Anda di halaman 1dari 8

Budidaya asparagus, dilakukan dengan benih yang berasal dari perbanyakan generatif melalui biji.

Asparagus berbuah buni berbentuk bulat dengan diameter 0,5 cm. Warna buah hijau ketika masih muda dan akan berubah menjadi cokelat kehitaman ketika telah tua. Buah masak ditandai dengan warna hitam serta lembeknya kulit buah dengan daging buahnya yang sangat tipis. Biji asparagus juga berwarna hitam dengan kulit biji sangat keras. Untuk mempercepat perkecambahan, biasanya petani melakukan perendaman biji dalam air hangat (suhu 40 - 45 C) yang dicampur dengan zat perangsang tumbuh (ZPT), paling tidak selama 12 jam. Selama itu air rendaman diganti 1 X untuk menjaga suhu serta ketersediaan oksigen. Dengan perendaman demikian, perkecambahan benih bisa berlangsung lebih cepat, dengan tingkat keberhasilan lebih tinggi. Rebung asparagus sebenarnya merupakan ujung rizome yang akan tumbuh menjadi individu tanaman baru. Rebung ini berwarna putih ketika masih berada dalam tanah, kemudian berwarna hijau muda dengan pangkal agak kemerahan ketika sudah menyembul di permukaan tanah. Rebung asparagus berdiameter sedikit lebih besar (lebih gemuk) dibanding dengan batang dewasanya. Panen umumnya dilakukan ketika rebung tersebut masih berada di dalam tanah. Warna rebung putih, masih sangat lunak dengan kulit yang juga lembut. Panjang rebung yang dipanen antara 15 sd. 20 cm. Namun ada pula konsumen yang menghendaki rebung yang sudah keluar dari permukaan tanah dan berwarna hijau. Di kawasan tropis, tanaman asparagus akan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan di kawasan sub tropis. Sebab di kawasan sub tropis, fotosintesis hanya akan terjadi selama musim panas. Sementara pada musim dingin, tanaman akan mengalami masa dorman (istirahat). Di kawasan tropis, tanaman akan berfotosintesis penuh sepanjang tahun. Pada musim kemarau, apabila lahan diberi pengairan cukup baik, maka produksi rebung akan lebih tinggi daripada pada musim penghujan. Meskipun tidak berpengairan teknis, lahan-lahan vulkanis di pegunungan biasanya akan tetap lembap pada musim kemarau. Hingga volume produksi rebung di kawasan tropis, rata-rata juga lebih tinggi daripada produksi di kawasan sub tropis. Rata-rata produksi rebung asparagus dengan budidaya monokultur akan menghasilkan sekitar 10 ton rebung segar per hektar per tahun. Namun, budidaya asparagus secara monokultur dengan manajemen modern, telah terbukti kurang efisien dibanding dengan budidaya secara tradisional oleh rakyat. Di Indonesia, asparagus cocok dibudidayakan pada lahan dengan ketinggian antara 600 sd. 1700 m. dpl. Misalnya di Brastagi (Sumut). Bukittinggi (Sumbar), Curub (Bengkulu), Puncak, Selabintana, Lembang dan Pangalengan (Jabar). Baturaden, Dieng, Temanggung, Bandungan, Kopeng dan Tawangmangu (Jateng), Kaliurang (DIY), Tretes, Selecta, Batu dan pegunungan Ijen (Jatim), Bedugul (Bali), Sembalun (Lombok) dan Toraja (Sulsel). Kawasan ini bertanah vulkanis yang gembur dan kaya bahan organik. Namun produksi asparagus akan bisa lebih optimal apabila lahan diberi pupuk organik. Para petani sayuran di kawasan tersebut, biasanya menggunakan pupuk kandang berupa kotoran sapi atau domba untuk menyuburkan lahan mereka. Lahan gembur dan kaya bahan organik mutlak diperlukan oleh asparagus untuk membentuk rizome dan memproduksi rebung.

Sayangnya, sampai saat ini asparagus tanaman rakyat ini tidak pernah dipanen rebungnya untuk dipasarkan sebagai "sayuran elite". Padahal kebun-kebun asparagus skala besar telah tutup. Hingga selama ini, hotel-hotel dan restoran bintang selalu menggunakan rebung asparagus impor, terutama yang telah dikalengkan. Beberapa hotel bintang malahan secara rutin mendatangkan rebung asparagus segar meskipun volumenya tetap sangat terbatas. Seandainya hotel-hotel bintang ini bisa kontak dengan para petani asparagus di Bandungan, maka dua belah pihak akan sangat diuntungkan. Konsumen akan memperoleh asparagus segar dengan harga lebih murah daripada yang impor. Sementara petani akan mendapatkan harga yang baik dibanding dengan memanen asparagus mereka untuk ornamen rangkaian bunga.

Apel malang

PENGEMBANGAN APEL TROPIS DI INDONESIA Apel malang sering dilecehkan banyak orang, karena kualitasnya dianggap tidak sebaik washington aple. Washington aple lunak dan mempur (gembur daging buahnya). Rasanya manis dan penampilannya sangat atraktif. Sementara apel malang keras, ada rasa masamnya dan penampilannya tidak menarik. Padahal, justru kerasnya buah itu menandakan tingkat kesegarannya masih baik. Apel yang gembur, sebenarnya sudah berada dalam cold storage selama lebih dari 6 bulan dan seharusnya dibuang ke tempat sampah atau dijadikan pakan ternak. Adanya rasa masam pada apel malang, ternyata juga menjadi nilai plus bagi orang bule. Tentang penampilan fisik luar yang kurang menarik, hanya terjadi pada rome beauty. Apel anna, manalagi dan wanglin; berpenampilan cukup menarik. Bahkan apel manalagi yang dintroduksi oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda itu, telah menjadi varietas lokal (asli) Malang. Di Negeri Belanda, tetua (induk) apel manalagi sudah tidak ada lagi. Tetapi, yang tidak disadari oleh banyak orang, kawasan Malang dan Pasuruan adalah satu-satunya sentra apel tropis yang tidak ada duanya di dunia. Sebagai tanaman sub tropis, apel akan merontokkan daunnya pada musim gugur. Selama musim dingin tanaman beristirahat. Pada musim semi, yang akan tumbuh pertama tunas bunga. Hingga pada pertengahan musim ini selalu tampak panorama yang sangat menarik di kebun apel. Hamparan tanaman yang masih meranggas tak berdaun itu dipenuhi oleh bunga yang bermekaran. Panorama ini akan lebih menarik lagi dengan hadirnya kumbang, lebah, kupu-kupu dan serangga lainnya yang mencari nektar serta polen dari bunga apel. Setelah itu, baru akan muncul daun-daun baru. Menjelang akhir musim panas, buah apel telah mulai masak. Demikianlah siklus alami dari agribisnis apel di kawasan sub tropis. Karenanya, panen apel di sana hanya terjadi sekali dalam setahun. Selanjutnya buah akan disimpan dalam cold storage untuk dipasarkan sesuai dengan permintaan, sampai musim apel yang akan datang. Daya tahan apel yang disimpan dalam cold storage ternyata terbatas. Setelah lebih dari 6 bulan, kualitas buah akan cenderung menurun. Daging buah yang sebelumnya keras dan renyah, akan menjadi empuk dan gembur. Itulah tanda-tanda buah apel yang mulai rusak. Buah apel demikianlah yang kemudian dibuang ke negara berkembang seperti Indonesia.

Intensitas pembuangan apel rusak dari gudang ini, pada dua dasa warsa belakangan menjadi makin intensif. Sebelumnya, cold storage apel di Amerika dan Australia harus menunggu panen berikutnya sebelum dibersihkan dari sisa-sisa penen tahun lalu. Karenanya, cuci gudang di sana akan berlangsung paling sedikit setelah periode 10 bulan. Pada duapuluh tahun terakhir, agribisnis apel juga berkembang di Chile, Argentina, Jepang, Korea, RRC dan Taiwan. Apel dari belahan bumi selatan di Amerika Latin ini akan mengalir ke utara (Amerika Serikat) pada saat di sana sedang terjadi musim dingin. Demikian pula apel dari belahan utara di Asia akan mengalir ke selatan (Australia) pada saat kawasan itu sedang diguyur salju. Hingga hanya dalam waktu 6 bulan, apel dalam cold storage sudah harus dibuang karena didesak oleh apel dari belahan bumi lain. Itulah yang menyebabkan pembuangan apel dari cold storage ini menjadi semakin besar volumenya pada duapuluh tahun terakhir. Hal inilah yang membuat harga apel impor bisa lebih murah dari apel-apel kita. sebab apel tersebut sebenarnya hanyalah limbah. Apel-apel segar berkualitas baik, harganya akan tetap tinggi. Bisa dua kali lipat lebih dari harga apel anna atau manalagi kita. Di kawasan tropis, siklus berbuah apel bisa diatur. Caranya dengan melakukan perompesan daun (merontokkan daun), serta pemangkasan. Hingga apel dari kawasan tropis adalah apel segar yang baru saja dipetik dari pohon. Bukan apel yang telah disimpan berbulan-bulan. Setelah buah-buah tua selesai dipanen, biasanya para petani apel akan melakukan pemangkasan dan perompesan daun. Disusul dengan pemupukan, penyiangan dan lain-lain perawatan tanaman. Kalau di kawasan tropis tanaman akan beristirahat selama musim dingin, maka di Malang, apel yang telah dirompes akan langsung mengeluarkan tunas bunga. Hingga dalam setahun, satu pohon bisa dipanen sampai dua kali. Kalau dalam satu hamparan sentra apel, dilakukan pergiliran dalam membuahkan, maka di kawasan tersebut akan bisa dijumpai tanaman yang sedang dirompes, sedang berbunga, berbuah muda maupun yang siap panen. Sesuatu yang tidak mungkin dijumpai di kawasan sub tropis. Kelebihan kawasan tropis untuk pengembangan apel ini justru sangat disadari oleh Australia. Kawasan penghasil apel mereka hanyalah di bagian tenggara, mulai dari Queensland selatan, New South Wales dan Victoria. Kawasan yang langsung berhadapan dengan laut Tasman ini secara rutin akan terserang badai dengan hujan es. Untuk mencegah kerusakan akibat hujan es ini, para petani apel terpaksa memasang net baja. Akibatnya biaya produksi membengkak hingga apel mereka sulit untuk bersaing di pasar internasional. Para petani Australia, ternyata tahu bahwa Indonesia punya apel tropis di kawasan Malang, Jawa Timur. Beberapa kali mereka mengirim petani maupun ahli apel mereka ke Malang untuk belajar. Sebab mereka mempunyai rencana untuk mengembangkan apel di kawasan tropis mereka. Yakni di Queensland utara dan Northern Territory. Kita sendiri ternyata tidak menyadari potensi ini. Padahal, teknologi budidaya apel tropis yang kita miliki, adalah hasil pengembangan selama ratusan tahun sejak jaman Hindia Belanda. Belanda telah mencoba menanam buah kegemaran mereka ini mulai dari kawasan Cipanas, Lembang, Pangalengan, Bandungan, Kopeng, Tawangmangu dan di Batu, Malang. Yang berkembang dengan cukup baik ternyata hanya di Batu. Bahkan kemudian kawasan Batu ini dikalahkan oleh Nongkojajar di Pasuruan. Sebenarnya sentra apel di Malang tidak hanya berada di Batu tetapi menyebar di lereng gunung Panderman, Arjuno Welirang dan Anjasmoro. Sementara di Kab. Pasuruan sentra apel ini terhampar di lereng barat pegunungan Tengger. Kawasan ini sebenarnya sudah sangat padat hingga pengembangan areal baru untuk apel sudah tidak mungkin dilakukan.

Pengembangan agribisnis apel ke arah barat sudah pernah dilakukan sejak tahun 70an. Sebenarnya upaya ini merupakan tindakan bodoh, sebab Belanda pernah mencoba melakukannya dan terbukti gagal. Hingga tahun-tahun 70an itu, kebun apel di tanah Kodam Diponegoro di Sumowono, Kab. Semarang dan juga di Bandungan, tidak bisa berbuah optimal. Toleransi pengembangan apel ke arah barat, ternyata hanya sebatas sampai ke gunung Wilis yang terletak di perbatasan Kab. Madiun, Nganjuk, Kediri, Tulungagung, Trenggalek dan Ponorogo. Pengembangan yang pernah dicoba di lereng gunung Lawu, yang hanya bersebelahan dengan Wilis, juga mengalami kegagalan. Selama ini ada asumsi, bahwa di pulau Jawa, semakin ke timur iklimnya akan semakin kering. Sebenarnya bukan soal barat timurnya, tetapi justru pada utara selatannya. Gunung Wilis terletak pada 750 lintang selatan (LS). Lawu terletak pada 740 LS. Jadi gunung Lawu berada pada jarak 010 lebih dekat ke garis katulistiwa di banding gunung Wilis. Sentra apel di Pasuruan yang terletak di lereng barat Peg. Tengger, hasilnya jauh lebih baik dari kawasan Batu. Sebab Nongkojajar yang terletak pada 7 LS, menjadi 010 lebih ke selatan dibanding kawasan Batu yang letaknya pada 750 LS. Berarti, di Jawa Timur, yang juga potensial menghasilkan apel tetapi belum pernah dicoba adalah lereng gunung Argopuro (Kab. Probolinggo, Bondowoso dan Jember), serta lereng Peg. Ijen (Kab. Jember, Situbondo dan Banyuwangi). Letak dua gunung ini antara 750 sampai 820 LS. Selama ini kita tidak terlalu menyadari bahwa letak pulau Jawa memang agak mendongak di bagian baratnya dan menunduk di ujung timurnya. Karenanya bisa dimaklumi bahwa pengembangan apel di kawasan Bandung mengalami kegagalan, sebab kota ini terletak pada 7 LS sementara Malang pada 8 LS. Hingga Bandung terletak 1 lebih dekat ke katulistiwa dibanding Malang. Pengembangan apel yang pernah dilakukan oleh Gubernur Ben Boy tahun 1970an di Soe, Kab. Timor Tengah Selatan, NTT, hasilnya luar biasa. Apel rome beauty yang di Batu hasilnya belang-belang hijau cokelat itu, di Soe bisa merah seperti apel Australia. Sebab Soe terletak pada 950 LS, atau 2 di sebelah selatan kawasan Batu. Kawasan yang terletak antara 9 sampai 10 LS di Indonesia hanyalah di Timor Barat dan pulau Sumba. Di dua kawasan inilah agribisnis apel paling potensial untuk dikembangkan. Meskipun di kawasan Bali dan Nusa Tenggara lainnya, apel tetap layak untuk dikembangkan. Sebab letak kawasan ini masih berada di sebelah selatan kawasan Malang, yakni antara 8 sampai 9 LS. Kita juga sering mendengar, bahwa apel cocok untuk dikembangkan di kawasan pegunungan yang kering. Tetapi kita harus hati-hati untuk mencoba mengembangkannya di Sulsel dan Sultra. Sebab meskipun kawasan ini berpegunungan dan kering, namun letaknya sangat dekat dengan katulistiwa. Kawasan ini berada antara 3 sampai 5 LS. Buah apel memiliki nilai strategis untuk dikembangkan. Sebab selama ini dari volume maupun nilainya, impor buah ini menduduki ranking tertinggi. Baru kemudian menyusul jeruk, pir, kurma dan anggur. Kita harus merasa bersyukur bahwa Belanda telah bersusah payah untuk mengembangkan apel yang merupakan buah sub tropis di kawasan tropis. Dan ternyata berhasil. Mestinya keberhasilan ini harus kita kembangkan lebih lanjut, hingga kita bisa bangga sebagai satu-satunya negara yang berhasil menanam apel di kawasan tropis. Upaya demikian juga akan bermanfaat untuk mengurangi ketergantungan kita pada apel impor. Tahun 1990an, Asosiasi Pemasaran Hortikultura (Asperti) Jawa Timur, telah berhasil mengekspor Chery Aple ke Singapura. Yang disebut sebagai Chery Aple sebenarnya hanyalah apel rome beauty yang berukuran kecil-kecil yang seharusnya dibuang agar buah lain tumbuh lebih besar. Prestasi ini tidak berlanjut karena masalah kontinuitas pasokan. Di era otonomi daerah ini, kita telah punya

Asosiasi Pemerintah Kabupaten Se Indonesia (APKASI). Mestinya lembaga ini bisa menyarankan Pemkab-pemkab yang memiliki kawasan berpotensi bagi pengembangan apel, untuk bekerjasama dengan Pamkab. Malang, Pasuruan dan Pemkot Batu. Tujuannya tentu untuk mulai mengembangkan buah, yang selama ini paling banyak menyedot devisa negara sebagai biaya impor.
Gandum JAKARTA - Jepang mengembangkan tanaman gandum di Indonesia. Tanaman ini akan dikembangkan di daerah Nongko Jajar (Jatim) dan Kopeng, Salatiga (Jateng). Untuk mengembangkan tanaman ini, Jepang menggandeng Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga yang telah lama melakukan riset soal tanaman yang dikenal hanya bisa hidup normal di daerah sub tropis ini. "Ini masih dalam tahap proyek percontohan. Tapi areal penanamannya mencapai 300 hektare (ha). Di Kopeng 150 ha dan Nongko Jajar seluas 150 ha," kata CEO PT Bogasari Flour Mills Franciscus Welirang, di sela acara Seminar Peran Desain Interior dalam Usaha Bakery di Jakarta, Rabu (18/3/2009). Franky, sapaan akrab Franciscus Welirang, menambahkan untuk mengembangkan tanaman ini, pihak Jepang telah mengucurkan dana Rp2 miliar untuk demplot percontohan tersebut. Adapun pencanangan penanaman perdana untuk proyek demplot tanaman gandum tersebut akan dilaksanakan oleh UKSW dengan Departemen Pertanian (Deptan) pada tanggal 24-25 Maret mendatang. Dalam kesempatan itu Franky membantah apabila dikatakan tanaman gandum tidak cocok ditanam di Indonesia karena gandum termasuk tanaman sub tropis sedangkan Indonesia merupakan daerah tropis. "Tidak benar itu, karena sebagian petani kita sudah lama menanam gandum. Dan hasil panenannya dikonsumsi sendiri. Apalagi dalam proyek ini, Jepang dan UKSW sudah memiliki teknologi untuk proyek pengembangan gandum ini," kata menantu konglomerat Sudono Salim ini. Kendati demikian, Franky mengakui kalau untuk mengembangkan tanaman gandum secara besarbesaran di Indonesia, paling tidak membutuhkan waktu minimal 20 tahun. Karena hal ini terkait dengan budaya dan tata cara penanaman gandum oleh petani. Sementara itu Sekretaris Ditjen Tanaman Pangan Departemen Pertanian (Deptan) Anggoro mengatakan, tren konsumsi gandum di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Bahkan rata-rata tiap tahun, impor gandum Indonesia mencapai 4 juta ton. Impor tersebut berasal dari Amerika Serikat, Kanada dan Australia. Menurut dia, tanaman gandum sulit dikembangkan di Indonesia karena Indonesia beriklim tropis, sedangkan gandum merupakan tanaman yang akan bisa hidup normal di daerah sub tropis. "Tapi bukannya tidak bisa ditanam di Indonesia. Hanya daerah-daerah tertentu saja yang bisa ditanami gandum. Terutama di dataran tinggi," kata Anggoro beberapa waktu lalu.

Membatasi Faktor yang Mempengaruhi Produksi Tanaman Buah Tropis & Subtropis

Buah produksi pertanian intensif melibatkan tanaman buah, terutama yang signifikansi ekonomi. Approximately 3,000 fruit crops exist in the tropical and subtropical regions worldwide. Sekitar 3.000 tanaman buah yang ada di daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia. Fruit production in these regions has increased in all Asian countries, Australia, Japan, South Africa, some other African countries and some Latin-American countries. Buah produksi di wilayah ini telah meningkat di semua negara Asia, Australia, Jepang, Afrika Selatan, beberapa negara Afrika lainnya dan beberapa negara Amerika Latin. These fruits are an integral part of a healthy natural ecosystem and provide a wide range of benefits for humans. Buah ini merupakan bagian integral dari ekosistem alam yang sehat dan memberikan berbagai manfaat bagi manusia. The most common fruits grown in these regions are mango, banana, pineapple, papaya and avocado. Buah yang paling umum ditanam di daerah ini adalah mangga, pisang, nanas, pepaya dan alpukat.

Soil Factors Faktor Tanah

The amount of nutrients in the soil determines plant health and yield. Jumlah nutrisi dalam tanah menentukan tanaman kesehatan dan hasil. Several factors influence how these nutrients are absorbed from the soil. Beberapa faktor mempengaruhi bagaimana nutrisi yang diserap dari tanah. These include soil pH and moisture content. Ini meliputi pH tanah dan kadar air. High rainfall causes minerals such as calcium and magnesium, which are important in preventing soil acidity, to leach to deeper soil levels. Curah hujan tinggi menyebabkan mineral seperti kalsium dan magnesium, yang penting dalam mencegah keasaman tanah, untuk mencuci ke tingkat tanah yang lebih dalam. Leaching of these important nutrients lowers the soil pH, leaving it acidic. Pencucian nutrisi penting ini menurunkan pH tanah, meninggalkannya asam. Low soil pH limits the availability of nutrients such as nitrogen, phosphorus and potassium for plants. pH tanah rendah membatasi ketersediaan unsur hara seperti nitrogen, fosfor dan kalium bagi tanaman. When the soil pH increases, nutrients such as copper, zinc and iron become less available. Ketika meningkatkan pH tanah, nutrisi seperti tembaga, seng dan besi menjadi kurang tersedia. Soil moisture is the amount of water available in the soil air spaces. kelembaban tanah adalah jumlah air yang tersedia di ruang tanah udara. Plants absorb this water through their roots. Tanaman menyerap air melalui akar mereka. In cases where there is low rainfall or drought, a plant experiences water stress conditions, which can result in lower plant yields or crop failure. Dalam kasus di mana ada curah hujan rendah atau kekeringan, tanaman mengalami kondisi stres air, yang dapat mengakibatkan hasil tanaman yang lebih rendah atau gagal panen. Water stress causes plants to use a lot of energy in order to access the available water, leading to decreased growth and development as a result of reduced photosynthesis activities. stres air menyebabkan tanaman menggunakan banyak energi untuk mengakses air yang tersedia, yang

menyebabkan pertumbuhan menurun dan pembangunan sebagai hasil dari kegiatan fotosintesis berkurang. Some nutrients in the soil are more readily absorbed than others. Beberapa nutrisi dalam tanah lebih mudah diserap daripada yang lain. These include nitrogen and calcium. Ini termasuk nitrogen dan kalsium. Depleted soil nutrients due to overcultivation or lack of fertilizer results in soil nutrient deficiencies. Nutrisi tanah habis karena overcultivation atau kurangnya hasil pupuk dalam kekurangan gizi tanah. This causes stunted growth of plants and poor quality of their fruits. Hal ini menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman dan rendahnya kualitas buah-buahan mereka.

Climate Change Perubahan Iklim

Climate change refers to variations in weather patterns due to natural or human factors. Perubahan iklim merujuk pada variasi dalam pola cuaca karena faktor alam atau manusia. Climate change presents in various forms such as severe storms, reduced rainfall and increased temperatures. Perubahan iklim menyajikan dalam berbagai bentuk seperti badai parah, curah hujan berkurang dan suhu meningkat. Even though tropical and subtropical fruit production occurs in poorly drained soils or in areas prone to flooding, changes in weather patterns cause environmental stresses, which cause depletion of soil oxygen. Meskipun produksi buah tropis dan subtropis buruk terjadi pada tanah kering atau di daerah rawan banjir, perubahan pola cuaca menimbulkan tekanan lingkungan, yang menyebabkan menipisnya oksigen tanah. All these factors can cause crop failure and poor yields. Semua faktor ini dapat menyebabkan kegagalan panen dan miskin. For instance, Kenya experienced failure of its maize crop in 2009 due to drought, which was attributed to climate change. Sebagai contoh, Kenya mengalami kegagalan panen jagung pada tahun 2009 akibat kekeringan, yang dihubungkan dengan perubahan iklim.

Pests and Diseases Hama dan Penyakit

Pests and diseases also cause low agricultural yield. Hama dan penyakit juga menyebabkan hasil pertanian rendah. Pathogens that negatively affect the growth of tropical and subtropical fruits include bacteria, fungi and viruses. Patogen yang negatif mempengaruhi pertumbuhan buah-buahan tropis dan subtropis termasuk bakteri, jamur dan virus. When these pathogens infect fruit crops, they cause diseases that lead to rotting of roots, stem and fruit. Ketika patogen menginfeksi tanaman buah-buahan, mereka menyebabkan penyakit yang menyebabkan busuk akar, batang dan buah. These diseases also kill seedlings and small fruit plants. Penyakit ini juga membunuh bibit dan tanaman buah kecil. For example, an infestation of the female papaya fruit fly, which is found in some parts of tropical America, reduces the production of tropical and subtropical fruits. Sebagai contoh, sebuah infestasi lalat buah pepaya betina, yang ditemukan di beberapa bagian Amerika tropis, mengurangi produksi buah-buahan tropis dan subtropis. The female fruit fly lays her eggs in the flesh of the fruit, making it unfit for human consumption. Lalat buah betina meletakkan telurnya dalam daging buah, sehingga tidak layak untuk dikonsumsi manusia.

Lack of Pollination Kurangnya Penyerbukan

Lack of pollination reduces fertilization and seed formation, which limits fruit production. Kurangnya mengurangi penyerbukan pembuahan dan pembentukan biji, yang membatasi produksi buah. Tree fruits' pollen is heavy and sticky and must be carried by animal pollinators such as bees. buah 'serbuk sari Pohon berat dan lengket dan harus dibawa oleh hewan penyerbuk seperti lebah. In places with intensive fruit farming, the use of chemical insecticides during blossoming can kill bees, which prevents pollination from taking place. Di tempat-tempat buah dengan pertanian intensif, penggunaan insektisida kimia selama mekar dapat membunuh lebah, yang mencegah penyerbukan dari mengambil tempat. Other chemicals can be toxic to delicate plant tissues, thereby limiting plant growth. bahan kimia lain dapat menjadi racun bagi jaringan tanaman halus, sehingga membatasi pertumbuhan tanaman.

Anda mungkin juga menyukai