisemi ditunjukan dengan menggunakan angka Arab (1, 2, 3, dst).
Angka Romawi ditulis secara berurut secara vertikal, sedangkan angka
Arab ditulis secara horizontal.
5. Pengaruh Asing, salah satu masuknya pengaruh asing ke dalam suatu
bahasa adalah dengan mengubah makna yang ada dalam suatu kata asli.
19

Contohnya, taste, misalnya, mempunyai dua makna pokok, yaitu
mencicipi rasa sesuatu dan kearifan dan penghargaan terhadap
keindahan.
22

Di antara lima jenis polisemi yang telah Penulis sebutkan di atas penulis bisa
mengatakan bahwa ketiga jenis pertama, yaitu pergeseran penggunaan,
spesialisasi makna, dan penggunaan kiasan, adalah jenis-jenis yang paling
penting; yang keempat (yaitu interpretasi kembali atas homonim) sangat jarang
terjadi, dan yang kelima (peminjaman makna) meskipun cukup umum terjadi
dalam situasi-situasi tertentu, bukanlah merupakan proses biasa dalam kehidupan
sehari-hari.
Para filosof beramai-ramai mengemukakan bahwa polisemi itu merupakan
kelemahan bahasa dan merupakan hambatan besar dalam komunikasi dan bahkan
dalam kejelasan pikir. Akan tetapi, Breal melihat bahwa dalam kemultigandaan
makna ada suatu tanda keagungan bahasa itu. Polisemi merupakan faktor ekonomi
dan fleksibilitas dalam bahasa yang tak ternilai harganya.
Kadang-kadang sangat sulit untuk membedakan antara polisemi dan
homonimi. Akan tetapi, hal ini tidak mengherankan karena dua istilah ini
berhubungan dengan makna dan sekaligus dengan bentuk.
23

3. Pengertian Homonimi
Dibandingkan dengan polisemi, homonimi tidak begitu sering terjadi dan tidak
begitu kompleks, walaupun efeknya mungkin lebih serius dan bahkan lebih

22
Stephen Ullmann, Pengantar Semantik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal. 202-
210.
23
Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), cet. Ke-2, hal. 219
20

dramatis dalam fenomena semantik. Istilah homonimi (Inggris: homonymy)
berasal dari bahasa Yunani Kuno, onoma diartikan nama dan homos diartikan
sama. Secara harfiah, homonimi adalah nama sama untuk benda yang berlainan.
24

Menurut T. Fatimah Djajasudarma, kata homonimi adalah hubungan makna dan
bentuk bila dua buah makna atau lebih dinyatakan dengan sebuah bentuk yang
sama (homonimi sama nama atau sering disebut juga dengan homofoni sama
bunyi. Sedangkan Kushartanti mengatakan bahwasannya homonimi adalah relasi
makna antarkata yang ditulis sama atau dilafalkan sama, tetapi maknanya berbeda.
25

Seorang ahli linguis lainnya seperti John Lyons mengatakan dalam buku
Bahasa dan Linguistik Suatu Pengenalan, mengatakan homonimi adalah
pendekatan yang berbeda tetapi mempunyai bentuk yang sama. Sedangkan,
menurut Aminuddin dalam buku Semantik Pengantar Studi tentang Makna
mengatakan, bahwa homonimi tersebut adalah beberapa kata yang memiliki
bentuk ujaran yang sama, tetapi memiliki makna yang berbeda-beda.
Berdasarkan pendapat Ullmann homonimi bisa terjadi disebabkan oleh tiga
cara, di antaranya adalah:
26

1. Konvergensi Fonetis
Umumnya homonimi seringkali dijumpai dengan timbulnya konvergensi
fonetis (pemusatan atau perpaduan bunyi). Karena pengaruh bunyi yang
ada maka dua atau tiga kata yang semula berbeda bentuknya, lalu
menjadi sama bunyinya dalam bahasa lisan atau bahkan sampai dengan

24
Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 211
25
Kushartanti, Pesona Bahasa; Langkah Awal Memahami Linguistik, ( Jakarta:Gramedia
Pustaka Utama, 2007), hal. 118
26
Stephen Ullmann, Pengantar Semantik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal. 223
21

bahasa tulisannya. Misalnya, seri bermakna rangkaian atau deretan
dan seri pohon ceri
2. Divergensi Makna
Perkembangan makna yang menyebar (divergen) juga bisa
menimbulkan homonimi. Jika dua buah makna atau lebih (polisemi) dari
sebuah kata berkembang ke arah yang berbeda, maka di sana tidak akan
jelas lagi hubungan antara makna-makna itu, dan kesatuan kata itu
menjadi rusak, dan polisemi berubah menjadi homonimi. Dalam
beberapa hal ada kriteria yang memadai untuk menentukan homonimi.
Perbedaan ejaan mungkin memang tidak pasti dalam menyelesaikan
masalah, namun dalam hal ini ada kaitan dengan faktor-faktor lain, hal
ini menunjukkan bahwa kata itu sudah tidak lagi dianggap sebagai
sebuah satuan. Kriteria lain yang kadang-kadang dapat menentukan
homonimi atau bukan homonimi adalah rima. Kriteria semacam ini
memang sangat menolong dalam beberapa hal tetapi tetap tidak dapat
menyelesaikan masalah seluruhnya. Misalnya, flower bermakna bunga
dan flour tepung.
27

3. Pengaruh Asing
Banyaknya kata asing yang masuk ke dalam suatu bahasa sangat
mungkin menimbulkan homonimi dalam bahasa Inggris dan dalam
bahasa-bahasa lainnya. Pengaruh bahasa asing dapat juga membawa ke
arah homonimi lewat peminjaman makna (semantic borrowing), ini
memang proses yang jarang terjadi. Misalnya, butir barang yang kecil-
kecil atau kata bantu bilangan (sebutir kelapa), sekarang dipakai juga
untuk mengacu konsep yang datang dari bahasa Inggris, item butir tes.
4. Batasan-batasan Antara Polisemi dan Homonimi
Untuk memahami batas antara kasus homonimi dan polisemi atau sebaliknya
polisemi dengan homonimi, Palmer, mengungkapkan perlu adanya sejumlah hal
yang patut diperhatikan, yakni:
a) Melihat kamus dan memahami etimologinya sebagai pemakai bahasa
dapat memahami makna dasar setiap kata yang batas polisemi dan
homoniminya rancu. Dengan mengetahui makna dasarnya, diharapkan

27
Stephen Ullmann, Pengantar Semantik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal. 228
22

kita dapat menetapkan apakah bentuk kebahasaan itu termasuk polisemik
ataukah homonim. Dengan memahami etimologinya, misalnya pada
bentuk lik dan dhe, seseorang akan segera memahami bahwa kedua
bentuk itu bukan polisemik melainkan homonim.
b) Memahami konteks pemakainnya. Apabila bentuk kebahasaanya itu
digunakan sebagai metafor, misalnya dapat dipastikan bahwa kehadiran
maupun makna di dalamnya bukan akibat polisemi maupun homonim,
melainkan akibat pemindahan makna yang secara individual dilakukan
oleh penutur. Meskipun demikian, patut pula diperhatikan bahwa gaya
bahasa individual itu bisa menjadi umum, misalnya: bentuk tanyakan
pada rumput yang bergoyang yang secara umum dapat diberi makna
sama sekali tidak tahu, tidak mau tahu, atau sekedar member tahu
pertanyaan itu tidak lucu. Dalam hal itu, bentuk metaforis telah termasuk
ke dalam polisemi.
c) Melihat makna inti atau core of meaning. Apabila bentuk yang semula
rancu harus dinamai polisemik atau homonimi dapat ditentukan makna
intinya, kedudukan akhirnya dapat ditentukan. Memiliki makna inti
berarti polisemik, dan apabila memiliki makna inti berbeda berarti
homonimi.
d) Mengkaji hubungan strukrulanya. Dengan melihat bahwa kata syah dan
sah memiliki relasi struktural dengan kolokasi yang jauh berbeda, dapat
ditentukan bahwa bentuk itu adalah homonim.
23

5. Perbedaan Antara Homonimi dan Polisemi
Palmer mengemukakan cara untuk membedakan polisemi dari homonimi
caranya yaitu:
a) Penelusuran secara etimologis. Misalnya bentuk pupil yang bermakna
murid atau mahasiswa yang tidak langsung berhubungan dengan pupil of
the eye yang bermakna biji mata, tetapi secara historis dianggap berasal
dari bentuk yang sama.
b) Mencari makna ini. Misalnya kata tangan yang biasa dihubungkan
dengan bagian anggota badan. Tetapi dalam perkembangannya, terdapat
urutan tangan kursi, dan terdapat urutan kaki tangan musuh.
c) Mencari antonimnya. Maksudnya, kalau antonimnya sama, maka kita
berhadapan dengan polisemi, dan kalau antonimnya berbeda, kita
berhadapan dengan homonimi. Misalnya, kata indah yang dapat
digunakan untuk rumah, baju, pemandangan. Antonimi kata indah
adalah buruk. Kata buruk dapat digunakan untuk baju, pemandangan.
Dengan demikian kata indah bermakna ganda atau polisemi.
d) Alasan formal. Contoh, dalam bahasa Perancis terdapat bentuk poli yang
bermakna tingkah laku yang halus, baik yang dihubungkan dengan
makna literer, maupun makna kiasan.
28

6. Polisemi dan Perubahan Makna
Bahasa mengalami perkembangan, perkembangan bahasa pun mempengaruhi
perkembangan makna di dalam perkembangan makna selalu mencakup segala hal
tentang makna yang berkembang, berubah, dan bergeser. Dan di dalam hal ini
pula, perkembangan meliputi beberapa hal tentang perubahan makna, baik yang
meluas, menyempit atau yang bergeser maknanya. Gejala perubahan makna
sebagai akibat dari perkembangan makna oleh para pemakai bahasa. Bahasa
berkembang sesuai dengan perkembangan pikiran manusia.

28
Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), cet. Ke-2, hal, 221-
222
24

Seperti yang dinyatakan sebelumnya, ada beberapa faktor yang mengakibatkan
sebuah makna akan berubah dari makna aslinya. Semua itu diakibatkan karena
adanya perkembangan bahasa. Perubahan makna dengan mudah bisa terjadi
karena berbagai faktor-faktor berikut ini, antara lain:
a) Menurut Meillet, bahasa itu dialihkan secara turun-temurun dalam suatu
cara yang tak berkesinambungan dari generasi yang satu ke generasi
berikutnya. Sebagian besar dari beberapa linguis menyetujui bahwa ini
merupakan salah satu faktor yang sangat penting, meskipun sangat sulit
dalam membuktikan bahwa suatu perubahan dapat terjadi hanya dalam
bahasa anak-anak.
b) Sumber perubahan makna yang lain adalah kekaburan makna. Berbagai
kekaburan makna di antaranya yaitu sifat generik kata, banyaknya aspek
dalam kata, kurangnya keakraban, tidak adanya batas makna yang jelas-
semua itu mempermudah bergesernya penggunaan.
c) Hilangnya motivasi juga merupakan faktor yang menyebabkan
perubahan makna.
d) Adanya polisemi menunjukkan unsur kelenturan dalam bahasa. Tidak ada
kata akhir untuk suatu perubahan makna: sebuah kata dapat memperoleh
makna baru, atau sejumlah makna baru, tanpa kehilangan makna aslinya.
Biasanya polisemi hanya dipakai oleh seseorang pada sebuah konteks.
25

e) Banyak perubahan makna berasal dari adanya konteks bermakna ambigu
(ambiguous contexts) di mana sebuah kata tertentu dipakai dalam dua
makna, sementara makna ujaran secara keseluruhan tetap tak
terpengaruh.
f) Struktur kosakata merupakan faktor yang paling terpenting dari faktor-
faktor yang umum yang menyebabkan perubahan makna terjadi.
7. Sebab-Sebab Perubahan Makna
Perubahan makna bisa disebabkan oleh berbagai sebab; ada yang menyebut
tidak kurang dari 31 kemungkinan. Ada sebab-sebab yang mungkin unik untuk
suatu kasus, yang hanya bisa dibangun hanya dengan merekonstruksi keseluruhan
semua latar belakang sejarahnya, tetapi bisa pula karena sebab-sebab umum.
Enam sebab di antaranya yaitu:
29

1. Sebab-sebab yang bersifat kebahasaan
Dalam hal ini Breal pernah mengemukakan adanya proses penularan
(contagion), dalam arti makna sebuah kata mungkin dialihkan kepada
kata yang lain hanya karena kata-kata itu selalu hadir bersama-sama
dalam banyak konteks.
2. Sebab-sebab historis
Sering terjadi bahwasannya bahasa itu lebih konservatif daripada
peradaban material maupun moral. Objek atau benda, lembaga, gagasan,
konsep ilmiah, selalu berubah sepanjang waktu.
3. Sebab-sebab sosial
Sebuah kata semula dipakai dalam arti umum kemudian dipakai dalam
bidang khusus, misalnya dipakai dalam istilah perdagangan atau

29
Stephen Ullman, Pengantar Semantik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal. 251-
262
26

kelompok terbatas yang lain, kata itu cenderung memperoleh makna
yang terbatas.
4. Faktor psikologis
Perubahan makna yang secara psikologis lebih menarik adalah yang
bersumber pada unsur atau yang berkecendrungan yang berakar dalam
jiwa penutur. Dalam studi makna ada dua sebab semacam itu yang
ditekankan hanya faktor emotif dan tabu.
5. Pengaruh asing sebagai penyebab perubahan makna; Banyak perubahan
makna disebabkan oleh pengaruh suatu model asing.
6. Kebutuhan akan makna baru
Cepatnya kemajuan ilmu dan teknologi masa kini makin meningkatkan
tuntutan pada sumber-sumber kebahasaan, dan kemungkinan-
kemungkinan metafora dan jenis-jenis perubhan makna yang lain
menjadi sangat dieksploatasi.

C. Konsep Umum Terjemahan
1. Definisi Terjemahan
Definisi terjemah secara luas adalah semua kegiatan manusia dalam
mengalihkan makna atau pesan baik verbal maupun nonverbal, dari suatu bentuk
ke bentuk yang lainnya.
30

Eugene A. Nida mendefinisikan penerjemahan sebagai kegiatan menghasilkan
kemsbali di dalam bahasa penerima barang yang sedekat-dekatnya dan
sewajarnya, sepadan dengan pesan dalam bahasa sumber, pertama-tama
menyangkut maknanya dan kedua menyangkut gayanya.
31


30
Suhendra Yusuf, Teori Terjemah; Pengantar ke Arah Pendekatan Linguistik dan
Sosiolinguistik, (Bandung : TPA, 1994), cet. I, hal. 8
31
A. Widyamartaya, Seni Menerjemahkan, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), hal. 11
27

Savory (1968) mengemukakan hakikat penerjemahan di dalam bukunya The
Art of Translation dengan menerjemahkan menjadi mungkin dengan adanya
gagasan yang sepadan dibalik ungkapan verbal yang berbeda.
Newmark, seperti yang dikutip oleh Rochyah Machali, mengatakan, bahwa
yang dimaksud dari penerjemahan adalah rendering the meaning of a text into
another language in the way that the author intended the text. Menerjemahkan
makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan yang dimaksudkan
pengarang.
32

J. Levy, agak berlainan dari Newmark dalam menyatakan definisi
penerjemahan. Yang ia tonjolkan adalah terjemah sebagai salah satu keterampilan,
di mana kejelasan dari penerjemah tampak tercermin dalam opininya. Dalam
bukunya Translation as A Decision Process, seperti yang dikutip Nurrachman
Hanafi, menyatakan translation is a creative process with always leaves the
translater a freedom of choice between several approximately equivalent
possibilities of realizing situational meaning. Terjemahan merupakan proses
kreatif yang memberikan kebebasan bagi penerjemah buat memilih padanan yang
dekat dalam mengungkapkan makna yang sesuai dengan situasi.
33

Az-Zarqani mengemukakan bahwa secara etimologi istilah terjemah memiliki
empat makna: (a) menyampaikan tuturan kepada orang yang tidak menerima
tuturan itu. (b) menjelaskan tuturan dengan bahasa yang sama, misalnya bahasa

32
Rochyah Machali, Pedoman Bagi Penerjemahan, (Jakarta: PT. Grasindo, 2000), cet.
Ke-1, hal.5
33
Nurrachman Hanafi, Teori dan Seni Menerjemahkan, (Flores: Nusa Indah, 1986), cet.
Ke-1, hal.24

28

Arab dijelaskan dengan bahasa Arab atau bahasa Indonesia dijelaskan dengan
bahasa Indonesia pula. (c) menafsirkan tuturan dengan bahasa yang berbeda,
misalnya bahasa Arab dijelaskan dengan bahasa Indonesia atau sebaliknya. (d)
memindahkan tuturan dari satu bahasa ke bahasa lain, seperti mengalihkan bahasa
Arab ke bahasa Indonesia, karena itu penerjemah disebut pula pengalih bahasa.
34

Berdasarkan penjelasan di atas, definisi-definisi tersebut, memperlihatkan
adanya satu karakteristik yang menyatukan kelima makna terjemahan tersebut,
yaitu bahwa menerjemahkan berarti menjelaskan dan menerangkan tuturan, baik
penjelasan itu sama dengan tuturan yang dijelaskannya maupun berbeda.
2. Jenis-jenis Terjemahan
Istilah metode berasal dari bahasa Inggris yaitu method. Dalam Macquarie
Dictionary (1982), metode didefinisikan sebagai:Way of doing something,
especially in accordance with a definitc plan atau suatu cara untuk melakukan
sesuatu, terutama yang berkaitan dengan rencana (tertentu).
35

Ada beberapa metode dan jenis terjemahan yang diterapkan dalam praktik
menerjemahkan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor:
a. Adanya perbedaan beberapa sistem antara beberapa bahasa sumber dan
bahasa sasaran.
b. Adanya perbedaan jenis materi teks yang diterjemahkan.

34
Shihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia : Teori dan Praktek, (Bandung:
Humaniora, 2005), cet. Ke-1, hal. 8
35
Rochaya Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, (Jakarta: Grasindo, 2000), hal. 23
29

c. Adanya anggapan bahwa terjemahan adalah alat komunikasi.
d. Adanya perbedaan tujuan dalam menerjemahkan suatu teks.
Dalam proses menerjemahkan yang sesungguhnya, keempat faktor tersebut
tidak selalu berdiri sendiri, dalam artian bahwa ada kemungkinan seseorang
penerjemah menetapkan dua jenis atau tiga jenis penerjemahan sekaligus dalam
proses penerjemahan sebuah teks.
36

Pada umumnya terjemahan terbagi atas dua bagian besar: terjemahan harfiah
(literal translation) dan terjemahan yang tidak harfiah atau bebas (non-literal
translation dan free translation).
3. Prinsip-prinsip Terjemahan
Para ahli tejemah memberikan prinsip-prinsip dasar bagi seorang penerjemah
secara berbeda, namun penulis lebih cenderung memilih pendapat Ian Finlay,
seperti yang dikutip Suhendra Yusuf, sebagai landasan teoritis karena
pendapatnya lebih komperehensif dibandingkan dengan yang lain. Prinsip-prinsip
tersebut adalah:
a. Memiliki pengetahuan bahasa sumber yang sempurna dan up-to date.
b. Mengetahui terminologi padanan terjemahan di dalam bahasa sasaran.
c. Berkemampuan mengekspresikan, mengapresiasikan, merasakan gaya,
irama, nuansa dan register kedua bahasa sumber dan bahasa sasaran. Hal

36
M. Rudolf, Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1949)
cet. Ke-1, hal. 29
30

demikian akan sangat membantu menciptakan mood atau keadaan yang
diinginkan penulis aslinya.
37

Keempat prinsip tersebut penulis anggap sudah mewakili prinsip-prinsip
penerjemahan yang ditawarkan oleh para pakar lainnya. Karena tanpa
pengetahuan yang terdepan seorang penerjemah akan menghadapi kesulitan dalam
memahami objek-objek terjemah apalagi bila objek itu merupakan studi-studi
baru. Namun begitu, walau seorang penerjemah memiliki banyak pengetahuan
tetapi tidak memahami objek terjemahannnya juga akan mustahil terjadi proses
penerjemahan. Ditambah lagi, apalagi ia mengetahui padanan terminologi-
terminologi objek penerjemahannya maka hasil terjemahannya semakin
sempurna. Akhirnya, walau seorang penerjemah memiliki ketiga prinsip
penerjemahan sebelumnya, tapi ia tidak mampu mengapresiasikannya dalam
bentuk tulisan (terjemahan) maka semua kerja kerasnya juga akan sia-sia. Itulah
kiranya yang dibutuhkan seorang penerjemah dalam proses menerjemahkan.
D. Penerjemahan al-Quran
1. Definisi penerjemahan al-Quran
Secara harfiah, terjemah berarti menyalin atau memindahkan sesuatu
pembicaraan dari suatu bahasa ke bahasa lain.
38


37
Suhendra Yusuf, Teori Terjemahan Pengantar ke Arah Pendekatan linguistik dan
Sosiolinguistik, (Bandung: Mandar Maju, 1994), cet. Ke-1, hal. 66
38
Tim Penyusunan Kamus Pusat Pembinaan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan , Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal. 938
31

Menurut Muhammad Husain al-Dzahabi, kata terjemah digunakan untuk dua
macam pengertian yaitu:
a. Mengalihkan atau memindahkan suatu pembicaraan dari satu bahasa ke
bahasa lain, tanpa menerangkan makna bahasa yang diterjemahkan.
b. Menafsirkan suatu pembicaraan dengan menerangkan maksud yang
terkandung di dalamnya, dengan menggunakan bahasa lain.
Apa yang telah diungkapkan di atas dapat disimpulkan bahwa terjemah adalah
memindahkan bahasa sumber kebahasa sasaran dengan memperhatikan maksud
yang terkandung di dalam bahasa sumber atau dengan kata lain mengalih
bahasakan serangkaina pembicaraan dari bahasa satu ke bahasa lainnya, dengan
tujuan memahami maksud yang terkandung di dalam bahasa asal.
Pada intinya, pengertian terjemahan al-Quran sama dengan terjemahan secara
umum. Namun, dalam menerjemahkan al-Quran, penerjemah hendaknya
menguasai ilmu yang berkaitan dengan Ulumul Quran.
Terjemah al-Quran yakni memindahkan, menginterprestasikan al-Quran dari
bahasa sumber, yaitu bahasa Arab, kepada bahasa sasaran, yaitu bahasa yang
bukan bahasa Arab dan mencetak terjemahan ini ke dalam beberapa naskah agar
dapat dibaca oleh orang yang tidak mengerti bahasa Arab sehingga ia dapat
memahami maksud kitab Allah SWT dengan perantara terjemah ini.
39



39
Mohammad Aly Ash Shabuny, Pengantar Study al-Quran, (Bandung : At-Tibyan Al-
Maarif, 1984), cet. I, hal. 276
32

2. Syarat Penerjemahan al-Quran
Seorang penerjemah yang ingin memahami sebuah ilmu terdahulu ia harus
mempelajari ilmu itu sedetail mungkin, sampai ia menuju pada tingkat ahli dalam
disiplin ilmu yang diinginkan. Al-Quran adalah tugas suci dan ilmiah yang sangat
berat, karena yang diterjemahkan adalah al-Quran. Dengan begitu ada beberapa
ulama yang tidak menerjemahkan al-Quran, mengapa?. Sebab, kekhawatiran
mereka sebenarnya merupakan sikap kehati-hatian dan suatu rasa tanggung jawab
terhadap kitab sucinya dari penyelewengan yang tidak diinginkan.
Hal ini menghasilkan keanekaragaman penerjemahan maupun penafsiran.
Bahkan orang terdekat nabi (sahabat) sering berbeda pendapat dalam
menerjemahkan dan menafsirkan serta menangkap firman-eirman Allah SWT.
40

Kegiatan menerjemah, apalagi menerjemahkan al-Quran ke dalam bahasa
Asing, bukan merupakan perbuatan mudah yang dilakukan oleh sembarangan
orang kecuali orang-orang yang berminat dan berbakat untuk menjadi seorang
penerjemah. Untuk menerjemahkan al-Quran dalam bahasa-bahasa lain, maka
penulis menyamakan kedudukan seorang mutarjim dengan seorang mufasir,
sehingga harus memenuhi beberapa syarat yang sama dengan seoranf mufasir
yaitu sebagai berikut:
a. Penerjemah dan penafsir haruslah seorang muslim, sehingga keIslamannya
dapat dipertanggungjawabkan.

40
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, (Bandung : Mizan, 1997), hal. 75
33

b. Penerjemah dan penafsir haruslah memiliki itikad yang benar dan
mematuhi segala ajaran agama.
c. Penerjemah dan penafsir haruslah seorang yang adil dan tsiqah.
Karenanya, seorang fasik tidak diperkenankan menerjemahkan al-Quran.
d. Penerjemah dan penafsir haruslah menguasai bahasa sasaran dengan teknik
penyusunan kata. Ia harus mampu menulis ke dalam bahasa sasaran yang
baik.
e. Penerjemah dan penafsir haruslah berpegang teguh pada prinsip-prinsip
penafsiran al-Quran dan memiliki kriteria sebagai mufasir, karena
penerjemah pada hakikatnya adalah seorang mufasir.
f. Penerjemah dan penafsir haruslah menguasai ilmu-ilmu yang diperlukan
dalam penafsiran dan penerjemahan yaitu :
1. Ilmu bahasa Arab (menguasai mufradat/kosakata)
2. Ilmu Nahwu (tata bahasa Arab)
3. Ilmu Sharaf (bentuk kosa kata)
4. Ilmu al-Isytiqaq (asal-usul kosakata)
5. Ilmu Balaghah
6. Ilmu Qiraah
7. Ilmu Ushuludin
8. Ilmu Ushul Fiqh
9. Ilmu Asbabul Nuzul
10. Ilmu Fiqh
34

11. Ilmu Hadits
12. Ilmu al-Mauhibah
13. An-Nasikh dan al-Mansukh
41

Sedangkan menurut Hamka, persyaratan dari penafsir adalah:
a) Mengetahui bahasa Arab dengan pengetahuan yang dapat
dipertanggungjawabkan, supaya dapat mencapai makna sejelas-jelasnya.
b) Jangan menyalahi dasar yang diterima dari Nabi Muhammad SAW.
c) Jangan berkeras urat leher, mempertahankan satu mazhab pendirian, lalu
dibelok-belokkan maksud ayat yang dipertahankan.
d) Niscaya ahli pula dalam bahasa tempat dia ditafsirkan.
42

3. Metode penerjemahan al-Quran
Penerjemahan itu berarti memindahkan suatu masalah dari suatu bahasa ke
dalam bahasa lain, maka teks yang sudah diterjemahkan itu bersifat penafsiran
atau penjelasan. Karenanya, ketika kita menerjemahkan ke dalam bahasa yang
dituju, kita harus terlebih dahulu memilih artikulasi yang akurat untuk
memperoleh pemahaman yang akurat seperti yang diinginkan oleh bahasa aslinya.
Hal ini dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:
a. Penerjemahan tekstual adalah menerjemahkan setiap kata dari bahasa
aslinya ke dalam kata dari bahasa penerjemah. Dalam terjemahan seperti

41
Abd. Al-Hayy, al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhuiy, Ter. Suryan A. Jamrah, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1996), hal. 7-10
42
Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz. 1, (Jakarta: Pustaka Panjimas)
35

ini sangat sulit sekali, karena menemukan kata-kata yang sama, dengan
kriteria-kriteria yang sama dalam dua bahasa asli merupakan pekerjaan
yang tidak mudah.
b. Penerjemahan bebas dalam metode ini, penerjemah berusaha
memindahkan suatu makna dari suatu wadah ke wadah yang lain, dengan
tujuan mencerminkan makna awal dengan sempurna.
c. Penerjemahan dengan metode penafsiran, metode ini menjelaskan dan
menguarikan masalah yang tercantum dalam bahasa asli dengan
menggunakan bahasa yang dikehendaki. Penerjemahan dengan metode
tekstual sama sekali tidak bagus, karena tidak mungkin digunakan dalam
pembahasan panjang.








36

BAB III
BIOGRAFI HAMKA DAN QURAISH SHIHAB

A. Mengenal Sosok Mufasir Hamka
1. Riwayat Hidup Hamka dan Aktivitas Keilmuan
Hamka adalah singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Panggilan
kecilnya adalah Abdul Malik. Ia dilahirkan pada tanggal 16 Februari 1908 di
Manijuratau lebih tepatnya lahir pada tanggal 13 Muharram 1362, di sebuah desa
tanah Sirah, di tepi danau Maninjau Sumatra Barat. Ayahnya bernama Syeikh Haji
Abdul Karim Amrullah yang terkenal dengan sebutan Haji Rasul. Dia adalah
seorang pelopor gerakan pemuda Minangkabau.
43
Beliau diberi sebutan Buya,
yaitu panggilan buat orang Minangkabau yang berasal dari kata abi, abuya dalam
bahasa Arab, yang berarti ayah kami, atau seorang yang dihormati.
Pada tahun 1916, ketika Zainuddin Labai El-Yunusi mendirikan sekolah
Diniyah petang hari di Pasar Usang Padang Panjang, Hamka dimasukkan oleh
ayahnya ke sekolah ini. Pada pagi hari, Hamka pergi ke sekolah sekolah desa, sore
harinya pergi belajar ke Sekolah Diniyah,
44
dan pada malam hari berada di surau
bersama teman-teman sebayanya. Inilah putaran kegiatan Hamka sehari-hari
ketika ia masih kecil. Putaran kegiatan yang dirasakan oleh Hamka sebagai
sesuatu yang tidak menyenangkan, sangat mengekang masa kanak-kanaknya.
Kondisi terkekang ini kemudian ditambah dengan sikap ayahnya yang

43
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Icthar Baru Van
Hoeve, 1993), hal. 75
44
M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar: Sebuah Telaah Atas
Pemikiran Hamka dalam Teologi Islam, (Jakarta: Penamadani, 2004), cet. Ke-4, hal. 40
37

otoriter
45
sebagai ulama yang disegani pada waktu itu, berakibat menimbulkan
perilaku yang menyimpang
46
dalam pertumbuhan Hamka. Itulah sebabnya, ia
sebagai seorang anak nakal. Hal ini dibenarkan oleh A. R. Sutan Mansur, orang
yang sangat berpengaruh dalam pribadi Hamka sebagai seorang mubaligh.
47

Pada tahun 1918, Hamka dikhitan dan di waktu yang sama, ayahnya kembali
dari perlawatan pertamanya ke tanah Jawa. Surau Jembatan Besi, tempat Syekh
Abdul Karim Amrullah memberikan pelajaran agama dengan sistem lama, di ubah
menjadi madrasah yang kemudian dikenal dengan nama Thawalib School.
Dengan cita-cita agar anaknya kelak menjadi ulama seperti dia, ayah Hamka
memasukkan Hamka ke dalam Thawalib School, sedangkan disekolah desa
Hamka berhenti.
Berbicara tentang Hamka, maka tidak lepas pembicaraan kita tentang latar
belakang di mana tokoh tersebut dilahirkan, baik dari kondisi sosial masyarakat
ataupun letak geografisnya. Kalau diperhatikan keberhasilan Hamka sebagai
seorang yang pandai dan terkenal tidaklah mengherankan, seperti kata pepatah
buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Seperti itulah Hamka dikenal, Hamka
dilahirkan dari keluarga yang memiliki pengetahuan keagamaan yang kuat serta
disegani dalam lingkungannya. Kakeknya seorang ulama dan tokoh masyarakat
yang dihormati, begitu juga ayahnya yang seorang ulama dan tokoh masyarakat

45
M. Yunan Yusuf, Op. Cit, hal. 40
46
Hamka tumbuh menjadi seorang anak yang nakal, pernah mencuri ayam bersama
teman-teman sebayanya, suka berkelahi dan dikenal sebagai anak yang pemberani di kampung
halamannya. Lihat Leon Agusta, Di Akhir Pementasan yang Rampung, disebut dalam Nadir
Tamara, Buntaran Sanusi, dan Vincent Jauhari, Hamka di Mata Hati Umat, Sinar Harapan,
Jakarta, 1984.
47
Panitia Peringatan Buku 70 tahun Buya Hamka, Kenang-Kenangan 70 Tahun Buya
Hamka, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1983), hal. xiii
38

yang memiliki pengetahuan dan pemikiran yang luas. Ini dapat dilihat dari
aktifitasnya dalam berbagai organisasi yang diikutinya.
Pada akhir abad ke-19 dan petengahan abad ke-20 Haji Abdul Karim
Amrullah (Ayah Hamka) dan ketiga tokoh lainnya antara lain yaitu Syekh Taher
Jalalaludin, Syekh Muhammad Jamil Djambek, dan Haji Abdullah Ahmad
melepori sebuah gerakan kebangkitan yang dikenal dengan sebutan kaum muda.
Gerakan ini ditandai dengan munculnya berbagai publikasi, sekolah serta
organisasi yang dikelola secara modern.
48

Organisasi ini dikatakan organisasi pemuda, karena alasannya adalah bahwa
pendirinya adalah kaum muda. Usia para pendiri ini belum sampai pada usia 40
tahun. Ayah Hamka sendiri, Tuan Rasul, usianya waktu itu kira-kira baru 30
tahun. Sedangkan ulama-ulama yang mempertahankan tarikat di tanah tersebut,
kebanyakan mereka berusia 40-50 tahun dan relatif dibilang para golongan tua.
Pada tahun 1941, ayahnya diasingkan Belanda ke Sukabumi karena fatwa-
fatwanya dianggap mengganggu keamanan dan keselamatan umum. Dan akhirnya
ayahnya meninggal di Jakarta pada tanggal 21 Juni 1945, tepatnya dua bulan
sebelum Proklamasi. Ibunya bernama Siti Safiyah dan ayah dari ibunya bernama
Gelanggang gelar Bagindo nan Batuah. Dikala mudanya terkenal sebagai guru
tari, nyanyian dan pecak silat.

48
M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar: Sebuah Telaah Atas
Pemikiran Hamka dalam Teologi Islam, (Jakarta: Penamadani, 2004), cet. Ke-4, hal. 32
39

Ketika Hamka berusia 21 tahun, setelah kembali dari perjalanan ke Mekkah, ia
dikawinkan oleh ayahnya dengan seorang perempuan bernama Siti Raham yang
berusia 15 tahun pada tanggal 5 April 1969 di Jakarta.
2. Karya-Karya Hamka
Hamka adalah pengarang yang paling banyak tulisannya tentang agama
Islam. Hamka memang termasuk penulis yang produktif, yang jumlah karyanya
sangat banyak dan selalu bernafaskan Islam. Banyak sastrawan lain yang jumlah
karyanya cukup banyak, tetapi Hamkalah yang paling banyak. Haruslah kita ingat
banyak penulis lain yang juga Islam, tetapi khasnya tidaklah berbentuk karya
sastra.
Untuk lebih mengetahui berapa banyak buku yang dikarangnya, kita
usahakan untuk menghitungnya berdasarkan judul-judul buku yang pernah
ditulisnya, antara lain:
1. Khatibul Ummah, Jilid 1-3, ditulis dalam huruf Arab.
2. Si Sabariah (1928).
3. Pembela Islam (Tarikh Sayidina Abu Bakar Shidiq), 1929.
4. Adat Minangkabau dan Agama Islam (1929).
5. Ringkasan tarikh Ummat Islam (1929).
6. Kepentingan Melakukan Tabligh (1929).
7. Hikmat Isra dan Mikraj
8. Arkanul Islam (1932), di Makassar.
9. Laila Majnun (1932), Balai Pustaka.
40

10. Majallah Tentera (4 Nomor), 1932, di Makassar.
11. Majallah Al-Mahdi (9 Nomor), 1932, di Makassar.
12. Mati Mengandung Malu (Salinan Al-Manfaluthi), 1934.
13. Di Bawah Lindungan Kabah (1936), Pedoman Masyarakat, Balai
Pustaka.
14. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1937), Pedoman
Masyarakat, Balai Pustaka.
15. Di Dalam Lembah Kehidupan, 1939, Pedoman Masyrakat, Balai
Pustaka.
16. Merantau ke Deli, 1940, Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.
17. Margaretta Gauthier (Terjemahan), 1940.
18. Tuan Direktur, 1939.
19. Dijemput Mamaknya, 1939.
20. Keadilan Ilahy, 1939.
21. Tashawwuf Modern, 1939.
22. Falsafah Hidup, 1939.
23. Lembaga Hidup, 1940.
24. Lembaga Budi, 1940.
25. Majallah Semangat Islam (Zaman Jepun, 1943).
26. Majallah Menara (terbit di Padang Panjang), sesudah Revolusi
1946.
27. Negara Islam, 1946.
28. Islam dan Demokrasi, 1946.
41

29. Revolusi Pikiran, 1946.
30. Revolusi Agama, 1946.
31. Adat Minagkabau Menghadapi Revolusi, 1946.
32. Dibandingkan Ombak Masyarakat, 1946.
33. Di Dalam Lembah Cita-Cita, 1946.
34. Sesudah Naskah Renville, 1947.
35. Pidato Pembelaan Peristiwa Tiga Maret, 1947.
36. Menunggu Beduk Berbunyi, 1949, di Bukit Tinggi, sedang
Konperansi Meja Bundar.
37. Ayahku, 1950, di Jakarta.
38. Mandi Cahaya di Tanah Suci, 1950.
39. Mengembara Di Lembah Nyl, 1950.
40. Ditepi Sungai Dajlah, 1950.
41. Kenang-Kenangan Hidup 1, autobiografi sejak lahir 1908 sampai
pada 1950.
42. Kenang-Kenangan Hidup 2.
43. Kenang-Kenangan Hidup 3.
44. Kenang-Kenangan Hidup 4.
45. Sejarah Ummat Islam, Jilid 1, ditulis tahun 1938, diangsur sampai
1950.
46. Sejarah Ummat Islam, Jilid 2.
47. Sejarah Ummat Islam, Jilid 3.
48. Sejarah Ummat Islam, Jilid 4.
42

49. Pedoman Mubaligh Islam, Cetakan 1 1937; Cetakan ke-2 tahun
1950.
50. Pribadi, 1950.
51. Agama dan Perempuan, 1939.
52. Muhammadiyyah Melalui 3 Zaman, 1946, di Padang Panjang.
53. 1001 Soal Hidup, (Kumpulan karangan dari pedoman masyarakat,
dibukukan 1950).
54. Pelajaran Agama Islam, 1956
55. Perkembangan Tashawwuf dari Abad Ke Abad, 1952
56. Empat Bulan di Amerika, 1953, jilid 1
57. Empat Bulan di Amerika, jilid 2
58. Pengaruh Ajaran Muhammad Abduh di Indonesia (pidato di
Kairo, 1958), untuk Doktor Honoris Causa
59. Soal Jawab, 1960, disalin dari karangan-karangan Majalah GEMA
ISLAM
60. Dari Perbendaharaan Lama, 1963, dicetak oleh M. Arbie Medan
61. Lembaga Hikmat, 1953, Bulan Bintang, Jakarta.
62. Islam dan Kebatinan, 1972, Bulan Bintang.
63. Fakta dan Khayal Tuanku Rao, 1970
64. Sayid Jamaluddin Al-Afhany, 1965, Bulan Bintang
65. Ekspansi Ideologi (Alghazwul Fikri), 1963, Bulan Bintang
66. Hak Asasi Manusia Dipandang Dari Segi Islam, 1968
67. Falsafah Ideologi Islam, 1950 (sekembali dari Mekkah)
43

68. Keadilan Sosial Dalam Islam, 1950 (sekembali dari Mekkah)
69. Cita-Cita Kenegaraan dalam Ajaran Islam, kuliah umum
Universiti Keristen, 1970.
70. Studi Islam, 1973, diterbitkan oleh Panji Masyarakat,
71. Himpunan Khutbah-Khutbah.
72. Urat Tunggang Pancasila.
73. Doa-Doa Rasulullah S.A.W, 1974.
74. Sejarah Islam di Sumatera.
75. Bohong di Dunia
76. Muhammadiyyah di Minangkabau, 1975, (menyambut Kongres
Muhammadiyyah di Padang).
77. Pandangan Hidup Muslim, 1960.
78. Kedudukan Perempuan dalam Islam, 1973.
79. Tafsir Al-Azhar, Juzu 1-30, ditulis pada masa beliau dipenjara oleh
Soekarno.
3. Aktifitas Lainnya
a) Memimpin Majalah Pedoman Masyarakat dari tahun 1936 sampai
1942.
b) Memimpin Majalah Panji Masyarakat dari tahun 1956.
c) Memimpin Majalah Mimbar Agama, Departemen Agama, 1950-
1953.


44

4. Metode Penerjemahan Hamka
Al-quran sebagai sebuah teks telah memungkinkan banyak orang untuk
melihat makna yang berbeda-beda di dalamnya. Dengan berbagai metedologi
yang disuguhkan, para mufasir kerap terlihat mempunyai corak sendiri yang
sangat menarik untuk ditelusuri. Dari mulai menafsirkan kata perkata dalam setiap
ayat sampai menyambungkannya dengan masalah fikih, politik, ekonomi,
tasawuf, sastra, kalam, dan lainnya.
Dalam buku karya Yunan Yusuf yang berjudul Corak Pemikiran Kalam Tafsir
Al-Azhar diuraikan tentang pengaruh pemikiran kalam atas tafsir al-Quran. M.
Quraish Shihab dalam pengantar buku ini memuji langkah yang diambil Yunan
sebagai sebuah studi baru dan langkah di tanah air yang diharapkan bisa
meningkatkan apresiasi atas tafsir al-Quran dalam hubungannya dengan minat
mengkaji dan mendalami al-Quran.
Pandangan ini setidaknya terlihat dari kesimpulan yang diambil oleh Yunan
bahwa Hamka dalam beberapa tafsirannya atas ayat terkesan sebagai pemikir
kalam rasional-untuk tidak mengatakan cenderung Mutazilah yang member
tekanan kuat pada kemerdekaan manusia dalam berkehendak dan berbuat. Sikap
teologis ini melahirkan semangat kerja keras dan tidak mau menyerah pada
keadaan dalam diri Hamka, sehingga mematri kredo hidupnya dengan ungkapan
sekali berbakti sesudah itu mati. Ada beberapa metode yang digunakan Hamka
dalam penafsirannya, antara lain:
45

Pertama, memandang al-Quran sebagai satu kesatuan yang kompherensif, di
mana setiap bagian mempunyai keterkaitan dan kesesuaian.
Kedua, menekankan pesan-pesan pokok al-Quran dalam memahaminya. Ia
berpendapat bahwa salah satu tujuan terpenting penulisan tafsir Fi Zhilal al-
Quran adalah merealisasikan pesan-pesan al-Quran dalam kehidupan nyata.
Ketiga, menerangkan korelasi (munasabah) antara surat yang ditafsirkan
dengan surat yang sebelumnya.
Keempat, sangat hati-hati terhadap cerita-cerita Israiliyat, meninggalkan
perbedaan fiqiyah dan tidak mau membahasnya lebih jauh, serta tidak membahas
masalah kalam atau filsafat.
Kelima, menjelaskan sebab turunnya ayat yang hanya berfungsi sebagai
qarinah, yang ikut membantu dalam memahami makna ayat, tidak sebagaimana
umumnya para mufasir yang lebih cenderung berpegang kepada keumuman lafaz
daripada kekhususan sebab.
Keenam, memandang al-Quran bukan sekedar bacaan atau wahana untuk
memperoleh pahala, bukan sekedar rekaman budaya, fiqih, bahasa, atau sejarah.
Tetapi, al-Quran dalam pandangan Quthub ialah sesuatu yang hidup yang bisa
dijadikan panduan untuk memimpin, mendidik, dan menyiapkan manusia menuju
kepemimpinan yang benar.
Ketujuh, memperhatikan kondisi sosial.
Kedelapan, menjelaskan hikmah tasyri dan sebab penetapan hukum.
46

Kesembilan, menjelaskan surat-surat yang ditafsirkan berdasarkan Makiyyah
dan Madaniyyah, serta membandingkan keduanya dari segi karakteristik dan
topik-topik yang dibahas.
Menurut Yunan Yusuf, Hamka telah menempuh tiga pendekatan dalam
tafsirnya, yaitu pendekatan keindahan bahasa, pendekatan pemikiran, dan
pendekatan pergerakan.
Dan berdasarkan hasil pantauan penulis, Hamka dalam menerjemahkan
bukunya yang berjudul Tafsir Al-Azhar lebih bersifat apa adanya, artinya teks
naskah tersebut diterjemahkan sesuai dengan struktur bahasa sumber dan tidak
menyimpang dari struktur bahasa sasaran, maka digunakanlah metode
penerjemahan harfiyah. Sebaliknya, apabila teks tersebut harus mengalami
perubahan struktur bahasa sumber ketika diterjemahkan, maka digunakanlah
metode penerjemahan bebas. Bebas di sini bukan berarti penerjemah boleh
menerjemahkan sekehendak hatinya sehingga esensi terjemah sendiri itu hilang.
Bebas di sini berarti penerjemah dalam menjalankan misinya tidak terlalu terikat
oleh bentuk maupun struktur kalimat dengan tujuan agar pesan atau maksud
penulis naskah mudah dimengerti oleh pembacanya.




47

B. Mengenal Sosok Mufasir Quraish Shihab
1. Riwayat Hidup Quraish Shihab dan Aktivitas Keilmuwan
Pada saat ini bisa dikatakan cendikiawan muslim yang sangat mendalam
ilmunya dalam studi-studi ilmu-ilmu al-Qurannya (tafsir) di Indonesia adalah
Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab. Dengan kedalaman, keluasan, dan keluasan
ilmunya dibidang tafsir al-Quran telah mengangkat namanya menjadi salah satu
ikon gerakan pemikiran Islam di Indonesia. Apalagi pendapat atau pandangan-
pandangan keagamaan beliau yang moderat, menyebabkan beliau bisa diterima
oleh berbagai kalangan. Sehingga tidak mengherankan, Shihab sebagai posisi
penting dalam berbagai bidang, mulai dari pendidikan sampai politik, dari non
formal sampai formal. Walaupun tidak bisa dinafikan masi ada beberapa kalangan
yang tidak sepakat dengan pendapat-pendapatnya.
Sebagaimana yang telah penulis singgung di atas tadi, Quraish Shihab
memiliki pandangan keagamaan yang moderat. Sikap moderat Quraish Shihab
yang dimaksud di atas mempunyai pengertian bahwa dia berusaha tidak
merendahkan kalangan atau pendapat tertentu, tetapi memberikan apresiasi
kepada setiap pendapat yang berbeda. Adapun pendapat yang ia ambil akan ia beri
alasan yang jelas kenapa sampai ia mengambil alasan itu. Misalnya saja ketika ia
berpendapat tentang bidang keahliannya yaitu tafsir.
Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab dilahirkan di Rappang, Sulawesi
Selatan, 16 Februari 1944.
49
Ia berasal dari keturunan Arab yang terpelajar. Sosok

49
M. Quraish Shihab, Logika Agama; Batas-Batas Akal dan Kedudukan Wahyu dalam
Islam, (Jakarta: Lentera Hati, 2005)
48

Quraish Shihab berperawakan, tegap dan karismatik dengan tinggi 172 cm, berat
69, warna rambut hitam, muka lonjong dan kulit berwarna putih.
50

Kini beliau menjabat sebagai Direktur Pusat Studi al-Quran (PSQ) dan Guru
Besar Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Jakarta. Beliau adalah kakak
kandung mantan Menko Kesra pada Kabinet Indonesia Bersatu, Alwi Shihab.
Sekarang beliau bersama istri bernama Fatmawati telah dianugerahi lima orang
anak, yaitu, Najla, Najwa, Naswa, Ahmad dan Nahla.
Ayahnya Abdurrahman Shihab (1905-1986), seorang guru besar dalam bidang
tafsir.
51
Abdurrahman sering sekali mengajak Quraish Shihab bersama saudaranya
yang lain untuk duduk bareng bercengkrama bersama dan sesekali memberikan
petuah-petuah keagamaan. Dari sinilah rupanya mulai cinta dalam diri Quraish
Shihab terhadap Studi Al-Quran.
Pengkajian terhadap al-Quran dan tafsirnya, beliau lebih mendalaminya lagi
di Universitas Al-Azhar Kairo, setelah melalui pendidikan dasarnya yaitu SD dan
SLTP di Ujung Pandang dan pendidikan menengahnya di Malang (1956-1958)
sekaligus menjadi santri di Pondok Pesantren Darul Hadits al-Fiqiyyah, Malang.
Pada tahun 1958, beliau berangkat ke Kairo, Mesir, untuk melanjutkan
pendidikan dan diterima di kelas II Tsanawiyah Al-Azhar. Pada tahun 1967,
beliau meraih gelar Lc (S-1) pada Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir dan Hadits

50
Kusmana, Membangun Citra dalam Badri Yatim dan Hasan Nasuhi, (ed),
Membangun Pusat Keunggulan Studi Islam: Sejarah dan Profil Pimpinan IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta (Jakarta: IAIN Press,2002), cet. Ke-1, hal 245.
51
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, (Bandung: Mizan, 2001), Cet. Ke-XXII,
hal. 14
49

Universitas Al-Azhar. Kemudian beliau melanjutkan pendidikannya di Fakultas
yang sama, pada tahun 1969 meraih gelar MA untuk spesialisasi bidang tafsir al-
Quran dengan tesis berjudul Al-Ijaz al-Tasyriiy li al-Quran al-Karim.
Pada tahun 1980, Quraish Shihab kembali ke Kairo dan melanjutkan
pendidikan di almamater yang lama, yaitu Universitas Al-Azhar. Pada tahun 1982,
dengan disertasi berjudul al-Durar li al-Biqaiy Tahqiq wa Dirasah, dia berhasil
meraih gelar doktor dalam meraih ilmu al-Quran dengan yudisium Summa cum
Laude disertai penghargaan tingkat I (Mumtaz maa martabat al-syaraf al-ula).
Yang artinya dengan pujian tingkat pertama. Beliau orang pertama di Asia
Tenggara yang meraih gelar doktor di bidang ilmu Tafsir. Sementara dalam
lingkup keluarganya merupakan doktor keempat dari anak-anak Shihab yang
berjumlah 12, terdiri dari enam putra dan enam putri.
Sekembalinya ke Indonesia, sejak tahun 1984, Quraish Shihab ditugaskan di
Fakultas Ushuluddin dan Pascasarjana IAIN (kini UIN) Syarif Hidayatullah,
Jakarta pada tahun 1992-1998 beliau diangkat menjadi Rektor pada Universitas
tersebut. Selain itu, di luar kampus, beliau juga dipercayakan untuk menduduki
berbagai jabatan. Antara lain: Ketua Majelis Ulama Indonesia Pusat (MUI), 1984,
anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasioanal (1989), dan Ketua Lembaga
Pengembangan.
Selain jabatan-jabatan dalam bidang akademis tersebut, Quraish Shihab juga
pernah menduduki jabatan politik. Antara lain tahun 1998, beliau dipercayakan
untuk menjabati jabatan Mentri Agama dalam Kabinet Pembangunan VII. Setealh
50

itu beliau diangkat sebagai Duta Besar RI unruk Mesir. Jibuti Somalia. Pada tahun
1995-1999 beliau dipilih sebagai Anggota Dewan Riset Nasional.
Beliau juga banyak terlibat dalam beberapa organisasi profesional. Antara
lain: Pengurus Perhimpunan Ilmu-Ilmu Syariah, Pengurus Konsorsium Ilmu-Ilmu
Agama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan Asisten Ketua Umum
Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI).
Disela-sela kesibukannya itu, beliau juga terlibat dalam berbagai kegiatan
ilmiah di dalam maupun di luar negri yang tidak kalah pentingnya dan pasti semua
orang tahu Quraish Shihab adalah seorang yang apik dan produktif dalam kegiatan
tulis-menulis. Disurat kabar Pelita, beliau pernah mengasuh rubik Pelita Hati
setiap hari Rabu. Dia juga mengasuh rubik Tafsir al-Manah dalam majalah dua
mingguan yang terbit di Jakarta, Amanah. Lalu mengasuh rubik Quraish Shihab
Menjawab Republika. Selain itu, dia juga pernah tercatat sebagai anggota Dewan
Redaksi. Jurnal Ulumul Quran dan Mimbar Ulama, keduanya terbit di Jakarta.
Quraish Shihab juga sering muncul dilayar televisi untuk mengisi acara-acara
yang terkait dengan dakwah Islam. Pada tahun 1996, beliau mengisi acara
bertajuk Sahur Bersama Quraish Shihab.
2. Latar Belakang Penulisan Tafsir Al-Misbah
Pada akhir dari Sekapur Sirih Quraish Shihab yang terdapat pada setiap
volume, tercantum keterangan bahwa awal penulisan Tafsir Al-Misbah ini
bertempat Kairo, Mesir pada hari Jumat, 4 Rabiul Awal 1420 H dan bertepatan
dengan tanggal 18 Juni 1999 M. Dan untuk pertama kalinya diterbitkan oleh
51

Lentera Hati pada bulan Syaban 1421 H bertepatan dengan bulan November
2000 M.
Latar belakang penulisan Tafsir Al-Misbah ini didasarkan pada keinginan
Quraish melayani semua masyarakat pembacanya yang ingin memahami al-
Quran. Sebagaimana tulisan-tulisannya yang lain, beliau ingin menjadikan al-
Quran sebagai hudan (petunjuk) yang dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh
semua kalangan masyarakat Islam. Di samping memang karena usaha
menafsirkan al-Quraan adalah usaha yang sangat mulia sekaligus merupakan
kewajiban para ulama yang punya kemampuan dibidang itu untuk menyuguhkan
pesan-pesan yang terkandung dalam al-quran sesuai dengan harapan dan
kebutuhan.
Penamaan al-Misbah pada kitab tafsirnya ini tentunya tidaklah tanpa alasan.
Dalam analisis Prof. Hamdani Anwar, MA, alasan pemilihan nama al-Misbah
paling tidak mencakup dua hal,
52
yaitu: pertama pemilihan nama itu didasarkan
pada fungsinya. Al-Misbah artinya lampu yang fungsinya untuk menerangi
kegelapan. Menurut Hamdan, dengan memilih nama ini, penulisnya berharap agar
karyanya itu dapat dijadikan sebagai pegangan bagi mereka yang berada dalam
suasana kegelapan dalam mencari petunjuk yang dapat dijadikan pedoman hidup.
Kedua, pemilihan nama al-Misbah ini berdasarkan dari kumpulan pada rubik
Pelita Hati yang diterbitkan dengan judul Lentera Hati. Lentera merupakan
padanan dari kata pelita yang arti dan fungsinya sama. Dalam bahasa Arab,

52
Hamdani Anwar, Telaah Kritis Terhadap Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish Shihab
dalam Jurnal Mimbar Agama da Budaya, vol XXX, No. 2, hal. 176-177.
52

lentera, pelita, atau lampu itu disebut misbah, dan kata inilah yang kemudian
dipakai oleh Quraish untuk dijadikan nama karyanya itu. Penerbitnya juga
menggunakan nama serupa yaitu Lentera Hati.
3. Karya-Karya M. Quraish Shihab
M. Quraish Shihab termasuk seorang tokoh muslim kontemporer Indonesia
yang sangat produktif. Dalam waktu yang sangat relatif singkat beliau mampu
menghasilkan karya yang sangat banyak dan cukup bercorak, sesuatu yang luar
biasa. Karya itu sangat popular dan bisa diterima diberbagai kalangan, bahkan
sangat dinanti-nanti oleh masyarakat.
Selain konstribusinya dalam berbagai buku suntingan jurnal-jurnal ilmiah, dan
konstribusi bagi majalah maupun koran, hingga kini Quraish Shihab telah banayak
mempublikasikan banyak buku. Di antara karyanya yang bisa penulis sebutkan
adalah:
1. Tafsir Al-Manar: Keistimewaan dan Kelemahanya, (Ujung
Pandang: IAIN Alaudin, 1948)
2. Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Departemen Agama, 1987)
3. Mahkota Tuntunan Ilahi, (Tafsir Surat Al-Fatihah), (Jakarta:
Untagma, 1988)
4. Membumikan Al-Quran, (Bandung: Mizan, 1994)
5. Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, (Bandung: Mizan,
1994)
6. Wawasan Al-Quran, (Bandung: Mizan, 1996)
53

7. Untaian Permata Buah Anakku, (Bandung, Mizan, 1998)
8. Mukjizat Al-Quran, (Bandung: Mizan, 1998)
9. Menyingkap Tabir Ilahi, (Jakarta: Lentera Hati, 1998)
10. Yang Tersembunyi; Jin, Iblis, Setan, dan Malaikat, (Jakarta:
Lentera Hati, 1999)
11. Pengantin Al-Quran, (Jakarta: Lentera Hati, 1999)
12. Haji Bersama Quraish Shihab, (Bandung, Mizan, 1999)
13. Sahur Bersama Quraish Shihab, (Bandung, Mizan, 1999)
14. Shalat Bersama Quraish Shihab, (Jakarta: Abdi Bangsa)
15. Puasa Bersama Quraish Shihab, ( Jakarta: Abdi Bangsa)
16. Fatwa-Fatwa, (Bandung: Mizan, 1999)
17. Hidangan Ilahi: Tafsir Ayat-Ayat Tahlil. ( Jakarta: Lentera Hati,
1999)
18. Perjalanan Menuju Keabadian: Kematian, Surga, dan Ayat-Ayat
Tahlil, (Jakarta: Lentera Hati, 2000)
19. Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2003), 15 Jilid. Tafsir ini
adalah yang penulis analisis, khususnya ayat-ayat yang
mengandung kata Wali.
20. Jilbab Pakaian Wanita Muslimah: Dalam Pandangan Ulama dan
Cendikiawan Kontemporer, (Jakarta: Lentera Hati, 2004)
21. Dia Di Mana-Mana: Tangan Tuhan Dibalik Setiap Fenomena,
(Jakarta: Lentera Hati, 2004)
22. Perempuan, (Jakarta: Lentera Hati, 2005)
54

Karya yang ke sembilan belas inilah yang merupakan karya yang
menjadikan khazanah tafsir di Indonesia yang memenuhi perpustakaan. Tafsir ini
terbit sampai volume 15, yakni dari surat Al-Fatihah sampai surat An-Nas (dari
juz 1-30).
Demikianlah beberapa karya Quraish Shihab yang dapat penulis paparkan
pada bagian ini. Tentunya masih banyak lagi yang belum disebutkan, baik berupa
makalah, rubrik, artikel dalam berbagai surat kabar maupun majalah.
4. Sekilas Gambaran Umum Buku Tafsir Al-Misbah
Menurut Howard M. Feserspiel, karya Quraish Shihab tentang tafsir ditujukan
untuk kaum muslim awam, walaupun sebenarnya karya tersebut ditujukan kepada
pembaca yang cukup terpelajar. Howard mengklasifikasikan tafsir karya Quraish
Shihab sebagai karya yang sangat kuat dan merupakan batu ujian bagi
pemahaman yang lebih tentang Islam.
53

Dalam Tafsir Al-Misbah, dilihat dari cara penafsiran yang terdapat dalam
karya ini Quraish menggunakan metode tahlili, yaitu menafsirkan ayat demi ayat,
surat demi surat sesuai dengan Mushaf Usmani. Metode ini sengaja dipilih oleh
Quraish, karena ia ingin mengungkapkan semua isi al-Quran secara rinci agar
petunjuk-petunjuk yang terkandung di dalamnya dapat dijelaskan dan dipahami.
54

Pada sisi lain, Quraish tidak begitu tertarik untuk menggunakan metode tahlili,
karena menurutnya metode tahlili ini menyita waktu yang cukup banyak yang

53
Howard M. Feserspiel, Kajian al-Quran di Indonesia: dari Mahmud Yunus hingga
Quraish Shihab, (Bandung: Mizan, 1997), cet. Ke-II, hal. 11
54
Hamdani Anwar, Op. Cit, hal. 182
55

dipergunakan untuk menafsirkan semua ayat-ayat al-Quran. Selain itu, seringkali
menimbulkan banyak pengulangan dalam tafsirnya. Hal ini akan terjadi jika
kandungan kosa kata atau pesan ayat atau surahnya sama atau mirip dengan ayat
atau surat yang telah ditafsirkan.
55

Menyadari kelemahan dari metode tahlili, maka Quraish memberi tambahan
lain dalam Tafsir Al-Misbah dengan metode maudhui. Menurutnya metode ini
memiliki keistimewaan yaitu menghindarkan kita dari problema atau kelemahan
yang terdapat pada metode lain.
56
Dengan dasar pertimbangan tersebut, Quraish
juga berupaya untuk menggunakan maudhui. Oleh karena itu, Quraish Shihab
berupaya untuk menghidangkan bahasan setiap surah pada apa yang dinamai
tujuan surah atau tema pokok surah. Menurut Quraish Shihab sebagaimana
dikatakan dalam sekapur sirih Tafsir Al-Misbah, jika kita mampu
memperkenalkan pesan utama setiap surah, maka ke-114 yang ada di dalam al-
Quran akan dikenal lebih dekat dan mudah.
Metode yang ditempuh Quraish Shihab sebagai suatu cara yang baru dan
belum pernah dikemukakan oleh para mufassir terdahulu. Dari sini, dapat dinilai
perbedaan Tafsir Al-Misbah dengan tafsir-tafsir lainnya, dan hal ini dapat disebut
sebagai salah satu kelebihan dari tafsir tersebut.
57

Kitab Tafsir Al-Misbah ini bukanlah ijtihadnya sendiri, tetapi hasil karya
ulama-ulama terdahulu dan kontemporer serta pandangan-pandangan mereka

55
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran,
(Jakarta: Lentera Hati, 2000), cet, ke-I, vol. 1, hal. 8
56
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, (Bandung: Mizan, 2001), cet. Ke- XXII,
hal, 14.
57
Hamdani Anwar, Op. Cit, hal. 184.
56

banyak dinukilkan oleh Quraish Shihab, antara lain: pakar tafsir Ibrahim ibn Umar
al-Biqai, Sayyid Muhammad Thanthawi, Syeikh Mutawalli asy-Syarawi, Sayyid
Qutb, Muhammad Thahir ibn Asyur dan Sayyid Muhammad Husein Thabathabai
serta beberapa pakar-pakar tafsir lainnya.
58

Dapat disimpulkan metode yang digunakan Quraish Shihab dalam Tafsir Al-
Misbah menggunakan gabungan dari metode tahlili dan metode maudhui. Cara
ini dipilih oleh Quraish Shihab, karena ia menilai bahwa ia mesti menguraikan
seluruh ayat al-Quran sesuai dengan Mushaf Usmani (tahlili), tetapi ia mesti pula
mengelompokan ayat-ayat sesuai dengan temanya, agar kandungan ayat tersebut
dapat dijelaskan sesuai dengan topiknya (metode maudhui).
Quraish shihab menggunakan dua metode sekaligus dalam Tafsir Al-Misbah,
karena dari segi teknik, metode tahlili yang menafsirkan ayat demi ayat yang
terpisah antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga tidak disuguhkan kepada
pembaca secara menyeluruh untuk membutuhkan waktu yang lama untuk
pembaca dalam memahami isi al-Quran. Oleh karena itu, ia menambahkan
metode maudhui, di mana metode ini menafsirkan satu surah secara menyeluruh
yang menjelaskan antara berbagai masalah yang dikandung dalam surah tersebut,
sehingga surah ini tampak secara utuh. Dan juga metode maudhui tergolong
sangat praktis dan sistematis, bagi para pembaca yang mempunyai waktu sedikit
atau sibuk.

58
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 1 ,
Op.Cit, hal. 7
57

Adapun corak dalam Tafsir Al-Misbah ini termasuk adab al-Ijtimai atau
kemasyarakatan, yaitu suatu penafsiran yang menitikberatkan penjelasan ayat-ayat
al-Quran yang berkaitan langsung dengan kehidupan bermasyarakat serta
berusaha untuk mengulangi masalah-masalah mereka berdasarkan petunjuk ayat-
ayat dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk tersebut dalam bahasa yang
mudah dimengerti tapi indah didengar.
59
Corak tafsir ini cenderung kepada
kemasyarakatan karena penjelasan-penjelasan yang diberikan dalam banyak hal
selalu berkaitan dengan persoalan yang sedang dialami umat, dan uraiannya
diupayakan untuk memberikan solusi atau jalan keluar dari masalah-masalah
tersebut.












59
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, (Bandung: Mizan, 2001), hal. 73
58

BAB IV
ANALISIS HASIL TERJEMAHAN KATA WALI DAN AULI YA
A. Pendahuluan
Setiap perbuatan tidak akan terlepas dari pelakunya (subjek). Demikian halnya
dengan produk penerjemahan. Produk terjemahan itu dianggap baik atau buruk,
jelas atau bertele-tele, sangat tergantung dari siapa yang menerjemahkan.
Walaupun penerjemah sebagai pencipta, ia tidak punya kebebasan seluas
kebebasan yang dimiliki penulis naskah aslinya, karena ia mrnciptakan dunia
ciptaan yang sudah ada.
60

Banyak metode penelitian yang bisa digunakan di dalam meneliti karya
terjemahan, tetapi yang jelas semua metode ini bersifat deskriptif, bisa dalam
kategori kualitatif maupun kuantitatif. Penelitian hasil terjemahan adalah sesuatu
yang sangat penting untuk dilakukan terutama untuk menghubungkan teori
penerjemahan dan praktik penerjemahan. Terdapat lima jenis pendekatan
penerjemahan yang berbeda. Oleh karenanya, untuk upaya menerjemahkan yang
tekstual dari al-Quran maka referensi baku untuk memahami al-Quran adalah
tafsir. Secara tekstual tafsir memiliki makna antara lain; terjemahan, penerangan,
penjelasan, interprestasi, komentar dan tawil.
Berdasarkan hal-hal tersebut, penulis merasa tertarik untuk menganalisis aspek
struktur kalimat dan analisis makna dari terjemahan ayat-ayat al-Quran yang

60
Ibnu Burdah, Menjadi Penerjemah: Metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab,
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004), hal. v
59

dilakukan Hamka dan Quraish Shihab dalam menguraikan makna polisemi yang
terkandung dalam al-Quran.
Seperti yang telah penulis kemukakan di atas bahwa objek penelitian ini adalah
penulis akan menganalisis al-Quran terjemahan Hamka dan al-Quran terjemahan
Quraish Shihab yang mengandung makna polisemi. Konsentrasi penulis dalam
bab ini terletak pada pembahasan kata wali dan auliya yang terdapat di dalam
al-Quran terjemahan Hamka dan al-Quran terjemahan Quraish Shihab. Kata wali
dan auliya termasuk ke dalam polisemi, yang merupakan satu ujaran dalam
bentuk kata-kata yang mempunyai makna berbeda-beda, tetapi masih ada
hubungan dan kaitannya antara makna-makna yang berlainan tersebut, maksudnya
masih ada dalam satu bidang. Penelitian ini juga menggunakan analisis semantik
yang mengacu pada makna setiap kata.
Dengan demikian, untuk memudahkan penulis menganalisa dan mengambil
kesimpulan berikut ini penulis akan menganalisis dan mengkategorikan kata wali
dan auliya yang mengandung makna polisemi. Adapun analisis dari kata wali dan
auliya yang ada di dalam al-Quran penulis uraikan dalam penjelasan di bawah
ini.



60

B. Persamaan dan Perbedaan Makna Polisemi Kata Waliyy dan Auliya
dalam Terjemahan Hamka dan Quraish Shihab
1. Persamaan Makna Polisemi Kata Waliyy dan Auliya dalam Terjemahan
Hamka dan Quraish Shihab
a. Pelindung
Setelah penulis menganalisa dan mengkategorikan ada beberapa surat di dalam al-
Quran terjemahan Hamka dan Quraish Shihab yang mengandung kata wali dan auliya
yang terjermahannya bermakna pelindung di antaranya ada di dalam surat at- Taubah:
74 dan 116, az-Zumar: 3, Fushilat: 31, Saba: 41, ar-Rad: 16, Yusuf: 101, Ahzab: 17 dan
65, Asy-Syura: 6,8, dan 9.Akan tetapi, di sini Penulis hanya akan memberikan beberapa
contoh kasus pada surat at-Taubah ayat 74, At-Taubah ayat 116 dan Az-Zumar ayat 3.
No Surat
Persamaan
Terjemahan Versi Hamka Terjemahan Versi Quraish
1 At-Taubah: 74
_l> <!, !. l! .1l l! .l >l
` .-, _a..l`.| .> !., `l l!., !.
.1. | `..s < .`]. _. .. |
,., ,, ,> > | l., `,.-`, < !,.s
Mereka akan
bersumpah dengan
nama Allah, bahwa
mereka tidaklah pernah
berkata (begitu),
padahal mereka telah
pernah mengatakan
kalimat kufur, dan
mereka telah kafir
sesudah Islam, dan
mereka sangat
mengingini apa yang
tidak dapat mereka
capai. Dan tidaklah
mereka berdendam,
melainkan karena
mereka telah di kaya-
rayakan oleh Allah dan
Rasul-Nya dengan
karuniaNya. Tetapi jika
mereka bertaubat, itulah
yang lebih baik bagi
mereka, dan jika
mereka berpaling,
niscaya akan diazab
Mereka bersumpah
dengan (nama) Allah,
bahwa mereka tidak
berkata-kata. Padahal
mereka telah
mengucapkan kalimat
kufur, dan telah kafir
sesudah ke Islaman
mereka dan menginginkan
apa yang mereka tidak
dapat mencapainya,
padahal mereka tidak
mencela, selain karena
Allah dan RasulNya telah
melimpahkan karuniaNya
kepada mereka. Maka jika
mereka bertaubat, itu
adalah lebih baik bagi
mereka, dan jika mereka
berpaling, niscaya Allah
kan mengazab mereka
dengan azab yang pedih
di dunia dan di akhirat;
dan mereka sekali-sekali
tidak mempunyai
61

!.,l _ !,..l :> !. > _ _ _.
_| ,..
mereka oleh Allah, azab
yang pedih, dunia dan
akhirat. Dan tidak ada
untuk mereka di dalam
bumi ini, dari seorang
pelindung pun dan
tidak pula seorang
penolong.

pelindung dan tidak
(pula) penolong di bumi.

2.
| < .l ,l`. ,...l _ ._> ,.`,
!. l _. _: < _. _| ,..
At-Taubah: 116

Sesungguhnya Allah,
bagiNyalah kerajaan
semua langit dan bumi.
Menghidupkan dan
mematikan. Dan tidak
ada bagi kamu, selain
Allah, pelindung dn
tidak penolong.

Sesungguhnya milik
Allah kerajaan langit dan
bumi. Dia menghidupkan
dan mematikan. Dan
sekali-kali tidak ada
pelindung dan penolong
bagi kamu selain Allah.

3. Az-Zumar: 3
< _,.] _l!>' _.] .> _. ..:
,!,l !. >.,-. | !.,1`,l _|| < _.l` | <
`>> `., _ !. > , _l.> | <
_., _. > ',.. "!

Ketahuilah! Hanya
untuk Allah agama yang
murni; dan orang-orang
yang mengambil yang
selain Dia akan jadi
pelindung; (mereka
berkata): Tidaklah
kami menyembah
kepada mereka,
melainkan supaya
mereka mendekatkan
kami kepada Allah
sedekat-dekatnya.
Sesungguhnya Allah
akan memutuskan di
antara mereka pada
barang yang mereka
perselisihkan padanya
itu. Sesungguhnya
Allah tidaklah akan
memberikan petunjuk
kepada orang yang
pembohong lagi sangat
kafir.

Ingatlah, hanya bagi
Allah kepatuhan yang
murni; dan orang-orang
yang mengambil
pelindung-pelindung
selain Allah (berkata):
Kami tidak menyembah
mereka melainkan supaya
mereka mendekatkan
kami kepada Allah
dengan sedekat-
dekatnya. Sesungguhnya
Allah kan memutuskan di
antara mereka tentang apa
yang mereka berselisih
padanya. Sesungguhnya
Allah tidak member
petunjuk siapa yang dia
itu pendusta dan sangat
ingkar.


Pada surat At-Taubah ayat 74, At-Taubah ayat 116, dan Az-Zumar ayat 3 di
sini penulis melihat bahwa tidak ada perbedaan makna antara dua versi
terjemahan tersebut. Kata waliyy yang ada pada ayat-ayat di atas tersebut
62

bahwasannya diterjemahkan oleh kedua mufasirun dengan makna pelindung, yang
menurut penafsiran mereka mengatakan kata waliyy tersebut tertuju kepada Allah.
Jadi jika demikian, Allah merupakan waliyy orang-orang yang beriman yang
sangat dekat dengan mereka sehingga Dia langsung menolong, melindungi dan
membantunya.
61
Kedua penerjemah di sini memiliki pemahaman yang sama
dalam menerjemahkan ayat tersebut tetapi, yang berbeda hanya dalam pemilihan
diksinya saja.
b. Pemimpin
Pada analisa yang selanjutnya penulis juga menemukan bahwasannya kata wali
dan auliya selain diterjemahkan pelindung oleh Hamka dan Quraish Shihab,
mereka pun menerjemahkan kata tersebut dengan terjemahan pemimpin.
Berikut ini penulis mencantumkan surat-surat yang di dalamnya terdapat kata
waliyy dan auliya dan diterjemahkan pemimpin oleh Hamka dan Quraish
antaranya surat al-Araaf: 27, surat Kahfi: 50, surat at-Taubah: 23 dan an-Nahl:63.






61
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran, vol, 1,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 517-518
63

No Surat Persamaan
Terjemahan Versi Hamka Terjemahan Versi Quraish
1. Al-Araaf:27

_.,., :, `..., _.L,:l !. _> >,,
_. .>l _., !..s !..!,l !.,`,l !.:,. ..|
>., > .l,, _. ,> .. !.| !.l->
_,L.,:l ,!,l _.l `..`, __
Wahai anak-anak
Adam! Janganlah
sampai menipu akan
kamu syaitan itiu,
sebagai telah
dikeluarkannya ibu
bapamu dari syurga, dia
tarik dari keduanya,
supaya kelihatan oleh
keduanya kemaluan
mereka. Sesungguhnya
dia itu melihat kamu,
dia dan golongannya,
dalam pada itu kamu
tidak melihat mereka.
Sesungguhnya kami
telah menjadikan
syaitan-syaitan itu
pemimpin-pemimpin
bagi orang-orang yang
tidak beriman.
Hai anak-anak Adam,
jangan lah sekali-kali
kamu ditipu oleh setan
sebagaimana ia telah
mengeluarkan kedua ibu
bapak kamu dari syurga,
ia mencabut dari
keduanya saat mereka
berdua. Sesungguhnya ia
dan pengikut-pengikutnya
melihat kamu dari suatu
tempat yang kamu tidak
bisa melihat mereka.
Sesungguhnya Kami telah
menjadikan setan-setan
itu pemimpin-pemimpin
bagi orang-orang yang
tidak beriman.

2. Surat Al-Kahfi:50
:| !.l >.l.ll .>`. : .>. | _,l,|
l _. _>l _. _s . ., ...>`..
..`,: ,!,l _. _.: > >l .s _.,
_,.l.Lll ., _

Dan (ingatlah) seketika
Kami berkata kepada
malaikat: Sujudlah
kamu kepada Adam!
Maka sujudlah mereka
kecuali Iblis. Adalah dia
itu dari jin, maka dia
pun mendurhaka dari
perintah Tuhannya.
Maka apakah akan
kamu ambil dia dan
anak-anak cucunya
akan menjadi pimpinan
selain dari aku?
Padahal mereka itu bagi
kamu adalah musuh!
Amat buruklah ia
sebagai pengganti
orang-orang yang
zalim.


Dan (ingatlah) ketika
kami berfirman kepada
Malaikat:Sujudlah kamu
kepada Adam, maka
sujudlah mereka kecuali
iblis (enggan). Ia adalah
dari jin, maka ia
mendurhakai Tuhannya.
Patutkah kamu
mengambil ia dan
turunan-turunannya
sebagai pemimpin selain
dari Aku, sedang mereka
terhadap kamu adalah
musuh? Amat buruklah ia
sebagai pengganti bagi
orang-orang yang zalim.

3. Surat At-Taubah:23

!!., _.] `.., .>`.. ,!,, >.>|
,!,l | ',>.`. l _ls _.., _.
l., >.. ,.l`! `> _.l.Ll __

Wahai orang-orang
yang beriman!
Janganlah kamu jadikan
bapa-bapa kamu dan
saudara-saudara kamu
sebagai pemimpin, jika
mereka itu masih lebih
mencintai kufur di atas
Iman. Dan barang siapa
yang menjadikan
mereka itu pemimpin

Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu
jadikan bapak-bapak
kamu dan saudara-saudara
kamu, pemimpin-
pemimpin, jika mereka
lebih mengutamakan
kekufuran atas keimanan
dan siapa di antara kamu
yang menjadikan mereka
pemimpin-pemimpin,
64


dari kalangan kamu,
maka mereka itu adalah
orang-orang yang
zalim.

maka itulah mereka
orang-orang zalim.

4. Surat An-Nahl:63

<!. .1l !.l. _|| . _. ,l, _`, `l
_.L,:l `l..- `,l ,l > ,.s ',l
__


Demi Allah!
Sesungguhnya telah
Kami utus kepada umat-
umat sebelum engkau,
tetapi syaitan telah
menyanjung-
nyanjungkan amalan
mereka; maka dialah
pemimpin mereka pada
hari itu. Dan bagi
mereka adalah azab
yang pedih.


Demi Allah,
sesungguhnya Kami telah
mengutus kepada umat-
umat sebelummu, tetapi
setan memperindah bagi
mereka perbuatan-
perbuatan mereka maka ia
adalah pemimpin mereka
hari ini dan bagi mereka
azab yang sangat pedih.


Pada surat al-Araaf ayat 27, Kahfi ayat 50, Taubah ayat 23 dan an-Nahl ayat
63 di sini penulis tidak melihat adanya perbedaan di antara terjemahan Hamka dan
Quraish mereka berdua sama-sama menerjemahkan kata waliyy dan auliya dengan
terjemahan pemimpin. Di sini Hamka dan Quraish menerjemahkan kata waliyy
dan auliya melihat kata tersebut berada di dalam konteks dari ketaatan, maka
waliyy di sini dimaksudkan kepada siapa yang memerintah dan harus ditaati
ketetapannya.
62
Pada ayat-ayat di atas dijelaskan bahkan diperingatkan
bahwasannya ada larangan bagi orang-orang yang beriman untuk menjadikan
bapak ataupun saudara-saudaranya pemimpin apabila mereka masih menjadikan
kekufuran di atas iman mereka, apalagi sampai mentaatinya karena mereka yang
akan menjerumuskan orang-orang yang beriman kepada kesesatan dan
sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang sangat pedih kepada orang-
orang yang menjadikan orang kufur sebagai pemimpin.

62
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran vol.3,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 115-116
65


c. Penolong
Penolong merupakan salah satu polisemi dari kata waliyy dan auliya. Ada
beberapa surat di al-Quran yang diterjemahkan oleh Hamka dan Quraish dengan
terjemahan yang sama yaitu penolong. Ini terdapat dalam surat al-Isra ayat 111,
Sajadah ayat 4, Hud ayat 113.
No Surat Persamaan
Terjemahan Versi Hamka Terjemahan Versi Quraish
1. Surat Al-Isra:111

_ ..>' < _.] `l .>`., .] `l _>, .`]
,,. _ ,l.l `l _>, .`] _| _. _.] :
,,>.


Dan katakanlah:
Sekalian puji-pujian
bagi Allah, yang tidak
mempunyai anak, dan
tidak ada bagiNya
sekutu dalam
kerajaanNya, dan tidak
ada bagiNya penolong
lantaran lemah. Dan
besarkanlah Dia,
dengan sungguh-
sungguh
membesarkan.


Dan katakanlah: Segala
puji bagi Allah yang tidak
mempunyai anak dan
tidak mempunyai anak
dan tidak mempunyai
sekutu dalam kerajaanNya
dan Dia bukan pula hina
yang memerlukan
penolong dan
agungkanlah Dia dengan
pengagungan yang
sebesar-besarnya.

2. Surat As-Sajadah:4

< _.] _l> ,...l _ !. !.., _
`.. ,!`, . _.`. _ls _-l !. >l _.
..: _. _| _,: `... _


Allah yang
menciptakan semua
langit dan bumi dan apa
yang ada di antara
keduanya dalam enam
hari. Kemudian Dia pun
bersemayam ke atas
Arsy. Tidaklah ada bagi
kamu selain Dia
seorang penolong pun
dan tidak seorang
pembela. Maka apakah
tidak kamu
mengingatnya?


Allah yang menciptakan
langit dan bumi dan apa
yang ada di antara
keduanya dalam enam
hari, kemudian Dia
bersemayam di atas Arsy.
Tidak ada bagi kamu
selainNya satu penolong
pun dan tidak juga
pemberi syafaat. Maka
apakah kamu tidak
memperhatikan?

3. Surat Hud:113









66

`.. _|| _.] .lL `>... '!.l !.
l _. : < _. ,!,l . _... _


Dan janganlah kamu
cenderung kepada
orang-orang yang
zalim. Lantaran kelak
akan di sentuh kamu
oleh api. Dan tidak ada
bagi kamu selain dari
Allah yang kan jadi
penolong, kemudian
itu, kamu pun tidak
akan dibela.


Dan janganlah kamu
cenderung kepada orang-
orang yang zalim
sehingga menyebabkan
kamu disentuh api neraka,
padahal sekali-kali kamu
tiada mempunyai satu
penolong pun selain
Allah, kemudian kamu
tidak akan diberi
pertolongan.


Pada ketiga surat di atas tidak ada perbedaan di antara kedua versi terjemahan
antara Hamka dan Quraish, keduanya menerjemahkan penolong. Waliyy dan
auliya di sini bermakna penolong karena berada dalam konteks pertolongan maka
waliyy dan auliya disini adalah penolong-penolong.
63

d. Wali
Berikut ini surat-surat yang mencantumkan kata waliyy dan auliya berserta
terjemahannya yang penulis dapatkan dari Tafsir al-Azhar karya Dr. Hamka dan
terdapat pula pada Tafsir al-Misbah karya Quraish Shihab. Kedua mufasirun ini
sama-sama menerjemahkan waliyy dan auliya dengan makna wali, antaranya
terdapat dalam surat Al-Isra:33, Yunus:62, An-Nisa:45 dan An-Naml:49.




63
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran, vol. 3,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 115-116
67

No Surat Persamaan
Terjemahan Versi Hamka Terjemahan Versi Quraish
1. Surat Al-Isra:33

l.1. _.l _.l > < | _>l!, _.
_. !.lL. .1 !.l-> .,ll !..Ll. ,`.
_ _.1l ..| l ... __



Dan janganlah kamu
bunuh diri yang telah
diharamkan oleh Allah,
kecuali dengan hak
(kebenaran). Dan
barang siapa yang
dibunuh dengan
dianiaya, maka
sesungguhnya Kami
jadikan atas walinya
kekuasaan. Dan
janganlah dia melewati
batas pada membunuh.
Sesungguhnya dia
adalah orang yang
ditolong.


Dan janganlah kamu
membunuh jiwa yang
diharamkan Allah
melainkan dengan hak. Dan
barang siapa dibunuh secara
zalim, maka sesungguhnya
Kami telah member
kekuasaan kepada walinya,
tetapi janganlah
keluarganya melampaui
batas dalam membunuh.
Sesungguhnya ia adalah
orang yang dimenangkan.

2. Surat Yunus:62
_| ,!,l < ,> `,l. >
_.> __


Ketahuilah!
Sesungguhnya wali-
wali Allah itu, tidaklah
ada ketakutan atas
mereka dan tidaklah
mereka berduka cita.

Ingatlah, sesungguhnya
wali-wali Allah tidak ada
ketakutan atas mereka dan
tidak (pula) mereka
bersedih hati.

3. Surat An-Nisa:45
< `ls >.s!, _. <!, !,l _. <!,
,.. __


Dan Allah lebih tau
siapa-siapa musuh-
musuh kamu. Dan
cukuplah Allah menjadi
Wali, dan cukuplah
Allah jadi Pembela.



Dan Allah lebih
mengetahui (daripada
kamu) tentang musuh-
musuhmu. Dan cukuplah
Allah menjadi Wali
(pelindung) dan cukuplah
Allah menjadi Penolong.

4. Surat An-Naml:49








68

l! ..!1. <!, ...,,`.l .`> . _l1.l
.,ll !. !..: ,l. .> !.| _...l
__


Berkata mereka:
Bersumpahlah kamu
sekalian dengan nama
Allah, bahwa
sesungguhnya akan kita
serang dia tiba-tiba dan
keluarganya. Kemudian
mari kita katakan saja
kepada walinya yang
lain: kita tidaklah
pernah menyaksikan
kematian keluarganya
dan sesungguhnya kita
adalah orang-orang
yang benar.


Mereka berkata:
Bersumpahlah kamu
dengan (nama) Allah,
bahwa kita sungguh-
sungguh akan
menyerangnya dengan tiba-
tiba berserta keluarganya
pada malam hari, kemudian
kita katakan kepada
walinya kita tidak
menyaksikkan kebinasaan
keluarganya dan
sesungguhnya kita adalah
orang-orang yang benar.


Berdasarkan perbandingan terjemahan yang ada pada surat-surat di atas, maka
dapat diketahui persamaan terjemahan Hamka dan Quraish. Dalam surat al-Isra
ayat 33, Yunus ayat 62, An-Nisa ayat 45 dan An-Naml ayat 49 di atas Hamka dan
Quraish tidak menunjukkan adanya perbedaan di antara kedua terjemahnnya,
mereka sama-sama menerjemahkan kata wali dengan terjemahan wali.
Selanjutnya, persamaan yang di dapati ketika menganalisis persamaan antara
terjemahan Hamka dan Quraish kedua penafsir sama-sama memilih menggunakan
model penerjemahan praktis dengan menerjemahkan apa adanya makna kata
tersebut, sebab pengertian kata-kata tersebut sudah terbiasa dipahami dengan
pengertian harfiahnya. Menurut Quraish dalam tafsirnya mengatakan, kata auliya
adalah bentuk jamak dari kata waliyy yang bermakna dasarnya adalah dekat. Dari
sini kemudian berkembang makna-makna baru pendukung, pembela, pelindung,
yang mencintai, lebih utama dan lain-lain yang semuanya diikat oleh benang
merah kedekatan.
64
Sedangkan menurut Hamka, Waliyy menurut Hamka di sini

64
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran, vol. 6,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 111-112
69

adalah seseorang yang paling dekat kepada Allah, ialah orang yang telah
memberikan segenap pengurbanan untuk menegakkan jalan Allah. Dalam surat
Yunus dijelaskan cirri-ciri yang khas dari orang-orang yang menjadi wali (satu
orang) atau Auliya (banyak orang) itu.) jadi, jika dilihat kedua penerjemah ini
sama-sama memiliki pemahaman yang sama dalam menafsirkan kata waliyy.
e. Penulis
Polisemi kata wali yang bermakna penulis hanya ada satu di antara beberapa
surat dan terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 282 kedua mufasirun Hamka dan
Quraish Shihab menerjemahkan kata wali dengan terjemahan yang sama yaitu
penulis. Berikut ini adalah contohnya.
No Surat Persamaan
Terjemahan Versi Hamka Terjemahan Versi Quraish
1. Surat Al-Baqarah:282

!,!., _.] `.., :| ,..,.. _., _|| _>
_,.. :,.! .>,l >.`, .! _.-l!,
,!, .l .>, !. .ls <
`.,l _l.`,l _.] ,ls _>l _`.,l < .`,
`_>,, .. !:,: | l _.] ,ls _>l
!,. !,-. _,L.`. _.`, > _l.`,l
.,l _.-l!, . ___


Wahai orang-orang yang
beriman! Apabila kamu
mengadakan suatu
perikatan hutang-hutang
buat dipenuhi disuatu
masa yang tertentu, maka
tuliskanlah dia. Hendaklah
menulis di antara kamu
seorang penulis dengan
adil, dan janganlah enggan
seorang penulis
menuliskan sebagai yang
telah diajarkan akan dia
oleh Allah. Maka
hendaklah ia menuliskan,
dan hendaklah
merencanakan orang yang
berkewajiban atasnya; dan
hendaklah ia takut kepada
Allah, Tuhannya, dan
janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripadanya.
Maka jika orang yang
berkewajiban itu seorang
yang safih atau lemah,
atau dia tidak sanggup

Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu
bermuamalah tidak secara
tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah
kamu menulisnya. Dan
hendaklah seorang penulis
di antara kamu
menulisnya dengan adil.
Dan janganlah penulis
enggan menulisnya,
karena Allah telah
mengajarkannya, maka
hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang
berhutang itu
mengimlakkan (apa yang
akan ditulis), dan
hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya,
dan janganlah ia
mengurangi sedikitpun
darinya. Jika orang yang
berhutang itu orang yang
lemah akalnya atau lemah
(keadaannya) atau dia
70

merencanakan, maka
hendaklah walinya yang
merencanakan dengan
adil.

sendiri tidak mampu
mengimlakkan, maka
hendaklah walinya
mengimlakkan dengan
jujur..


Di sini penulis tidak melihat adanya perbedaan diantara kedua versi
terjemahan tersebut. Pada ayat tersebut kata waliyy bermaknakan penulis, dan
keduanya memiliki pemahaman yang sama dalam menerjemahkan ayat tersebut.
2. Perbedaan Makna Polisemi Kata Waliyy dan Auliya dalam
Terjemahan Hamka dan Quraish Shihab
Ada persamaan metode dalam pemilihan makna semantik secara leksikal
antara Hamka dan Quraish Shihab dalam menafsirkan makna polisemi yang
terdapat pada kata wali dan auliya. Selain itu juga terdapat perbedaan penafsiran-
penafsiran antara keduanya. Perbedaan hal-hal itu adalah sebagai berikut:
a. Pelindung
Di sini penulis dapat melihat di dalam beberapa surat yang terdapat di quran
kata wali dan auliya menurut versi Hamka dan Quraish di terjemahkan secara
berbeda. Hamka menerjemahkan kata tersebut dengan kata pelindung sedangkan
Quraish Shihab menerjemahkan kata tersebut dengan terjemahan pemimpin,
penolong.

71

No Surat Perbedaan
Terjemahan Versi Hamka Terjemahan Versi Quraish
1. Surat Al-Araaf:155
!.> _.`. .. _,-,. `> !...1,.l !.l
`:.> >l _! , l :: .>l> _. `_,
_.`,| !.>l: !. _- ',!.l !.. | _> |
,... _.. !, _. ',!: _.: _. ',!: .
!.,l s! !.l !..- . ,> _.-l __

Dan dipilihlah oleh
Musa dari kaumnya itu
tujuh puluh laki-laki
untuk pertemuan Kami.
Maka tatkala ketika
gempa datang mengenai
mereka, berkatalah dia:
Ya Tuhanku! Kalau
Engkau kehendaki,
tentu telah Engkau
binasakan mereka
terlebih dahulu, dan aku
sendiripun,. Apakah
Engkau akan
membinasakan kami
karena perbuatan orang-
orang yang pandir dia
antara kami. Inilah tidak
lain hanyalah percobaan
Engkau jua, akan
engkau sesatkan dengan
dia barang siapa yang
engkau kehendaki, dan
akan engkau beri
petunjuk barang siapa
yanag engkau
kehendaki. Engkaulah
pelindung kami, sebab
itu lindungilah kami dan
rahmatilah kami, sedang
engkau adalah yang
sebaik-baik Pemberi
ampun.


Dan Musa memilih
dari kaumnya tujuh
puluh lelaki pada waktu
yang telah Kami
tentukan. Maka ketika
mereka digoncang
gempa, dia berkata:
Tuhanku, kalau Engkau
kehendaki, tentulah
Engkau membinasakan
mereka dan aku
sebelum ini. Apakah
Engkau membinasakan
kami karena orang-
orang yang picik di
antara kami? Itu
hanyalah cobaan dari-
Mu, Engkau sesatkan
dengannya siapa yang
Engkau kehendaki dan
Engkau beri petunjuk
siapa yang Engkau
kehendaki. Engkaulah
yang memimpin kami,
maka ampunilah kami
dan rahmatilah kami
dan Engkau adalah
sebaik-baiknya Pemberi
ampun.
2. Surat Al-Isra:97
_. . < ...l _. _l.`, _l .> >
,!,l _. ..: >:> , ..,1l _ls
>`>` !,.`s !.>, !.. .!. ',.> !.l
,> `..: ,-. __


Dan barang siapa yang
diberi petunjuk oleh
Allah, dia lah orang
yang terpimpin. Dan
barang siapa yang
disesatkanNya maka
tidaklah ada bagi
mereka pelindung-
pelindung selain Dia.
Dan akan Kami
kumpulkan mereka
dihari kiamat, diseret
atas muka-muka
mereka, dalam keadaan
buta, bisu dan tuli.
Tempat tinggal mereka
adalah Jahannam. Tiap-
tiap dia hendak padam
Kami tambah

Dan barang siapa yang
ditunjuki Allah, dialah
yang mendapat
petunjuk dan barang
siapa yang Dia
sesatkan, maka sekali-
kali engkau tidak akan
mendapat bagi mereka
penolong-penolong
selain dari Dia. Dan
Kami akan
mengumpulkan mereka
pada hari kiamat atas
muka mereka dalam
keadaan buta, bisu dan
pekak. Tempat
kediaman mereka
adalah neraka
Jahannam. Setiap kali
72

nyalanya. hamper padam Kami
tambah lagi bagi
mereka nyalanya.

3. Surat Hud:20
,.l` l .>, _>-`. _ _ !. l
> _. : < _. ,!,l -..`, `l ,.-l !.
.l `-,L.`. _..l !. .! .,`, _




Mereka itu tidaklah
akan terlepas di bumi
ini, dan tidaklah ada
bagi mereka selain
Allah yang akan
melindungi. Akan
digandakan bagi mereka
azab. Tidaklah ada pada
mereka kesanggupan
mendengar, dan
tidaklah mereka dapat
melihat.



Orang-orang itu tidak
mampu menghalang-
halangi di bumi ini, dan
sekali-kali tidak adalah
bagi mereka selain
Allah satu penolong
pun. Dilipatgandakan
siksaan kepada mereka.
Mereka tidak dapat
mendengar dan mereka
tidak dapat melihat.

4. Surat Al-Kahfi:102

.> _.] ` .>`., _:!,s _. _.:
,!,l !.| !...s ,.> _.>ll '. _


Apakah menyangka
orang-orang yang kafir
itu, bahwa boleh
mereka mengambil
hamba-hambaKu, selain
aku, menjadi
pelindung?
Sesungguhnya Kami
telah menyediakan
neraka Jahannam untuk
orang-orang kafir
menjadi kediaman.


Maka apakah orang-
orang kafir menyangka
bahwa mereka dengan
mengambil hamba-
hambaKu menjadi
penolong-penolong
selain Aku?
Sesungguhnya Kami
telah menyediakan
neraka Jahannam
tempat bagi orang-
orang kafir.

5. Surat Ali-Imran:122

:| .> !.!L .. :. < !,,l
_ls < _.,l `...l __


(Ingatlah) tatkala dua
golongan antara kamu
hampir saja lemah,
Allah menjadi
pelindung mereka
keduanya. Dan kepada
Allahlah bertawakal
orang-orang yang
beriman.


Ketika dua golongan
dari (pasukan) kamu
terbetik dalam
pikirannya untuk
menggagalkan niatnya,
padahal Allah adalah
penolong kedua
golongan itu. Karena itu
hendaklah kepada Allah
saja orang-orang
mukmin bertawakal.

6. Surat Al-Jatsiyah:19

.| _l `.-`, ..s _. < !:,: | _,.l.Ll



Sesungguhnya mereka
tidak akan dapat
melepaskan engkau dari
Allah sedikit jua pun.
Dan orang-orang yang



Sesungguhnya mereka
sekali-kali tidak akan
dapat menghalangimu
sedikitpun dari Allah,
dan sesungguhnya
73

.-, ',!,l _-, < _| _,1`..l _

dianiaya itu, yang
sebahagian adalah
pelindung dari yang
sebahagian. Dan Allah
adalah pelindung bagi
orang-orang yang
bertakwa.
orang-orang yang zalim
sebagian mereka
menjadi penolong bagi
sebagian yang lain,
serta Allah adalah
Pelindung orang-orang
bertakwa.


Di sini penulis melihat banyak sekali terjadinya perbedaan makna yang di
tafsirkan oleh Hamka dan Quraish. Pertama, pada surat al-Araaf ayat 155 Hamka
menerjemahkan pelindung sedangkan Quraish menerjemahkan pemimpin di sini
memang terlihat perbedaan makna akan tetapi, perbedaan tersebut tidak terlalu
fatal. Karena, keduanya hanya berbeda dipemilihan diksinya saja padahal
pemahaman di antara keduanya tentang makna wali masih satu pemahaman.
Quraish menerjemahkan pemimpin karena menurutnya seorang pemimpin itu
harus mempunyai sifat pelindung maka dari itu Quraish lebih menonjolkan
terjemahannya pada subjeknya (pemimpin) sedangkan, Hamka lebih pada
sifatnya. Selanjutnya penulis melihat adanya perbedaan juga terdapat pada surat
al-Isra ayat 97, Hud ayat 20, Kahfi ayat 102, Imran ayat 122, dan Jatsyiyah ayat
19 di sini Hamka penerjemahan kata tersebut dengan terjemahan pelindung
sedangkan, Quraish menerjemahkan dengan terjemahan penolong. Perbedaan
penafsiran pertama yang dapat dikemukakan dari kelima surat tersebut terdapat
pada pemilihan diksinya saja yang berbeda. Padahal keduanya sama-sama
menyebutkan sifat dari waliyy (Allah) tersebut yaitu pelindung dan penolong.
Kata waliyy yang bermakna dasarnya adalah dekat. Dari sini kemudian
berkembang makna-makna baru pendukung, pembela, pelindung, yang mencintai,
lebih utama dan lain-lain yang semuanya diikat oleh benang merah kedekatan.
74

Penggunaan kata waliyy jika menjadi sifat Allah hanya ditunjukkan kepada orang-
orang yang beriman. Karena itu kata waliyy bagi Allah diartikan dengan pembela,
pendukung dan sejenisnya, tetapi pembelaan dan pendukungan yang bersifat
positif serta berkesudahan baik.
65

b. Pemimpin
Selain itu ada beberapa ayat yang berbeda terjemahannya antara Hamka
dengan Quraish Shihab. Hamka menerjemahkan kata wali dan auliya dengan
terjemahan pemimpin sedangkan Quraish Shihab, menerjemahkan kata tersebut
dengan terjemahan pelindung, wali, auliya. Berikut adalah kata wali dan auliya
yang diterjemahkan secara berbeda.
No Surat Perbedaan
Terjemahan Versi Hamka Terjemahan Versi Quraish
1. Surat Al-Anam:14

_ ,s < .> !,l L! ,...l _ >
`-L`, `-L`, _ _.| ,`. _ _
_. l`. _. _. _,:.l _


Katakanlah: Adakah
yang selain Allah akan
aku ambil jadi
pemimpin? Pencipta
semua langit dan bumi,
dan Dia yang memberi
makan, dan bukan Dia
yang diberi makan.
Katakanlah:
Sesungguhnya aku
disuruh supaya menjadi
orang yang mula-mula
menyerah diri. Dan
sekali-kali jangan
engkau jadi dari
golongan orang-orang
yang musyrik.


Katakanlah: Apakah
selain Allah, wajar aku
jadikan Pelindung,
Pencipta langit dan
bumi tanpa ada contoh
sebelumnya, padahal
Dia memberi makan
dan tidak diberi
makan? Katakanlah:
Sesungguhnya aku
diperintah supaya aku
menjadi orang yang
pertama menyerahkan
diri dan jangan sekali-
kali engkau masuk
golongan orang-orang
musyrik.

2. Surat Al-Araaf:30
Satu golongan
diberiNya petunjuk dan
satu golongan (lagi)

Sekelompok telah
diberiNya petunjuk dan
sekelompok telah pasti

65
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 6
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 111-112
75

!1, _.> !1, _> `,ls .l.l `.| .>
_,L.,:l ,!,l _. : < _,.> .
_... _

tetimpalah atas mereka
kesesatan.
Sesungguhnya mereka
telah mengambil
syaitan-syaitan jadi
pemimpin-pemimpin
selain Allah, dan
mereka mengira bahwa
mereka adalah
mendapat petunjuk.

kesesatan atas mereka.
Sesungguhnya mereka
menjadikan setan-setan
pelindung selain Allah,
dan mereka mengira
bahwa mereka orang
yang diberi hidayat.

3. Surat Al-Furqon:18
l! ,..>,. !. l _-,., !.l .>`.. _.
..: _. ,!,l _>.l `.-`.. >,!,, _.>
. .] .l !. , _




Menjawablah mereka:
Maha Suci Engkau ya
Tuhan, tiadalah layak
bagi kami akan
mengambil pula selain
Engkau menjadi
pemimpin-pemimpin.
Tetapi Engkau telah
memberikan
kesenangan kepada
mereka dan kepada
nenek moyang mereka,
sehingga mereka pun
lupa kan peringatan,
maka lantran itu jadilah
kaum yang hancur
luluh.




Mereka menjawab:
Maha Suci Engkau
tidaklah dapat wujud
bagi kami mengambil
selain Engkau para
pelindung yang
menangani urusan kami
selain Engkau, akan
tetapi Engkau Dan
mereka adalah kaum
yang binasa.

4. Surat Al-Maidah:55

!,.| `>,l < .`]. _.] `.., _.] .,1`,
:l.l .`, :l > `- __



Tidak ada pemimpin
bagi kamu, kecuali
Allah dan RasulNya dan
orang-orang yang
beriman, yang
mendirikan sembahyang
dan mengeluarkan
zakat, dan mereka itu
semuanya tunduk.



Sesungguhnya wali
kamu hanyalah Allah,
Rasul-Nya, dan orang-
orang yang beriman,
yang mendirikan shalat
dan menunaikan zakat,
seraya mereka rukuk.

5. Surat An-Nisa:144



!!., _.] `.., .>`.. _.>l ,!,l _.
: _,...l .,. l-> < ,l.






Wahai orang-orang
yang beriman!
Janganlah kamu ambil
akan orang-orang kafir
menjadi pemimpin,
yang bukan dari orang-






Wahai orang-orang
yang beriman,
janganlah kamu
menjadikan orang-orang
kafir auliya dengan
meningglkan orang-
76

!..Ll. !.,. __

orang yang beriman.
Apakah kamu ingin
bahwa Allah
menjadikan atas kamu
sesuatu kekuasaan yang
nyata?.

orang mukmin. Maukah
kamu mengadakan
alasan yang nyata bagi
Allah (untuk
menyiksamu)?.

6. Surat Al-Maidah:51
!!., _.] `.., .>`.. :,l _...l
,!,l .-, ',!,l _-, _. >., >.. ..|
.. | < _., 1l _,.l.Ll _


Wahai orang-orang
yang beriman!
Janganlah kamu
mengambil orang
Yahudi dan Nasrani
menjadi pemimpin-
pemimpin; sebagian
mereka adalah
pemimpin-pemimpin
dari sebagian. Dan
barang siapa
menjadikan mereka
pemimpin di antara
kamu, maka
sesungguhnya dia itu
telah tergolong dari
mereka. Sesungguhnya
Allah tidaklah akan
member petunjuk
kepada kaum yang
zalim.


Hai orang-orang yang
beriman, janganlah
kamu menjadikan
orang-orang Yahudi dan
Nasrani sebagai auliya,
sebagian mereka adalah
auliya bagi sebagian
lain. Barang siapa di
antara kamu
menjadikan mereka
auliya, maka
sesungguhnya dia
termasuk sebagian
mereka. Sesungguhnya
Allah tidak member
petunjuk kepada orang-
orang yang zalim.

7. Surat Al-Maidah:57

!!., _.] `.., .>`.. _.] .> `>.,:
'> !,-l _. _.] . ..>l _. `>l,
!>l ,!,l 1. < | ,.. _,... __


Wahai orang-orang
yang beriman!
Janganlah kamu ambil
orang-orang yang telah
menjadikan agama
kamu ejekan dan main-
main, (yaitu) dari
orang-orang yang telah
diberi kitab sebelum
kamu itu, dan orang-
orang yang kafir, akan
jadi pemimpin-
pemimpin. Dan
takwalah kepada Allah ,
jika kamu memang
orang-orang yang
beriman.


Hai orang-orang yang
beriman, janganlah
kamu menjadikan
auliya, orang-orang
yang membuat agama
kamu bahan ejekan dan
permainan, (yaitu) di
antara orang-orang yang
telah diberi Kitab
sebelum kamu, dan
orang-orang yang kafir.
Dan bertakwalah
kepada Allah jika kamu
orang-orang mukmin.

8. Surat Al-Maidah:81

l .! _`..`, <!, _,.l !. _. ,l|
!. >.> ,!,l _>.l ,: .. _1..

Dan jika sekiranya
adalah mereka itu
beriman kepada Allah
dan Nabi itu, dan apa
yang diturunkan
kepadanya, tentulah
mereka tidak
mengambil kafir-kafir

Sekiranya mereka
beriman kepada Allah,
kepada Nabi dan kepada
apa yang diturunkan
kepadanya, niscaya
mereka tidak akan
mengangkat mereka itu
menjadi auliya, tetapi
77

_
itu jadi pimpinan.
Akan tetapi kebanyakan
dari mereka itu telah
fasik.

kebanyakan dari mereka
adalah orang-orang
yang fasik.


Pada uraian surat-surat di atas dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan makna
kata wali di sini Hamka tetap konsisten menerjemahkan wali atau auliya dengan
makna pemimpin sedangkan, Quraish kadang-kadang menerjemahkan wali atau
auliya dengan makna pelindung, wali, atau auliya. Pertama, pada surat Al-
Anam:14, Al-Araaf: 30, dan Al-Furqon:18 Hamka menerjemahkan pemimpin
sedangkan Quraish menerjemahkan pelindung. Perbedaan di sini hanya terjadi
pada perbedaan diksinya saja. Penulis pun melihat bahwa Quraish lebih
menonjolkan sifat dari wali tersebut yaitu pelindung, dan wali yang dimaksud di
sini adalah Allah SWT. Perbedaan selanjutnya Hamka lebih memilih
menggunakan semantik leksikal dalam menerjemahkan kata wali dan auliya.
Karena, menurut Hamka pada saat ia mengarang kitab tafsir tersebut, keadaan
rakyat bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam masih sangat terbelakang
dalam hal pendidikan. Maka dari itu, Hamka lebih menggunakan terjemahan yang
mudah dimengerti pada masa itu. Perbedaan makna ini tidak terlalu fatal karena
menurut penulis hubungan pemimpin dan pelindung masih berdekatan antara si
pelaku dan sifatnya.
Kemudian dalam surat al-Maidah ayat 55 perbedaan yang terdapat disini
tidaklah terlalu fatal Hamka menerjemahkan pemimpin sedangkan, Quraish
78

menerjemahkan wali di sini hanya perbedaan di diksinya saja. Kalau Quraish
lebih memilih diksi yang modern atau sering dipahami oleh para pembaca.
Dan terakhir di sini penulis melihat bahwa terjadi perbedaan antara dua versi
terjemahan Hamka menerjemahkan dengan makna pemimpin sedangkan Quraish
dengan makna auliya. Sama seperti sebelumnya perbedaan yang mencolok terjadi
pada pemilihan diksinya saja. Dan perbedaan yang selanjutnya terlihat bahwa
Hamka menerjemahkan kata wali dan auliya tersebut lebih berpandang pada arti
dari kamus Arab dan menerjemahkan apa adanya dari kamus saja. Sedangkan
Quraish, lebih memerhatikan konteksnya. Pada surat al-Maidah ayat 51, Quraish
menafsirkan auliya yang dimaksud disini adalah teman-teman dekat.
66
Dan
Quraish berkesimpulan pada ayat 51 ini, bahwa kata auliya yang dimaksud di
dalam kata ini adalah cinta kasih yang mengantar kepada meleburnya perbedaan-
perbedaan dalam satu wadah, menyatunya jiwa yang tadinya berselisih, saling
terkaitannya akhlak dan miripnya tingkah laku sehingga anda dapat melihat dua
orang yang saling mencintai bahkan seorang yang memiliki satu jiwa, satu
kehendak, dan satu perbuatan, yang satu tidak akan berbeda dengan yang lain
dalam perjalanan hidup dan tingkat pergaulan.
67

c. Pengikut
Selanjutnya setelah dianalisis dan diteliti ternyata penulis menemukan
bahwasannya kedua mufasirun menerjemahkan kata wali dan auliya secara
bebeda-beda. Hamka menerjemahkan kata wali dan auliya dengan makna

66
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran,
vol.3(Jakarta : Lentera Hati, 2002), hal. 114
67
M. Quraish Shihab, Op. Cit, hal. 115-116

79

pengikut sedangkan Quraish Shihab, menerjemahkan kata tersebut dengan makna
teman setia dan wali. Berikut ini adalah contoh-contohnya.
No Surat Perbedaan
Terjemahan Versi Hamka Terjemahan Versi Quraish
1. Surat Al-Anam:121

l!. !.. `l .`, ``. < ,ls ..|
_`.l | _,L.,:l `>`,l _|| `!,l
l..>`,l | >..-L >.| :. _


Dan janganlah kamu
makan dari apa yang
tidak disebutkan nama
Allah atasnya, dan
sesungguhnya itu adalah
suatu kedurhakaan. Dan
sesungguhnya syaitan-
syaitan itu membisikan
kepada pengikut-
pengikut mereka,
supaya mereka
membantah kamu. Dan
jika kamu menuruti
kepada mereka,
sesungguhnya
musyriklah kamu.


Dan janganlah kamu
memakan dari apa yang
tidak disebut nama Allah
atasnya, dan
sesungguhnya ia sungguh
adalah kefasikan.
Sesungguhnya setan-setan
membisikkan kepada
kawan-kawan mereka
agar mereka membantah
kamu; dan jika kamu
menuruti mereka,
sesungguhnya kamu
tentulah menjadi orang-
orang yang musyrik.

2. Surat Ali Imran:175

!..| `>l: _.L,:l .> .:,!,l >!>.
l> | ,.. _,... __


Yang demikian itu
tidak lain hanyalah
syaitan yang hendak
mempertakut-takuti
pengikut-pengikutnya.
Lantaran itu janganlah
kamu takut kepada
mereka, tetapi takutlah
kepadaKu, jika memang
kamu orang-orang yang
beriman.


Sesungguhnya itu tidak
lain hanyalah setan yang
menakut-nakuti kawan-
kawannya karena itu
janganlah kamu takut
kepada mereka, tetapi
takutlah kepadaKu, jika
kamu benar-benar orang
mukmin.


Pada surat an-Anam ayat 121 dan ali-Imran ayat 175 kedua mufasirun
menerjemahkan secara berbeda terlihat dari pemilihan diksi yang dilakukan oleh
keduanya. Hamka lebih cenderung mempertahankan menerjemahkan kata tersebut
dengan menggunakan makna yang terdapat dalam kamus-kamus Arab seperti al-
Ashry, dan Munawwir. Sedangkan Quraish, kalau kata wali atau auliya berada
80

dalam konteks pergaulan dan kasih sayang, maka ia adalah ketertarikan jiwa
sehingga wali/auliya adalah yang dicintai atau yang menjadikan seseorang tidak
dapat tidak kecuali tertarik kepadanya memenuhi kehendak dan mengikuti
perintahnya.
68

d. Sembahan
Dan selanjutnya penulis menemukan hanya ada satu kata auliya yang terdapat
dalam surat al-Jatsiyah dan diterjermahkan secara berbeda antara Dr. Hamka dan
Quraish Shihab. Dr. Hamka menerjemahkan kata auliya tersebut dengan
terjemahan pelindung sedangkan Quraish Shihab, menerjemahkan kata auliya
tersebut dengan terjemahan sembahan-sembahan. Seperti yang terdapat pada
contoh yang di bawah ini.
No. Surat Perbedaan
Terjemahan Versi Hamka Terjemahan Versi Quraish
1. Surat Al-Jatsiyah:10

_. ',.> _.-`, .s !. ,. !:,:
!. .> _. : < ,!,l > ,.s
,Ls

Di hadapan mereka ada
Jahannam, dan tidak
menolong bagi mereka
apapun yang mereka
usahakan, dan tidak pula
apa yang mereka ambil
selain Allah menjadi
pelindung. Dan bagi
mereka azab yang
besar.


Dihadapan mereka
neraka Jahannam dan
tidak akan berguna bagi
mereka apa yang telah
mereka kerjakan sedikit
pun, dan tidak pula apa
yang mereka jadikan
selain Allah sebagai
sembahan-sembahan.
Dan bagi mereka siksa
yang besar.



68
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran,
vol.3(Jakarta : Lentera Hati, 2002), hal. 115-116

81

Pada surat al-Jatsyiyah ayat 10 terlihat sekali perbedaan terjemahan antara
Hamka dan Quraish lagi-lagi terlihat dari cara pemilihan diksi yang berbeda
antara keduanya. Dan Quraish dalam memilih padanan dia lebih mengikuti kaidah
dalam bahasa Indonesia yang benar ketika bahasa sumber yang akan
diterjemahkan berbentuk jamak maka bahasa sasaran yang ia terjemahkan
penulisannya menjadi berulang-ulang.
e. Penolong
Dari banyaknya makna yang ada kata wali atau auliya juga diterjemahkan
dengan makna penolong. Akan tetapi, antara Hamka dengan Quraish Shihab
menerjemahkan kata tersebut dengan berbeda makna Hamka menerjemahkan
dengan makna penolong sedangkan Quraish Shihab dengan makna pemimpin
Berikut surat-surat yang diterjemahkan secara berbeda.
No. Surat Perbedaan
Terjemahan Versi Hamka Terjemahan Versi Quraish
1. Surat Al-Araaf:3
`-,. !. _. >,l| _. `>, `-,`.. _.
..: ,!,l ,l !. `.. _

Turutilah olehmu apa
yang diturunkan kepada
kamu dari Tuhan kamu,
dan janganlah kamu
turuti yang selain dari
Dia menjadi penolong-
penolong. Sedikitlah
kamu yang diingat.


Ikutilah apa yang
diturunkan kepada kamu
dari Tuhan kamu dan
janganlah kamu
mengikuti pemimpin-
pemimpin selain-Nya.
Amat sedikit kamu
mengambil pelajaran.

2. Surat Al-Kahfi:17
_. _.:l :| -lL '. _s `

Dan akan Engkau lihat
Matahari apabila terbit,
dia condong daripada
gua mereka ke sebelah
kanan. Dan apabila dia
tenggelam, dia
tinggalkan mereka
disebelah kiri, sedang

Dan engkau melihat
matahari ketika terbit,
condong dari gua mereka
ke sebelah kanan dan bila
matahari itu terbenam ia
menjauhi mereka ke
sebelah kiri sedang
mereka berada dalam
82

,: _,.,l :| ,s .1. ,: _!.:l
> _ :> .. ,l: _. .,, < _. .
< ...l _. _l.`, _l .> .l !,l
.:`. _
mereka berada dibagian
yamg lapang
daripadanya. Yang
demikian itu adalah
suatu di antara ayat-ayat
Allah. Barang siapa
yang ditunjuki Allah,
niscaya terpimpinlah
dia. Dan barang siapa
yang disesatkannya,
maka sekali-kali tidak
akan ada penolong yang
akan menunjuki jalan.

tempat yang luas di
dalamnya. Itu adalah
sebagian dari ayat-ayat
Allah. Barang siapa yang
diberi petunjuk oleh Allah
maka dialah yang
mendapat petunjuk; dan
barang siapa yang
disesatkanNya, maka
engkau tak akan
mendapatkan baginya
seorang pemimpin yang
menjadi pembimbing.


Pada surat al-Araaf ayat 3 dan al-Kahfi ayat 17 di sini terlihat perbedaan
antara terjemahan keduanya Hamka menerjemahkan penolong sedangkan Quraish
menerjemahkan pemimpin. Perbedaan disini terletak pada diksinya. Menurut
penulis terjemahan Quraishlah yang lebih tepat dan mudah untuk dipahami oleh
seorang pembaca. Pada terjemahan yang dilakukan Quraish itu perbedaan yang
terlihat dia lebih menekankan pada subjeknya atau si pelaku sedangkan Hamka,
lebih pada sifat dari seorang pemimpin yaitu penolong, dll.
f. Wali
Kata wali dan auliya yang diterjemahkan dengan makna yang apa adanya yaitu
wali. Setelah penulis menganalisis ternyata ada beberapa surat yang
diterjemahkan oleh kedua mufasirun secara berbeda Hamka menerjemahkan
dengan makna wali sedangkan Quraish Shihab dengan makna auliya.

83

No. Surat Perbedaan
Terjemahan Versi Hamka Terjemahan Versi Quraish
1. Surat Al-Anfaal:73
_.] ` .-, ',!,l _-, | :l-. _>.
.. _ _ :!. ,, __


Dan orang-orang yang
kafir itu, setengah
merekapun adalah wali
atas yang setengah. Jika
tidak kamu kerjakan
begitu, tentulah akan ada
fitnah di bumi dan
kerusakan yang besar.


Adapun orang-orang
yang kafir, sebagian
mereka menjadi auliya
bagi sebagian yang lain.
Jika kamu tidak
melaksanakan, niscaya
kan terjadi kekacauan di
muka bumi dan kerusakan
yang besar.

Pada kasus di atas sebenarnya kedua terjemahan ini memiliki makna yang
sama. Hanya pemilihan diksi yang berbeda. Dan perbedaan lainnya terlihat bahwa
bentuk jamak atau tunggalnya Quraish lebih memperhatikan kedudukan bahasa
sumber dan bahasa sasarannya terlihat di sini bahasa sumbernya berbentuk jamak
kemudian Quraish pun menerjemahkan ke dalam bahasa sasarannya dalam bentuk
jamak pula. Kalau dilihat maknanya keduanya memiliki pemahaman makna yang
sama.
g. Teman setia
Ada satu surat yang diterjemahkan berbeda oleh Hamka dan Quraish Shihab
yaitu surat al-Ahzab ayat 6 Hamka menerjemahkan kata tersebut dengan makna
teman setia sedangkan Quraish Shihab, menerjemahkan dengan makna auliya.
Berikut ini adalah contoh kasusnya surat al-Ahzab ayat 6.
No. Surat Perbedaan
Terjemahan Versi Hamka Terjemahan Versi Quraish
1. Surat Al-Ahzab:6
_,.l _| _,...l!, _. ..

Nabi itu adalah lebih
utama bagi orang yang
beriman dari diri mereka
sendiri, dan istri-istri

Nabi lebih utama bagi
orang-orang mukmin
daripada diri mereka
sendiri, sedang istri-
84

.`> ... l` ,l> .-,
_| _-,, _ .. < _.
_,...l _>..l | l-.
_|| >!,l !`-. _l ,l: _
..l L`.. _
beliau adalah ibu-ibu
mereka. Dan orang-
orang yang mempunyai
hubungan darah yang
setengah dengan yang
setengah lebih utama di
dalam kitab Allah
daripada orang-orang
Mumin dan orang-orang
yang berhijrah, kecuali
kalau kamu hendak
berbuat baik kepada
saudara-saudara kamu.
Adalah yang demikian
itu, di dalam kitab Allah
telah tertulis.

istrinya adalah ibu-ibu
mereka. Dan orang-
orang yang mempunyai
hubungan rahim satu
sama lain lebih berhak di
dalam Kitab Allah
daripada orang-orang
mukmin dan orang-
orang Muhajirin, kecuali
kalau kamu mau berbuat
baik kepada Auliya
kamu. Adalah yang
demikian itu pada kitab
Allah telah tertulis.

Pada surat al-Ahzab ayat 6 ini perbedaan yang terlihat pada perbedaan
pemilihan diksi. Dan apabila dilihat dari semantik gramatikalnya pernejemahan
Quraishlah yang lebih mudah untuk di pahami oleh si pembaca. Makna auliya di
sini kembali pada makna dasarnya yang merrupakan bentuk jamak dari kata
waliyy yang bermakna dasarnya adalah dekat. Dari sini kemudian berkembang
makna-makna baru pendukung, pembela, pelindung, yang mencintai, lebih utama
dan lain-lain yang semuanya diikat oleh benang merah kedekatan.
69
Auliya
menurut Hamka di sini adalah orang yang paling dekat kepada Allah, ialah orang
yang telah memberikan segenap pengurbanan untuk menegakkan jalan Allah.
h. Pembela
Dalam surat an-Nisa ayat 75 penulis melihat hanya Hamka lah yang
menerjemahkan kata wali dengan makna pembela sedangkan Quraish Shihab,
menerjemahkan kata wali dengan makna pelindung. Berikut ini adalah kasusnya.

69
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran,
vol.6(Jakarta : Lentera Hati, 2002), hal. 111-112

85



No. Surat Perbedaan
Terjemahan Versi Hamka Terjemahan Versi Quraish
1. Surat An-Nisa:75

!. _>l l..1. _ _,,. < _,-..`..l
_. _l>l ,!..l .]l _.] l1, !.`,
!.>> _. :..> ,1l l!Ll !l> _-> !.l
_. ...] !,l _-> !.l _. ...] ,.. __



Mengapa kamu tidak
akan mau untuk
berperang pada jalan
Allah dan (membela)
orang-orang yang telah
ditindas, dari laki-laki dan
perempuan dan kanak-
kanak, yang telah berkata
mereka: Ya Tuhan
Kami! Keluarkanlah
kiranya kami dari negeri
ini, yang penduduknya
begitu zalim, dan
jadikanlah untuk kami
dari sisi Engkau, seorang
pembela.



Mengapa kamu tidak
mau berjuang di jalan
Allah dan (membela)
orang-orang yang
lemah, baik laki-laki,
wanita-wanita, maupun
anak-anak yang berdoa:
Tuhan kami,
keluarkanlah kami dari
negeri ini (Mekkah)
yang zalim
penduduknya dan
berilah kami pelindung
dari sisi Engkau, dan
berilah kami Penolong
dari sisi Engkau.

Pada kasus di atas sebenarnya memiliki makna yang sama keduanya
merupakan sifat dari dari seorang pemimpin atau orang-orang dekat. Dan
perbedaannya terletak pada pemilihan diksinya.
i. Auliya
Setelah penulis menganalisis di dalam surat al-Jumuah ayat 6 Hamka dan
Quraish Shihab menerjemahkan kata auliya tersebut secara berbeda, berikut ini
contohnya.


86

No Surat Perbedaan
Terjemahan Versi Hamka Terjemahan Versi Quraish
1. Surat Al-Jumuah:6

_ !!., _.] :!> | ,..s >. ',!,l <
_. : _!.l '... ,. | ,.. _,... _


Katakanlah: Wahai
orang-orang Yahudi!
Jika kamu menyangka
bahwa kamulah yang
auliya bagi Allah,
bukan manusia lain,
maka cita-citalah mati
jika adalah kamu orang-
orang yang benar.


Katakanlah: Hai orang-
orang yang beragama
Yahudi, jika kamu
mengira bahwa kamu
kekasih-kekasih bagi
Allah-berbeda dengan
manusia lain-maka
idamkanlah kematian; jika
kamu orang-orang yang
benar.

Pada surat al-Jumuah ayat 6 ini perbedaan yang terlihat pada pemilihan
diksinya. Dan kalau dilihat penerjemahan Quraishlah yang lebih mudah dipahami
oleh pembaca. Auliya menurut Hamka di sini adalah orang yang paling dekat
kepada Allah, ialah orang yang telah memberikan segenap pengorbanan untuk
menegakkan jalan Allah. Sedangkan, orang seseorang disebut Wali. Dalam surat
Yunus dijelaskan ciri-ciri yang khas dari orang-orang yang menjadi wali (satu
orang) atau Auliya (banyak orang) itu.







87

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai penafsir yang hidup di abad modern, Hamka dan Quraish Shihab
sama-sama memberikan penafsiran yang mudah untuk dipahami bila
dibandingkan dengan penafsiran yang dilakukan oleh pada zaman klasik. Hal ini
disebabkan antara lain karena keduanya lebih sama-sama memilih bahasa yang
cocok dengan bahasa umat dan pemikiran mereka di abad modern. Akan tetapi,
Hamka dalam padanan kalimatnya kurang memperhatikan struktur semantik
gramatikalnya, dia lebih kepada semantik leksikal dengan kata lain dia
menerjemahkannya lebih kepada terjemahan harfiah dan dia lebih sering
menggunakan bahasa Melayu. Setelah penulis analisis, hasil terjemahan
Quraishlah yang lebih baik dibandingkan dengan hasil terjemahan Hamka.
Terjemahan Quraish lebih menggunakan bahasa Indonesia yang kontemporer.
Dan berdasarkan hasil pantauan penulis, pola penafsiran yang diterapakan
Hamka dan Quraish jelas berbeda. Karena, keduanya memiliki ciri khas masing-
masing. Quraish dalam menerjemahkan bukunya yang berjudul Tafsir Al-Misbah
terbitan tahun 2002 yang merupakan penelitian dari judul skripsi ini dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a) Terjemahan ayat-ayat yang mengandung kata wali dalam Tafsir Al-Misbah
menggunakan metode penerjemahan setia.
88

b) Terjemahan ayat-ayat yang mengandung kata wali dalam Tafsir Al-Misbah
telah menggunakan tolak ukur bahasa Indonesia yang memadai; karena,
bahasanya sangat sederhana, sehingga mudah dimengerti. Baik segi bentuk
maupun struktur kalimatnya lebih sesuai dengan aslinya.
Pada Tafsir Al-Misbah, Quraish memberi tambahan lain dalam menerjemahkan
tafsirnya dengan menggunakan metode maudhui. Metode ini memiliki
keistimewaan yaitu menghindarkan kita dari problema atau kelemahan yang
terdapat pada metode lain. Oleh karena itu, Quraish berupaya untuk
menghidangkan bahasan setiap surah pada apa yang dinamai tujuan surah atau
tema pokok surah. Menurut Quraish sebagaimana dikatakan dalam sekapur sirih
Tafsir Al-Misbah, jika kita mampu memperkenalkan pesan utama setiap surah,
maka ke-114 yang ada di dalam al-Quran akan dikenal lebih dekat dan mudah.
Perbedaan ini terlihat terutama dalam muatan Tafsir Al-Misbah Quraish lebih
cenderung memahami ayat-ayat melalui pendekatan bahasa, dan masih
menggunakan kaidah penulisan bahasa Indonesia yang benar. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa Tafsir Al-Misbah diwarnai oleh corak kebahasaan yang
bagus dan menggunakan metode semantik yang sesuai.
Sedangkan Hamka, dalam menerjemahkan bukunya yang berjudul Tafsir Al-
Azhar lebih bersifat apa adanya, artinya teks naskah tersebut diterjemahkan
sesuai dengan struktur bahasa sumber dan tidak menyimpang dari struktur bahasa
sasaran, maka digunakanlah metode penerjemahan harfiyah. Sebaliknya, apabila
teks tersebut harus mengalami perubahan struktur bahasa sumber ketika
diterjemahkan, maka digunakanlah metode penerjemahan bebas. Bebas di sini
89

bukan berarti penerjemah boleh menerjemahkan sekehendak hatinya sehingga
esensi terjemah sendiri itu hilang. Bebas di sini berarti penerjemah dalam
menjalankan misinya tidak terlalu terikat oleh bentuk maupun struktur kalimat
dengan tujuan agar pesan atau maksud penulis naskah mudah dimengerti oleh
pembacanya.













90

B. Saran
Melihat dari hasil kesimpulan di atas, penulis menyadari bahwa penelitian
tentang analisis polisemi kata wali dan auliya pada Quran terjemahan karya
Hamka dan Quraish Shihab yang penulis kaji saat ini belumlah menghasilkan
karya yang maksimal, penulis hanya sekedar menganalisis kata wali dan auliya.
Sedangkan, kata-kata polisemi yang lain masih banyak dan bisa dijadikan rujukan
untuk analisis selanjutnya. Dan penulis melihat agaknya akan menjadi sebuah
tantangan yang baru bagi seorang penerjemah-penerjemah di Indonesia untuk
mendapatkan hasil terjemahan yang baik, apalagi dalam terjemahan al-Quran.
Meskipun telah semaksimal mungkin menyelesaikan skripsi ini, penulis
menyadari masih banayak sekali kekurangan yang harus penulis perbaiki. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangatlah diperlukan oleh penulis.
Dan penulis berharap ada yang dapat menyempurnakan penelitian selanjutnnya
yang dapat mengembangkan penelitian yang ada.
Di dalam Tafsir Al-Azhar karya Hamka , masih banyak terjemahan yang perlu
dikaji lagi dalam segi tata bahasa Indonesia.



91

Daftar Pustaka
Abdul Wahab, Muhbib. Pemikiran Linguistik Tammam Hassan dalam Pembelajaran
bahasa Arab. Jakarta: UIN Press, 2009.
Ali, Atabik. Al-Arsy: Kamus Arab-Indonesia. Yogyakarta: Mulya Karya Grafika,
1998.
Anwar, Hamdani. Telaah Kritis Terhadap Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish
Shihab dalam Jurnal Mimbar Agama dan Budaya.
As-Syahroni, Abdul Wahab. Ilm Wujuh wa Nadzair. Beirut: Muassasah Ar-Risalah,
1985.
Burdah, Ibnu. Menjadi Penerjemah: Metode dan Wawasan Menerjemahkan Teks
Arab. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004.
Djajasudarma, Fatimah. Semantik I Pengantar Ke Arah Ilmu Makna. Bandung:
Refika Aditama, 1999.
Djajasudarma, Fatimah. Semantik II Pemahaman Ilmu Makna. Bandung: Refika
Aditama, 1999.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Icthar Baru van
Hoeve, 1993.
92

Fahrurrozi, Aziz. Gramatika Bahasa Arab. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah.
Feserspiel, Howard M. Kajian al-Quran di Indonesia: dari Mahmud Yunus hingga Quraish
Shihab. Bandung: Mizan, 1997.
Fuad Abdul Baqi, Muhamad. Al-Mujam Al-Mufahras lil al-Fadzil Quranul Karim.
Turki: Maktabah al-Islamiyah, 1984.
Hamka, Tafsir al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984.
Hanafi, Nurrachman. Teori dan Seni Menerjemahkan. Flores: Nusa Indah, 1986.
Kurratulaini, Siti. Analisis Semantik Terhadap Terjemahan Al-Quran juz 30 (surat
al-Qadar; al-Alaq;al-Ikhlas) Studi Komparatif antara Terjemahan Hamka
dan Mahmud Yunus. Jakarta: Skripsi S.1 Fakultas Adab dan Humaniora UIN
Syarif Hidatyatullah, 2008.
Kushartanti. Dkk. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2007.
Kusmana. Membangun Citra dalam Badri Yatim dan Hasan Nasuhi, (ed),
Membangun Pusat Keunggulan Studi Islam: Sejarah dan Profil Pimpinan
IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta: IAIN Press,2002.
Machali, Rochyah. Pedoman Bagi Penerjemahan. Jakarta: PT. Grasindo, 2000.
93

Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia. Surabaya:
Pustaka Progessif, 1997.
Parera, J. D. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga, 2004.
Pateda, Mansoer. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Rudolf, M. Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1949.
Shihab, Quraish. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran. Jakarta:
Lentera Hati, 2002.
Shihab, Quraish. Logika Agama, Batas-batas Akal dan Kedudukan Wahyu dalam
Islam. Jakarta: Lentera hati, 2005.
Shihab, Quraish. Studi Membumikan Al-Quran. Bandung: Mizan, 2001.
Syihabuddin. Penerjemahan Arab Indonesia: Teori dan Praktek. Bandung:
Humaniora, 2005.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,
1989.
Ullmann, Stephen. Pengantar Semantik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Verhaar, J. W. M. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada, 1995.
94

Widyamartaya, A. Seni Menerjemahkan. Yogyakarta: Kanisius, 1989.
Yusuf, Suhendra. Teori Terjemah: Pengantar ke Arah Pendekatan Linguistik dan
Sosiolinguistik. Bandung: Mandar Maju, 1994.
Yusuf, Yunan M. Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar: Sebuah Telaah Atas
Pemikiran Hamka dalam Teologi Islam. Jakarta: Penamadani, 2004.




A. Terjemahan Makna Wali dan Auliya Versi Hamka dalam Padanan al-Quran

No Makna Ayat-Ayat Al-Quran
1 Pelindung Q.S. Al- Anam: 51
Q.S. Al-Araf: 155 dan 196
Q.S. Al-Isra: 97
Q.S Al-Kahfi: 26 dan 102
Q.S At-Taubah: 116 dan 74
Q.S Zumar: 3
Q.S. Fushilat: 31
Q.S Al-Ahzab: 17 dan 65
Q.S Saba: 41
Q.S Yusuf: 101
Q.S Ar-Rad: 16 dan 37
Q.S Hud: 20
Q.S Ali Imran: 112
Q.S An-Nisa: 119,123,dan 173
Q.S Jatsyiyah: 20 dan 16
Q.S As-Syura: 6,8, dan 9
2 Pemimpin Q.S Al-Anam: 14
Q.S Al-Araf: 27 dan 30
Q.S Al-Kahfi: 50
Q.S At-Taubah: 23 dan 71
Q.S Al-Furqon: 18
Q.S An-Nahl: 63
Q.S Al-Baqarah: 257
Q.S Ali Imran: 28
Q.S An-Nisa: 139 dan 144
Q.S Al-Maidah: 51, 55, 57, dan 81
3 Pengikut Q.S Al-Anam: 121 dan 128
Q. S Ali Imran: 175
Q.S An-Nisa: 76

4 Penolong Q.S Al-Araf: 3
Q.S Al-Isra: 111
Q.S Al-Kahfi: 17
Q.S Sajadah: 4
Q.S Hud: 113
Q.S Al-Mumtahanah: 1
5 Pengurus Q.S Al-Anfal: 34
6 Penulis Q.S Al-Baqarah: 282
7 Pembela Q.S An-Nisa: 76
8 Wali Q.S Al-Anfaal: 72 dan 73
Q.S Al-Isra: 33
Q.S Yunus: 62
Q.S An-Naml: 49
Q.S An-Nisa: 45
9 Auliya Q.S Jumuah: 6
10 Teman setia Q.S Fushilat: 34
Q.S Al-Ahzab: 6
Q.S Ali Imran: 68
Q.S An-Nisa: 89













B. Terjemahan Makna Wali dan Auliya Versi M. Quraish Shihab

No Makna Ayat-Ayat Al-Quran
1 Pelindung Q.S Al-Baqarah: 107, 120, 148, dan 257
Q.S An-Nisa: 75, 119, 123, dan 173
Q.S Al-Anam: 14, 51, dan 70
Q.S Yusuf: 101
Q.S Ar-Rad: 16 dan 37
Q.S Al-Kahfi: 26
Q.S Al-Ankabut: 22 dan 41
Q.S Al-Ahzab: 17 dan 65
Q.S Saba: 41
Q.S Zumar: 3
Q.S Fushilat: 31
Q.S As-Syura: 6, 8, dan 9
Q.S Al-Ahqaf: 32
Q.S Al-Fath: 22
Q.S Al-Furqon: 18
Q.S Al-Araaf: 30 dan 196
Q. S At-Taubah: 74 dan 116
2 Penulis Q. S Al-Baqarah: 282
3 Teman Dekat Q. S Ali Imran: 68 dan175
Q.S An-Nisa: 89
Q.S Al-Anam: 121 dan 128
Q.S Maryam: 45 dan 5
Q.S Fushilat: 34
Q. S Mumtahanah: 1
Q.S Jumuah: 6
4 Auliya Q.S An-Nisa: 144
Q.S Al-Maidah: 51, 57, dan 81
Q.S Al-Ahzab: 6
Q.S Al-Anfaal: 34, 72 dan 73
5 Penolong Q.S Ali Imran: 122
Q.S Al-Isra: 97 dan 111
Q.S Hud 20 dan 113
Q.S Al-Kahfi: 44 dan 102
Q.S Sajadah: 4
Q.S Jatsyiyah: 19
Q.S At-Taubah: 71
6 Wali Q.S Ali-Imaran: 28
Q.S An-Nisa: 45 dan 76
Q.S Al-Maidah: 55
Q.S Al-Isra: 33
Q.S Yunus: 62
7 Pemimpin Q.S An_Nahl: 63
Q.S Al-Kahfi: 17 dan 50
Q.S Al-Araaf: 3, 27 dan 155
Q.S At-Taubah: 23
8 Sembahan Q.S Jatsyiyah: 10

Anda mungkin juga menyukai