Anda di halaman 1dari 10

SIFILIS

OLEH St.Maghfira C11109367 PEMBIMBING

SUPERVISOR

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

DEFINISI Sifilis ialah penyakit infeksi yang disebabkan oleh treponema pallidum, sangat kronik dan bersifat sistemik. Pada perjalanannya dapat menyerang hampir semua alat tubuh, dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten, dan dapat ditularkan dari ibu janin. Sifilis dicirikan oleh episode penyakit aktif (primer, sekunder, tersier) diantara periode laten. Sifilis dapat ditularkan baik oleh kontak intim dengan lesi infeksi (paling umum) atau melalui transfusi darah. Penyakit ini juga dapat ditularkan transplacental dari ibu yang terinfeksi pada janinnya2,5 ETIOLOGI Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman ialah troponema pallidum. Treponema pallidum adalah bakteri spirochete mikroaerofilik, ordo spirochaetase, famili spirochaetaceae dan genus troponema. Bentuknya spiral teratur Treponema pallidum sangat tipis dan halus dengan 6-14 spiral., panjangnya antara 6 15 um, lebar 0,15 um, terdiri atas delapan sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis .2 Host alami dari Treponema pallidum hanya manusia.transmisi Treponema pallidum dapat melalui seksual kontak, kontak dengan lesi, (chancre, mucous patch, condyloma latum, cutaneous lesion dari sifilis sekunder . 60% orang yang kontak langsung dengan sifilis sekunder dan primer menjadi terinfeksi..6

PATOFISIOLOGI Perubahan dalam patologis sifilis adalah infeksi yang terjadi di sekitar dan pembuluh darah dalam bentuk infilitrasi perivascular dari limfosit dan sel plasma disamping intimal proliferasi kedua arteri dan vena (endarteritis obliterans). Lesi awal dan infiltrasi perivascular oleh limfosit dan sel-sel plasma disertai proliferasi intima. Organisme ini paling banyak dijumpai di dinding kapiler dan pembuluh limfatik. Dapat terlihat dengan pewarnaan levaditis silver. Lesi papul kulit pada sifilis sekunder juga menunjukkan endothelial swelling di pembuluh darah dermis. 1 Pada akhir lesi karakteristik permukaan mukokutaneus adalah gumma sifilis. Jaringan granulasi dengan bentuk histiosit, fibroblat dan sel epitheloid. Gumma paling sering terlihat di jaringan subkutan dan menyebar ke segala arah.

Spirochaetes tidak mudah dibuktikan pada saat terjadi inflamasi.1 DIAGNOSA Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Diagnosis pasti

ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Ada 2 jenis pemeriksaan darah yang digunakan:

1. Tes penyaringan : VDRL (venereal disease research laboratory) atau RPR (rapid plasma reagin). Tes penyaringan ini mudah dilakukan dan tidak mahal. Mungkin perlu dilakukan tes ulang karena pada beberapa minggu pertama sifilis primer hasilnya bisa negatif.

2. Pemeriksaan antibodi terhadap bakteri penyebab sifilis. Pemeriksaan ini lebih akurat. Salah satu dari pemeriksaan ini adalah tes FTA-ABS (fluorescent treponemal antibody absorption), yang digunakan untuk memperkuat hasil tes penyaringan yang positif.

Pada fase primer atau sekunder, diagnosis sifilis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopis terhadap cairan dari luka di kulit atau mulut. Bisa juga digunakan pemeriksaan antibodi pada contoh darah. Untuk neurosifilis, dilakukan punksi lumbal guna mendapatkan contoh cairan serebrospinal. Pada fase tersier, diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksan antibodi.2 DIAGNOSIS BANDING a. Sifilis primer Herpes genital dan balonopostitis mempunyai gambaran klinis yang khas tetapi dapat timbul juga sebagai chancre, sehingga perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding chancre sifilis. Demikian pula ulkus traumatik yang terinfeksi sekunder dan chancroid. Untuk chancer ektragenital perlu didiagnosis bandung dengan herpes simpleks fasial, lesi traumatik dan infeksi sekunder, keganasan di bibir, dan sindroma Behcets.7

Gambar 3. Herpes Gambar Herpes dari E-Medicine b. Sifilis sekunder Manifestasi kulit pada sifilis sekunder sangat bervariasi sehingga harus dipertimbangkan kemungkinan diagnosis dermatosis lain. Lesi makula harus didiagnosis banding dengan erupsi obat, rubella, atau pitiriasis rosea. Pada lesi papul dipertimbangkan liken planus, dan bila mengenai wajah didiagnosis banding dengan akne vulgaris, dermatitis seboroik, im (emed)petigo, dan kadang-kadang lepra dan tuberkulosis.7 Variasi lesi sifilis berupa mikropapul dapat didiagnosis banding dengan keratosis pilaris, liken skrofulosorum, trichophytide dan liken planopilaris. Erupsi pada telapak tangan dan kaki sangat menyerupai psoriasis dan mikosis yang berskuama.7

Gambar 4. Pitiriasis rosea. Gambar Pitiriasis Rosea dari E-Medicine c. Sifilis lanjut benigna Sifilis lanjut mukokutan harus didiagnosis banding dengan tuberkulosis kutis seperti lupus vulgaris, eritema induratum, tuberkulosis papulonekrotika, tuberkulid dan skrofuloderma TERAPI Pharmacotherapy tujuan adalah untuk mengurangi morbiditas dan untuk mencegah komplikasi. Penisilin merupakan pengobatan pilihan untuk merawat sifilis. Menurut rekomendasi CDC saat ini, pasien dengan alergi penisilin diketahui harus menjalani tes kulit alergi penisilin dan penisilin desensitisasi. Para peneliti sedang mempelajari kemanjuran ceftriaxone dan azitromisin dalam mengobati sifilis. CNS penetrasi dan kesamaannya dengan penisilin mendukung penggunaan ceftriaxone dalam perawatan sifilis. Studi saat ini dapat disimpulkan, dan pedoman CDC tidak mendukung atau menyangkal penggunaannya.
6

waktu paruh azitromisin dan kemanjuran klinis in vitro terhadap sifilis mendukung penggunaannya dalam mengobati sifilis awal, namun data klinis saat ini tidak cukup untuk merekomendasikan penggunaannya. Tidak ada bukti yang baik menunjukkan bahwa non-beta-lactam antibiotik, yang digunakan sebagai alternatif terhadap penisilin, secara klinis efektif dalam sifilis. Antibiotik Terapi antimikroba empiris harus komprehensif dan harus mencakup semua kemungkinan patogen dalam konteks pengaturan klinis. Lini pertama agen penisilin benzatin G (Bicillin) untuk sifilis primer dan sekunder infeksi. Bersifat Spirocheticide dengan aktivitas in vivo terhadap T pallidum mengganggu sintesis dinding sel mucopeptide selama replikasi. Tindak lanjut jika tes reagen diulang pada bulan ke-1,3,6 dan 12 sesudah pengobatan,pemeriksaan cairan otak pada akhir tes ulangan, dan pengobatab diulang kembali, bila.10 a. Gejala klinis aktif kembali b. Titer reagen naik 4 kali lipat c. Titer reagen permulaan tinggi dan menetap dalam waktu 1 tahun.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tony B, Breathnach S, Cox N et all. Chancroid. In. Rooks Textbook of Dermatology. 1st-4th Volume.7th Edition. Blackwell Publishing; 2004. 2. Junanarso J. Sifilis. Dalam Djuanda A, Hamzah M. Aisyah S(editors). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5.Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. Hal 393-413 3. Holmes KK. Sexually Transmitted Diseases. 4th Edition. US: MC Graw Hill Medicaln publishing; 2008. p.661-84. 4. Jeffrey PC, Thomas DH, Anthomy Jmet all.`Chancroid. In: Dermatology. 1st Volume, 2nd Edition. Bolonia: British Library Cataloguing in Publication Data; 2008. 5. Murtiastutik D. Syphilis. Dalam : Buku ajar Infeksi Menular Seksual; 2005. Jakarta. Page 136-48. 6. Wolff K, Johnson R A. Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis of clinical Dermatology. 7th Edition. US: MC Graw Hill Medical; p.345-346 7. Miller T. Syphilis. (online) [Cited 6 september 2010] available from : http://emedicine.medscape.com/article/786191-overview 8. Voorhis W, Barrett LK, Nasio JM. Lesion Of Primary And Secondary Syphilis Contain Activated Cytolytic T Cell. (online) 1996. [cited 2010 september 6] : [p 1048-1050] available from

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC173879/pdf/641048.pdf
8

9. Saloojee, Haroon. Dkk. The Prevention and management of congenital syphilis:an overview and recomendation.(online)2004.[cited 2010 september 5]. Available from:

http://www.scielosp.org/scielo.php?pid=S004296862004000600007&script=sc i_arttext&tlng=en 10. Habif T.P. Clinical Dermatology A Color Guide To Diagnosis And Therapy. 4
th

Edition. Mosby publishing; 2004.

11. Ontario , syphilis (treponema pallidum) serology testing and interpretation. Online 2009. Cited [5 september 2010].available from:

http://www.oahpp.ca/resources/documents/labstracts/LAB-SD-057-000%20%20Syphilis%20(Treponema%20pallidum)%20Serology%20Testing%20and %20Interpretation%20-%20Update.pdf 12. Pope V. Serodia Treponema Pallidum Particle Agglutination Test. (online) 2001. [cited 2010 september 6] : [p 1-13] available from

http://www.cdc.gov/nchs/data/nhanes/nhanes_01_02/l36_b_met_syphillis_sero dia_treponema.pdf 13. Peeling R. W. And Ye H. Diagnostic toolsfor preventing and managing mternaland congenital syphilis(online) 2004. [cited 2010 september 6]: [p 439446] available from http://www.scielosp.org/pdf/bwho/v82n6/v82n6a10.pdf 14. Willcox R. R. Treatment of syphilis(online) 2004. [cited 2010 september 6] : [p 655-663] available from http://whqlibdoc.who.int/bulletin/1981/Vol59No5/bulletin_1981_59(5)_655-663.pdf
9

15. Wolff, tracy .dkk. Screening for Syphilis Infection in Pregnant Women: Evidence for the U.S. Preventife Services Task Force Reaffirmation Recomendation Statement.(online) 2004. [Cited 6 september 2010]. Availbale from : http://www.annals.org/content/150/10/710.full

10

Anda mungkin juga menyukai