Anda di halaman 1dari 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Kimia yang Sukar di SMA Konsep kimia merupakan gagasan tentang suatu materi, sebuah konsep kimia mempunyai arti yang sama dengan gagasan kimia itu seluruhnya (Kean dan Middlecamp, 1985:26). Konsep proses eksotermik dapat dikaitkan dengan gagasan suatu perubahan materi yang disertai dengan pelepasan energi dari sistem ke lingkungan, sedangkan proses endotermik memiliki gagasan perubahan materi yang disertai dengan penyerapan energi dari lingkungan ke sistem. Konsep tersebut memiliki ciri-ciri yang sama, yaitu terjadi perpindahan energi dan perubahan temperatur. Pada proses eksotermik temperatur sistem naik, sehingga terjadi perpindahan energi dari sistem ke lingkungan, misalanya padatan CaCO3 yang dimasukkan dalam air di gelas, dinding gelas terasa hangat. Pada proses endotermik, temperatur sistem turun, sehingga energi berpindah dari lingkungan ke sistem, contohnya padatan NH4Cl dalam air di gelas, dinding gelas terasa dingin. Konsep kimia juga bersifat kompleks dan berkembang sepanjang masa (Kean dan Middlecamp, 1985:51). Lebih lanjut dinyatakan oleh Sastrawijaya (1988:115) bahwa konsep kimia merupakan konsep yang berjenjang yang berkembang dari yang sederhana ke konsep yang lebih tinggi tingkatannya. Suatu 7

konsep yang kompleks hanya dapat dipahami jika konsep yang lebih fundamental yang ikut dalam pembentukan konsep telah benar-benar dipahami, misalnya konsep termokimia. Untuk memahami konsep termokimia dengan benar diperlukan pemahaman yang benar tentang konsep lain yang mendasarinya, seperti perubahan materi serta proses eksotermik dan endotermik. Proses pemerolehan konsep oleh individu terjadi melalui dua tahap yaitu asimilasi dan akomodasi (Posner, dkk:1982, dalam Suparno, 1997:50). Asimilisai adalah proses kognitif , seseorang dapat mengintegrasikan persepsi, konsep, ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya (Suparno, 1997:31). Asimilasi terjadi bila kejadian atau rangsangan yang baru sesuai dengan skema yang dimiliki sehingga siswa menggunakan konsep yang telah dimiliki untuk menghadapi fenomena baru. Misalnya, siswa yang baru belajar konsep perubahan kimia, yaitu perubahan yang menghasilkan zat baru. Skema tentang perubahan kimia akan terbentuk di dalam pikiran siswa. Jika dalam proses belajar selanjutnya siswa bertemu dengan konsep reaksi pembakaran dan reaksi peruraian, maka skema yang sama tentang perubahan kimia akan dimiliki siswa, tetapi skema yang dimiliki siswa tentang perubahan kimia diperluas dan diperinci lebih lengkap. Akomodasi dilakukan dengan bentuk skema baru yang dapat cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1997:32). Apabila pada proses berikutnya siswa mendapatkan konsep asam-basa, maka ciri-ciri dari konsep baru ini tidak akan cocok dengan skema perubaan kimia yang dimilikinya. Siswa harus melakukan akomodasi dengan menciptakan skema baru tentang asam-basa. yang sesuai dengan konsep perubahan kimia dan fisika tersebut. Dengan demikian konsep baru akan diperoleh apabila konsep tersebut dapat

dikaitkan dengan skema yang telah ada, baik melalui proses asimilasi maupun akomodasi. Asimilasi dan akomodasi memerlukan tahapan yang disebut ekuilibrasi. Ekuilibrasi adalah pengaturan diri secara mekanis untuk mengatur keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Ekuilibrasi akan mangakibatkan perkembangan skema atau struktur intelek anak menjadi lebih kompleks dan lebih berguna. Jika telah dikuasai konsep perubahan kimia, maka siswa akan lebih mudah dalam mengaplikasikan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari dan mampu menerima fenomena baru, seperti konsep proses eksotermik dan endotrmik yang memiliki tingkatan konsep lebih tinggi dibandingkan konsep perubahan kimia. Konsep sukar adalah konsep dengan persentase jawaban salah siswa pada soal dengan konsep tertentu sama dengan atau lebih besar dari 61% (Arifin, 1990:75). Konsep sukar yang dimiliki siswa merupakan kesulitan siswa mempelajari konsep tertentu. Kesulitan siswa dapat disebabkan karena pemerolehan konsep melalui proses belajar tidak berhasil. Pemerolehan konsep fundamental yang salah dapat menyebabkan kesalahan konsep yang lebih kompleks pada konsep-konsep yang masih berkaitan. Hal ini diakibatkan kesalahan konsep tersebut sudah terbentuk dalam struktur kognitif siswa. Sebagian siswa kelas X6 SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang mengalami kesulitan untuk memahami konsep kimia. Banyak siswa kelas X6 SMA tersebut yang belum memenuhi standar kelulusan materi kimia, yaitu 75%. Terbukti dari nilai tugas (TGS1) tentang konsep massa atom relatif, massa molekul relatif, dan mol, 55,3% siswa dengan nilai di bawah skor kelulusan, sedangkan TGS 2 tentang rumus empiris dan rumus molekul serta TGS 3 tentang

10

larutan elektrolit dan non elektrolit, masing-masing 100% dan 86,8% siswa. Nilai ulangan harian (UH) siswa juga menunjukkan bahwa perlu dilakukan remidi terhadap siswa kelas X 6, yaitu 13,2% pada UH 1, 18,4% pada UH 2, dan 42,1% pada UH 3. Begitu juga dengan nilai ulangan tengah semester siswa (UTS) sebesar 34,2% siswa tidak memenuhi standar kelulusan. Nilai siswa X 6 pada TGS, UH, dan UTS yang diberikan oleh Guru Kimia SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang dapat dilihat di Lampiran 11.

B. Kesalahan Konsep Kimia yang Terjadi pada Siswa SMA Kesalahan siswa dalam belajar kimia dapat dibagi dalam beberapa jenis, yaitu: (1) kesalahan yang terjadi secara acak tanpa sumber tertentu; (2) salah ingat atau salah hafal; (3) kesalahan yang terjadi secara terus menerus serta menunjukkan kesalahan dengan sunber-sumber tertentu. Kesalahan jenis ketiga inilah yang biasa disebut dengan salah konsep. Siswa yang mengalami kesalahan jenis ketiga ini cenderung salah dalam banyak soal yang berbeda konteksnya, tetapi konsepnya sama (Barge, 1991 dalam Effendy, 2002:10). Kesalahan konsep dalam belajar kimia akan berakibat penguasaan materi secara utuh dengan lemah. Kesalahan pada konsep dasar akan mengakibatkan kesulitan dalam penguasaan konsep selanjutnya karena materi dalam pelajaran kimia tersusun secara hierarkis dan berjenjang. Kesalahan konsep yang terjadi pada diri siswa akan mengganggu pemikiran siswa dalam penerimaan pengetahuan berikutnya. Misalnya, meja dibuat dari kayu, siswa beranggapan bahwa perubahan fisika merupakan perubahan yang dapat balik ke keadaan semula, sedangkan perubahan kimia tidak dapat balik ke keadaan semula, padahal

11

kayu menjadi meja merupakan perubahan fisika walaupun meja tidak dapat kembali lagi menjadi kayu. Penelitian oleh Anjarwati (2008), melaporkan kesalahan konsep siswa SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang adalah pada konsep massa atom relatif sebesar 50% , massa molekul realtif 4,5%, 18,18% tentang jenis partikel senyawa molekul, 2,38% pada massa rumus relatif, hubungan mol dengan jumlah partikel senyawa molekul sebanyak 18,18%, serta 40,91% tentang hubungan mol, massa, Mr, dan jumlah partikel. Selanjutnya dinyatakan oleh Syukrillah (2009), bahwa kesulitan siswa SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang adalah pada penentuan sifat fisika dan kimia suatu materi sebesar 97%, tentang sifat fisika senyawa 94%, serta hubungan wujud materi dan sifat fisika sebanyak 66%. Kesulitan tersebut disebabkan terjadi kesalahan konsep siswa. Dua puluh lima persen siswa menganggap wujud materi merupakan sifat kimia, perbedaan elektrolit dan non elektrolit sebesar 50%, dan 39% menganggap molekul adalah atom-atom yang terpisah. Kesalahan konsep yang dialami siswa SMA dapat diidentifikasi dengan menggunakan instrumen diagnostik. Soal pada instrumen diagnostik didasarkan pada format pilihan ganda dua bagian yang dijelaskan Peterson (1986:41). Bagian pertama setiap soal terdiri dari pertanyaan yang memiliki dua, tiga, atau empat pilihan jawaban, bagian kedua setiap soal memuat empat alasan untuk jawaban yang diberikan pada bagian pertama. Yang dimaksud pada alasan ini adalah satu jawaban yang benar dan tiga alasan alternatif jawaban yang menunjukkan kesalahan konsep. Soal didasarkan pada bidang kesulitan konsep yang diidentifikasi dari peta konsep. Pengembangan instrumen diagnostik dapat dibuat

12

variasi soal pilihan ganda dengan menggunakan tingkat berpikir menurut Bloom. Tingkat kemampuan ranah kognitif Bloom terdiri dari: 1. Pengetahuan (C1) Kemampuan menyatakan kembali fakta, konsep, prinsip, prosedur yang telah dipelajari oleh siswa, tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya. 2. Pemahaman (C2) Kemampuan menagkap atau mengerti arti atau makna dari informasi yang diterima baik berupa fakta, konsep, prinsip, dan situasi yang telah diketahui siswa, yang dapat ditunjukkan dengan kemampuan menafsirkan bagan, diagram, atau grafik, menterjemahkan suatu pernyataan verbal ke dalam pernyataan matematika atau sebaliknya, meramalkan berdasarkan kecenderungan tertentu (mengekstrapolasikan), mengungkapkan suatu konsep dengan kata-kata sendiri. 3. Penerapan (C3) Kemampuan menggunakan prinsip, aturan, atau metode yang telah diketahui ke dalam situasi baru atau situasi konkret. 4. Analisis (C4) Kemampuan menguraikan suatu informasi yang dihadapi menjadi komponen-komponennya atau mengevaluasi hubungan antardata, sehingga struktur informasi serta hubungan antar komponen atau data informasi tersebut menjadi jelas. 5. Sintesis (C5) Kemampuan untuk mengintegrasikan bagian-bagian terpisah menjadi suatu keseluruhan yang terpadu, termasuk kemampuan merencanakan eksperimen,

13

karya tulis, meyusun cara baru untuk mengklasifikasikan obyek, peristiwa dan informasi-informasi lainnya. 6. Evaluasi (C6) Kemampuan untuk mempertimbangkan nilai suatu pernyataan, uraian, berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditetapkan. Misalnya kemampuan memilih rumusan yang didukung oleh data serta menilai suatu karangan berdasarkan kriteria penilaian terentu.

C. Konsep Sukar dan Kesalahan Konsep dalam Konsep Proses Eksotermik dan Endotermik yang dimiliki Siswa SMA Konsep proses eksotermik dan endotermik bersifat konkrit dan abstrak. Konsep konkrit dapat diamati oleh panca indra. Misalnya proses eksotermik pada reaksi antara padatan CaO dengan air dalam gelas. Temperatur larutan akan naik karena mendidih. Konsep abstrak tidak nampak dan tidak dapat dialami langung, sehingga harus diiulustrasikan (Kean dan Middlecamp, 1985:5). Pada proses eksotermik, energi keluar dari sistem menuju lingkungan dan sebaliknya untuk proses endotermik. Perpindahan energi tersebut tidak dapat diamati oleh panca indra. Hal ini menyebabkan siswa memiliki konsep sukar proses eksotermik dan endotermik. Konsep sukar siswa yang akan ditentukan adalah konsep perubahan fisika dan kimia, pembekuan, peleburan, penguapan, proses eksotermik, proses endotermik, serta perubahan fisika eksotermik, perubahan fisika endotermik, perubahan kimia eksotermik dan perubahan kimia endotermik. Konsep sukar tersebut dapat terjadi karena siswa mengalami kesalahan konsep. Fajariyah (2002) melaporkan bahwa siswa kelas II SMUN Pamekasan tahun ajaran 2001/2002,

14

yang menjawab benar tentang reaksi eksotermik, reaksi endotermik, entalpi pembakaran, dan reaksi peruraian berturun-turut adalah 56%, 60%, 51%, dan 45%, sedangkan pada siswa MAN berturut turut sebesar 35%, 60%, 28%, dan 43%. Hasil penelitian lain, dilaporkan oleh Purwaningtyas (2007), menyatakan siswa kelas XI SMA Negeri Tongas I Kabupaten Probolinggo memiliki kesalahan konsep eksotermik dan endotermik. Sebanyak 36,4% siswa menganggap endotermik ditandai dengan kenaikan temperatur pada waktu reaksi berlangsung, sedangkan 54,5% siswa menganggap eksotermik ditandai dengan penurunan temperatur. Pada bagian ini akan diuraikan beberapa konsep proses eksotermik dan endotermik yang meliputi konsep perubahan kimia dan fisika, proses eksotermik dan endotermik, serta keterkaitan antara konsep perubahan kimia dan fisika dengan eksotermik dan endotermik. Firman dan Liliasari (1997:9) mendefinisikan perubahan fisika merupakan perubahan yang tidak mengubah jenis materi, yang berubah adalah wujud atau keadaan fisika lainnya. Seperti dari padat menjadi cair (peleburan), cair menjadi gas (penguapan), gas menjadi cair (pengembunan), cair menjadi padat (pembekuan). Perubahan kimia juga dinamakan reaksi kimia, merupakan perubahan yang menimbulkan materi baru (Firman dan Liliasari, 1997:10). Reaksi pembakaran magnesium di udara terbuka membentuk materi baru, yaitu magnesium oksida yang memiliki sifat berbeda dengan magnesium. Pada perubahan kimia dan fisika dapat terjadi pelepasan atau penyerapan energi. Firman dan Liliasari (1997:10) menyatakan, perubahan kimia yang disertai pengeluaran energi disebut reaksi eksotermik. Energi yang dilepaskan dapat berupa energi panas, sinar atau listrik. Energi listrik yang dihasilkan dari reaksi

15

kimia dalam baterai dapat dimanfaatkan. Sebagai contoh, pembakaran kayu untuk memperoleh panas. Reaksi kimia yang disertai penyerapan energi dinamakan reaksi endotermik. Misalnya reaksi peruraian molekul air dengan persamaan reaksi sebagai berikut: H2O(l) H2(g) + O2(g) Diperlukan energi untuk menguraikan molekul air menjadi gas hidrogen dan gas oksigen.

Anda mungkin juga menyukai