Anda di halaman 1dari 8

PEMUPUKAN RASIONAL UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN KERING M.

Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia


ABSTRAK Pada lahan kering di tanah Incepstisol Gowa, hara N menjadi hara pembatas utama. Tanaman jagung hibrida varietas Bima 3 tanggap terhadap pemberian pupuk nitrogen di tanah Inceptisol. Pemberian hara nitrogen dapat meningkatkan hasil jagung dua kali lipat dibanding tanpa pemberian pupuk. Penelitian dilakukan pada MK II bulan MeiSeptember 2011. Lahan untuk pertanaman jagung disiapkan dengan sistem tanpa olah tanah (TOT). Gulma pra tumbuh disemprot herbisida paraquat. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok, tiga ulangan. Perlakuan merupakan kombinasi takaran N, P2O5 dan K2O (kg/ha) sebagai berikut: 1) 0 0 0, 2) 225 0 60, 3) 225 18 60, 4) 225 36 60, 5) 225 0 90, 6) 225 18 90, 7) 225 36 90, 8) 225 0 0, 9) 225 18 0, 10) 225 36 0, 11) SIPAJA dan 12) Nutrient Manager. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemupukan yang rasional pada tanah Inceptisol adalah 225 kg N dan 18 kgP2O5/ha dengan hasil biji 8,61 t/ha dan keuntungan Rp. 13.972.500 dan B/C rasio 4,30. Kata kunci: Jagung hibrida, lahan kering, hara, pemupukan rasional.

PENDAHULUAN Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas jagung hibrida di lahan kering adalah melalui pemupukan rasional didasarkan atas kandungan hara dalam tanah. Makin tinggi status hara tersedia dalam dalam tanah makin rendah jumlah hara (pupuk) yang ditambahkan. Pemupukan yang dilakukan sebelumnya memberikan residu hara yang bermanfaat bagi tanaman berikutnya (Suyatmo dan Sumarno 1993). Tanaman mampu menyerap hara baik yang berasal dari pupuk maupun yang telah ada di dalam di dalam tanah (Suyatmo et al. 1988). Di daerah pertanaman jagung hibrida yang intensif banyak petani yang menggunakan pupuk cenderung berlebihan, utamanya pupuk nitrogen. Pada beberapa tempat pertanaman jagung intensif, seperti di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan, ada petani yang memberikan pupuk dengan takaran N dalam jumlah yang sangat banyak yakni sekitar 350 kg N/ha (Saenong et al. 2005). Praktek pemupukan yang tidak rasional dan cenderung berlebihan di samping tidak
191 Seminar Nasional Serealia 2011

efisien dan pemborosan juga akan mengganggu keseimbangan hara dalam tanah dan mencemari lingkungan (SriAdiningsih dan Supartini 1995). Dampak lain yang ditimbulkan dapat berupa penurunan efisiensi pupuk, terganggunya kehidupan mikroorganisme dalam tanah, meningkatnya dekomposisi bahan organic, degradasi struktur tanah sehingg rentan terhadap kekeringan dan penipisan unsur-unsur hara mikro (Reijntjes et al. 1999) Pemupukan tidak rasional cenderung kurang tepat jenis dan kurang tepat dosis sehingga hasil tanaman tidak optimal. Perbaikan kesuburan tanah melalui pemupukan dilakukan dengan pemberian pupuk rasional, yang artinya pemberian pupuk disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan hara yang masih kekurangan dalam tanah dengan mempertimbangkan kemampuan tanah menyediakan hara secara alami, kontinuitas pertanaman, dan petani mendapat keuntungan yang memadai. Pemupukan yang rasional adalah suatu pengelolaan hara yang spesifik lokasi, sehingga sangat tergantung pada

lingkungan, utamanya tanah yang bersifat spesifik lokasi. Di Negara-negara maju seperti Australia, Eropa dan Amerika, petani telah menerapkan praktek pemupukan atas dasar kandungan hara dalam tanah dan dan daun dengan pendekatan prescription farming atau precision farming (Suyamto 2010). Fukai (1998) menyatakan bahwa analisis tanah telah digunakan secara luas pada banyak tanaman di berbagai Negara untuk menentukan keefektifan aplikasi pemupukan. Makin tinggi status hara tersedia dalam tanah akan makin rendah jumlah hara (pupuk) yang ditambahkan. Oleh karena itu konsep pemupukan rasional adalah pemberian pupuk/hara sesuai kebutuhan tanaman, baik jumlah maupun jenisnya, pada waktu dan dengan cara yang tepat yang didasarkan atas sifat tanah, status hara tanah dan kemampuan tanah menyediakan hara (Sri Adiningsih dan Soepartini 1995). Hasil penelitian di beberapa lokasi menunjukkan takaran pupuk yang berbeda, karena perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan kemampuan tanah menyediakan hara secara alami. Hasil penelitian Syafruddin et al. (1996), jika peluang potensi hasil 7-8 t/ha pada tanah Inceptisol di Bone diperlukan pupuk 121,6 132,7 kg N; 12,7 27,5 kg P2O5 dan 11,9 -18,2 kg K2O/ha, di Vertisol Sidrap diperlukan pupuk 150 kg N dan 35 kg P2O5/ha (Syafruddin et al. 2006). Hasil penelitian tahun 2010 di Inceptisol Gowa dengan menanam jagung hibrida Bisi 16 untuk mencapai hasil 11 t/ha diperlukan 225 kg N dan 36 kg P2O5. (Zubachtirodin et al 2010). Penelitian dilakukan pada lahan kering di tanah Inceptisol di Gowa yang bertujuan untuk mengetahui takaran pupuk rasional untuk jagung hibrida Bima 3. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Bontonompo, Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan pada lahan sawah tadah hujan jenis tanah Inceptisol, pada MK II (Mei September 2011). Lahan disiapkan
192

dengan sistem tanpa olah tanah (TOT). Gulma pra tumbuh disemprot herbisida paraquat dengan takaran 4 l/ha. Ukuran petak adalah 6 m x 4 m. Varietas yang ditanam adalah hibrida varietas Bima 3. Sebelum tanam benih dicampur dengan saromil untuk mencegah penyakit bulai dengan takaran 2,5 g/kg benih. Hama dikendalikan dengan furadan 3G yang diberikan pada saat tanam melalui lubang tanaman dan saat tanaman berumur 15 hari setelah tanam (hst) yang diberikan melalui pucuk daun tanaman dengan takaran masing-masing 5 kg/ha. Seluruh takaran pupuk P, takaran K dan takaran N diberikan pada umur 10 hst. Sisa takaran N dan K diberikan pada fase saat tanaman berumur 37 hst. Pemberian pupuk dilakukan secara tugal sekitar 7 cm dari tanaman. Panen dilakukan pada saat biji masak fisiologis. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok, 3 ulangan. Perlakuan meruapakan kombinasi takaran N, P dan K. Susunan perlakuan adalah sebagai berikut: 1) 0 0 0, 2) 225 0 60, 3) 225 18 60, 4) 225 36 60, 5) 225 0 90, 6) 225 18 90, 7) 225 36 90, 8) 225 0 0, 9) 225 18 0, 10) 225 36 0, 11) SIPAJA (Sistem Pakar Jagung) dan 12) Berdasarkan Nutrient Manager Secara acak sebanyak 10 sampel diukur atau diambil untuk mengamati 1). Tinggi tanaman (cm) saat umur 60 hst 2). Khlorofil daun (unit) diamati saat 35 hst dan 56 hst 3) Hasil biji (t/ha) pada kadar air 15 % 4) Analisis kadar N, P dan K jaringan daun tanaman (%) umur 56 hst. Masing-masing jaringan daun tanaman didestruksi basa dengan menggunakan pengestrak H2SO4 + H2O2. Analisa N menggunakan metode Kjeldahl, analisis P menggunakan metode spectrometer dan analisis K menggunakan flame fotometer. Keuntungan atas biaya (B/C rasio) dihitung untuk mengetahui keuntungan yang diterima petani dan kelayakan ekonomi usahatani jagung hibrida. Dari hasil analisis sidik ragam, perbedaan setiap perlakuan dianalisis berdasarkan uji berjarak Duncan pada taraf 5%.

M.Akil : Pemupukan Rasional untuk Meningkatkan Produktivitas Jagung Hibrida di Lahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis tanah lokasi penelitian di Bontonompo, kecamatan Bontonompo, kabupaten Gowa, provinsi Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa tekstur tanah adalah lempung berdebu dengan kandungan nitrogen dan Al sangat rendah, bahan organik, Ca, Mg, Na dan nilai tukar kation tergolong rendah, kadar K tergolong sedang,dan kadar P tergolong sangat tinggi (Tabel 1). Dari hasil analisis tanah pada lokasi penelitian di Bontonompo, Gowa menunjukkan bahwa faktor pembatas hara utama adalaha nitrogen, sehingga dibutuhkan adanya pemberian pupuk N yang tinggi untuk memperoleh hasil yang optimal pada tanaman jagung hibrida Bima 3.

Tinggi tanaman

Pada saat tanaman jagung hibrida varietas Bima 3 berumur 60 hst pada jagung menunjukkan bahwa tanaman tertinggi dengan tinggi 157,8 cm diperoleh pada perlakuan 225 kg N + 36 kg P2O5/ha dan tidak berbeda nyata dengan tanaman yang diberi tambahan K, dengan tinggi 130,3 cm (Tabel 2). Tanaman yang memperoleh pupuk N memberikan tinggi tanaman yang berbeda nyata dengan tanaman yang tidak diberi N. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman jagung di lokasi Bontonompo sangat respons terhadap pemberian pupuk nitrogen pada fase pertumbuhan tanaman. Tanaman yang tidak diberi P atau K tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 60 hst. Hal ini disebabkan oleh kandungan P tanah sangat tinggi dan K tanah tergolong sedang. Hara P dan K nampaknya bukan hara pembatas dalam pertumbuhan jagung hibrida di di tanah Inceptisol Gowa.

Tabel 1. Hasil analisis tanah lokasi penelitian di Bontonompo, Gowa, Sulawesi Selatan, MK II 2011 Uraian Tekstur : Liat (%) Debu (%) Pasir (%) pH H2O (1 : 2.5) pH KCl (1 : 2,5) C- Organik (%) N-Total (%) C/N P-Bray I (ppm) Kdd (me/100 g) Cadd (me/100g) Mgdd (me/100g) Nadd (me/100g) Aldd (me/100 g) H+ (me/100 g) Nilai Tukar Kation (me/100 g) Kejenuhan Basa (%) Nilai 11 54 35 5,00 4,04 1,86 0,09 12 68,78 0,66 5,22 1,00 0,16 1,99 0,52 36,55 72,09 Kriteria Lempung berdebu

Agak Masam Rendah Sangat Rendah Rendah Sangat tinggi Sedang Rendah Rendah Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah Rendah Tinggi

193

Seminar Nasional Serealia 2011

Tabel 2. Tinggi tanaman, khlorofil daun dan tinggi tongkol, jagung hibrida varietas Bima3, lahan kering Bontonompo, Gowa, 2011
Perlakuan N P2O5- K2O (kg/Ha) 0 0 0 225 0 60 225 18 60 225 36 60 225 0 90 225 18 90 225 36 90 225 0 0 225 18 - 0 225 36 0 SIPAJA* Nutrient Manager** KK(%) Tinggi tanaman 60 hst (cm) 100,1 c 146,3 ab 127,6 abc 142,0 ab 143,9 ab 142,6 ab 141,6 ab 130,3 ab 150,2 ab 157,8 a 143,1 ab 122,2 bc 11,77 Khlorofil daun 35 hst (Unit) 27,2 b 43,7 a 44,2 a 43,1 a 42,4 a 49,3 a 47,0 a 42,9 a 46,9 a 41,9 a 44,4 a 41,0 a 10,92 Khlorofil daun 56 hst (Unit) 25,0 b 54,0 a 51,6 a 53,8 a 53,2 a 52,6 a 52,4 a 53,0 a 53,2 a 49,0 a 49,4 a 45,5 a 10,03 Tinggi tongkol 60 hst (cm) 39,1 b 72,0 a 59,1 ab 68,7 a 67,5 a 64,6 a 69,2 a 59,9 ab 71,7 a 73,8 a 63,1 a 65,3 a 19,14

Keterangan: * 110-60-20 ** 190-66-58 Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji Duncan

Khlorofil daun Khlorofil daun tanaman jagung hibrida varietas Bima 3 saat umur 35 hst dan 56 hst sangat dipengaruhi oleh pemberian pupuk nitrogen. Pada tanaman yang tidak diberi pupuk nitrogen menujukkan unit khlorofil daun sangat rendah hanya 27,2 unit pada saat umur 35 hst dan 25,0 unit saat umur 56 hst. Tanaman yang memperoleh pupuk nitrogen 225 kg/ha, unit khlorofil daun berkisar antara 41,0 49,3 unit pada saat 35 hst, dan pada saat 56 hst, unit khlorofil daunnya berkisar antara 45,5 54,0 unit.(Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa faktor pembatas di Inceptisol Gowa adalah hara N, sehingg tanpa pemberian pupuk N, unit khlorofil daunnya sangat rendah. Tinggi tongkol Pengamatan tinggi tongkol dari permukaan tanah pada tanaman jagung hibrida varietas Bima 3 menunjukkan bahwa tinggi tongkol yang terendah pada tanaman yang tidak diberi pupuk dengan tinggi tongkol dari permukaan tanah 39,1 cm, sedang tongkol yang tertinggi dari permukaan tanah setinggi 73,8 cm diperoleh pada perlakuan 225 kg N + 36
194

kg P2O5/ha (Tabel 2). Rendahnya ketinggian tongkol pada tanaman jagung hibrida yang tidak diberi pupuk N karena tanamannya sangat kerdil. Hasil biji Dari pengamatan hasil biji pada kadar air 15 %, jagung hibrida varietas Bima 3 menunjukkan bahwa hasil biji tertinggi diperoleh pada perlakuan menggunakan program Nutrien Manager dengan hasil sebesar 8,94 t/ha, yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan 225 kg N + 18 kg P2O5/ha dengan hasil biji 8,61 t/ha. Hasil biji terendah diperoleh pada perlakuan tanpa pupuk dengan hasil biji hanya sebesar 3,77 t/ha.(Tabel 5). Pemberian pupuk P atau pupuk K tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan hasil biji. Hal ini menunjukkan bahwa penanaman jagung hibrida pada lokasi Bontonompo pada tanah Inceptisol hanya dibutuhkan hara N yang tinggi sedangkan hara P diberikan untuk menjaga keseimbangan hara dalam tanah.

M.Akil : Pemupukan Rasional untuk Meningkatkan Produktivitas Jagung Hibrida di Lahan Kering

Bobot 100 biji Bobot 100 biji varietas Bima 3 menunjukkan bahwa perlakuan 225 kg N, 36 kg P2O5 dan 60 kg K2O/ha memberikan bobot 100 biji yang tertinggi sebesar 29,0 g, sedangkan tanaman yang tidak diberi pupuk memberikan bobot 100 biji 21,7 g (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa faktor pembatas di Inceptisol Gowa pada lokasi Bontonompo adalah N, sehingga pemberian pupuk pupuk N harus diberikan dalam jumlah yang tinggi sebesar 225 kg N/ha. Untuk meningkatkan bobot biji perlu pemberian hara P dan K dalam jumlah sedikit sehingga dapat meningkatkan kualitas biji yang ditunjukkan oleh bobot 100 biji yang lebih tinggi. Diameter tongkol Pengamatan diameter tongkol jagung hibrida varietas Bima 3 menunjukkan bahwa diameter tongkol tertinggi diperoleh pada perlakuan 225 kg N, 36 kg P2O5 dan 60 kg K2O/ha dan perlakuan 225 kg N, dan 60 kg K2O/ha dengan diameter tongkol 4,61 cm, sedang tanaman yang tidak diberi pupuk

menunjukkan diameter tongkol terendah sebesar 3,88 cm (Tabel 3). Tanaman yang kekahatan N, diameter tongkolnya sangat kecil sehingga hasil biji juga ikut dipengaruhi. Panjang tongkol Pengamatan panjang tongkol jagung hibrida varietas Bima 3 menunjukkan bawa tanaman yang tidak diberi pupuk panjang tongkolnya hanya 10,42 cm, sedang tanaman yang diberi pupuk P dan K berkisar antara 14,17 17,55 cm (Tabel 3). Sama halnya dengan diameter tongkol, maka panjang tongkol juga sangat dipengaruhi oleh kekahatan hara N. Biomas tanaman Pada pengamatan biomas segar tanaman jagung hibrida varietas Bima 3 yang tidak diberi pupuk hanya menghasilkan 18,62 t/ha. Tanaman yang diberi pupuk pupuk N, P dan K pada berbagai kombinasi dapat menghasilkan biomas segar lebih dari dua kali lipat dibanding tanpa pupuk dan bekisara antara 37,54 t/ha 54 67 t/ha (Tabel 4).

Tabel 3. Hasil biji, bobot 100 biji, diameter tongkol dan panjang tongkol, jagung hibrida varietas Bima 3, lahan kering Bontonompo, Gowa, 2011
Perlakuan Hasil biji Bobot Diameter Panjang N P2O5- K2O (t/ha) 100 biji tongkol tongkol (kg/Ha) (g) (cm) (cm) 0 0 0 3,77 c 21,7 b 3,88 b 10,42 c 225 0 60 7,41 ab 28,0 a 4,61 a 15,56 ab 225 18 60 7,51 ab 27,6 a 4,44 a 16,47 ab 225 36 60 8,05 ab 29,0 a 4,61 a 15,65 ab 225 0 90 7,29 ab 28,7 a 4,59 a 15,53 ab 225 18 90 8,22 ab 28,7 a 4,56 a 16,51 ab 225 36 90 7,13 ab 27,7 a 4,47 a 16,68 a 225 0 0 6,26 b 26,2 a 4,46 a 15,38 ab 225 18 - 0 8,61 a 28,2 a 4,60 a 17,55 a 225 36 0 8,20 ab 27,7 a 4,56 a 16,04 ab SIPAJA* 8,57 a 26,6 a 4,39 a 15,70 ab Nutrient Manager** 8,94 a 28,7 a 4,42 a 14,17 b KK(%) 15,67 5,58 5,31 7,94 Keterangan: * 110-60-20 ** 190-66-58 Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji Duncan

195

Seminar Nasional Serealia 2011

Tabel 4. Bobot biomas, kadar N, P dan K jaringan tanaman, jagung hibrida varietas Bima 3, lahan kering Bontonompo, Gowa, 2011
Perlakuan Bobot biomas Kadar N Kadar P Kadar K N P2O5- K2O segar jaringan jaringan jaringan (kg/Ha) (t/ha) (%) (%) (%)) 0 0 0 18,62 b 0,13 d 0,32 ab 1,86 tn 225 0 60 47,69 a 0,22 abc 0,31 abc 2,00 225 18 60 37,54 a 0,21 bc 0,30 bcd 1,91 225 36 60 54,67 a 0,21 bc 0,28 cd 1,89 225 0 90 54,49 a 0,21 bc 0,28 cd 1,86 225 18 90 50,49 a 0,21 bc 0,28 cd 1,89 225 36 90 51,98 a 0,22 abc 0,30 bcd 1,82 225 0 0 47,44 a 0,23 ab 0,30 bcd 1,76 225 18 - 0 45,67 a 0,21 bc 0,29 bcd 1,78 225 36 0 47,24 a 0,25 a 0,34 a 1,90 SIPAJA* 45,02 a 0,18 c 0,27 d 1,77 Nutrient Manager** 53,64 a 0,20 bc 0,28 cd 1,92 KK(%) 13,33 8,88 6,29 10,28 Keterangan: * 110-60-20 ** 190-66-58 tn = tidak nyata Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji Duncan

Tabel 5. Analisis usahatani tanaman jagung hibrida Bima 3 pada tanah Inceptisol Gowa, 2011 .
Perlakuan (N- P2O5- K2O) (kg/ha) 0 0 0 225 0 60 225 18 60 225 36 60 225 0 90 225 18 90 225 36 90 225 0 0 225 18 - 0 225 36 0 SIPAJA* Nutrient Manager** Hasil Biji (t/ha) 3,77 c 7,41 ab 7,51 ab 8,05 ab 7,29 ab 8,22 ab 7,13 ab 6,26 b 8,61 a 8,20 ab 8,57 a 8,94 a Penerimaan (Rp/ha)* 7.540.000 14.820.000 15.020.000 .16.100.000 14.580.000 16.440.000 14.260.000 12.520.000 17.220.000 16.400.000 17.140.000 17.880.000 Biaya Produksi (Rp/ha) 2.227.500 3.427.500 3.597.500 3.767.500 3.827.500 3.997.500 4.167.500 3.077.500 3.247.500 3.417.500 3.476.385 4.341.945 Keuntungan (Rp/ha) 5.312.500 11.392.500 11.422.500 12.332.500 10.752.500 12.442.500 10.092.500 9.442.500 13.972.500 12.982.500 12.923.615 13.538.055 B/C rasio 2,38 3,32 3,18 3,27 2,81 3,11 2,42 3,07 4,30 3,80 3,72 3,12

*Harga 1 kg biji jagung = Rp 2.000,Kadar hara jaringan tanaman Kadar hara N jaringan tanaman jagung hibrida varietas Bima 3 di Inceptisol, Gowa menunjukkan bahwa tanaman yang tidak diberi perlakuan N hanya 0,13 % N, sedangkan tanaman yang diberi perlakuan 225 kg N/ha, kadar hara N jaringan tanaman berkisar 0,18% N 0,22% N (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa penanaman jagung hibrida Bima 3 di Inceptisol Gowa membutuhkan pemberian pupuk N yang tinggi. Kadar hara P jaringan tanaman jagung hibrida varietas Bima 3 pada menunjukkan bahwa tanaman yang diberikan perlakuan menggunakan program Sipaja (110-60-20) memberikan kadar hara P jaringan tanaman yang rendah yaitu 0,27 % P, Tanaman yang diberi perlakuan 225 kg N, 18 kg P2O5

196

M.Akil : Pemupukan Rasional untuk Meningkatkan Produktivitas Jagung Hibrida di Lahan Kering

dan 36 kg K2O/ha memberikan kadara hara P jaringan tertinggi sebesar 0,34% P (Tabel 4). Hal ini menunjukkan pemberian P yang tinggi tanpa pemberian N yang tinggi akan membuat keseimbangan hara dalam tanah terganggu, sehingga kelihatannya pemberian P hanya dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit untuk menjaga kualitas dan keseimbangan hara dalam tanah untuk tanaman jagung hibrida varietas Bima 3. Kadar hara K jaringan tanaman jagung hibrida varietas Bima 3 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antar semua perlakuan yang dicobakan (Tabel 4). Hal ini menunjukkan tidak adanya tanggapan tanaman jagung hibrida varietas Bima 3 terhadap pemberian pupuk K. Hara K yang ada dalam tanah sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman jagung, sehingga bila diberikan akan menyebabkan terganggunya keseimbangan hara dalam tanah. Pemupukan rasional harus dilakukan dan hanya diberikan kepada tanaman jagung yang menjadi hara pembatas. Analisis ekonomi usahatani Untuk mengetahui kelayakan dan keuntungan usahatani dilakukan pengamatan dan pencatatan pada setiap kegiatan mulai dari persiapan lahan, jumlah benih, penggunaan pupuk, penggunaan herbisida, tenaga kerja sampai panen dan prosessing. Jumlah biaya produksi yang dikeluarkan tertinggi pada perlakuan Nutrient Manager sejumlah Rp. 4.341.945/ha, kemudian disusul oleh perlakuan (22536-90) sejumlah Rp. 4.167.500/ha, dan terendah pada perlakuan tanpa pupuk sejumlah Rp. 2.227.500/ha (Tabel 5). Analisis usahatani secara finansial dengan memperhitungkan antara penerimaan dan biaya produksi yang dikeluarkan. Dari hasil analisis B/C rasio semua perlakuan mempunyai nilai B/C rasio lebih besar dari 1, tetapi yang paling menguntungkan adalah perlakuan pemupukan (225-18-0) dengan keuntungan yang diperoleh Rp.
197 Seminar Nasional Serealia 2011

13.972.500/ha dengan B/C rasio sebesar 4,30. Hal ini sejalan dengan produksi yang dicapai pada perlakuan pemupukan tersebut sebesar 8,61 t/ha (Tabel 5). KESIMPULAN Takaran pupuk rasional pada tanah Inceptisol Gowa adalah 225 kg N + 18 kg P2O5/ha dengan hasil biji 8,61 t/ha dan keuntungan Rp. 13.972.500 dengan B/C rasio 4,30. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Hadi Suhenda Permana dan Jupliadi Dg Upa yang telah membantu pelaksanaan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Fukai, S. 1998. Crps modeling related to soil test and climate information. National Soil Summit. Jakarta, 26 Februari 1998. Reijntjes, C.,B. Haverkort dan A. Waters Bayer. 1999. Pertanian Masa Depan: Pengantar untuk pertanian berkelanjutan dengan input luar rendah. II.FILA. (terjemahan Y. Sukoco). Kanisius. Yogyakarta. Saenong, S., Syafruddin dan Subandi. 2005. Penggunaan LCC untuk pemupukan N pda tanaman jagung. Laporan pengelolaan hara spesifik lokasi. (PHSL). Kerjasama Balitsereal dengan Potash & Phosphate Institute (PPI), Potash and Phosphate Institute of Canada (PPIC). Sri Adiningsih, J. dan M. Soepartini. 1995. Pengelolaan pupuk pada system usahatani lahan sawah. Makalah Apresiasi Metedologi Pengkajian Sistem Usahatani Berbasis Padi Berwawasan Agribisnis. PSL, Bogor, 7-9 September 1995. Suyamto and Sumarno. 1993. Direct and residual effect of potassium

fertilizer in rice-maize cropping rotation on Vertisol. Indones. J. Crop Sci. 8(2):29-38 Suyatmo.T. Notohadiprawiro, S. Sukodarmodjo, dan B. Radjagukguk. 1998. Kajian kelengasan tanah dan pemupukan P pada kedelai:1. Keragaman tanaman dan serapan P. Penelitian Palawija 3(2):66-75. Suyamto. 2010. Strategi dan implementasi pemupukan rasional spesifik lokasi. Pengembangan Inovasi Pertanian 3(4):306-318. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Syafruddin, M. Rauf, R.Y. Arvan dan M.Akil. 2006. Kebutuhan pupuk N, P dan K tanaman jagung pada tanah Inceptisol Haplustepts. Penelitian Pertanian. 25:1-9

Syafruddin, Sania saenong dan A.F. fadhly. 1996. Keragaan pemupukan N, P, K dan S pada tanaman jagung di SulSel. Dalam Proseding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Balitjas Maros. p. 478-489. Zubachtirodin, A.F. Fadhly, M. Akil, F. Tabri, N. Riani, R. Amir, R. Effendi, Suwardi, Mappaganggang, Faesal, Hadijah A. Dahlan, Margareta SL, Syuryawati, A. Najamuddin dan Arsyad Biba.. 2010. Peningkatan hasil jagung melalui pendekatan PP dalam konsep IP400 pada lahan sawah dan lahan kering (Tingkat hasil > 32 t /ha/tahun. Laporan Akhir tahun 2010. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian, 2010.

198

M.Akil : Pemupukan Rasional untuk Meningkatkan Produktivitas Jagung Hibrida di Lahan Kering

Anda mungkin juga menyukai