Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN KASUS VESIKOLITHIASIS + BENIGN PROSTAT HIPERTROFI

Disusun Oleh : Akbar Fauzi (08310017)

Pembimbing : Dr.H. Irwan Adenin, Sp. B FINACS Dr.H. Asep Hermana, Sp.B FINACS

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER BAGIAN BEDAH FK UNIVERSITAS MALAHAYATI RSUD 45 KUNINGAN JAWA BARAT 2013

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien Nama Usia Jenis kelamin Alamat Pekerjaan Suku Agama No. CM Tanggal MRS II. Anamnesis A. Keluhan utama Kencing tiba-tiba berhenti B. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan kencing tiba-tiba berhenti sejak 1 minggu SMRS. Kencing tiba-tiba berhenti terutama di akhir-akhir kencing. Pasien juga mengatakan kencing lancar kembali saat pasien berubah posisi kencing. Pasien merasakan nyeri pada penis saat kencing, nyeri dirasakan pasien seperti disayat. Pasien juga mengeluh pada malam sering kencing. Kencing sebanyak 5x/malam. Pada saat merasa ingin kencing, pasien tidak bisa menahannya tapi, saat berada di kamar mandi, pasien tidak langsung kencing melainkan harus menunggu terlebih dahulu atau kadang harus mengedan agar air kencing keluar. : : Tn. T : 60 tahun : laki-laki : Sukaharja : petani : Sunda : Islam : 893735 : 8 Oktober 2013 Pukul : 15.00 WIB

3 bulan SMRS pasien juga mengeluh air kencing pasien terasa pancarannya sedikit melemah. Adanya kencing berwarna merah, darah keluar di akhir kencing terdapat pasir/batu pada saat kencing disangkal pasien, nyeri kolik (-), nyeri menjalar ke pinggang atau ke paha (-), BAK bercabang (-), demam (-) dan BAB tidak ada keluhan. Penyakit darah tinggi, kencing manis, jantung dan asam urat disangkal oleh pasien. C. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien pernah mengalami keluhan yang sama + 1 tahun lalu Riwayat trauma pada perut bawah disangkal. D. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan seperti ini E. Riwayat Sosial, Ekonomi, Lingkungan Pasien memiliki kebiasaan jarang minum air putih. Mengaku sering minum kopi dan minuman suplemen. Pasien sering menahan air kencing saat bekerja dan pasien berasal dari keluarga yang kurang mampu III. Pemeriksaan Fisik A. Status Generalis 1. Keadaan umum Kesadaran 2. Tanda vital Tekanan darah Nadi Suhu Respirasi : TSS : CM : : 140/90 : 80x/menit, isi dan tekanan cukup, reguler : 36,8oC (axilla) : 22x/menit

3.

Kepala

: - Mata :

Konjungtiva Sklera

: Tidak Anemis : Tidak ikterik

- Hidung

: napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)

- Telinga

: sekret (-/-), simetris (+/+), deformitas (-/-)

- Mulut

: bibir sianosis (-), bibir kering (-), gusi berdarah (-), faring hiperemis (-)

4. Leher 5. Thorax Pulmo : Inspeksi

: DBN

: bentuk dada normal, simetris (+/+), retraksi (-/-), ketinggalan gerak (-/-).

Palpasi

: nyeri tekan (-/-), krepitasi (-/-), sterm fremitus hemithorax dextra=sinistra.

Perkusi

: sonor (+) pada pulmo dextra dan sinistra

Auskultasi : suara dasar : vesikuler pada kedua lapang paru suara tambahan: ronkhi halus (-/-),wheezing (-/-) Cor : Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak perkusi: batas atas : ICS II linea parasternal sinistra

batas pinggang : ICS III linea parasternal sinistra batas kanan batas kiri : ICS V linea parasternal dextra : ICS V 2cm medial linea midclavicula sinistra.

palpasi:

Ictus cordis tidak kuat angkat, teraba di ICS V, linea

midclavicula sinistra di bawah papila mammae,thrill(-). auskultasi: S1- S2 reguler, bising (-) 6. Abdomen Inspeksi : datar, jejas (-), bekas operasi (-) Auskultasi : peristaltik (+) Perkusi : timpani (+), nyeri ketok CVA (-/-), pekak alih(-), pekak sisi (-) Palpasi : supel (+), nyeri tekan (-) suprasimpisis, massa (-), ballottement ginjal (-/-), hepar dan lien dalam batas normal. 7. Inguinal Tidak terdapat benjolan dan tidak teraba pembesaran KGB. 8. Extremitas : Extremitas superior Oedem Akral dingin Sianosis Capillary refill B. Status Lokalis 1. Regio suprasimpisis : inspeksi : datar, massa (-),bekas operasi (-) Palpasi : tegang (-), nyeri tekan (-) 2. Regio lumbalis Dekstra Inspeksi Palpasi : datar : nyeri tekan (-), ballotement tidak ada, nyeri ketok -/-/-/<2detik/<2detik Extremitas Inferior -/-/-/<2detik/<2detik

sudut costovertebrae tidak ada Sinistra Inspeksi : datar

Palpasi

: nyeri tekan (-), ballotement tidak ada, nyeri ketok

sudut costovertebrae tidak ada

3. Genitalia Eksterna Inspeksi : tidak tampak massa, pembesaran skrotum (-/-), meatus uretra eksternus terletak di gland penis, tanda peradangan Palpasi : nyeri tekan penis (+), nyeri tekan scrotum (-/-), massa (-) 4. Regio Anal Inspeksi Palpasi IV. : massa di anus (-) : nyeri tekan (-)

Rectal Toucher: tonus sphincter ani cukup, ampula recti tidak kolaps, mukosa rectum licin, massa (-). Prostat : permukaan rata, konsistensi kenyal, pole atas tidak teraba, mobilitas (-) Lendir (-), darah (-)

USULAN PEMERIKSAAN Foto BNO 2 posisi USG Urin Darah : Makroskopis (warna, pH, berat jenis, eritrosit dan leukosit) : Trombosit, Leukosit, Eritrosit, Hb, Golongan darah

Ureum & Kreatinin GDS

V.

DIAGNOSIS BANDING 1. Suspect Vesikolithiasis + Suspect Benign Prostat Hipertrofi (BPH) 2. Suspect Tumor buli-buli + Suspect Benign Prostat Hipertrofi (BPH)

VI.

DIAGNOSIS KERJA Vesikolithiasis + BPH

VII.

TERAPI Non Medikamentosa Inform Consent Minum air sehari 2-3 liter Hindari/kurangi minuman beralkohol dan kopi Diet sayuran dan buah-buahan

Medikamentosa Antibiotik Analgetik Antiemetik Operative Sectio Alta VIII. PROGNOSIS Ad vitam Ad sanationam Ad fungsional : ad bonam : ad bonam : ad bonam

VESIKOLITHIASIS

1.1 Definisi Batu buli-buli disebut juga batu vesica, vesical calculi, vesical stone, bladder stone. Batu buli-buli atau vesikolitiasis adalah masa yang berbentuk kristal yang terbentuk atas material mineral dan protein yang terdapat pada urin. Batu saluran kemih pada dasarnya dapat terbentuk pada setiap bagian tetapi lebih banyak pada saluran penampung terakhir 1.2 Anatomi Buli-buli merupakan organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang saling beranyaman. Di sebelah dalam adalah otot longitudinal, di tengah

merupakan otot sirkuler, dan yang paling luar adalah longitudinal mukosa vesika terdiri dari sel-sel transisional yang sama seperti pada mukosa pelvis renalis, ureter dan uretra posterior. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli. Secara anatomis buli-buli terdiri dari tiga permukaan, yaitu (1) permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum (2) permukaan inferoinferior dan (3) permukaan posterior.

Gambar 1. Sistem urinarius

Gambar 2. Anatomi Buli-buli

Buli-buli

berfungsi

menampung

urin

dari

ureter

dan

kemudian

mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme berkemih. Dalam menampung urin, buli-buli mempunyai kapasitas yang maksimal, yang volumenya untuk orang dewasa kurang lebih adalah 300-450 ml, sedangkan kapasitas buli-buli pada anak menurut formula dari koff adalah :
Kapasitas buli- buli = ( umur(tahun)+ 2 )x 30

Pada saat kosong, buli-buli terdapat di belakang simpisis pubis dan pada saat penuh berada pada atas simpisis pubis sehingga dapat dipalpasi atau di perkusi. Bulibuli yang terasa penuh memberikan rangsangan pada saraf afferen dan menyebabkan aktivasi miksi di medulla spinalis segmen sacral S2-4. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot detrusor, terbukanya leher buli-buli dan relaksasi spingter uretra sehingga terjadilah proses miksi.

1.3 Etiologi Secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu buli-buli yaitu faktor instrinsik yang terdiri dari herediter (keturunan) penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya, umur, serta jenis kelamin, jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan. Sedangkan faktor ekstrinsik terdiri dari keadaan geografi, iklim, temperatur, asupan air, diet, dan

pekerjaan. Geografi, kebanyakan didaerah pegunungan, padang pasir, dan daerah tropis. Iklim, individu yang menetap di daerah beriklim panas dengan paparan sinar ultraviolet tinggi akan cenderung mengalami dehidrasi serta peningkatan produksi vitamin D3 (memicu peningkatan ekskresi kalsium dan oksalat) sehingga insiden batu saluran kemih akan meningkat. Asupan air, kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih. Diet, obat sitostatik untuk penderita kanker juga memudahkan terbentuknya batu saluran kemih, karena obat sitostatik bersifat meningkatkan asam urat dalam tubuh, diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih. Dan pekerjaan, penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitasnya. Batu buli-buli atau vesikolitiasis sering terjadi pada pasien yang menderita gangguan miksi atau terdapat benda asing di buli-buli yang aktivitasnya sebagai inti batu. Gangguan miksi terjadi pada pasien-pasien hiperplasia prostat, striktura uretra, divertikel buli-buli dan buli-buli neurogenik. Pada suatu studi dilaporkan pada pasien dengan cidera spinal dimana ia mempunyai kelainan neurogenik blader dalam delapan tahun, 36%nya berkembang menjadi batu buli-buli. Benda asing tersebut dibedakan menjadi iatrogenic dan non iatrogenik. Benda iatrogenic terdiri dari bekas jahitan, balon folley kateter yang pecah, kalsifikasi yang disebabkan karena iritasi balon kateter, staples, uretral stens, peralatan kontrasepsi, prostetik uretral stents. Noniatrogenik disebabkan adanya benda yang terkandung pada buli-buli seusai pasien rekreasi atau alasan yang lain. Selain itu batu buli-buli dapat berasal dari batu ginjal atau batu ureter yang turun ke buli-buli yang banyak dijumpai pada anak-anak

yang menderita kurang gizi atau yang sering menderita dehidrasi atau diare. Infeksi pada saluran kemih akan mempercepat timbulnya batu. Inflamasi pada buli-buli dapat disebabkan karena hal sekunder misalnya sinar radiasi atau infeksi shiztomiasis yang juga merupakan predisposisi batu buli-buli. Gangguan metabolik juga merupakan faktor predisposisi terjadi pembentukan batu. Pada pasien ini batu umumnya terbentuk dari bahan calsium dan struvit. Pada pasien yang mempunya predisposisi dilakukan evaluasi ada tidaknya hal yang memicu statisnya urin, misalnya BPH. Pada perempuan yang memakai celana ketat, dan cystocele. 1.4 Patofisiologi Pada umumnya batu buli-buli terbentuk dalam buli-buli, tetapi pada beberapa kasus batu buli terbentuk di ginjal lalu turun menuju buli-buli, kemudian terjadi penambahan deposisi batu untuk berkembang menjadi besar. Batu buli yang turun dari ginjal pada umumnya berukuran kecil sehingga dapat melalui ureter dan dapat dikeluarkan spontan melalui uretra.

Gambar 3. Batu Buli-buli

Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada tampat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (statis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretro-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostate benigna, striktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaankeadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu. Batu terdiri atas kristalkristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh pH larutan, adanya koloid di dalam urine, konsentrasi solute di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu. Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan dengan oksalat maupan dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat; sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium ammonium fosfat (batu infeksi), batu xanthyn, batu sistein, dan batu jenis lainnya. Meskipun patogenesis pembentukan batu-batu diatas hampir sama, tetapi suasana didalam saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak sama. Dalam hal ini misalkan batu asam urat mudah terbentuk dalam asam, sedangkan batu magnesium ammonium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa. Pada penderita yang berusia tua atau dewasa biasanya komposisi batu merupakan batu asam urat yaitu lebih dari 50% dan batu paling banyak berlokasi di

vesika. Batu yang terdiri dari calsium oksalat biasanya berasal dari ginjal. Pada batu yang ditemukan pada anak umumnya ditemukan pada daerah yang endemik dan terdiri dari asam ammonium material, calsium oksalat, atau campuran keduanya. Hal itu disebabkan karena susu bayi yang berasal dari ibu yang banyak mengandung zat tersebut. Makanan yang mengandung rendah pospor menunjang tingginya ekskresi amonia. Anak-anak yang sering makan makanan yang kaya oksalat seperti sayur akan meningkatkan kristal urin dan protein hewan (diet rendah sitrat). Batu buli-buli juga dapat terjadi pada pasien dengan trauma vertebra/ spinal injury, adapun kandungan batu tersebut adalah batu struvit/Ca fosfat. Batu buli-buli dapat bersifat single atau multiple dan sering berlokasi pada divertikel dari ventrikel buli-buli dan biasanya berukuran besar atau kecil sehingga menggangu kerja dari vesika. Gambaran fisik batu dapat halus maupun keras. Batu pada vesika umumnya mobile, tetapi ada batu yang melekat pada dinding vesika yaitu batu yang berasal dari adanya infeksi dari luka jahitan dan tumor intra vesika. 1.5 Komposisi Batu Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium oksalat atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium ammonium fosfat, xanthin, sistein, silikat dan senyawa lainnya. Data mengenai kandungan atau komposisi batu sangat penting untuk pencegahan timbulnya batu yang residif. a. Batu Kalsium Batu ini merupakan batu yang paling banyak ditemukan yaitu sekitar 70- 80% dari seluruh batu saluran kemih. Adapun kandungannya adalah kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran keduanya. Faktor terjadinya batu oksalat adalah sebagi berikut: Hiperkalsiuri merupakan kenaikan kadar kalsium dalam urin yang melebihi 250-300mg/24jam, disebabkan oleh peningkatan absorbsi kalsium melalui usus, gangguan reabsorbsi kalsium oleh ginjal, dan

peningkatan reabsorbsi tulang karena hiperparatiroid atau tumor paratiroid. Hiperoksaluri merupakan peningkatan ekskresi oksalat melebihi 45 gram/ hari, keadaan ini banyak diderita oleh penderita yang mengalami kelainan usus karena post operasi dan diet kaya oksalat, misalnya teh, kopi instant, minuman soft drinks, kokoa, jeruk, sitrun, dan sayuran yang berwarna hijau terutama bayam. Hiperurikosuri merupakan kadar asam urat di dalam urin melebihi 850mg/ 24 jam. Asam urat yang berlebihan dalam urin bertindak sebagai inti batu terhadap pembentukan batu kalsium oksalat. Sumber asam urat dalam urin berasal dari makanan yang mengandung banyak purin maupun berasal dari metabolisme endogen. Hipositraturia merupakan sitrat berikatan dengan kalsium di dalam urin sehingga calsium tidak lagi terikat dengan oksalat maupun fosfat, karenanya merupakan penghambat terjadinya batu tersebut. Kalsium sitrat mudah larut sehingga hancur dan dikeluarkan melalui urin. Hipomagnesia, magnesium juga merupakan penghambat seperti halnya sitrat. Penyebab tersering dari hipomagnesia adalah inflamasi usus yang diikuti gangguan absorbsi. Penyebab tersering hipomagnesuria ialah penyakit inflamasi usus (inflammatory bowel disease) yang diikuti dengan gangguan malabsorbsi. b. Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu ini karena proses infeksi pada saluran kemih. Hal ini disebabkan karena infeksi yang sebagian besar karena kuman pemecah urea, sehingga urea yang menghasilkan suasana basa yang mempermudah mengendapnya magnesium fosfat, ammonium, karbonat. Kuman tersebut diantaranya adalah Proteus spp, Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas, dan stafilokokus.

c. Batu Asam urat merupakan batu yang terjadi pada 5-10% kasus batu. 75- 80% adalah batu asam urat murni dan sisanya merupakan campuran dengan asam oksalat. Batu ini banyak diderita oleh pasien dengan gout, penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapat terapi antikanker, dan banyak menggunakan obat urikosurik diantaranya tiazid, salisilat, kegemukan, peminum alkohol, diet tinggi protein. Adapun faktor predisposisi terjadinya batu asam urat adalah urin yang terlalu asam, dehidrasi atau konsumsi air minum yang kurang dan tingginya asam urat dalam darah. d. Batu jenis lain diantaranya batu sistin, batu santin, dan batu silikat sangat jarang dijumpai. Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolisme yaitu kelainan absorbsi sistin di mukosa usus. Pemakaian antasida yang mengandung silikat berlebihan dalam jangka waktu yang lama dapat memungkinkan terbentuknya batu silikat. 1.6 Pemeriksaan klinis Pasien yang mempunyai batu buli sering asimtomatik, tetapi pada anamnesis biasanya dilaporkan bahwa penderita mengeluh nyeri suprapubik, disuria, gross hematuri terminal, perasaan ingin kencing, sering kencing di malam hari, perasaan tidak enak saat kencing, dan kencing tiba-tiba terhenti kemudian menjadi lancar kembali dengan perubahan posisi tubuh. Gejala lain yang umumnya terjadi dalam menyertai nyeri yaitu nyeri menjalar dari ujung penis, scrotum, perineum, punggung dan panggul, perasaan tidak nyaman tersebut biasa bersifat tumpul atau tajam, disamping sering menarik-narik penisnya pada anak laki-laki dan menggosok-gosok vulva pada anak perempuan. Rasa sakit diperberat saat pasien sedang beraktivitas, karena akan timbul nyeri yang tersensitisasi akibat batu memasuki leher vesika. Pasien anak dengan batu buli sering disertai dengan priapism dan disertai ngompol. Pada pemeriksaan fisik didapatkan vesika urinaria tampak penuh pada inspeksi, ketika dipalpasi didapatkan blader distended pada retensi akut. Adapun tanda yang dapat dilihat adalah hematuri mikroskopik atau bahkan gross hematuri, pyuria, bakteri yang positif pada pemeriksaan kultur urin.

1.7 Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan urin Pemeriksaan urin sering dilakukan karena tidak mahal dan hasilnya dapat menggambarkan jenis batu dalam waktu yang singkat. Pada pemeriksaan dipstick, batu buli berhubungan dengan hasil pemeriksaan yang positif jika mengandung nitrat, leukosit esterase dan darah. Batu buli sering menyebabkan disuri dan nyeri hebat, oleh sebab itu banyak pasien sering mengurangi konsumsi air minum sehingga urin akan pekat. Pada orang dewasa, batu buli akan menyebabkan urin asam. Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan adanya sel darah merah dan pyuria( leukosit), dan adanya kristal yang menyusun batu buli. Pemeriksaan urin juga berguna untuk memberikan antibiotik yang rasional jika dicurigai adanya infeksi. b. Pemeriksaan Imaging Urografi Pemeriksaan radiologis yang digunakan harus dapat memvisualisasikan saluran kemih yaitu ginjal, ureter dan vesika urinaria (KUB). Tetapi pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena hanya dapat menunjukkan batu yang radioopaque. Batu asam urat dan ammonium urat merupakan batu yang

radiolucent. Tetapi batu tersebut terkadang dilapisi oleh selaput yang berupa calsium sehingga gambaran akhirnya radioopaque. Pelapisan adalah hal yang sering, biasanya lapisan tersebut berupa sisa metabolik, infeksi dan disebabkan hematuri sebelumnya.

Gambar 4. BOF

Cystogram/ intravenous pyelografi Jika pada pemeriksaan secara klinik dan foto KUB tidak dapat

menunjukkan adanya batu, maka langkah selanjutnya adalah dengan pemeriksaan IVP. Adanya batu akan ditunjukkan dengan adanya filling defek.

Gambar 5. IVP

Ultrasonografi (USG) Batu buli akan terlihat sebagai gambaran hiperechoic, efektif untuk

melihat batu yang radiopaque atau radiolucent.

Gambar 6. USG

CT scan Pemeriksaan ini dilakukan untuk banyak kasus pada pasien yang nyeri

perut, massa di pelvis, suspect abses, dan menunjukkan adanya batu buli- buli yang tidak dapat ditunjukkan pada IVP. Batu akan terlihat sebagian batu yang keruh. MRI Pemeriksaan ini akan menunjukkan adanya lubang hitam yang semestinya tidak ada pada buli yang seharusnya terisi penuh, ini diassosiasikan sebagai batu. Sistoskopi Pada pemeriksaan ini dokter akan memasukkan semacam alat endoskopi melalui uretra yang ada pada penis, kemudian masuk kedalam blader.

Gambar 7. Sistoskopi

1.8 Pengobatan a. Konservatif Terapi ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Memberikan minum yang berlebihan disertai diuretik. Dengan produksi air kemih yang lebih banyak diharapkan dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih. Pengobatan simptomatik mengusahakan agar nyeri,

khususnya kolik, yang terjadi menghilang dengan pemberian simpatolitik. Dan berolahraga secara teratur. Adanya batu struvit menunjukkan terjadinya infeksi saluran kemih, karena itu diberikan antibiotik. Batu strufit tidak dapat dilarutkan tetapi dapat dicegah pembesarannya bila diberikan pengobatan dengan pengasaman urin dan pemberian antiurease, seperti Acetohidroxamic acid. Ini untuk menghambat bakteri urease dan menurunkan kadar ammonium urin. Pengobatan yang efektif untuk pasien yang mempunyai batu asam urat pada saluran kemih adalah dengan alkalinisasi supaya batu asam yang terbentuk akan dilarutkan. Pelarutan batu akan terjadi apabila pH urin menjadi lebih tinggi atau berjumlah 6,2. Sehingga dengan pemberian bikarbonas natrikus disertai dengan makanan alkalis, batu asam urat diharapkan larut. Potasium Sitrat (polycitra K, Urocit K) pada dosis 60 mEQ dalam 3-4 dosis perhari pemberian digunakan untuk terapi pilihan. Tetapi terapi yang berlebihan menggunakan sediaan ini akan memicu terbentuknya deposit calsium pospat pada permukaan batu sehingga membuat terapi tidak efektif lagi. Atau dengan usaha menurunkan produksi kadar asam urat air kemih dan darah dengan bantuan alopurinol, usaha ini cukup memberi hasil yang baik. Dengan dosis awal 300 mg perhari, baik diberikan setelah makan. b. Litotripsi Pemecahan batu telah mulai dilakukan sejak lama dengan cara buta, tetapi dengan kemajuan tehnik endoskopi dapat dilakukan dengan cara lihat langsung. Untuk batu kandung kemih, batu dipecahkan dengan litotriptor secara mekanis melalui sistoskop atau dengan memakai gelombang ultrasonic atau elektrohidrolik. Makin sering dipakainya gelombang kejut luar tubuh (ESWL = Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) yang dapat memecahkan batu tanpa perlukaan ditubuh sama sekali. Gelombang kejut dialirkan melalui air ke tubuh dan dipusatkan di batu yang akan dipecahkan. Batu akan hancur berkeping-keping dan keluar bersama kemih.

c. Terapi pembedahan Terapi bedah digunakan jika tidak tersedia alat litotriptor, alat gelombang kejut atau bila cara non bedah tidak berhasil. Walaupun demikian kita harus memerlukan suatu indikasi. Misalnya apabila batu kandung kemih selalu menyebabkan gangguan miksi yang hebat sehingga perlu diadakan tindakan pengeluarannya. Litotriptor hanya mampu memecahkan batu dalam batas ukuran 3 cm kebawah. Batu diatas ukuran ini dapat ditangani dengan batu kejut atau sistolitotomi. 1. Transurethral Cystolitholapaxy: tehnik ini dilakukan setelah adanya batu ditunjukkan dengan sistoskopi, kemudian diberikan energi untuk membuat nya menjadi fragmen yang akan dipindahkan dari dalam buli dengan alat sistoskopi. Energi yang digunakan dapat berupa energi mekanik (pneumatic jack hummer), ultrasonic dan elektrohidraulik dan laser. 2. Percutaneus Suprapubic cystolithopaxy: tehnik ini selain digunakan untuk dewasa juga digunakan untuk anak- anak, tehnik percutaneus menggunakan endoskopi untuk membuat fragmen batu lebih cepat hancur lalu

dievakuasi.sering tehnik ini digunalan bersama tehnik yang pertama denagn tujuan stabilisasi batu dan mencegah irigasi yang ditimbulkan oleh debris pada batu. 3. Suprapubic Cystostomy: tehnik ini digunakan untuk memindah batu dengan ukuran besar, juga di indikasikan untuk membuang prostate, dan diverculotomy. Pengambilkan prostate secara terbuka diindikasikan jika beratnya kira- kira 80-100gr. Keuntungan tehnik ini adalah cepat, lebih mudah untuk memindahkan batu dalam jumlah banyak, memindah batu yang melekat pada mukosa buli dan kemampuannya untuk memindah batu yang besar dengan sisi kasar. Tetapi kerugian penggunaan tehnik ini adalah pasien merasa nyeri post operasi, lebih lama dirawat di rumah sakit, lebih lama menggunakan kateter.

Gambar 8. Suprapubic Cystostomy

1.9 Pencegahan Diuresis yang adekuat Untuk mencegah timbulnya kembali batu maka pasien harus minum banyak sehingga urin yang terbentuk tidak kurang dari 1500 ml. pada pasien dengan batu asam urat dapat digunakan alkalinisasi urin sehingga pH dipertahankan dalam kisaran 6,5-7, mencegah terjadinya hiperkalsemia yang akan menimbulkan hiperkalsiuria pasien dianjurkan untuk mengecek pH urin dengan kertas nitrasin setiap pagi. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu

Eradikasi infeksi saluran kemih khususnya untuk batu struvit

BENIGN PROSTAT HIPERTROFI

II.1. DEFINISI Benign prostat hipertrofi adalah pertumbuhan berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak ganas. Pembesaran prostat jinak akibat sel-sel prostat memperbanyak diri melebihi kondisi normal, yang biasanya dialami laki-laki berusia diatas 50 tahun. II.2. Anatomi Kelenjar Prostat Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk seperti pyramid terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars prostatika. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya 2 cm dan panjangnya 3 cm dengan lebarnya 4 cm, dan berat 20 gram. Prostat mengelilingi uretra pars prostatika dan ditembus di bagian posterior oleh dua buah

duktus ejakulatorius.

Gambar 9. Anatomi Prostat

Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus : a. Lobus medius b. Lobus lateralis (2 lobus) c. Lobus anterior

d. Lobus posterior 5 zona pada kelenjar prostat : a. Zona Anterior atau Ventral . Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat. b. Zona Perifer Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat. Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma terbanyak. c. Zona Sentralis. Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah meliputi 25% massa glandular prostat.Zona ini resisten terhadap inflamasi.

Peripheral zone
Transition zone

Urethra

Gambar 10. Posisi Zona Perifer dan Transisional

d. Zona Transisional. Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign prostatic hypertrofi (BPH). e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif tersebar sepanjang segmen uretra proksimal. Aliran darah prostat Merupakan percabangan dari arteri pudenda interna, arteri vesikalis inferior dan arteri rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam kapsula dan stroma, dan berakhir sebagai jala-jala kapiler yang berkembang baik dalam lamina propria. Pembuluh vena mengikuti jalannya arteri dan bermuara ke pleksus sekeliling kelenjar. Pleksus vena mencurahkan isinya ke vena iliaca interna. Pembuluh limfe mulai sebagai kapiler dalam stroma dan mengikuti pembuluh darah dan mengikuti pembuluh darah. Limfe terutama dicurahkan ke nodus iliaka interna dan nodus sakralis. Persarafan prostat berasal dari pleksus hipogastrikus inferior dan membentuk pleksus prostatikus. Prostat mendapat persarafan

terutama dari serabut saraf tidak bermielin. Beberapa serat ini berasal dari sel

ganglion otonom yang terletak di kapsula dan di stroma. Serabut motoris, mungkin terutama simpatis, tampak mempersarafi sel- sel otot polos di stroma dan kapsula sama seperti dinding pembuluh darah. II.3. FISIOLOGI KELENJAR PROSTAT Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada orang dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba. Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostatic, jaringan prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan, keluar cairan seperti susu. Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu padat dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan. Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret dari vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos. kelenjar prostat juga menghasilkan cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol.

III.4. Etiologi Hipertrofi Prostat Jinak Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hipertrofik prostatic; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hipertrofi prostatic erat kaitannya dengan peningkatan kadar

dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua) . Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hipertrofi prostat jinak adalah : (1) Teori Dihidrotestosteron, (2) Adanya ketidakseimbangan antara estrogentestosteron, (3) Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4) Berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan (5) Teori Stem sel. a. Teori dihidrotestosteron Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal. b. Ketidakseimbangan antara estrogen testosterone Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosterone relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel- sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel- sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel- sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini

adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel- sel baru akibat rangsangan testosterone menurun, tetapi sel sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar. c. Interaksi stroma-epitel Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel- sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel- sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel- sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel- sel stroma itu sendiri secara intrakin dan autokrin, serta mempengaruhi sel- sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel- sel epitel maupun stroma. d. Berkurangnya Kematian Sel Prostat (apoptosis) Program kematian sel ( apoptosis ) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologi untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel sel di sekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat. e. Teori Sel Stem Untuk mengganti sel sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif.

Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. terjadinya proliferasi sel sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma atau sel epitel. II.5. FAKTOR PREDISPOSISI Faktor predisposisi yang mempengaruhi terjadinya BPH adalah : a. Kadar Hormon Kadar hormon testosteron yang tinggi berhubungan dengan peningkatan risiko BPH. Testosteron akan diubah menjadi androgen yang lebih poten yaitu dihydrotestosteron (DHT) oleh enzim 5-reductase, yang

memegang peran penting dalam proses pertumbuhan sel-sel prostat. b. Usia Pada usia tua terjadi kelemahan umum termasuk kelemahan pada buli (otot detrusor) dan penurunan fungsi persarafan. Perubahan karena pengaruh usia tua menurunkan kemampuan buli-buli dalam

mempertahankan aliran urin pada proses adaptasi oleh adanya obstruksi karena pembesaran prostat, sehingga menimbulkan gejala. Testis menghasilkan beberapa hormon seks pria, yang secara keseluruhan dinamakan androgen. Hormon tersebut mencakup testosteron,

dihidrotestosteron dan androstenesdion. Testosteron sebagian besar dikonversikan oleh enzim 5-alfa-reduktase menjadi dihidrotestosteron yang lebih aktif secara fisiologis di jaringan sasaran sebagai pengatur fungsi ereksi. Tugas lain testosteron adalah pemacu libido, pertumbuhan otot dan mengatur deposit kalsium di tulang. Sesuai dengan pertambahan usia, kadar testosteron mulai menurun secara perlahan pada usia 30 tahun dan turun lebih cepat pada usia 60 tahun keatas.

c. Ras Orang dari ras kulit hitam memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk terjadi BPH dibanding ras lain. Orang-orang Asia memiliki insidensi BPH paling rendah. d. Riwayat keluarga Riwayat keluarga pada penderita BPH dapat meningkatkan risiko terjadinya kondisi yang sama pada anggota keluarga yang lain. Semakin banyak anggota keluarga yang mengidap penyakit ini, semakin besar risiko anggota keluarga yang lain untuk dapat terkena BPH. Bila satu anggota keluarga mengidap penyakit ini, maka risiko meningkat 2 kali bagi yang lain. Bila 2 anggota keluarga, maka risiko meningkat menjadi 25 kali. Dari penelitian terdahulu didapatkan OR sebesar 4,2 (95%, CI 1,710,2). e. Obesitas Obesitas akan membuat gangguan pada prostat dan kemampuan seksual, tipe bentuk tubuh yang mengganggu prostat adalah tipe bentuk tubuh yang membesar di bagian pinggang dengan perut buncit, seperti buah apel. Beban di perut itulah yang menekan otot organ seksual, sehingga lamalama organ seksual kehilangan kelenturannya, selain itu deposit lemak berlebihan juga akan mengganggu kinerja testis. Pada obesitas terjadi peningkatan kadar estrogen yang berpengaruh terhadap pembentukan BPH melalui peningkatan sensitisasi prostat terhadap androgen dan

menghambat proses kematian sel-sel kelenjar prostat. Pola obesitas pada laki-laki biasanya berupa penimbunan lemak pada abdomen. f. Pola Diet Suatu studi menemukan adanya hubungan antara penurunan risiko BPH dengan mengkonsumsi buah dan makanan mengandung kedelai yang kaya akan isoflavon. Kedelai sebagai estrogen lemah mampu untuk memblokir reseptor estrogen dalam prostat terhadap estrogen. Jika estrogen yang kuat

ini sampai menstimulasi reseptor dalam prostat, dapat menyebabkan BPH. Studi demografik menunjukkan adanya insidensi yang lebih sedikit timbulnya penyakit prostat ini pada laki-laki Jepang atau Asia yang banyak mengkonsumsi makanan dari kedelai. Isoflavon kedelai yaitu genistein dan daidzein, secara langsung mempengaruhi metabolisme testosteron. Risiko lebih besar terjadinya BPH adalah mengkonsumsi margarin dan mentega, yang termasuk makanan yang mengandung lemak jenuh. Konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh yang tinggi (terutama lemak hewani), lemak berlebihan dapat merusak keseimbangan hormon yang berujung pada berbagai penyakit. g. Aktivitas Seksual Kelenjar prostat adalah organ yang bertanggung jawab untuk

pembentukan hormon laki-laki. BPH dihubungkan dengan kegiatan seks berlebihan dan alasan kebersihan. Saat kegiatan seksual, kelenjar prostat mengalami peningkatan tekanan darah sebelum terjadi ejakulasi. Jika suplai darah ke prostat selalu tinggi, akan terjadi hambatan prostat yang mengakibatkan kalenjar tersebut bengkak permanen. Seks yang tidak bersih akan mengakibatkan infeksi prostat yang mengakibatkan BPH. Aktivitas seksual yang tinggi juga berhubungan dengan meningkatnya kadar hormon testosteron. h. Kebiasaan merokok Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok

meningkatkan aktifitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar testosteron. i. Kebiasaan minum-minuman beralkohol Konsumsi alkohol akan menghilangkan kandungan zink dan vitamin B6 yang penting untuk prostat yang sehat. Zinc sangat penting untuk kelenjar prostat. Prostat menggunakan zinc 10 kali lipat dibandingkan dengan organ yang lain. Zinc membantu mengurangi kandungan prolaktin di

dalam darah. Prolaktin meningkatkan penukaran hormon testosteron kepada DHT. j. Olah raga Para pria yang tetap aktif berolahraga secara teratur, berpeluang lebih sedikit mengalami gangguan prostat, termasuk BPH. Dengan aktif olahraga, kadar dihidrotestosteron dapat diturunkan sehingga dapat memperkecil risiko gangguan prostat. Selain itu, olahraga akan mengontrol berat badan agar otot lunak yang melingkari prostat tetap stabil. Olahraga yang dianjurkan adalah jenis yang berdampak ringan dan dapat memperkuat otot sekitar pinggul dan organ seksual. II.6. PATOFISIOLOGI Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik. Berbagai keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan dan resistensi uretra. Selanjutnya hal ini akan menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk mengatasi resistensi uretra yang meningkat, otot-otot detrusor akan berkontraksi untuk mengeluarkan urine. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.

Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus. Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. Dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase

penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. Hiperplasia Prostat Penyempitan lumen uretra posterior Tekanan intravesika meningkat Buli-buli: Ginjal dan ureter: Hipertrofi otot detrusor Refluks VU Trabekulasi Hidroureter Selula Hidronefrosis Divertikel buli-buli Gagal ginjal
Gambar 4. Pengaruh Hiperplasia prostat Pada Saluran Kemih

Hidronefrosis Hidroureter

Hipertofi otot detrusor

Benigna prostat hiperplasi


Gambar 11. Penyulit hyperplasia prostat pada saluran kemih

Gambar 12. Patofisiologi BPH

II.7. MANIFESTASI KLINIS a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)5 Terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi : Obstruksi Hesistansi Pancaran miksi lemah Intermitensi Miksi tidak puas Terminal dribbling (menetes) Iritasi Frekuensi Nokturi Urgensi Disuria Urgensi dan disuria jarang terjadi, jika ada disebabkan oleh ketidakstabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.

Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benign Prostat Hiperplasia

Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatigue) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut. Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung tiga faktor, yaitu: Volume kelenjar periuretral Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat Kekuatan kontraksi otot detrusor

Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh faktor pencetus antara lain : 1) Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan yang mengandung diuretikum, minum tertalu banyak) 2) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/ infeksi prostat) 3) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor (golongan antikolinergik atau adrenergic-)

Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan dengan penentuan jenis pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan pengobatan BPH, dibuatlah suatu skoring yang valid dan reliable. Terdapat beberapa sistem skoring, di antaranya skor International Prostate Skoring System (IPSS) yang diambil berdasarkan skor American Urological Association (AUA). Sistem skoring yang lain adalah skor Madsen-Iversen dan skor Boyarski. Skor AUA terdiri dari 7 pertanyaan. Pasien diminta untuk menilai sendiri derajat keluhan obstruksi dan iritatif mereka dengan skala 0-5. Total skor dapat berkisar antara 035. Skor 0-7 ringan, 8-19 sedang, dan 20-35 berat.

Tabel 2. Skor Madsen-Iversen Skor Madsen-Iversen terdiri dari 6 pertanyaan yang berupa pertanyaanpertanyaan untuk menilai derajat obstruksi dan 3 pertanyaan untuk gejala iritatif. Total skor dapat berkisar antara 0-29. Skor <> 20 berat. Perbedaannya dengan skor AUA adalah dalam skor Madsen Iversen penderita tidak menilai sendiri

derajat keluhannya. Perbedaan ini yang mendasari mengapa skor Madsen-Iversen digunakan di Sub Bagian Urologi RSUPN Cipto Mangunkusumo.3

Tabel 3. International Prostate Symptom Score (IPSS) Sistem skoring I-PSS terdiri atas 7 pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan 1 pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Skor ringan (0-7), sedang (8-19), berat ( 20) b. Gejala pada saluran kemih bagian atas4 Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam (infeksi/ urosepsis).

c. Gejala di luar saluran kemih Keluhan pada penyakit hernia/ hemoroid sering mengikuti penyakit hipertropi prostat. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal . Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik . Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu: Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (colok dubur) ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml. Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml. Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml. Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.

Tabel 4. Derajat Berat Hipertrofi Prostat Berdasarkan Gambaran Klinis

II.8. PEMERIKSAAN FISIK a. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, buli-buli penuh (ditemukan massa kistus supra pubis) yang nyeri dan pekak pada perkusi. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes yang merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa.

b. Pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination ( DRE ) Merupakan pemeriksaan yang sangat penting, DRE dapat memberikan gambaran tonus sfingter ani, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan tentu saja meraba prostat. Keadaan prostat yang ditemukan pada BPH antara lain : Kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat, simetris antar lobus dan batas prostat. Pada colok dubur pembesaran prostat benign menunjukan konsistensi prostat kenyal, seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Volume yang normal pada dewasa adalah 20-30 g. Pengukuran lebih tepat dapat menggunakan transrektal ultrasonografi (TRUS). Raba apakah terdapat fluktuansi (abses prostat)/ nyeri tekan (prostatitis). Konsistensi prostat keras/teraba nodul dan mungkin diantara lobus prostat tidak simetris.

Gambar 13. RT Kelenjar Prostat

c. Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pnielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus1. d. Derajat berat obstruksi Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100cc biasanya dianggap sebagai batas untuk indikasi melakukan intervensi pada hipertrofi prostat. II.9. PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Pemeriksaan Laboratorium Sedimen urin Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi, hematuri atau inflamasi pada saluran kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit, bakteri, protein atau glukosa. Kultur urin Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan Faal ginjal Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas. Pengukuran kadar elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna untuk menilai fungsi ginjal dari pasien. Insufisiensi ginjal dapat ditemukan

pada 10% pasien dengan prostatism dan memerlukan pemeriksaan radiologi saluran kemih bagian atas. Pasien dengan insufisiensi ginjal mempunyai risiko yang tinggi mengalami komplikasi post-operasi setelah pembedahan BPH. Gula darah Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik) Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen) Jika curiga adanya keganasan prostat. Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit dari BPH; dalam hal ini jika kadar PSA tinggi berarti: (a) pertumbuhan volume prostat lebihcepat, (b) keluhan akibat BPH/laju pancaran urine lebih buruk, dan (c) lebih mudahterjadinya retensi urine akut. Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan pada keradangan, setelah manipulasi pada prostat (biopsi prostat atau TURP), pada retensi urine akut, kateterisasi, keganasan prostat, dan usia yang makin tua. B. Pemeriksaan Radiologis Foto polos abdomen (BNO) Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastasis dari keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan misalnya batu saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih juga dapat untuk menghetahui adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat. Pielografi Intravena (IVP) Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai filling defect/indentasi prostat pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter membelok

keatas berbentuk seperti mata kail (hooked fish). Dapat pula mengetahui adanya kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter ataupun hidronefrosis serta penyulit (trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli buli). Foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin. Sistoskopi Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui pembukaan urethra di dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah solusi numbs bagian dalam penis sehingga sensasi semua hilang. Tabung, disebut sebuah cystoscope, berisi lensa dan sistem cahaya yang membantu dokter melihat bagian dalam uretra dan kandung kemih. Tes ini memungkinkan dokter untuk menentukan ukuran kelenjar dan

mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi.

Gambar 14. Gambaran sistoskopi benign prostat hiperplasi

Transrektal Ultrasonografi (TRUS) Adalah tes USG melalui rectum. Dalam prosedur ini, probe dimasukkan ke dalam rektum mengarahkan gelombang suara di prostat. Gema pola gelombang suara merupakan gambar dari kelenjar prostat pada layar tampilan. Untuk menentukan apakah suatu daerah yang abnormal tampak memang tumor, digunakan probe dan gambar USG untuk memandu jarum biopsi untuk tumor yang dicurigai. Jarum mengumpulkan beberapa potong jaringan prostat untuk pemeriksaan dengan mikroskop. Biopsy terutama dilakukan untuk pasien yang dicurigai memiliki keganasan prostat. Transrektal ultrasonografi (TRUS) sekarang juga digunakan untuk pengukur volume prostat, caranya antara lain :

Metode step planimetry. Yang menghitung volume rata-rata area horizontal diukur dari dasar sampai puncak. Metode diameter. Yang menggabungkan pengukuran tinggi (H/height) ,lebar (W/width) dan panjang (L/length) dengan rumus : (H x W x L).

Gambar 15. TransRectal Ultrasound

USG Transabdominal Gambaran sonografi benign hyperplasia prostat menunjukan

pembesaran bagian dalam glandula, yang relatif hipoechoic dibanding zona perifer. Zona transisi hipoekoik cenderung menekan zona central dan perifer. Batas yang memisahkan hyperplasia dengan zona perifer adalah surgical capsule. USG transabdominal mampu pula mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.

Gambar 16. Gambaran Sonografi Benign Prostat Hiperplasia

Sistografi Buli

Gambar 17. Gambaran Elevasi Dasar Buli yang Mengindikasikan Benign Prostat Hiperplasia

C. Pemeriksaan Patologi Anatomi BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma di prostat. Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir murni, meskipun kebanyakan menunjukkan pola fibroadenomyomatous hyperplasia.

Gambar 18. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benign Prostat Hiperplasia

D. Pemeriksaan Lain Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur: Residual urin : Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG setelah miksi Pancaran urin/flow rate : Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Aliran yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang lemah, aliran urinnya kurang dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu urin. Post-void residual mengukur jumlah air seni yang tertinggal di dalam kandung kemih setelah buang air kecil. PRV kurang dari 50 mL umum menunjukkan pengosongan kandung kemih yang memadai dan pengukuran 100 sampai 200 ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta untuk buang air kecil segera sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG atau kateterisasi.

Gambar 19. Gambaran Pancaran Urin Normal dan pada BPH

Keterangan : Gambaran aliran urin atas : dewasa muda yang asimtomatik, aliran urin lebih dari 15mL/s, urin residu 9 mL pada ultrasonografi. Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benign hyperplasia prostat, terlihat waktu berkemih memanjang dengan aliran urin kurang dari 10mL/s, pasien ini urin residunya 100 mL. II.11. DIAGNOSIS BANDING Proses miksi bergantung pada kekuatan kontraksi detrusor, elastisitas leher kandung kemih dengan tonus ototnya dan resistensi uretra. Setiap kesulitan miksi disebabkan oleh salah satu dari ketiga faktor tersebut. Kelemahan detrusor dapat disebabkan oleh kelainan saraf (kandung kemih neurologik), misalnya pada lesi medula spinalis, neuropatia diabetes, bedah radikal yang mengorbankan persarafan di daerah pelvis, penggunaan obat penenang, obat penghambat reseptor ganglion parasimpatolitik. Kekakuan leher vesika disebabkan oleh proses fibrosis, sedangkan resistensi uretra disebabkan oleh pembesaran prostat jinak atau ganas, tumor di leher kandungkemih, batu di uretra atau striktur uretra. Kelainan tersebut dapat dilihat dengan sistokopi

Tabel 5. Diagnosa Banding BPH

II.12. PENATALAKSANAAN Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik. Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah. Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2) meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4)

mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan endourologi yang kurang invasif.

Tabel 6. Pilihan terapi pada BPH

Terapi BPH dapat berkisar dari watchful waiting di mana tidak diperlukan teknologi yang canggih dan dapat dilakukan oleh dokter umum, hingga terapi bedah minimal invasif yang memerlukan teknologi canggih serta tingkat keterampilan yang tinggi.

Riwayat Pemeriksaan fisik & DRE Urinalisa PSA (meningkat/tidak)

Indeks AUA Gejala ringan (AUA7)/ tdk ada gejala

gejala

Gejala sedang /berat Tes(AUA8) diagnostic Uroflow Residu urin postvoid Pilihan terapi

Retensi urinaria+gejala yang berhubungan dg BPH Hematuria persistent Batu buli Infeksi saluran urinaria berulang Insufisiensi renal Operasi

Terapi non-invasif

Terapi invasif Tes diagnostic Pressure flow Uretrosistoskopi USG prostat

Watchful waiting

Terapi medis

Terapi minimal invasif

Operasi

Gambar 20. Penatalaksanaan Benign Prostat Hiperplasia

a. Watchful Waiting Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapat terapi namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat),

(3)

batasi

penggunaan

obat-obat

influenza

yang

mengandung

fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedas dan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama. Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya keluhannya apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain. b. Medikamentosa Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi resistansi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker dan (2) mengurangi volume prostat sebagai komponen static dengan cara menurunkan kadar hormone testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5reduktase. 1. Penghambat reseptor adrenergik . Mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang membantu untuk meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh pembesaran prostat di BPH. Efek samping dapat termasuk sakit kepala, kelelahan, atau ringan. Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax), alfuzosin (Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua seperti terazosin (Hytrin) atau doxazosin (Cardura). Obat-obatan ini akan meningkatkan pancaran urin dan mengakibatkan perbaikan gejala dalam beberapa minggu dan tidak berpengaruh pada ukuran prostat.

Gambar 21. Distribusi Reseptor Alpha pada Prostat dan Vesika Urinaria

2. Penghambat 5 reduktase Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 reduktase di dalam sel prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi selsel prostat menurun. Pembesaran prostat di BPH secara langsung tergantung pada DHT, sehingga obat ini menyebabkan pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari 6 sampai 12 bulan. Contoh obat penghambat 5 -reduktase berdasarkan tipenya : Avodart (dutasteride) - pada tipe 1 dan 2 5ARI Proscar (finasteride) - hanya pada tipe 2 5ARI 3. Fikofarmaka Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk

memperbaiki gejala akibat obstruksi parsial, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fisioterapi sampai sata ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan fitofarmaka bekerja sebagai : antiestrogen, antiandrogen, menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factos (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolism prostaglandin, efek anti inflamasi, menuruknan outflow resistance dan memperkecil volume prostat. Diantara

fitofarmaka yang banyak dipasarkan adalah: Pyegeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya. c. Terapi Invasif Minimal Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap pembedahan. 1. Microwave transurethral Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat yang menggunakan gelombang mikro untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan prostat yang berlebih. Dalam prosedur yang disebut microwave thermotherapy transurethral (TUMT), perangkat mengirim gelombang mikro melalui kateter untuk memanaskan bagian prostat dipilih untuk setidaknya 111 derajat Fahrenheit. Sebuah sistem pendingin melindungi saluran kemih selama prosedur. Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan secara rawat jalan tanpa anestesi umum. TUMT belum dilaporkan menyebabkan disfungsi ereksi atau inkontinensia. Meskipun terapi microwave tidak menyembuhkan BPH, tapi mengurangi gejala frekuensi kencing, urgensi, tegang, dan intermitensi.

Gambar 22. Microwave Transurethral

2. Transurethral jarum ablasi Juga pada tahun 1996, FDA menyetujui transurethral jarum ablasi invasif minimal (TUNA) sistem untuk pengobatan BPH. Sistem TUNA memberikan energi radiofrekuensi tingkat rendah melalui jarum kembar untuk region prostat yang membesar. Shields

melindungi uretra dari kerusakan akibat panas. Sistem TUNA meningkatkan aliran urin dan mengurangi gejala dengan efek samping yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan reseksi transurethral dari prostat (TURP).

Gambar 23. Transurethral Jarum Ablasi Invasif Minimal

3. Transurethral balloon dilation of the prostate Pada tehnik ini, dilakukan dilatasi (pelebaran) saluran kemih yang berada di prostat dengan menggunakan balon yang dimasukkan melalui kateter. Teknik ini efektif pada pasien dengan prostat kecil, kurang dari 40 cm3. Meskipun dapat menghasilkan perbaikan gejala sumbatan, namun efek ini hanya sementara sehingga cara ini sekarang jarang digunakan. d. Terapi Pembedahan Endourologi Indikasi pembedahan yaitu pada BPH yang sudah menimbulkan komplikasi, diantaranya adalah : Retensi urine karena BPO Infeksi saluran kemih berulang karena obstruksi prostat Hematuria makroskopik Batu buli-buli karena obstruksi prostat Gagal ginjal yang disebabkan obstruksi prostat, dan Divertikulum buli buli yang cukup besar karena obstruksi

1. Transurethral resection of the prostate (TURP) Sembilan puluh lima persen prostatektomi sederhana dapat dilakukan secara endoskopi. Sebagian besar prosedur ini menggunakan teknik anestesi spinal dan memerlukan 1-2 hari perawatan di rumah sakit. Skor keluhan dan perbaikan laju aliran urine lebih baik dibandingkan terapi lain yang bersifat minimal invasive. Risiko TURP meliputi ejakulasi retrograd (75%), impotensi (5-10%), dan inkontinensia (<1%).5 TURP lebih sedikit menimbulkan trauma dibandingkan prosedur bedah terbuka dan memerlukan masa pemulihan yang lebih singkat. Secara umum TURP dapat memperbaiki gejala BPH hingga 90%, meningkatkan laju pancaran urine hingga 100%.

Gambar 24. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika pasca TURP

Komplikasi operasi antara lain perdarahan, striktur uretra, atau kontraktur pada leher kandung kemih, perforasi dari kapsul prostat dengan ekstravasasi, dan pada kondisi berat terjadi sindroma TUR yang disebabkan oleh keadaan hipervolemik dan hipernatremia akibat absorbsi cairan irigasi yang bersifat hipotonis. Manifestasi klinis sindroma TUR antara lain nausea, muntah, hipertensi, bradikardi, confusing, dan gangguan penglihatan. Risiko terjadinya sindroma TUR meningkat pada reseksi yang lebih dari 90 menit. Penatalaksanaan meliputi diuresis dan pada kondisi berat diberikan larutan hipertonis. 2. Transurethral Incision of the Prostate (TUIP) Pria dengan keluhan sedang sampai berat dan ukuran prostat yang kecil sering didapatkan adanya hyperplasia komisura posterior (terangkatnya leher kandung kemih). Pasien tersebut biasanya lebih baik dilakukan insisi prostat.

Gambar 25. Prosedur Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)

Prosedur TUIP lebih cepat dan morbiditasnya lebih rendah dibandingkan TURP. Teknik TUIP meliputi insisi dengan pisau Collin pada posisi jam 5 dan 7. Insisi dimulai di arah distal menuju orifisium ureter dan meluas ke arah verumontanum. Terapi Pembedahan Terbuka Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat digunakan, operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat digunakan. Open surgery sering dilakukan ketika kelenjar sangat membesar (>100 gram), ketika ada

komplikasi, atau ketika kandung kemih telah rusak dan perlu diperbaiki. Prostateksomi terbuka dilakukan melalui pendekatan suprarubik transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin). Penyulit yang dapat terjadi adalah inkontinensia uirn (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograde (60-80%) dan kontraktur leher buli-buli (305%). Perbaikan gejala klinis 85-100%. Prostatektomi Terbuka Sederhana Ketika ukuran prostat terlalu besar untuk direseksi secara endoskopi, enukleasi terbuka dapat dilakukan. Kelenjar prostat yang lebih dari 100 g biasanya merupakan indikasi enukleasi terbuka. Prostatektomi terbuka juga dilakukan pada pasien dengan disertai divertikulum atau batu buli atau jika posisi litotomi tidak mungkin dilakukan. Operasi Laser Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan pada suhu yang lebih dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser menimbulkan lebih sedikit komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap tahun. Kekurangannya adalah : tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali paad Ho:YAG coagulation), sering banyak menimbulkan disuri pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi dan peak flow rate lebih rendah daripada pasca TURP. Serat laser melalui uretra ke dalam prostat menggunakan cystoscope dan kemudian memberikan beberapa semburan energi yang berlangsung 30 sampai 60 detik. Energi laser menghancurkan jaringan prostat dan menyebabkan penyusutan.

Gambar 26. Operasi laser pada prostat

Interstitial laser coagulation Tidak seperti prosedur laser lain, koagulasi laser interstisial tempat ujung probe serat optik langsung ke jaringan prostat untuk menghancurkannya.

Gambar 27. Interstitial Laser Coagulation

Potoselectif vaporisasi prostat (PVP) PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan prostat. Cara sama dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang spesifik dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman tidak menimbulkan perdarahan pada saat operasi. Namun teknik ini hanya diperuntukan pada prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.

Gambar 28. Potoselectif vaporisasi prostat (PVP)

II.13. KOMPLIKASI Apabila buli buli menjadi dekompensasi, akan terjadi retensio urin. Karena produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu menampung urin sehingga tekanan intra vesika meningkat, dapat timbul hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat jika terjadi infeksi.Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan dalam buli buli. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menimbulkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis. Pada waktu miksi pasien harus mengedan shingga lama kelamaan dapatmenyebabkan hernia atau hemoroid. Jadi, dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut : Inkontinensia Paradoks Batu Kandung Kemih Hematuria Sistitis Pielonefritis Retensi Urin Akut Atau Kronik Refluks Vesiko-Ureter Hidroureter

Hidronefrosis Gagal Ginjal II.14. PROGNOSIS Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak segera ditindak memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat. Menurut penelitian, kanker prostat merupakan kanker pembunuh nomor 2 pada pria setelah kanker paru-paru. BPH yang telah diterapi juga menunjukkan berbagai efek samping yang cukup merugikan bagi penderita.

DAFTAR PUSTAKA
1. Basler, J. 2007. Bladder http://www.emedicine.com. Stones. Emedicine Journal. Sited by

2. de Jong, W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:EGC 3. Purnomo, B. B. 2007. Dasar-dasar Urologi. Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. 4. Reksoprojo, S. 1995. Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara 5. Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., dan Setiati, S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 6. Kozar Rosemary A, Moore Frederick A, Schwartzs Principles of Surgery. 8th Edition, Singapore: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2005 7. Mulyono, A. Pengobatan BPH Pada Masa Kini. Dalam : Pembesaran Prostat Jinak. Jakarta : Yayasan penerbit IDI ; 40-48.5. 1995. 8. Purnomo, Basuki B. Dasar Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta : Seto,2003 Sagung

9. Rahardjo, J. Prostat Hipertropi. Dalam : Kumpulan Ilmu Bedah, Jakarta ; Binarupa aksara ; 161-703. 1999. 10. Ramon P, Setiono, Rona, Buku Ilmu Bedah, Fakultas KedokteranUniversitas Padjajaran ; 203-75, 2002 11. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Tumor Prostat. Dalam: Buku ajar Ilmu Bedah, Jakarta; EGC ; 848-933. 2010 12. Umbas, R. Patofisiologi dan Patogenesis Pembesaran Prostat Jinak, Jakarta ; Yayasan penerbit IDI ; 1-52. 1995.

Anda mungkin juga menyukai