Anda di halaman 1dari 1

Implementasi Seutuhnya UU No.

52 tahun 20091

Hari ini sudah lebih empat tahun sejak lahirnya UU No. 52 tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, harus dengan besar hati mengakui belum ada perubahan berarti terhadap implementasi kebijakan ini, satu-satunya hal mendasar dari lahirnya undang-undang ini adalah perubahan kelembagaan BKKBN, sebelumnya bernama Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional yang berkedudukan di bawah MENKOKESRA berubah menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Dengan bertambahnya kata kependudukan menjadikan BKKBN sebagai Lembaga Negara Non-Kementrian yang menangani masalah kependudukan di Indonesia. Kependudukan membawa implikasi yang luas terhadap tupoksi BKKBN sampai saat ini, berbagai formula telah diimplementasikan di tingkat pusat, tapi tidak dengan di daerah. Amanat undang-undang ini tentang pembetukan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah (BKKBD) baik di provinsi maupun kab/kota seolah-olah menjadi angin lalu, cukup diketahui dan dirasakan tapi tidak ditanggapi. Namun tidak dipungkiri pula sudah ada beberapa daerah yang merealisasikannya. Dalam perjalanan selama empat tahun lebih ini kata kependudukan seakan-akan menjadi sebuah kata sakti di lingkungan BKKBN, setiap program menggunakan kata kependudukan sebagai titik tolak. Di satu sisi, Kementrian Dalam Negeri juga mengurusi hal yang sama terkait kependudukan. Bagi penulis sendiri kependudukan ini merupakan kata yang seksi untuk dibicarakan, tapi apakah karena keseksian ini akan meciptakan keharmonisan atau malah tumpang tindih kewenangan? Banyak aturan yang harus diserasikan mulai dari pusat sampai daerah terkait kependudukan. BKKBN harus lebih aktif lagi kalau tidak mau kependudukannya hanya sebagai nama, dan itu bukan pekerjaan yang gampang. Pasal 3 UU No. 52 tahun 2009 menyebutkan perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga berdasarkan prinsip pembangunan kependudukan, ada tujuh prinsip pembangunan kependudukan yang dikemukakan, salah satunya poin (b) pengitegrasian kebijakan kependudukan ke dalam pembangunan social budaya, ekonomi dan lingkungan hidup. Perlu dipahami bersama bahwa undang-undang ini bukan hanya miliknya BKKBN tapi banyak kepentingan yang akan bermain di dalamnya. Sebagai lembaga yang menangani pengendalian kuantitas penduduk, kependudukan di BKKBN akan punya pekerjaan rumah yang sangat banyak untuk menyerasikan setiap kebijakan terkait hal tersebut, tidak hanya masalah kontrasepsi tetapi juga terkait dampak kependudukan tersebut. Mengingat sudah empat tahun lebih undang-undang ini lahir kalau ibarat anak manusia sudah bisa lari, undang-undang ini jangankan untuk melangkah, nyatanya masih tergopoh-gopoh untuk berdiri, mungkin perlu kembali mengajak para pembuat kajian akademis undang-undang ini duduk bersama sebagai akselerasi implementasinya. Apakah ruhnya memang sudah sejalan atau memang pelaksananya yang tidak berusaha mengimplementasikannya sesuai dengan amanat undang-undang ini. (D/A)

Ditulis oleh Dafid Arga, S.IP (Pegawai Perwakilan BKKBN Kepri Alumni FISIP UNAND Padang)

Anda mungkin juga menyukai