Anda di halaman 1dari 16

Bab I.

Tinjauan Pustaka
I.1. Manajemen Anestesi pada Infant
Konsep 1. Alveoli yang kecil dan terbatas jumlahnya menurunkan komplians paru, sebaliknya rusuk (kartilago) pada anak meningkatkan komplians paru, akibatnya dinding dada kolaps selama inspirasi dan rendahnya volume residual saat ekspirasi. 2. Perbandingan kepala dan lidah relatif besar dibandingkan tubuh, jalan napas cenderung sempit, epiglotis panjang, serta trakea dan leher relatif pendek. Kartilago krikoid merupakan bagian jalan napas tersempit. 3. Dinding ventrikel kiri belum berkembang baik, keluaran jantung sangat dipengaruhi oleh frekuensi denyut jantung. 4. Kulit yang tipis, sedikit lapisan lemak dan perbandingan luas permukaan tubuh yang relatif besar membuat infan mudah kehilangan panas tubuh. Hipotermia membuat pasien terlambat sadar, depresi napas, peningkatan resistensi vaskular pulmonal dan iritabilitas jantung. 5. Ventilasi alveolar yang relatif besar dan kapasitas residu fungsional yang kecil membuat induksi dan pemulihan anestesia umum terjadi lebih cepat. 6. Penggunaan suksinilkolin pada anak-anak dapat menyebabkan aritmia, hiperkalemia, myoglobinemia, spasme maseter dan hipertermia maligna. 7. Infeksi virus 2-4 minggu sebelum anestesia umum dan intubasi meningkatkan resiko komplikasi paru, hipoksemia, ateletaksis dan laringospasme. 8. Laringospasme dapat dihindari dengan ekstubasi saat pasien sadar atau anestesia dalam.

Neonatus (usia < 30 hari), infan (1-12 bulan) dan anak-anak (1-12 tahun) bukanlah miniatur orang dewasa. Manajemen anestesia bergantung pada pengetahuan fisiologi, anatomi dan farmakologi. Perbedaan karakteristik ini membuat modifikasi dan teknik anestesia diperlukan.

I.2. Sistem pernapasan


Neonatus dan infan memiliki pernapasan yang kurang efisien dibandingkan orang dewasa karena lemahnya otot interkosta dan diafragma. Laju pernapasan menurun seiring pertambahan usia, volume tidal dan ruang rugi per kilogram konstan selama pertumbuhan. Maturasi alveolar lengkap sampai anak berusia 8 tahun. Kapasitas residu fungsional yang rendah membatasi cadangan oksigen selama intubasi, yang diperburuk oleh relatif tingginya konsumsi oksigen sedangkan pernapasan hipoksik dan hiperkapnik belum berkembang baik pada neonatus dan infan.

Tabel 1. Karakteristik neonatus dan infan yang berbeda dari orang dewasa Fisiologi Keluaran Anatomi jantung Otot ventrikel lemah Farmakologi Obat larut air terdistribusi lebih luas Sirkulasi HbF MAC meningkat Pengikat kurang paru lebih Jalan napas sempit Fungsi sempurna dan lidah Induksi dan pemulihan hepar belum protein masih

bergantung denyut nadi Denyut nadi lebih cepat Tekanan rendah Komplians kecil Komplians dinding dada Kepala lebih besar Kapasitas darah

lebih Leher dan trakea pendek

cenderung besar residu Otot interkostal

anestesi cepat dan Neuromuskular imatur lebih junction

fungsional lebih rendah Perbandingan

diafragma lemah udara

luas Resistansi

permukaan tubuh terhadap besar berat badan lebih besar Kandungan banyak air lebih

I.3. Sistem Kardiovaskular


Stroke volume relatif dipengaruhi oleh ventrikel kiri yang kurang berkembang pada neonatus dan infan, keluaran jantung sangat bergantung pada denyut nadi. Walaupun denyut basal lebih banyak dibandingkan orang dewasa, aktivasi parasimpatis, overdosis anestesi, atau hipoksia dapat menyebabkan bradikardi dan penurunan keluaran jantung yang dapat berakibat pada hipotensi, asistol dan kematian perioperatif. Pada infan sistem simpatetik dan baroreseptor belum berkembang baik, kurangnya cairan intravaskular dapat mengakibatkan hipotensi tanpa disertai takikardi.

Tabel 2. Perubahan Tanda Vital tergantung Usia Tekanan Darah Arteri Usia Neonatus 12 bulan 3 tahun 12 tahun Laju pernapasan 40 30 25 20 Denyut nadi 140 120 100 80 Sistolik 65 95 100 110 Diastolik 40 65 70 60

I.4. Regulasi Temperatur dan Metabolisme


Metabolisme dan parameternya (konsumsi oksigen, produksi CO2, kardiak output dan ventilasi alveolar) berkorelasi baik terhadap luas permukaan tubuh dibandingkan berat badan. Kulit yang tipis, sedikit lapisan lemak dan perbandingan luas permukaan tubuh yang relatif besar membuat infan mudah kehilangan panas tubuh. Keadaan ini diperburuk oleh ruang operasi yang dingin, luka terbuka, resusitasi cairan, gas anestetik yang kering dan efek zat anestesia terhadap pengaturan suhu. Pada neonatus, produksi panas diperoleh dari termogenesis tanpa menggigil hasil metabolisme lemak cokelat yang sangat terbatas pada bayi prematur dan neonatus yang sedang sakit karena defisiensi cadangan lemak.

I.5. Fungsi Ginjal dan Gastrointestinal


Ginjal tidak berfungsi normal sampai usia 6 bulan, fungsi ginjal menyamai fungsi ginjal dewasa sampai usia 2 tahun. Bayi prematur dapat mengalami defek seperti bersihan kreatinin terganggu, retensi sodium, eksresi glukosa, dan reabsorbsi bikarbonat serta kemampuan dilusi dan konsentrasi. Hal ini membuat pemberian cairan harus cermat. Neonatus juga mudah mengalami refluks gastroesofageal.

I.6. Farmakologi
Dosis obat-obatan pediatrik ditentukan berdasarkan kilogram berat badan, berat badan anak dapat diperkirakan dengan rumus berat (kg) = (usia x 2) + 9 Faktor-faktor lain yang mempengaruhi adalah kompartemen cairan intraselular dan ekstraselular, biotransformasi hati yang belum berkembang baik, aliran darah organ yang meningkat, kurangnya pengikat protein atau tingginya metabolisme.

Tabel 3. Dosis Obat pada Pediatrik Obat Atropin Keterangan IV IM Dosis minimum Premedikasi Atracurium Dexamethasone Diazepam Efedrin Epinefrin Intubasi (IV) IV Sedasi IV IV bolus Endotrakeal infus Fentanyl Pereda nyeri Dosis 0.01-0.02 mg/kg 0.02 mg/kg 0.1 mg 0.03-0.05 mg/kg 0.5 mg/kg 0.1-0.5 mg/kg 0.1-0.2 mg/kg 0.1-0.3 mg/kg 0.01 mg/kg 0.1 mg/kg 0.1 1.0 g/kg/min 1-2 g/kg

Premedikasi Mempertahankan infus Anestesi (IV) Ketorolac Midazolam IV Premedikasi Dosis maksimum Sedasi Dosis maksimum Neostigmin Ondansetron Propofol Bergantung derajat paralisis IV Induksi (IV) Mempertahankan infus

10-15 g/kg 2-4 g/kg 1-5 g/kg 0.5-0.75 mg/kg 0.5 mg/kg 20 mg 0.1-0.15 mg/kg 7.5 mg 0.04-0.07 mg/kg 0.1 mg/kg 2-3 mg/kg 60-300 g/kg/min

I.7. Anestesia Inhalasi


Neonatus, infan dan anak-anak memiliki ventilasi alveolar yang relatif besar dan kapasitas residu fungsional (KRF) yang kecil dibandingkan orang dewasa. Ventilasi per menit yang tinggi dibandingkan rasio KRF menyebabkan cepatnya peningkatan konsentrasi anestesia alveolar. Koefisien isofluran dan halotan lebih rendah, akibatnya terjadi induksi dan pemulihan anestesia yang cepat.

I.8. Relaksan Otot


Anak-anak beresiko lebih besar mengalami aritmia, hiperkalemia, myoglobinemia, spasme maseter dan hipertermia maligna setelah pemberian suksinilkolin. Indikasi suksinilkolin yang dapat diterima adalah pada anak yang tidak puasa, laringospasme dan untuk induksi cepat. Infan membutuhkan dosis suksinilkolin (2 mg/kg) lebih banyak dari orang dewasa karena terdistribusi secara luas. Beberapa pendapat mengatakan suksinilkolin hanya diberikan melalui intramuskular (4-6 mg/kg) untuk anak yang tidak terpasang IV. Rocuronium (0.6 mg/kg) menjadi obat pilihan untuk intubasi pediatrik. Dosis lebih tinggi dapat

diberikan (0.9-1.2 mg/kg) namun durasinya menjadi lebih lama, sampai sekitar 90 menit. Atracurium tidak bergantung pada biotransformasi hati dan durasinya lebih pendek pada infan, disukai untuk neonatus.

I.9. Preoperatif
a. Anamnesa preoperatif Bergantung pada usia, riwayat operasi sebelumnya dan kedewasaan, anak-anak menderita kecemasan pada tingkat yang berbeda. Kecemasan berupa takut akan rasa sakit dan terpisah dari orang tua mereka. Cara mengatasinya adalah memberikan cukup informasi sesuai tingkatan usia. b. Infeksi saluran pernapasan akut (ispa) Anak-anak sering menderita ispa / infeksi virus sebelum menjalani pembedahan, harus dibedakan antara rinore akibat infeksi atau vasomotor. Infeksi virus 2-4 minggu sebelum anestesia umum dan intubasi meningkatkan resiko komplikasi paru, hipoksemia, ateletaksis dan laringospasme. Bila operasi dibutuhkan segera, pertimbangkan untuk memberikan premedikasi antikolinergik, ventilasi sungkup, melembabkan gas inhalasi dan

memperlama waktu di ruang pemulihan. c. Puasa preoperatif Pasien pediatrik mudah mengalami dehidrasi, puasa yang lebih panjang tidak mengurangi resiko aspirasi. Bergantung usia, makanan padat dapat diberikan 4-8 jam sebelum operasi. Usia < 6 bulan dipuasakan 4 jam dan boleh minum 2-3 jam sebelum induksi. d. Premedikasi Premedikasi sedatif biasanya tidak diberikan pada neonatus dan infan yang sakit. Anak-anak yang mengalami kecemasan dapat dikontrol dengan midazolam (0.3-0.5 mg/kgbb). Pemberian oral lebih disukai karena kurang traumatik dibandingkan intravena, namun onsetnya membutuhkan waktu 2045 menit. Midazolam intramuskular (0.1-0.15 mg/kgbb). Fentanil dapat diberikan berupa permen (oralet 5-15 g/kg) dimana kadarnya meningkat
6

selama

intraoperatif

dan

berguna

sebagai

analgetik

post

operatif.

Antikolinergik (atropin 0.02 mg/kg) dapat diberikan untuk mencegah bradikardia selama induksi. Atropin juga dapat mencegah akumulasi sekret pada jalan napas dan pipa endotrakea. Dosis oral atropin adalah 0.05 mg/kgbb.

I.10. Induksi
Anestesi umum biasanya diberikan melalui intravena atau inhalan. Pemberian intravena dilakukan pada anak yang sudah terpasang kateter intravena, memiliki kekurangna antara lain anak-anak merasa cemas melihat jarum suntik dan terkadang sulit untuk berhasil. Penggunaan anastetik lokal (EMLA-eutectic mixture of local anesthetic) mungkin dapat membantu dan harus dipertahankan berada di kulit minimal 1 jam.

I.11. Monitoring
Hal-hal yang perlu diperhatikan selama monitoring mirip dengan orang dewasa dengan sedikit modifikasi. Penggunaan elektroda elektrokardiografi yang kecil diperlukan agar tidak mengganggu area sterile dan ukuran tensimeter harus sesuai dengan lengan bayi. Stetoskop dapat digunakan untuk memonitor denyut nadi, suara jantung dan jalan napas. Oksimeter dan kapnografi merupakan hal penting dalam monitoring pediatrik karena hipoksia akibat ventilasi yang tidak adekuat merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas perioperatif. Pada neonatus oksimeter harus terletak di tangan kanan atau daun telinga. Analisis end tidal CO2 dapat digunakan untuk monitoring ventilasi yang adekuat, konfirmasi letak pipa endotrakeal, dan peringatan dini hipertermia maligna. Monitoring suhu perlu dilakukan secara ketat untuk mengantisipasi hipotermia maupun hipertermia iatrogenik. Untuk menghindari hipotermia, suhu ruangan diatur agar hangat (> 26 oC), keluaran gas hangat dan lembab, penggunaan penghangat (pad dan lampu), dan menghangatkan cairan resusitasi. Bayi prematur

atau kecil dan yang berasal dari ibu yang menderita diabetes mungkin mengalami hipoglikemia (< 30 mg/dL pada neonatus).

I.12. Induksi Intravena


Induksi yang sama pada orang dewasa dapat digunakan untuk anak, barbiturat onset cepat (tiopental 3 mg/kg pada neonatus, 5-6 mg/kg pada infan dan anak-anak) atau propofol (2-3 mg/kg) diikuti oleh relaksan otot (rocuronium, atracurium, mivacurium atau suksinilkolin). Atropin IV harus diberikan sebelum suksinilkolin. Propofol kurang menyebabkan hipertensi selama intubasi, pemulihan cepat dan sedikit mual muntah pasca operasi.

I.13. Induksi Inhalasi


Banyak pasien yang datang ke kamar operasi tanpa terpasang kateter intravena atau takut ditusuk jarum suntik. Anastetik volatil dapat membuat anakanak tidak sadar dalam hitungan menit yang dapat lebih mudah diberikan bila anak sudah mendapat sedasi premedikasi atau dengan induksi mencuri. Penggunaan

sungkup anak dapat meminimalisasi ruang rugi. Peralatan yang sesuai dengan anatomi (berdasarkan usia dan ukuran) harus dipilih. Neonatus dan infan harus menggunakan pernapasan nasal dan mudah mengalami obstruksi. Jalan napas oral sering membantu terhadap ukuran lidah yang besar, sedangkan jalan napas nasal dapat melukai lubang hidung atau adenoid. Penekanan jaringan lunak submandibular harus dihindari selama ventilasi sungkup untuk mencegah obstruksi saluran napas atas. Gas anestesi desfluran dan isofluran berbau tajam sehingga anak menahan napas dan menimbulkan batuk, serta laringospasme selama induksi. Setelah anestesia cukup dalam, selanjutnya kateter intravena dapat dipasang sebagai jalan masuk relaksan otot. Cara lainnya dengan menaikkan konsentrasi anestesi volatil dan

memasang LMA (laryngeal mask airway) atau memasang intubasi tanpa relaksan (jarang dilakukan). Ventilasi tekanan positif selama induksi dan intubasi kadang

menimbulkan distensi lambung dan memperburuk pengembangan paru, penghisapan dengan selang orogastrik atau nasogastrik dapat membantu dan harus dilakukan tanpa melukai jaringan mukosa.

Tabel 4. Perlengkapan Jalan Napas untuk Pasien Pediatrik Prematur Usia Berat (kg) ETT Kedalaman (cm bibir) Suction Blade Sungkup Oral airway LMA *toddler 6 00 00 000 6 0 0 00 1 8 1 0 0 mm) 1 8 1.5 1 (40 1 mm) 2 10 2 2 (50 2 mm) 2.5 12 3 3 (70 3 mm) 3 (80 dari 6-9 9-10 10-12 12-14 14-16 16-18 0-1 bulan 0.5 - 3 2.5 - 3 Neonatus 0-1 bulan 3-5 3 3.5 Infan 1-12 bulan 4 10 3.5 - 4 *Balita 1-3 tahun 8 - 16 4 4.5 Anak 3-8 tahun 14 30 4.5 5.5 Anak 8-12 tahun 25 - 50 5.5 6 cuff

I.14. Intubasi Trakeal


Setelah induksi inhalasi, N2O harus dihentikan agar paru pasien mengandung cukup oksigen sehingga tercapai saturasi oksigen arteri yang adekuat selama periode apnea. Oksiput yang menonjol mengharuskan kepala dalam posisi fleksi selama intubasi, dapat dicapai dengan menaikkan bahu dengan handuk atau meletakkan kepala pada bantal berbentuk donat. Tonjolan adenoid dan jaringan tonsil dapat menghalangi pandangan terhadap laring, intubasi dapat menggunakan blade bilah

lurus. Kartilago krikoid adalah bagian jalan napas tersempit pada anak berusia < 5 tahun. Trauma mukosa yang terjadi selama usaha intubasi dapat menjadi edema, stridor dan obstruksi jalan napas pasca operatif yang dapat dihindari dengan menggunakan selang endotrakeal tanpa balon yang juga meminimalisasi barotrauma. Ukuran endotrakeal dapat diperkirakan dengan rumus diameter (mm) = 4 + usia / 4. Persiapan selang endotrakeal dilengkapi dengan 2 selang lain berukuran 0.5 dari perkiraan diameter. Ukuran yang sesuai akan memudahkan pemasangan dan kebocoran gas yang terjadi 15-20 mmHg. Tidak adanya kebocoran menandakan ukuran selang kebesaran dan harus diganti untuk mencegah udema post operatif. Perkiraan kedalaman selang (cm dari bibir) menggunakan rumus 12 + usia / 2. Untuk menghindari intubasi endotrakea, selang harus berada 1 2 cm dibelakang glotis.

I.15. Mempertahankan Anestesi


Selama ventilasi spontan, tahanan sistem yang kecil dapat menjadi halangan besar bagi neonatus. Tahanan ini meliputi katub searah, selang napas dan absorber. Untuk anak dengan berat dibawah 10 kg, sistem mapleson D atau Bain lebih digemari karena tahanannya rendah. Pengawasan tekanan jalan napas dapat menunjukkan adanya obstruksi akibat selang yang tertekuk atau masuk terlalu dalam. Volum tidal anak dibawah 10 kg yang adekuat tercapai pada tekanan 15-18 mmH2 sedangkan pada anak yang lebih besar volum tidal ditentukan 8-10 mL/kg. Spirometer menjadi kurang akurat pada tekanan rendah dan hilangnya gas pada sirkuit berpengaruh signifikan terhadap anak yang volum tidalnya kecil, karena itu digunakan selang yang pendek dan kaku.

I.16. Manajemen Cairan


Untuk mempertahankan cairan pada pediatrik dapat digunakan aturan 4:2:1 (4 mL/kg/jam untuk 10 kgbb pertama, 2 mL/kg/jam untuk 10 kgbb kedua dan 1 mL/kg/jam untuk setiap kgbb sisanya). Kehilangan cairan selama puasa preoperatif harus digantikan. Dehidrasi pada anak ditandai dengan rendahnya tekanan darah

10

namun tidak diiringi kenaikan denyut nadi karena sistem simpatetik dan baroreseptor yang belum berkembang baik. Penggantian dilakukan dengan rumus kebutuhan mempertahankan cairan x lamanya puasa (jam). Diberikan 50% pada jam pertama, 25% pada jam kedua dan 25% pada jam ketiga. Kehilangan cairan selama tindakan operasi diperkirakan sebagai berikut, 0-2 mL/kg/jam pada operasi ringan, 4-6 mL/kg/jam pada operasi sedang, 6-8 mL/kg/jam untuk operasi berat. Volum darah bayi prematur (100 mL/kg), neonatus (85-90 mL/kg) dan infan (80 mL/kg), lebih besar dari rasio volum darah orang dewasa (6575 mL/kg). Tipe hemoglobin juga berubah dari 75% HbF (afinitas oksigen tinggi, tekanan oksigen rendah, dan pelepasan oksigen jaringan buruk) saat lahir menjadi 100% HbA (afinitas oksigen rendah, tekanan oksigen tinggi, dan pelepasan oksigen jaringan baik) pada usia 6 bulan. Penggantian kehilangan darah adalah 3 mL RL untuk setiap kehilangan 1 mL darah atau koloid 1 mL albumin 5% setiap kehilangan 1 mL darah. 10-15 mL/kg platelet dan plasma beku segar bila kehilangan darah melebihi 1-2 volume darah. Kelebihan cairan pada anak ditandai dengan adanya vena yang menonjol, kulit yang memerah, peningkatan tekanan darah, kadar sodium darah menurun dan hilangnya lipatan mata bagian atas.

11

Bab II. Ilustrasi Kasus


II.1. Identitas Pasien
RM Tanggal masuk Nama Usia Berat badan Diagnosa : 205.39.xx : 30 April 2013 : An.MG : 2,5 bulan : 5,8 kg : Labioskizis

Rencana tindakan : Labioplasty

II.2. Anamnesa
Riwayat kehamilan : Selama kehamilan ibu pasien minum obat asma sanadril dan antibiotik amoksisilin. Riwayat kelahiran : Lahir cukup bulan, persalinan di rumah sakit dengan sectio caesaria indikasi lilitan tali pusat, berat lahir 2,9 kg. Tidak ada riwayat sesak napas, kejang, demam dan alergi. Tidak ada riwayat operasi sebelumnya.

II.3. Pemeriksaan Fisik


Tekanan darah dan suhu tidak diukur karena tidak memiliki peralatan Nadi 122 x / menit RR 31 x / menit Kepala : Normocephal Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-) Mulut : tidak ada gigi palsu, gigi goyang dan mallampati tidak dapat dinilai karena pasien belum dapat mengerti perkataan pemeriksa Thoraks : Bunyi jantung 1 dan 2 regular, mur-mur (-) Ronkhi (-), wheezing (-)
12

Abdomen : tidak ada lesi, bising usus sulit dinilai Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-), udema (-)

II.4. Pemeriksaan Penunjang


Hasil Lab tanggal 19 April : Hb 9.7 (N), Hct 28% (N), Leukosit 6.500 (N), trombosit (293.000), PT 10.1 (N), APTT 57,4 Foto thoraks kesan cor dan paru dalam batas normal. Konsul bagian anak menyatakan bahwa tidak ada kontra indikasi operasi.

II.5. Penilaian
Asa 1 Planning : puasa 2 jam pre op (jam 05.30 pagi)

II.6. Rencana Anestesi


General anestesi dengan intubasi ETT kingking No 3 Induksi Fentanyl 10 g Relaksan otot Atracurium 2 mg

13

Pembahasan
Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor penyumbang sebab terjadinya kecelakaan anestesia. Tujuan utama kunjungan pra anestesi adalah untuk mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Pastikan identitas pasien yang akan menjalani tindakan untuk menghindari terjadinya kasus salah identitas, salah pasien pra anestesi atau salah operasi. Identitas pasien harus lengkap dan harus dicocokan dengan gelang identitas pada pasien. Pasien ditanya lagi mengenai hari dan jenis bagian tubuh yang akan dioperasi. Pada pasien pediatrik, tanyakan juga riwayat kehamilan dan kelahiran untuk mengantisipasi adanya defek organ kongenital atau yang didapat selama tindakan persalinan. Pada kasus ini ibu pasien mengonsumsi obat sanadryl hampir secara rutin untuk penyakit asmanya, Sanadryl dikontraindikasikan untuk kehamilan karena mengandung difenhidramin (kategori B), dextromethropan (kategori C) dan amonium klorida (kategori C). Dari hasil pemeriksaan foto rontgen dan CT scan tidak didapatkan defek organ. Informasi mengenai adanya penyakit penyerta dan riwayat operasi sebelumnya dapat membantu kita untuk memperkirakan hasil atau seberapa baik pemulihan yang akan dicapai oleh pasien pasca operasi. Bila ada riwayat operasi sebelumnya, tanyakan juga jenis anestesi, kejadian pasca operasi, apakah ia dirawat di ICU setelah operasi dan mengapa. Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara menyeluruh dan fokus bila menemukan gejala penyakit penyerta, hasil dari pemeriksaan fisik kemudian dibandingkan dengan hasil pemeriksaan lab untuk menentukan jenis dan derajat penyakit serta kemungkinan komplikasi selama pembiusan / pembedahan. Kadang hasil pemeriksaan lab menunjukkan adanya kelainan meskipun tidak ada gejala klinis yang tampak.

14

Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang berasal dari The American Society of Anesthesiology (ASA) dan digunakan untuk menilai kesiapan fisik seseorang untuk menghadapi tindakan pembedahan, pada kasus ini diperoleh kesimpulan Asa 1 yaitu pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik dan biokimia. Rencana anestesi akan dilakukan general anastesi karena pasien bayi dan anak cenderung kurang operatif dibandingkan orang dewasa, intubasi difasilitasi oleh relaksan otot untuk memudahkan memasukkan selang endotrakeal dan menghindari spasme jalan napas. Dosis atracurium yaitu 0.5 mg/kg. Intubasi dilakukan dengan ETT No 3 kingking yang kaku karena pembedahan ini tidak perlu dilakukan dengan manuver daerah kepala, dengan cuff sebagai fiksasi interna. Dosis induksi fentanil pada pasien pediatrik adalah 1- 5 g/kg, besarnya dosis bergantung pada derajat nyeri selama pembedahan. Pasien memiliki berat 6 kg, dosis fentanil yang diperlukan sekitar 10 g (dikondisikan sesuai sediaannya 50 g/mL). Untuk monitoring, tekanan darah tidak dapat dinilai selama tindakan pembedahan akibat tidak tersedianya cuff lengan untuk bayi. Hal yang masih dapat diperhatikan adalah saturasi dan denyut nadi, saturasi cepat mengalami penurunan pada pasien pediatrik dan harus diawasi secara seksama, pemberian oksigen melalui intubasi secara cermat dapat mempertahankan saturasi >98%. Tekanan darah pediatrik bergantung pada kecepatan denyut nadi, karena itu meskipun kita tidak dapat menilai tekanan darah secara langsung, kita masih dapat melakukan pengawasan terhadap kecepatan denyut nadi. Untuk menentukan kondisi fisik setelah pembedahan, dapat digunakan Aldrette score yang meliputi penilaian kesadaran, respirasi, tekanan darah, aktivitas dan warna kulit. Pada pasien ini, setelah sadar dari pembiusan dapat menangis keras dan menggerakkan seluruh ekstremitasnya, tekanan darah maupun respirasi mendekati keadaan sebelum pembiusan dan warna kulit menunjukkan tidak ada tanda sianosis, karena itu pasien dapat kembali ke ruang rawatnya.

15

Daftar Pustaka

Australian Resuscitation Council. 2010. Airway Management and Mask Ventilation of the Newborn Infant. Latief A Said, Suryadi A Kartini, Dachlan M Ruslan. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi ed 2. Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Morgan, dkk. 2002. Clinical Anesthesiology 3rd edition. Lange Santillanes, dkk. 2008. Pediatric Airway Management. Elsevier United Kingdom Resuscitation Council. 2010. Paediatric Basic Life Support.

16

Anda mungkin juga menyukai