Keadaan inilah yang membuat keberadaan minyak bumi begitu dicari saat ini, sehingga tak heran jika harga minyak bumi saat ini melambung tinggi. Jika hanya memanfaatkan minyak bumi sebagai bahan bakar yang akan menopang segala kebutuhan masyarakat saat ini, maka dapat dipastika beberapa tahun mendatang minyak bumi tidak dapat lagi dijumpai dan akan mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada berbagai sektor kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya sebuah inovasi yang berkaitan dengan masalah tersebut. Tidak hanya memanfaatkan minyak bumi sebagai sumber daya bahan bakar namun perlu adanya energi alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan subtitusi olahan minyak bumi yang selama ini digunakan. Maka, diperluakan sebuah bahan pengganti yang banyak tersedia dan memiliki kegunaan yang sama dengan bahan bakar.
Saat ini telah banyak penelitian yang berkaitan dengan bioetanol sebagai bahan subtitusi bahan bakar seperti bensin. Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung pati dan selulosa, bahan ini dapat diaplikasikan dalam bentuk bauran dengan minyak bensin. Keunggulan dari penggunaan bioethanol ialah selain terbuat dari bahan alam yang ramah llingkungan juga tepat digunakan sebagai zat adiktif karena dapat meningkatkan nilai oktan dari bahan bakar
1
tersebut. Selain itu, bioethanol dapat dimanfaatkan dari bahan bahan alam yang mudah ditemui dan memiliki jumlah yang melimpah. Sebagai daerah yang kaya akan beragam jenis tumbuhan dan hasil alam, Kalimantan Timur bukan hanya penghasil minyak bumi yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar, namun daerah ini memiliki beragam jenis tumbuhan yang dapat dijadikan bahan baku bioethanol. Salah satunya ialah jenis buah yang hanya ada dipulau Kalimantan yaitu Lay. Namun, hingga saat ini belum ada penelitian mengenai tumbuhan sejenis durian ini. Sehingga perlu adanya sebuah penelitian yang berkaitan dengan tumbuhan khas Kalimantan ini terutama berkaitan dengan pemanfaatannya sebagai bahan baku Bioetanol yang digunakan sebagai bahan subtitusi bahan bakar.
Hal inilah yang mendorong peneliti untuk membuat etanol dari biji buah lay. Selain mengetahui kandungan etanol dari biji lay ini, juga dapat menyebarluaskan buah khas Kalimantan ini. Peneliti berharap etanol dari biji lay ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bioethanol yang tepat sehingga dapat menjadi bahan alternatif pengganti bahan bakar olahan minyak bumi yangs elama ini digunakan.
2. Menjadikan bioetanol sebagai alternatif bahan bakar yang dapat membantu masyarakat 3. Memanfaatkan limbah biji lay 4. Memperkenalkan buah lay sebagai buah khas Kalimantan.
Etanol yang disebut juga sebagi etil alkohol, mempunyai sifat berupa cairan yang tidak stabil, mudah terbakar dan tidak berwarna. Etanol merupakan alkohol rantai lurus dengan rumus molekul C2H5OH. Dapat juga dinotasikan sebagai CH3 CH2 OH yangmenandakan adanya gugus metil ( CH3-)berikatan dengan gugus metylene (-CH2-) dan berikatan pula dengan gugus hidroksil. (-OH). Etanol adalah salah satu bahan bakar alternatif yang dapat diperbaharui, ramah lingkungan, serta menghasilkan gas emisi karbon yang rendah dibandingkan dengan bensin atau sejenisnya (sampai 85% lebih rendah). Bercermin pada beberapa negara maju yang telah lebih dulu mengembangkan etanol sebagai biofuel, Indonesia pun tak mau ketinggalan untuk turut serta mengembangkan etanol sebagi bahan bakar alternatif. Sebagai salah satu bukti keseriusan pemerintah dalam mengembangkan bahan bakar alternatif (Biofuel) adalah dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2006 tentang Kebijakan energi Naisonal yang menargetkan penggunaan Biofuel 5% pada tahun 2025 yang ditindaklanjuti dengan sejumlah peraturan dan kebijakan untuk pengembangan Biofuel. Karakteristik etanol sebagi biofuel adalah sebagai berikut: a. Memiliki angka oktan yang tinggi b. Mampu menurunkan tingkat opasiti asap, emisi partikulat yang membahayakan kesehatan, dan emisi CO serta CO2.
4
c. Mirip dengan bensin, sehingga penggunanya tidak memerlukan modifikasi mesin. d. Tidak mengandung senyawa timbal.
besar. Warna daging buah sangat cerah, berwarna oranye atau kuning tua dengan tekstur daging buah yang kenyal dan sedikit berserat, kering, tebal, manis, dan tidak memiliki aroma. Duri pada kulit buah besar dan agak jarang. Bentuknya lonjong atau agak bulat dengan warna kulit buah kekuningan.
Di Kalimantan durian Lai ini memiliki 3 varietas yang berbeda, yaitu Lai kuning, Lai putih, dan Lai merah (Lai Leko). Di Indonesia durio kutejensis dikenal juga dengan julukan durian emas karena warna daging buahnya. Pada tahun 1995 salah satu varietas dari spesies ini, lai manson, sudah dirilis sebagai salah satu durian unggul nasional.
5
2.3 Hidrolisis
Hidrolisis adalah reaksi kimia antara air dengan suatu zat lain yang menghasilkan satu zat baru atau lebih dan juga dekomposisi suatu larutan dengan menggunakan air. Proses ini melibatkan pengionan molekul air ataupun peruraian senyawa yang lain (Pudjaatmaka dan Qodratillah, 2002).
Hidrolisis diterapkan pada reaksi kimia yang berupa organic atau anorganik dimana air mempengaruhi dekomposisi ganda dengan campuran yang lain, hydrogen akan membentuk satu komponen dan hidroksil ke komponen yang lain. XY + H2O HY + XOH (1) KCN + H2O HCN + KOH (2) C5H11Cl + H2O HCl + C5H11OH (3) (Groggins, 1958)
Reaksi hidrolisis pati berlangsung menurut persamaan reaksi sebagai berikut : C6H10O5)n+ nH2O n(C6H12O6) (4) Pati air glukosa Karena reaksi antara pati dengan air berlangsung sangat lambat, maka untuk memperbesar kecepatan reaksinya diperlukan penambahan katalisator. Penambahan katalisator ini berfungsi untuk memperbesar keaktifan air, sehingga reaksi hidrolisis tersebut berjalan lebih cepat. Katalisator yang sering digunakan adalah asam sulfat, asam nitrat, dan asam klorida. (Agra dkk, 1973)
2.4 Fermentasi
Fermentasi adalah suatu proses oksidasi karbohidrat anaerob jenih atau anaerob sebagian. Dalam suatu proses fermentasi bahan pangan seperti natrium klorida bermanfaat untuk membatasi pertumbuhan organisme pembusuk dan mencegah pertumbuhan sebagian besar organisme yang lain. Suatu fermentasi yang busuk biasanya adalah fermentasi yang mengalami kontaminasi, sedangkan fermentasi yang normal adalah perubahan karbohidrat menjadi alkohol. Mikroba yang digunakan untuk fermentasi dapat berasal dari makanan tersebut dan dibuat pemupukan terhadapnya. Tetapi cara tersebut biasanya berlangsung agak lambat dan
6
banyak menanggung resiko pertumbuhan mikroba yang tidak dikehendaki lebuh cepat. Maka untuk mempercepat perkembangbiakan biasanya ditambahkan mikroba dari luar dalam bentuk kultur murni ataupun starter (bahan yang telah mengalami fermentasi serupa). Manusia memanfaatkan Saccharomyces cereviseae untuk melangsungkan fermentasi, baik dalam makanan maupun dalam minuman yang mengandung alcohol. Jenis mikroba ini mampu mengubah cairan yang mengandung gula menjadi alcohol dan gas CO2 secara cepat dan efisien. (Sudarmadji K., 1989).
Peoses metabolisme pada Saccharomyces cereviseae merupakan rangkaian reaksi yang terarah yang berlangsung pada sel. Pada proses ini terjadi serangkaian reaksi yang bersifat merombak suatu bahan tertentu dan menghasilkan energy serta serangkaian reaksi lain yang bersifat mensintesis senyawa-senyawa tertentu dengan membutuhkan energi. Saccharomyces cereviseae sebenarnya tidak mampu langsung melakukan fermentasi terhadap makromolekul seperti karbohidrat, tetapi karena mikroba tersebut memiliki enzim yang disekresikan mampu memutuskan ikatan glikosida sehingga dapat difermentasi menjadi alcohol atau asam. Fermentasi bioethanol dapat didefenisikan sebagai proses penguraian gula menjadi bioethanol dan karbondioksida yang disebabkan enzim yang dihasilkan oleh massa sel mikroba. (Sudarmadji K., 1989) Fermentasi bioethanol dipengaruhi oleh factor-faktor antara lain: a. Media Pada umumnya bahan dasar yang mengandung senyawa organik terutama glukosa dan pati dapat digunakan sebagai substrat dalam proses fermentasi bioethanol (Prescott and Dunn, 1959)
b. Suhu Suhu optimum bagi pertumbuhan Saccharomyces cereviseae dan aktivitasinya adalah 25-35oC. Suhu memegang peranan penting, karena secara langsung dapat mempengaruhi aktivitas Saccharomyces cereviseae dan secra tidak langsung akan mempengaruhi kadar bioethanol yang dihasilkan. (Prescott and Dunn, 1959)
7
c. Nutrisi Selain sumber karbon, Saccharomyces cereviseae juga memerlukan sumber nitrogen, vitamin dan mineral dalam pertumbuhannya. Pada umumnya sebagian besar Saccharomyces cereviseae memerlukan vitamin seperti biotin dan thiamin yang diperlukan untuk pertumbuhannya. Beberapa mineral juga harus ada untuk pertumbuhan Saccharomyces cereviseae seperti phospat, kalium, sulfur, dan sejumlah kecil senyawa besi dan tembaga (Prescott and Dunn,1959). d. pH pH substrat atau media fermentasi merupakan salah satu faktor yang menentukan kehidupan Saccharomyces cereviseae. Salah satu sifat
Saccharomyces cereviseae adalah bahwa pertumbuhan dapat berlangsung dengan baik pada kondisi pH 4 6 (Prescott and Dunn, 1959). e. Volume starter Volume starter yang ditambahkan 3-7% dari volume media fermentasi. Jumlah volume starter tersebut sangat baik dan efektif untuk fermentasi serta dapat menghasilkan kadar alcohol yang relative tinggi. (Monick, J. A., 1968).
Penambahan volume starter yang sesuai pada proses fermentasi adalah 5% dari volume fermentasi (Prescott and Dunn, 1959).
Volume starter yang terlalu sedikit akan mengakibatkan produktivitas menurun karena menjadi lelah dan keadaan ini memperbesar terjadinya kontaminasi. Peningkatan volume starter akan mempercepat terjadinya fermentasi terutama bila digunakan substrat berkadar tinggi. Tetapi jika volume starter berlebihan akan mengakibatkan hilangnya kemampuan bakteri untuk hidup sehingga tingkat kematian bakteri sangat tinggi (Desrosier, 1988). f. Waktu fermentasi Waktu fermentasi yang biasa dilakukan 3-14 hari. Jika waktunya terlalu cepat Saccharomyces cereviseae masi dalam masa pertumbuhan sehingga alcohol yang dihasilkan dalam jumlah sedikit dan jika terlalu lama Saccharomyces cereviseae akan mati maka alcohol yang dihasilkan tidak maksimal (Prescott and Dunn, 1959).
8
g. Konsentrasi gula Konsentrasi gula akan berpengaruh terhadap aktifitas Saccharomyces cereviseae. Konsentrasi gula yang sesuai kira-kira 10-18%. Konsentrasi gula yang terlalu tinggi akan menghambat aktivitas Saccharomyces cereviseae, sebaliknya jika konsentrasinya rendah akan menyebabkan fermentasi tidak optimal (Prescott and Dunn, 1959).
2.5 Destilasi
Destilasi berarti memisahkan komponen komponen yang mudah menguap dari suatu campuran cair dengan cara menguapkannya, uap yang dikeluarkan dari campuran tersebut disebut uap bebas yang mengalir melalui kondensor, cairan yang keluar dari kondensor,cairan yang keluar dari kondensor disebut destilat sedangkan cairan tidak menguap disebut residu. Pada prinsipnya proses destilat adalah pemisahan suatu campuran berdasarkan perbedaan titik didihnya. Destilasi dilakukan pada suhu diatas titik didih etanol murni yaitu pada kisaran 78-100 C. Produk yang dihasilkan pada tahap ini memiliki kemurnian hingga 96%.
10
3.3.2 Tahap Hidrolisis - Diambil 100 gr biji lay - Ditambahkan 200 ml aquadest - Ditambahkan asam sulfat fiur 10 ml - Diaduk hingga merata - Dipanaskan larutan tersebut pada 90 C selama 1 jam
3.3.3 Tahap Fermentasi - Diambil 100 gr biji lay - Ditambahkan 200 ml aquadest - Ditambahkan asam sulfat fiur 10 ml - Diaduk hingga merata - Dipanaskan larutan tersebut pada 90 C selama 1 jam - Didinginkan - Disaring agar ampas tidak ikut terbuang - Ditambah NaOH 10 ml agar kondisi tidak terlalu asam - Dimasukkan ragi 5 gr - Ditambah NPK 2 gr, 4 gr dan 6 gr - Difermentasi selama 7 hari - Dicek tiap hari pH, kadar alcohol, dan suhu
3.3.4 Tahap Destilasi Pada penelitian ini tahap pemurniannya dilakukan dengan proses destilasi destilasi dilakukan dalam 2 tahap,yaitu:
11
Destilasi Sederhana Cairan hasil fermentasi dimasukkan ke dalam labu distilasi dan mulai proses distilasi selama 4 jam dengan memanaskannya pada suhu 80C. Diusahakan suhu tetap stabil agar air tidak ikut menguap bersama bioetanol yang nantinya akan mengakibatkan kandungan bioetanol rendah atau pada bioetanol hasil distilasi masih mengandung air yang banyak.
Destilasi dengan kolom Proses distilasi ketiga ini sama dengan proses distilasi yang awal. Tetapi ada sedikit modifikasi yaitu sebelum memasuki condensor liebig diberi tambahan silika gel yang berfungsi menyerap kandungan uap air yang ikut mendidih dengan uap bioetanol. sehingga hasil maksimum yang dapat dihasilkan dari proses distilasi sederhana ini hanya sampai kadar alkohol 95%.
12
DAFTAR PUSTAKA
Groggin, P. H., 1968, Alcohols Their Chemistry Properties and Manufacture, Reinhold Book Corporation, New York. Hambali, Erlza dkk, 2007, Teknologi Bioenergi, Agro Media, Jakarta Selatan Prescott, S. G and C. G. Said, 1959, Industrial Microbiology, ed 3, McGraw-Hill Book Company, New York. Pudjatmaka, A. H., dan Qodratillah, M.T., 2002, Kamus Kimia, Balai Pustaka, Jakarta. Sudarmadji. S., Haryono. B., dan Suhardi, 1989, Mikrobiologi Pangan, PAU Pangan dan Gizi Universitas Gaja Mada, Yogyakarta.
13