Anda di halaman 1dari 3

bimacenter.

com

TUJUAN PEMBANGUNAN MILENIUM / MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS


(MDGs-2015)
Tuesday, 17 June 2008
Last Updated Tuesday, 17 June 2008

TUJUAN PEMBANGUNAN MILENIUM /MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs-2015) PARADIGMA BARU


KERANGKA PEMBANGUNAN DAERAHOleh : Sri Suryani -----------------------------------------------------------------------------------
----- Tahun 1982 lahir ”Bruntland Report” yang berisi pesan-pesan pembangunan berkelanjutan sebagai
wujud tanggung jawab moral generasi sekarang untuk memperhatikan hak-hak generasi yang akan datang. Satu dekade
kemudian PBB mengagas ”Agenda 21” yang merupakan hasil KTT Bumi di Rio de Jeneiro, Brazil, dengan
21 agenda utama yang berfokus pada penghapusan kemiskinan, peningkatan peran perempuan dalam pembangunan
dan pelestarian lingkungan hidup. Konsep yang dihasilkan menjadi acuan yang diadopsi oleh banyak negara-negara
berkembang dalam perencanaan pembangunan. Dalam kurun waktu tersebut banyak pula kejadian-kejadian luar biasa
yang mempengaruhi kualitas pencapaian agenda-agenda yang telah ditetapkan, seperti penyebaran HIV/AIDS yang
”mendunia” melalui metode dan cara-cara yang diluar kesadaran mental manusia, mulai dari jarum suntik
hingga transfusi darah yang tidak aman, peperangan diberbagai belahan dunia, serta krisis ekonomi di Asia Tenggara.
Akar persoalan seperti tingkat buta huruf yang masih rendah, kemiskinan dan sebagainya masih belum dapat
diselesaikan karena belum adanya target kuantitatif yang menjadi acuan. Hal tersebut menjadi cikal bakal lahirnya
”Millenium Development Goals/MDGs” sebagai hasil kesepakatan dari 198 negara pada tahun 2000,
dengan menetapkan target kuantitatif yang akan dicapai pada tahun 2015.

Konsep ini muncul dengan pemikiran bahwa ada beberapa hal yang membuat masyarakat menjadi tetap rentan
(vulnerable) dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, sehingga ditetapkan delapan tujuan beserta
target–target indikator yang diharapkan mampu membantu mereka keluar dari persoalan–persoalan yang
sangat mendasar dalam keterbelakangan tersebut.
MGDs mengusung tiga tema sentral yaitu “human development, human security and human rights”.
Kerangka MDGs sebenarnya hanyalah salah satu upaya untuk menyamakan visi global yang kemudian diterjemahkan
kedalam aksi-aksi lokal pembangunan. Konsep MDGs pada intinya bertujuan untuk membawa pembangunan kearah
yang lebih adil bagi semua pihak. Bagi manusia dan lingkungan hidup, bagi laki-laki dan perempuan, bagi orang tua dan
anak-anak, serta bagi generasi sekarang dan generasi mendatang.
Indonesia sebagai salah satu Negara yang ikut mengadopsi kesepakatan MDGs juga menetapkan target-target
pencapaian tujuan MDGs di tahun 2015 sebagai berikut :
1.Penghapusan kemiskinan;

- Target 1 : Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah $1 perhari menjadi setengahnya
antara tahun 1990-2015

- Target 2 : Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya antara tahun
1990–2015
2.Pencapaian pendidikan dasar untuk semua;

- Target 3 :Memastikan pada tahun 2015 semua anak dimanapun, laki-laki maupun perempuan, dapat menyelesaikan
pendidikan dasar
3.Kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan;

- Target 4 :Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada tahun 2005 dan di semua
jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun 2015
4.Penurunan angka kematian anak:

- Target 5 : Menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiganya antara th 1990–2015
5.Meningkatkan kesehatan ibu;

- Target 6 : Menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga perempatnya antara tahun 1990–2015
6.Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya;

- Target 7 : Mengendalikan penyebaran HIV/AIDs dan mulai menurunnya jumlah kasus baru pada tahun 2015

- Target 8 : Mengendalikan penyakit malaria dan mulai menurunnya jumlah malaria dan penyakit lainnya

7.Menjamin kelestarian lingkungan berkelanjutan;

- Target 9 : Memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan kebijakan dan program nasional

- Target 10: Penurunan sebesar separuh, proporsi penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum yang aman dan
berkelanjutan serta fasilitas dasar pada 2015
http://bimacenter.com Powered by Joomla! Generated: 17 March, 2011, 02:41
bimacenter.com

- Target 11: Mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk miskin di pemukiman kumuh pada tahun 2020
8.Membangun kemitraan global untuk pembangunan

MDGs dan Pembangunan Daerah


Dari 8 tujuan tersebut ditetapkan 48 indikator untuk mengukur ketercapaian tujuan tersebut. Sejak penetapannya pada
tahun 2000, MDGs telah menjadi framework global dalam pembangunan dibeberapa sektor penting. Hal ini karena
cakupannya yang komprehensif dan terukur, serta mampu menyamakan visi global untuk mencapai tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan. Tujuan Pembangunan Milenium menetapkan tahun 2015 sebagai batas waktu pencapaian target-
targetnya, dengan mengambil tahun 1990 sebagai baseline data kuantitatifnya. Untuk skala kabupaten, selain mengacu
pada target pencapaian MDGs, pelaksanaan pembangunan juga mengacu pada target yang ditetapkan melalui Standar
Pelayanan Minimum (SPM) setiap sektor baik yang ditetapkan secara nasional maupun melalui Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD), Rencana Strategis Daerah (Renstrada), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten
dan sebagainya untuk beberapa indikator yang berbeda. Karena targetnya yang secara kuantitatif terukur data yang
akurat menjadi kunci utama yang menggambarkan tingkat pencapaiannya. Kendala yang dihadapi didaerah adalah
beberapa indikator tidak mempunyai data serial sejak tahun 1990 untuk perbandingan dengan target tahun 2015.
Sehingga tidak diketahui secara pasti apakah indikator-indikator yang ditetapkan mengalami kemajuan atau kemunduran
dalam perkembangannya. Tetapi melihat trend yang terjadi dalam dua dekade terakhir ini, ada indikator yang
mencerminkan perkembangan yang positif seperti penurunan angka kematian ibu dan angka kematian balita, partisipasi
sekolah, akses yang sama antara anak laki-laki dan perempuan terhadap kesempatan bersekolah. Ada pula indikator
yang justru bergerak mundur, seperti menurunnya jumlah sumber air bersih yang aman dan berkelanjutan,
meningkatnya pemakaian kayu bakar untuk bahan bakar rumah tangga, dan meningkatnya jumlah penduduk miskin,
serta ada pula indikator yang stagnan seperti pemberantasan penyakit menular yang trend-nya muncul silih berganti.
Kalau diera 90-an HIV/AIDS yang membuat masyarakat dunia khawatir, tetapi di akhir decade tersebut dan awal tahun
2000-an muncul peyakit viral yang lain seperti SARS kemudian Flu burung, malaria, DBD serta penyakit-penyakit tropis
lain yang terabaikan seperti kusta (Indonesia masih urutan ketiga didunia setelah India dan Brazil), kaki gajah dan
sebagainya.
Selama ini proses pengumpulan data pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi, lingkungan hidup dan sebagainya
dilakukan dengan cara sensus dan survei. Sensus tidak dapat dilakukan secara kontinyu setiap tahun karena
keterbatasan dana serta hanya terbatas pada informasi-informasi dasar saja, sedangkan dengan cara survei umumnya
hanya dapat menghasilkan rata-rata kabupaten, propinsi dan nasional. Rata-rata kabupaten yang dihasilkan kadang-
kadang kurang representatif karena sampel yang tidak cukup besar sehingga data kurang mampu mewakili keadaaan
yang sesungguhnya.
Selain itu, pelaksanaan otonomi daerah menyebabkan banyak tanggung jawab pembangunan yang dialihkan kedaerah.
Oleh karena itu perlu ada upaya untuk membantu meningkatkan kapasitas daerah dalam melaksanakan pembangunan.
Sehingga pengalihan fungsi dan tanggung jawab tidak memperburuk kehidupan berbangsa tetapi daerah mampu
menjadi pilar-pilar yang kuat untuk mendukung negara ini.
Perlu dipahami bahwa isu-isu yang ada dalam MDGs bukanlah hal baru. Persoalan-persoalan tersebut sebenarnya
sudah ada dari dulu. Hanya konsep MDGs menyusunnya kembali secara struktural dan menetapkan target kuantitatif
secara global kemudian diterjemahkan kedalam aksi-aksi yang bersifat lokal. Seperti dijelaskan di bagian awal bahwa
ada banyak persoalan yang membuat orang miskin tidak mampu keluar dari kemiskinannya. Selama ini persoalan
kemiskinan memberi peluang bagi setiap pihak yang memiliki tanggung jawab untuk mencari alasan untuk melepaskan
tanggung jawabnya. Hal ini disebabkan oleh banyaknya indikator kemiskinan yang ditetapkan oleh banak pihak,
menyebabkan data dapat dipermainkan sesuai kebutuhan, serta tidak ada upaya yang sungguh-sungguh untuk melihat
apa akar persoalan. Contoh yang (buat saya) paling menarik adalah cara yang ditempuh peraih Nobel Prof. Muhammad
Yunus dengan proyek Grameen-nya di Bangladesh. Salah satu kelemahan institusi ekonomi (bank) adalah tidak ada
peluang bagi orang yang benar-benar miskin (yang tidak punya sesuatu untuk dijadikan agunan) untuk memperoleh
kredit. Proyek ini justru sebaliknya, menargetkan kredit mikro pada masyarakat yang benar-benar miskin.
Kemampuannya melihat akar persoalan secara riil dan benar-benar masuk kedalam kehidupan orang miskin
membuatnya benar-benar tahu apa yang membuat orang sulit keluar dari kemiskinannya dan apa yang mesti diperbuat
dengan kelompok masyarakat ini. Beliau memulainya dari kelompok yang paling kecil yaitu desa. Kelompok penduduk
paling miskin didesa yang paling miskin.
MDGs seperti piramida terbalik yang memberi ruang bagi langkah-langkah kecil baik upaya individu maupun kelompok,
yang mengandung visi global. Kalau satu rumah tangga bisa mengurangi pemakaian kayu bakar, maka dia memberi
kontribusi terhadap upaya global memerangi pemanasan global. Kalau satu rumah tangga hemat menggunakan air
bersih maka dia turut menjaga sumber air bersih yang aman dan berkelanjutan. Kalau satu rumah tangga bisa diangkat
dari kemiskinan maka kita turut menjaga upaya global untuk mengeluarkan orang miskin dari kerentanan hidupnya.
Pemerintah kabupaten/kota sebagai bagian yang cukup kecil dari struktur pemerintahan nasional tentunya bisa
membuat perencanaan yang lebih menyentuh ke akar persoalan dibandingkan pemerintah propinsi atau pemerintah
pusat yang biasanya hanya mengkompilasi trend umum atau permukaannya saja. Sebagai pihak yang paling dekat
dengan masyarakat tentunya harus lebih tahu akar persoalan pada kelompok-kelompok yang lebih kecil. Setiap daerah
memiliki kondisi spesifik masing-masing yang berbeda dengan daerah lainnya. Oleh karena itu pemerintah
kabupaten/kota harus sensitif dalam melihat kondisi spesifik ini. Mungkin perilaku rentenir didaerah yang satu berbeda
dengan rentenir didaerah lain. Sehingga ada daerah dimana masyarakatnya akan dengan mudah lepas dari
keterikatannya pada rentenir ada pula daerah dimana masyarakatnya berlomba-lomba menjadi rentenir. Dikecamatan
http://bimacenter.com Powered by Joomla! Generated: 17 March, 2011, 02:41
bimacenter.com

mana yang paling rentan, desa mana yang paling rentan, dan kelompok masyarakat mana dalam desa tersebut yang
paling rentan terhadap sesuatu. Sekali lagi diperlukan sensitifitas yang tinggi dan tingkat komitmen yang paling tinggi
yang tidak mendahulukan kepentingan apapun kecuali untuk mengangkat harkat dan martabat manusia dengan prinsip
human development, human security dan human rights.

http://bimacenter.com Powered by Joomla! Generated: 17 March, 2011, 02:41

Anda mungkin juga menyukai