Anda di halaman 1dari 49

Oleh: Nelly. M Neni Setyaningsih Riki Liswanto Riski Siakuntari Pembimbing : dr. Sutantri Edi Prabowo, SpAn dr.

Soni, SpAn dr. Dino Irawan, SpAn

IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur Pekerjaan

Status
Agama Suku Alamat No. MR

: : : : : : : :

Ny. I 32 Tahun Ibu Rumah Tangga Menikah Islam Melayu Jl. Kulim Gg. Amal Pekanbaru 00 77 19 16

ANAMNESIS
Keluhan Utama :

Keluar darah dari kemaluan sejak 1 jam SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien diketahui sedang hamil 32 minggu, dengan hasil USG

ari-ari menutupi jalan lahir. Riwayat perut diurut (+) 2x.


RHM

: mual (+), muntah (+), tidak mengganggu aktifitas RHT : perdarahan (-), edema pada kaki (-), HT (-) Riwayat haid: siklus teratur 1x sebulan, lamanya 7 hari. HPHT lupa. PNC : pasien kontrol ke dokter teratur hampir tiap bulan.

Sejak 1 jam SMRS, pasien mengeluarkan darah segar dari

kemaluan secara tiba-tiba dan terus menerus. Nyeri (-). Lalu pasien dibawa ke RSUD AA.

Pukul 05.15 WIB (saat masuk) S: Keluar darah segar terus menerus dari kemaluan O: KU: pasien gelisah TD= 60/pulse mmHg HR= 116 x/menit RR= 24 x/menit T= 36,60C DJJ= 148 x/menit VT tidak dilakukan. Perdarahan per vaginam (+) mengalir A: G3A0P2H1 gravid 32 minggu + susp plasenta previa P: Konsul dr.Noviardi, SpOG: O2 3 L/menit IVFD RL 2 Lines loading dose IVFD HES 1 kolf Pasang kateter urin Inj. Ceftriaxon SC cito R/ Transfusi 3 labu whole blood dan 3 labu PRC.

Di VK IGD RSUDD AA, diketahui:

Konsul dr.Sutantri, SpAn: SC cito tidak dapat dilakukan. Resusitasi cairan untuk stabilkan hemodinamik.

Pukul 06.45 WIB S: Keluar darah segar terus menerus dari kemaluan O: KU: pasien gelisah TD= 70/pulse mmHg Hb= 7 gr/dl VT tidak dilakukan. Perdarahan per vaginam (+) mengalir A: G3A0P2H1 gravid 32 minggu + susp plasenta previa P: Resusitasi cairan untuk stabilkan hemodinamik (RL telah 4 kolf, NaCl 0,9% telah 1 kolf, HES telah 3 kolf) R/ transfusi WB.

Pukul 07.00 WIB S: Perdarahan p/v (+) O:KU: pasien gelisah TD= 60/pulse mmHg VT tidak dilakukan. Perdarahan per vaginam (+) mengalir A: G3A0P2H1 gravid 32 minggu + susp plasenta previa P: Lanjutkan resusitasi cairan

Pukul 07.30 WIB S: Keluar darah segar terus menerus dari kemaluan O: KU: pasien gelisah TD= 80/pulse mmHg DJJ= 153 x/menit VT tidak dilakukan. Perdarahan per vaginam (+) mengalir A: G3A0P2H1 gravid 32 minggu + susp plasenta previa P: Resusitasi cairan (RL kolf ke VII, NaCl 0,9% kolf ke III)

Konsul dr. Noviardi, SpOG: SC cito masih belum acc dr. Sutantri, SpAn. Stabilkan KU ibu. SC dialihkan ke dr. Ruza,SpOG. Konsul dr. Ruza,SpOG: Stabilkan KU ibu. Jika telah stabil, SC pukul 09.00 WIB. IVFD HES.

Pukul 08.00 WIB S: Keluar darah segar dari kemaluan O: KU: pasien gelisah TD= 83/40 mmHg (monitor) HR= 139 x/menit DJJ= 150 x/menit VT tidak dilakukan. Perdarahan per vaginam (+) tidak mengalir A: G3A0P2H1 gravid 32 minggu + susp plasenta previa P: SC cito

Pukul 08.30 WIB S: Keluar darah segar dari kemaluan O: KU: pasien gelisah TD= 84/53 mmHg (monitor) HR= 139 x/menit HIS (-) DJJ= 140 x/menit VT tidak dilakukan. Perdarahan per vaginam (+) sedikit A: G3A0P2H1 gravid 32 minggu + susp plasenta previa P: Transfusi WB labu I (line 1) dan NaCl 0,9% loading dose (line 2)

Pukul 08.57 WIB S: Keluar darah segar dari kemaluan O: KU: pasien gelisah TD= 80/40 mmHg HR= 139 x/menit VT tidak dilakukan. Perdarahan per vaginam (+) sedikit A: G3A0P2H1 gravid 32 minggu + susp plasenta previa P: Transfusi WB labu II (line 1) dan NaCl 0,9% loading dose (line 2)
Konsul dr. Ruza, SpOG: konsl anestesi utuk SC cito jam 10.00 Konsul dr. Sutantri, SpAn: acc SC cito jam 10.00

Pukul 09.30 WIB pasien di antar ke OK IGD

Riwayat Penyakit Dahulu:

HT (-). DM (-). Kelainan/gangguan darah (-). Trauma perut/pelvis/daerah kemaluan (-).


Riwayat Penyakit Keluarga:

HT (-). DM (-). Kelainan/gangguan darah (-)


Riwayat pernikahan: usia menikah 22 tahun Riwayat Obstetri: G3A0P2H1 Riwayat KB: Riwayat Operasi Sebelumnya : Riwayat SC anak I (th 2005) a.i CPD, bayi meninggal. Riwayat SC anak II (th 2009) a.i CPD, BB= 3000 gr.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran Tekanan Darah Nadi Nafas

: : : : :

Tampak sakit berat (ASA IV-V) Composmentis 80/40 mmHg 126 x/ menit 24 x/ menit

Kepala dan leher Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik Mulut : sianosis (-), gigi ompong (-), gigi goyang (-),gigi palsu (-) Gerakan sendi temporomandibularis tidak terbatas Gerakan vertebra servikal tidak terbatas Leher tidak pendek dan tidak panjang

Thorak

Paru dan jantung DBN Abdomen: terdapat bekas SC di regio suprapubis. Genitalia : Status lokalis Ekstremitas: terpasang IVFD 2 lines pada antebrachii dextra et sinistra, udem (-), perdarahan (-).

STATUS LOKALIS (Genetalia Externa)


Inspeksi : terpasang foley catheter no. 16 Fr dengan

volume 0 cc. Darah segar per vaginam (+) mengalir. Massa (-). Scar (-). Palpasi: nyeri tekan (-).

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 03-07-2012 Leukosit : 23.700/L Hb : 7,0 gr/dl Hematokrit : 19,6 % Trombosit : 281.000/ L

DIAGNOSIS KERJA

G3A0P2H1 gravid 32 minggu + plasenta previa totalis

RENCANA PENATALAKSANAAN SC cito


RENCANA ANESTESI + STATUS ASA : Anestesi umum + ASA IV-V

Persiapan operasi
Pasien tidak cukup puasa lebih dari 8 jam sebelum operasi

dengan riwayat prolonged shock dan Hb = 7 gr/dl. Pasien tidak menggunakan perhiasan ataupun gigi palsu. Riwayat alergi obat (-), DM (-), HT (-), asma atau penyakit saluran nafas lainnya (-). Penyakit jantung (-). Akses intravena (kateter IV no.18 G, dengan transfusi set) dipasang dan infus mengalir dengan lancar IVFD dipasang 3 lines (1 line dengan 3-way terpasang WB, 1 line dengan 3way terpasang NaCl 0,9%). Pada pasien telah terpasang foley catheter 2-way no.18 Fr., dengan vol. urin 0 ml sejak terpasang. Pasang NGT no.16.

Persiapan alat dan obat anestesi umum


Mempersiapkan mesin anestesi, sirkuit anestesi, face

mask balon, monitor, tensimeter, oksimeter, serta cek tabung O2, N2O, sevoflurane dan isoflurane. Mempersiapkan stetoskop, laringoskop (lampu menyala dengan cukup terang), orofaring tube ukuran 9 cm, plester/tape, mandrin, ETT kinking ukuran 6 ; 6,5 ; 7 Mempersiapkan miloz 5 mg, propofol 100 mg, phetidyn 50 mg, atracurium 50 mg. Preoksigenasi dengan oksigen 6-8 l/menit selama 2-3 menit.

Induksi anestesi (OPERASI I)


Akses IV: masukkan propofol 100 mg petidin 50 mg

cek refleks bulu mata jika (-) pasang face mask balon + mulai ambu O2 8 liter/menit sampai 3 menit, lihat pergerakan dada pasien baik dan saturasi baik kemudian injeksikan atracurium 50 mg sambil tetap mangambu pasien hingga 3 menit. Lihat ujung jari pasien tidak biru dan saturasi stabil, maka lakukan intubasi.

Intubasi: lepas face mask balon, pegang laringoskop

dengan tangan kiri, masukkan laringoskop dari sisi mulut bagian kanan geser ke kiri (dapat meminta tolong pada asisten untuk membuka mulut pasien dan melakukan chin lift), tangan kanan lakukan head tilt, telusuri lidah pasien sampai pangkal lidah, terlihat epiglotis, di belakang epiglotis tampak trakea, lalu segera masukan ETT no. 7

Sambungkan ujung ETT dengan selang mesin

anestesi, pompa balon, pastikan ETT sudah masuk ke trakea dan cek dengan stetoskop suara nafas kanan = kiri, lalu isi balon ETT dengan 15 ml udara, fiksasi ETT dengan tape/plester, ambu O2 3 L/menit, isoflurane 3 vol% dan N2O 3L/menit. Pasang guedel.

Maintenance
Inhalasi: O2 3L/menit, isoflurane 3 vol% dan N2O 3 L/menit Selama operasi, TD pasien tidak stabil. Pasien sering

mengalami syok berulang, sehingga dilakukan resusitasi 5 lines (3-way di kanan, 3-way di kiri dan ditambah 1 lines melalui V. jugularis externa saat operasi berlangsung), sbb: Selang seling IVFD RL (hingga total 21 kolf) : HES (hingga total 5 kolf) : transfusi 7 WB (Whole Blood) + 3 PRC (Packed Red Cell) + 4 FFP (Fresh Frozen Plasma) : NaCl 0,9% (hingga total 8 kolf) : D5 (hingga total 6 kolf) : 2A (D5 + NaCl 0,9%) hingga total 2 kolf).

Line 1: selang seling loading NaCl 0,9% : 1 labu WB : 3

labu PRC. IV bolus Efedrin HCl 3cc tiap TD pasien mulai turun. Setelah bayi lahir: line 2 diberi drip oxytosin 3 x 10 IU drip dalam 500 ml RL, 2 x 10 IU IV bolus, 4 x 10 IU injeksi langsung pada uterus perdarahan tidak berhenti dilakukan histerektomi letak tinggi.

Recovery
SA 0,25 mg + Neostigmin 0,5 mg IV bolus. Line 2: Drip ketorolac 1 amp (30 mg) dalam 500 ml RL, 18-20

gtt/mnt. Beberapa setelah operasi selesai, pasien tiba-tiba henti jantung dilakukan RJP, lalu pasang line 1,3,4, sbb:
Line 1: diganti menjadi drip epinefrin dalam 500 ml NaCl 0,9 %. Line 3: Drip dopamin 1 amp (200 mg) dalam 500 ml D5. Line 4: Drip dobutamin 1 amp (250 mg) dalam 500 ml D5.

IV bolus efedrin HCl 3 cc. Evaluasi: jantung-respirasi pasien kembali normal, namun EKG
Line 5: Drip Biknat (Meylon) 1 cc dalam 500 ml NaCl 0,9%.

menunjukkan takikardi AF (atrial fibrilation), sehingga dipasang line 5:

Evaluasi: pola EKG sinus rhythm takikardi.

Perdarahan tidak berhenti line 1 ganti drip Adona 1

amp (50 mg) + asam tranexamat 1 amp (500 mg) dalam 500 ml RL, dan IV bolus Vit. K 2 x 10 mg. Evaluasi: perdarahan tidak berhenti konsul kembali dr. Ruza, SpOG.

Induksi anestesi II (OPERASI II, masih dalam ruang OK)


ETT tetap terpasang dengan ventilator modus manual

yang dialiri O2 3 L/menit, isoflurane 3 vol% dan N2O 3L/menit dipindakan ke ventilator modus IPPV. IV bolus Ketamin

Maintenance II
Dilakukan pembukaan jahitan kembali oleh operator

untuk mencari sumber perdarahan, dan dilakukan histerektomi total.


Line 1: selang seling loading NaCl 0,9% : 6 labu WB. Line 2: Drip epinefrin dalam 500 ml RL Line 3: Drip dopamin 1 amp (200 mg) dalam 500 ml D5. Line 4: Drip dobutamin 1 amp (250 mg) dalam 500 ml D5. Line 5: Drip Biknat (Meylon) 10 cc dalam 500 ml NaCl

0,9%

Recovery II
Line 1: 500 ml RL 12 tpm.
Line 2: digoxin (Fargoxin) 0,25 mg dalam 500 ml RL

jika habis diganti epinefrin dalam 500 ml RL. Line 3: Drip dopamin 1 amp (200 mg) dalam 500 ml D5. Line 4: Drip dobutamin 1 amp (250 mg) dalam 500 ml D5. Line 5: Drip Biknat (Meylon) 2 cc dalam 500 ml NaCl 0,9%.

Ekstubasi
Memastikan pasien telah bernapas spontan
Melakukan suction slem pada airway pasien Menutup isoflurane dan N2O, tinggikan O2 sampai 8

L/menit Mengempiskan balon, pastikan bahwa pasien sudah bangun (biasanya pasien akan mulai batuk-batuk). Melepaskan plester/tape. Cari waktu yang tepat dan segera cabut ETT. Segera pasang face mask dan pastikan airwaynya lancar dengan triple manuver. Setelah pasien benar-benar bangun, pasien dipindahkan ke RR dalam monitoring TTV dan saturasi ketat.

Instruksi post op di RR
Monitoring TTV dan saturasi secara ketat (indikasi

ICU). Oksigenasi dengan O2 8-10 L/menit via Rebreathing Mask. Lanjutkan resusitasi cairan 5 lines. R/ transfusi FFP 4 labu.

Instruksi post op di ruangan perawatan


Rawat ICU Transfusi WB hingga Hb > 7 gr/dl Inj Ceftriaxon 1 g/12 jam/IV selama 2 hari Ketorolac 3%/6 jam/IV selama 2 hari Adona 1 amp/6 jam/IV selama 1 hari Asam tranexamat 1 amp/6 jam/ IV selama 2 hari Cek Hb post transfusi Puasa hingga peristalitik (+) Hitung balance cairan Rawat bersama internis

Pada pasien ini didx placenta previa totalis

(salah satu penyebab perdarahan obstetri). Perdarahan yang tidak ditangani dengan baik menyebabkan syok hipovolemik yang ditandai dengan TD saat awal masuk adalah 60/pulse mmHg.
Walaupun TD naik hingga 80/40 mmHg saat sebelum

operasi, namun resusitasi cairan selama pre-op tidak dapat dikatakan berhasil, di mana hal ini ditandai dengan urin output 0 ml.

Seharusnya urin output 0 ml ini merupakan indikator

penggunaan vasopresor secara kontinue saat onset syok dimulai, selama resusitasi dan terutama jika kestabilan hemodinamik tercapai. Hal ini justru tidak dilakukan dalam penangan syok VK IGD.

Syok menyebbkn penurunan volume aliran darah,

penurunan cardiac output, penurunan perfusi sel, dan hipotensi. Kompensasi syok dapat berupa mekanisme neurohumoral di mana terjadi penurunan aliran darah pada organ visceral seperti ginjal, hepar, limpa, intestinal, dan berakhir pada jantung dan otak. Oleh sebab inilah, syok mengancam nyawa pasien selama pre-op terutama saat operasi berlangsung, terbukti dengan terjadinya henti jantung dan gangguan irama jantung saat masa recovery pada pasien ini.
Oleh karena itu SC cito tidak dapat dilakukan sebelum

kestabilan hemodinamik belum tercapai.

Selama causa perdarahan tidak tertangani dengan baik,

maka sulit bagi pasien untuk mencapai kestabilan hemodinamik. Hal ini terbukti dengan dilakukannya operasi 2 kali untuk menghentikan causa perdarahan.

Pasien dilakukan anestesi umum dengan

menggunakan atracurium 50 mg dan Propofol 100 mg yang sebelumnya diberikan premedikasi petidin 50 mg. Pada pasien sebelum tindakan anastesi dilakukan, diberikan cairan resusitasi cairan dan transfusi, sehingga didapat hemodinamik yang cukup baik. Teknik anestesi yang dipilih adalah anestesi umum dengan endotracheal tube no.7 agar lebih mudah mengontrol pernapasan. Diberikan muscle relaxan karena obat ini sangat membantu dalam pelaksanaan anestesi umum dan mengurangi cedera tindakan laringoskopi dan intubasi trakea, pelumpuh otot jangka panjang berupa atracurium 50 mg IV untuk mencegah napas spontan dan merelaksasikan otot dalam waktu yang lebih lama.

Pasien ini mendapatkan premedikasi yang terdiri dari

petidin yang bermanfaat untuk memudahkan induksi, mengurangi jumlah obat anestetik yang diperlukan pada pasien ini. Pada pasien ini induksi dilakukan dengan menggunakan Propofol yang merupakan golongan nonbarbiturat, yang memiliki efek pada kardiovaskular. Propofol menurunkan tekanan darah dikarenakan efek simpatolitik atau vagotonik dan diikuti penurunan tekanan intracranial, oleh sebab itu diperlukan hemodinamik yang relatif stabil selama maintenance anestesi.

Operasi berlangsung terbagi 2 sesi yaitu 3 jam pada

sesi pertama dan 2 jam 30 menit pada sesi kedua. Selama operasi merupakan masa yang sulit dikarenakan hemodinamik pasien yang tidak stabil akibat perdarahan obstetri yang tidak berhenti.

Obat-obat vasopresor merupakan terapi pilihan dalam

menangani syok. Pada pasien ini tidak cukup diberi 1 macam obat vasopresor efedrin saja sehingga diperlukan tambahan lainnya, yaitu dopamin, dobutamin,

epinefrin. Penggunaan obat-obat vasopresor ini


bukanlah tanpa risiko. Obat-obat vasopresor memiliki kemampuan vasokonstriksi perifer yang baik sehingga mampu memperbaiki cardiac output dan tekanan darah sehingga menjamin perfusi jantung dan otak, namun sebagai risikonya dalah nekrotik organ perifer seperti intestinal dan hepar. Oleh sebab itu penggunaan obat ini dibarengi dengan resusitasi cairan yang adekuat pada pasien ini, seperti pemberian kristaloid, koloid hingga produk darah lainnya.

Prolonged shock pada jaringan dapat memicu

metabolisme anaerob sehingga menimbulkan asidosis metabolik yang dapat menurunkan kontraktilitas myocard, sehingga terjadi gangguan irama jantung bahkan henti jantung. Hal ini merupakan indikasi pemberian biknat pada pasien ini.

Gangguan irama jantung yang sering terjadi pada

pasien ini selama operasi dan masa recovery II adalah

AF. Digoxin merupakan golongan obat digitalis


merupakan terapi pilihan AF, di mana kinerjanya menurunkan konduksi AV node sehingga terjadi penurunan takikardi ventrikular. Efek samping digoxin merupakan trombopenia (jarang), disertai terjadinya perdarah masif yang tidak berhenti pada pasien ini,

FFP diindikasikan untuk menambah trombosit dan


faktor-faktor pembekuan darah lainnya.

Setelah operasi selesai isoflurane dan N2O dihentikan

dan diberikan O2 100% 8-10 liter/menit untuk mencegah hipoksia difusi. Setelah nafas spontan pasien dibawa ke ruang pulih sadar dengan monitoring TTV dan saturasi secara ketat berhubungan pasien ini merupakan indikasi ICU dikarenakan perlunya pengawasan hemodinamik yang ketat, bantuan nafas dan bantuan obat-obat vasopresor yang kontinue.

Prolonged shock merupakan kondisi yang mengancam

jiwa pasien jika tidak ditangani dengan benar. Prolonged shock dapat disebabkan oleh berbagai causa seperti pada pasien ini adalah perdarahan obstetri yang tidak mampu tertangani dengan baik. Adapun obat pilihan utama pada syok adalan obat vasopresor (seperti efedrin, dopamin, dobutamin, epinefrin, atau norepinefrin) yang dibarengi dengan resusitasi cairan yang adekuat.

Prolonged shock juga mampu menyebakan asidosis

metabolisme akibat terpicunya metabolisme anaerob. Hal ini dapat diobati dengan biknat. Namun, hendaknya pada pasien ini juga dilakukan monitoring analisis asam basa dan elektrolit darah. Sebab itulah pada pasien ini diindikasikan perawatan ICU dengan monitoring TTV, respirasi, serta EKG juga.

Akhir kata, hendaknya causa prolonged shock pada

pasien yaitu perdarahan yang masif haruslah dihentikan, jika tidak akan sulit bagi pasien mencapai hemodinamik yang stabil, sehingga akan berujung pada kematian.

Anda mungkin juga menyukai