Anda di halaman 1dari 10

NAMA

: - M. ADAM SITI FATIMAH IX B PKN ( PENDIDIKAN KEWARGA NEGARA )

KELAS TUGAS

: :

ARTIKEL 1 PERAN AKTIF INDONESIA DALAM MENJALANKAN POLITIK LUAR NEGERI Perkembangan lingkungan startegis RI di kawasan regional maupun global belakangan ini menunjukkan perkembangan dinamika yang sangat pesat. Di bidang politik, kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara menunjukkan dinamika yang cukup ekstrim terkait dengan tuntutan peningkatan tuntutan rakyat terhadap berbagai rejim yang berkuasa atas peningkatan partisipasi dan taraf hidup. Di kawasan regional, dinamika hubungan internasional pun juga menunjukkan adanya indikasi kecenderungan potensi instabilitas yang memerlukan perhatian yang sangat serius, diantaranya meliputi sengketa perbatasan Thailand-Kamboja, kecenderungan eskalasi situasi sengketa di Laut China Selatan, perkembangan China Factor di kawasan, serta isu ketahanan ekonomi, yang menuntut kohesivitas negara-negara di kawasan untuk semakin sinergis melalui forum-forum regional yang ada. Lebih lanjut, Indonesia sebagai negara yang tengah membangun, serta merupakan bagian dari dinamika pergaulan masyarakat internasional juga tidak luput berbagai implikasi dinamika global dan regional terhadap dinamika domestik. Hal tersebut merupakan keniscayaan dari fenomena globalisasi, dimana dinamika regional kawasan dan dinamika global berdampak pada dinamika domestik nasional, demikian pula sebaliknya. Oleh sebab itu, dalam rangka untuk mengantisipasi dinamika eksternal tersebut, kondisi domestik harus memiliki tingkat resillience yang tinggi, sembari memprojeksikan kepentingan nasional yang ada melalui kebijakan luar negeri. Indonesia sebagai negara yang tengah melaksanakan visi pembangunan nasional, juga memerlukan formulasi kebijakan luar negeri yang tepat dalam rangka untuk mendukung kepentingan nasional, khususnya bagi penyelenggaraan pembangunan nasional. Formulasi dan implementasi kebijakan luar negeri yang tepat tentunya senantiasa ditujukan untuk mendukung dan mengedepankan kepentingan nasional yang ada. Salah satu kepentingan yang mendesak bagi kepentingan nasional saat ini adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi yang diantaranya distimulasi melalui peningkatan investasi di Indonesia, peningkatan nilai hubungan perdagangan Indonesia dengan negaranegara mitra, perlindungan berbagai kepentingan Indonesia di luar negeri, termasuk

diantaranya perlindungan WNI di luar negeri, serta peningkatan peran serta serta aktif Indonesia dalam berbagai penyelesaian polemik di tingkat regional maupun global. Khusus dalam hal peningkatan peran serta serta aktif Indonesia dalam berbagai penyelesaian polemik di tingkat regional maupun global, sekilas bagi kalangan awam hal tersebut bukan merupakan prioritas utama bagi upaya pembangunan nasional. Namun, jika ditilik lebih mendalam, peningkatan peran serta serta aktif Indonesia dalam berbagai penyelesaian polemik di tingkat regional maupun global akan berdampak pada peningkatan prestige Indonesia di kalangan masyarakat Internasional dan pada akhirnya hal tersebut akan mendukung pencitraan Indonesia, serta meningkatkan posisi tawar Indonesia bagi berbagai kepentingan nsional yang ada. Disadari bahwa kinerja Politik Luar Negeri berhadapan dengan ekspektasi publik yang sangat tinggi untuk mendukung kepentingan nasional. Perlu di sadari pula bahwa peningkatan kinerja Politik Luar Negeri merupakan proses berkesinambungan yang memerlukan dukungan dan parisipasi berbagai pihak dan stake-holders. Namun, perlu di sadari pula bahwa kerap kali kinerja Politik Luar Negeri menjadi sasaran atas berbagai permasalahan domestik yang muncul. Sering kali Pemerintah, khususnya Kementerian Luar Negeri, menghadapi berbagai kecaman atas berbagai polemik kepentingan nasional yang ada, diantaranya meliputi masalah TKI, perlindungan WNI, pencitraan negatif Indonesia di luar negeri yang berdampak pada sektor perdagangan dan investasi, serta masalah pengelolaan wilayah perbatasan. Namun, jika ditelaah lebih jauh secara lebih berimbang, berbagai permasalahan tersebut memerlukan penanganan yang sifatnya lintas sektoral. Bahkan pencapaian Politik Luar Negeri yang dilaksanakan oleh Kemlu tidak dapat dikatakan berada pada tingkat minimum. Sementara di sisi lain, terlepas dari berbagai kritikan yang diarahkan pada kinerja Politik Luar Negeri, berbagai hal positif telah dicapai melalui langkah-langkah yang ditempuh oleh pemerintah, akan tetapi berbagai pencapaian positif tersebut luput dari pengamatan dan apresiasi publik. Oleh sebab itu, dalam melakukan evaluasi terhadap kinerja Politik Luar Negeri diperlukan adanya kesamaan persepsi dan tolok ukur oleh semua pihak agar penilaian atas berbagai pencapaian tersebut dapat terpantau. Melalui kesamaan persepsi dan tolok ukur tersebut, kita juga dapat melakukan evaluasi secara tepat dan akurat atas kinerja tersebut untuk kemudian kita dapat merumuskan langkah dan kebijakan yang tepat bagi kebijakan luar negeri selanjutnya sesuai dengan tuntutan kepentingan nasional yang ada dan perkembangan lingkungan strategis yang ada. Terkait dengan hal tersebut di atas, pertanyaan awal yang perlu untuk mendapat perhatian serius dari kita semua, yaitu Bagaimana penerapan tolok ukur yang tepat dalam rangka untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja Politik Luar Negeri? Jawababan dari pertanyaan tersebut diatas sudah tentu adalah bahwa, Pembukaan Konstitusi UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri telah menggariskan prinsip-prinsip dasar bahwa:

Sebagai Negara NKRI yang merdeka dan berdaulat, pelaksanaan hubungan luar negeri didasarkan pada kesamaan derajat, saling menghormati, saling menguntungkan, dan saling tidak mencampuri urusan dalam negeri masing-masing. Negara NKRI harus ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan social. Pelaksanaan kegiatan hubungan luar negeri diabdikan pada kepentingan nasional berdasarkan prinsip Politik Luar Negeri. Menurut kajian kacmata studi Hubungan Internasional, idealnya terdapat keterkaitan antara kebijakan luar negeri dengan dinamika politik domestik, dimana hal tersebut oleh kalangan ahli hukum internasional dikenal dengan paham dualism. Bahkan sebagian dari para ahli studi Hubungan Internasional juga beranggapan bahwa rumusan Politik Luar Negeri merupakan refleksi dari kepentingan dan politik ditingkat domestic nasional. Berkaitan dengan hal tersebut, Henry Kissinger juga menyebutkan bahwa Foreign Policy is where the domestic policy ends. Dengan katalain, urgensi dari keberadaan Politik Luar Negeri adalah semata-mata untuk kepentingan nasional. Lebih lanjut, dalam Undang-Undang No.37 tahun 1999 yang didefinisikan sebagai Politik Luar Negeri adalah kebijakan, sikap, dan langkah Pemerintah RI yang diambil dalam melakukan hubungan dengan Negara lain, organisasi internasional, dan subyek hokum internasional lainnya dalam rangka menghadapi masalah internasional guna mencapai tujuan nasional. Sejauh ini, yang menjadi dasar hukum bagi penyusunan Rencana Strategis Kementerian Luar Negeri Tahun 2010-2014 adalah sebagai berikut: Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara 3882); Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara 4012); Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara 4286); Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5. Tambahan Lembaran Negara 4355); Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara 4421); Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara 4700);

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara 4405); Keputusan Presiden Nomor 108 Tahun 2003 tentang Organisasi Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri; Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010 2014; Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah; Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK.05/A/OT/IV/2004/02 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Lampiran Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor K.03/A/OT/XII/2002/02 Tahun 2002 tentang Pedoman Umum Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan RI di Luar Negeri; Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK.06/A/OT/VI/2004/01 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri. Mengingat akan banyaknya ragam dan tingkatan produk hukum yang memberikan rambu-rambu tentang formulasi Politik Luar Negeri, tentunya menimbulkan konsekuensi pada beragam pula tingkat pemahaman dan pengenalan dikalangan masyarakat, pemerintah dan bahkan di kalangan para anggota parlemen tentang panduan dalam merumuskan Politik Luar Negeri. Kondisi tersebut diatas, tentunya juga berdampak pada beragam pula asumsi dan tolok ukur yang digunakan dalam menilai dan melakukan evaluasi atas pencapaian kinerja Poluri oleh pemerintah, khususnya dalam hal ini Kementerian Luar Negeri. Lebih jauh, bahkan nampaknya masih erdapat keberagaman tingkat pemahaman dikalangan masyarakat dan pemangku kebijakan tentang perkembangan lingkungan strategis dan dinamika yang dihadapi oleh RI ditengah kancah politik internasional demi memperjuangkan kepentingan nasional dan dalam upaya meletakkan posisi kepentingan nasional secara layak dan bermartabat di antara kepentingan-kepentingan di dalam masyarakat internasional. Sehingka kerap kali muncul berbagai tudingan negatif atas kinerja Politik Luar Negeri, serta tidak nampaknya berbagai pencapaian positif oleh Politik Luar Negeri. Menjawab pertanyaan tersebut, nampaknya sudah saatnya muncul urgensi bagi dibuatnya semacam white paper atau blue book yang menjelaskan tentang berbagai dasar pemerintahdalam merumuskan kebijakan luar negeri, berikut berbagai pertimbangan strategis dan landasan yuridis yang ada, kepada seluruh komponen masyarakat. Dokumen tersebut juga seyogyanya menjelaskan tentang pilihan prioritas pemerintah dalam melaksanakan kebijakan luar negeri. Dengan adanya Dokumen tersebut, akan memudahkan berbagai pihak masyarakat, dan bahkan parlemen yang menjalankan amanat konstitusi untuk melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kinerja kebijakan luar negeri oleh pemerintah. Di dalam praktek yang dilaksanakan oleh berbagai Negara, berbagai istilah digunakan dalam menyebut dokumen tersebut. Ada yang menyebutnya dengan sebutan white paper on

diplomacy, ada pula yang menyebut dengan istilah blue book on diplomacy. Bahkan dalam berbagai penerapannya diberbagai Negara, fungsi white paper on defense (buku putih pertahanan) dan blue book on diplomacy (buku biru diplomasi) disatukan dalam satu dokumen, ada pula yang dipisahkan menjadi dua dokumen yang berbeda namun saling terkait diantara keduanya. Melalui keberadaan Buku Biru Diplomasi RI tersebut, dan diiringi dengan penyebaran informasi yang baik dan merata kepada seluruh lapisan masyarakat, berikut parlemen, diharapkan tercipta keseragaman pemahanan dan keseragaman tolok ukur ekspektasi atas kinerja Politik Luar Negeri. Dengan adanya keseragaman melalui keberadaan dokumen tersebut, dalam jangka panjang memungkinkan terciptanya sinergi antara masyarakat dan pemerintah dalam melaksanakan total diplomacy, serta memungkinkan tercipatanya sinergi kebijakan domestik dengan projeksi kebijakan luar negeri, melalui adanya sinergi lintas sektoral diantara intansi/departemen pemerintah. Dengan demikian, tujuan pembangunan nasional demi kepentingan nasional dapat terkselerasi dalam pencapaiannya. ( Sumber : Written by Begi Hersutanto, Director of Defense Department )

ARTIKEL 2 Pelaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia Terhadap ASEAN Pada EraKepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi Presiden ke enam Indonesiamenimbulkan pertanyaan besar terkait pelaksanaan politik luar negeri Indonesia nantinya.Presiden SBY memiliki keinginan untuk membawa Indonesia menunjukan eksistensinya diranah regional. Indonesia yang terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan duasamudera (Hindia dan Pasifik) memiliki keuntungan dalam bidang geopolitik dangeostrategis. Dibawah kepemimpinan Presiden SBY Indonesia lebih membaur kedalamforum regional terlebih lagi pada ASEAN. Fenomena bipolar yaitu dimana ada dua kekuatan besar dunia yang dimiliki Amerika Serikat dan Uni Soviet kini telah berganti menjadimultipolar , dimana ada banyak potensi kekuatan yang dimiliki banyak negara , bukan hanyaAmerika Serikat ataupun Uni Soviet (Sekarang Rusia). Sejak dicetuskannya politik luar negeri Indonesia yang Bebas dan Aktif oleh Muhammad Hatta pada 2 September 1948,Indonesia berhasil menempatkan posisinya sebagai negara yang menjadi subyek ataupunaktor utama yang mampu dalam mengambil kebijakan - kebijakan strategis berkaitan dengankepentingan nasional ataupun konflik dalam kawasan. Melalui politik luar negeri bebas danaktif pula Indonesia dapat memainkan peran yang relatif independen dalam kancah hubunganinternasional. Indonesia berusaha menjadi aktor utama dalam dunia regional maupun global.Di dalam dunia regional Indonesia memiliki posisi strategis untuk mendapatkankepentingannya. Politik luar negeri Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden SBYmenapaki ASEAN sebagai pilar utama pelaksanaan politik luar negeri Indonesia. ASEANyang menghimpun negara anggota lainnya

seperti Thailand , Singapura , Filipina , Malaysia ,Brunei Darussalam , Myanmar , Laos , Vietnam , dan Kamboja akan memudahkan Indonesiauntuk berhubungan dengan negara negara di kawasan Asia Tenggara. Hubungan luar negeriIndonesia terhadap negara anggota ASEAN menjadi lebih dekat sehingga tidak menutupkemungkinan akan lebih mudah untuk mencapai kerjasama guna memenuhi tujuan nasionalnegara. Tujuan nasional bangsa Indonesia tercantum dalam alenia keempat Pembukaan UUD1945 yang berbunyi : Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,untuk memajukan kesejahtetaan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Jelas bahwa segala kebijakan luar negeri Indonesia berdasarkan pada tujuannasional negara , sehingga dengan masuknya Indonesia menjadi anggota ASEAN makadiharapkan akan memudahkan Indonesia dalam mencapai kepentingan serta tujuannasionalnya.Presiden SBY selalu mengedepankan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif dan dengan cara itu Presiden SBY menyatukannya dengan prinsip konstruktifis. Maksudnyaadalah politik luar negeri Indonesia lebih bersifat soft diplomacy ataupun tindakan tindakan persuasif dan preventif dibandingkan dengan menggunakan cara hard diplomacy yang bagi Indonesia sendiri kurang menguntungkan. Indonesia mengubah cara pandangterhadap negara - negara dikawasan Asia Tenggara secara konstruktif dimana lawan menjadikawan , dan kawan menjadi mitra strategis Indonesia. Tindakan konfrontasi terhadapMalaysia digantikan dengan kemitraan strategis dengan Indonesia , sehingga Indonesia padamasa kepemimpinan Presiden SBY bersikap netral dan bersahabat terhadap negara - negaradi kawasan Asia Tenggara. Presiden SBY juga menerapkan prinsip Thousand Friends , Zero Enemy , Indonesia ingin lebih menghimpun persahabatan dengan negara lain danmenghindari segala bentuk permusuhan ataupun konfrontasi. Di dalam ASEAN , Indonesiasecara khusus menerapkan prinsip tersebut yang di dorong oleh kepentingan nasionalIndonesia.Pada era kepemimpinan SBY politik luar negeri Indonesia dijalankan dengan berorientasikepada pembangunan hubungan / komunitas regional yang lebih komprehensif terutama padaASEAN. ASEAN sebagai pilar utama kerjasama Indonesia dengan negara - negara anggotadan negara non anggota. Dengan merangkul negara Negara anggota ASEAN , Indonesiamengantisipasi tindakan permusuhan antar negara di kawasan Asia Tenggara , dan lebihmengusahakan pelembagaan perdamaian. terkait keamanan kawasan pelembagaan perdamaian tersebut bisa dalam bentuk kerjasama keamanan ataupun Security Community (Komunitas Keamanan). Menurut Karl Deutschs mengenai konsep komunitas keamanan, Komunitas keamanan pada ASEAN muncul dengan maksud untuk lebih peduli pada bagaimana cara mengendalikan konflik bukan pada bagaimana menghilangkan perbedaan diantara negara negara anggota yang secara alamiah selalu memiliki perbedaan visi tentang persoalan yang mereka hadapi bersama. Berbeda dengan aliansi pertahanan ataupunkeamanan kolektif , komunitas keamanan ASEAN tumbuh dari kepentingan dan identitas bersama diantara negara

negara anggotanya dan bukan karena adanya musuh bersama dariASEAN itu sendiri. Komunitas keamanan ASEAN tidak mendukung penggunaan kekerasandalam penyelesaian masalah dan menganggap kekerasan sebagai tindakan yang tidak sah. 5 Dengan kata lain komunitas keamanan begitupun ASEAN mengusahakan perdamaian bukan peperangan. Terkait hal tersebut berkenaan dengan politik luar negeri Indonesia yangmenyatakan Thousand Friends , Zero Enemy , Indonesia tidak ingin adanya permusuhanmelainkan persahabatan antar negara. ASEAN adalah gerbang utama menuju pelembagaan perdamaian di kawasan Asia Tenggara. Dengan adanya perdamaian di kawasan tersebutmaka stabilitas keamanan baik regional maupun nasional akan teracapai. Untuk Indonesiasendiri tentu perdamaian sangat menguntungkan sebab tidak ada ancaman yang mengganggu jalannya politik domestik maupun luar negeri Indonesia.Sejak Orde Baru, Indonesia menempatkan ASEAN sebagai pilar utama politik luar negeriIndonesia. Setidaknya terdapat tiga alasan utama yang mendasari keputusan tersebut.Pertama, Indonesia adalah salah satu pendiri dan pemrakarsa ASEAN sehingga konsekuensilogisnya ASEAN seharusnya menjadi instrumen politik luar negeri Indonesia. Kedua,ASEAN merupakan organisasi regional di kawasan Asia Tenggara sehingga Indonesia sudahseharusnya terlibat aktif dalam ASEAN. Ketiga, ASEAN memiliki potensi yang besar untuk terlibat dalam arsitektur dan dinamika di kawasan Asia terutama dibidang politik, ekonomidan sosial. Pada Era Reformasi, banyak pihak yang mempertanyakan tentang relevansi penempatanASEAN sebagai instrumen politik luar negeri Indonesia. Hal ini dikarenakan selama lebihdari 40 tahun pendirian ASEAN sejak 1967, Indonesia seolah - olah tersandera dalam sangkar emas (golden-cage). Maksud dari pernyataan tersebut berkaitan dengan posisiIndonesia yang pada dasarnya memiliki keuntungan karena strategis akan tetapi belummampu memanfaatkan keuntungan tersebut. Indonesia tidak banyak bertindak untuk memanfaatkan posisi strategis tersebut di kawasan Asia Tenggara terlebih lagi pada forumASEAN. Kendati demikian, pemerintahan SBY tetap memandang penting posisi ASEAN. sebagai pilar utama politik luar negeri Indonesia. Hal ini tersirat jelas dari pernyataan MenteriLuar Negeri, Marty Natalegawa dalam pidatonya yang pertama tentang politik luar negeri pada pembukaan Seventh General Conference of the Council for Security Cooperation in the Asia-Pacific (CSCAP) menyatakan bahwa ASEAN akan tetap menjadi pilar utama dalam politik luar negeri Indonesia serta merupakan memantapkan langkah untuk mencapai ASEANCommunity.

Pernyataan tersebut menandakan bahwa betapa pentingnya ASEAN bagi Indonesia sebagai pilar utama dalam mencapai kepentingan nasional Indonesia di kawasanAsia Tenggara. Pada era kepemimpinan Presiden SBY memang ASEAN merupakan konsenutama pelaksanaan politik luar negeri Indonesia pada tataran regional.Dari segi ekonomi dengan menjadikan ASEAN sebagai pilar utama pelaksanaan politik luar negeri Indonesia khususnya pada era kepemimpinan Presiden SBY , ada beberapakepentingan ekonomi yang tercapai, antara lain ASEAN kini menjadi salah satu kawasanyang cukup dinamis dalam menggerakan perekonomian global yang tengah menghadapiresesi. Pada 2010, ASEAN mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 7,5 persen jauh lebihtinggi dari pertumbuhan ekonomi dunia yang hanya tumbuh 4,8 persen. Secara keseluruhan,kombinasi GDP negara - negara ASEAN mencapai US$ 1,5 triliun yang menjadikan ASEANsebagai salah satu area ekonomi terbesar dunia disamping China dan Jepang. Jumlah total penduduk yang mencapai 558 juta jiwa ,jumlah yang jauh lebih besar dari Amerika Serikatdan Uni Eropa sehingga menjadikan ASEAN sebagai kawasan dengan potensi pasar tungalyang besar dengan tenaga kerja serta kekayaan alam yang akan menjadi basis produksimenjanjikan bagi sejumlah negara. Kenyataan tersebut menyatakan bahwa betapamenguntungkannya ASEAN dalam kemajuan ekonomi negara negara anggotanya termasuk Indonesia terkait kepentingan nasionalnya. ASEAN mampu menjadi pesaing kawasan lainnya jika saja terus mengalami perkembangan ekonomi seperti itu. Dan kemajuan ini pastinyaakan membawa Indonesia ke arah yang lebih baik lagi dalam bidang ekonomi serta berdampak pada kesejahteraan rakyat Indonesia nantinya.Pada era kepemimpinan Presiden , posisi Indonesia didalam ASEAN dapat dikatakansebagai Natural Leader of ASEAN Hal demikian terbukti dengan banyaknya implementasi politik luar negeri Indonesia melalui program kerja ASEAN. Indonesia mencoba membangun kawasan Asia Tenggara menjadi kawasan yang damai dan mandiri tanpa harus terpengaruhataupun menjadi kawasan pengaruh negara - negara besar (Major Power) seperti AmerikaSerikat , China , Jepang , dan India. Indonesia pada era kepemimpinan Presiden SBYmencoba membangun kawasan yang kuat dalam berbagai bidang dan bukan menjadi ajang perbutan pengaruh dari negara besar. Peran Indonesia sangat besar dalam menggerakankebangkitan ASEAN dan dengan politik luar negeri bebas aktifnya Indonesia tidak akanmemihak pada satu kekuatan major power melainkan akan merangkul semua negara untuk dijadikan rekan kemitraan yang pada akhirnya akan mempermudah Indonesia dalammencapai kepentingan nasionalnya. Indonesia harus bisa mempertahankan eksistensinyadalam ASEAN sebagai pemimpin yang menggerakan ASEAN agar terus berusaha menjadiorganisasi kawasan yang mandiri , memajukan ekonomi , menjaga stabilitas keamanan , sertakesejahteraan.Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia terhadap ASEAN juga harus sinkronataupun tidak bertentangan dengan norma dan prinsip ASEAN. Norma dan prinsip ASEAN bersumber pada perjanjian persahabatan dan kerjasama (treaty of amity and cooperation)yang ditandatangani pada pertemuan puncak ASEAN pertama di Bali tahun 1976 , isi darinorma dan prinsip tersebut antara lain : 1)Saling menghormati kemerdekaan , kedaulatan danintegritas wilayah semua bangsa , 2)Setiap negara berhak memelihara

keberadaanya daricampur tangan , subversi , kekerasan dari kekuatan luar , 3)Tidak mencampuri urusan dalamnegeri lain , 4)Menyelesaikan perbedaan pendapat dan pertikaian dengan jalan damai ,5)Menolak ancaman penggunaan kekerasan. Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia terkaitnorma dan prinsip ASEAN diatas adalah terlihat dalam beberapa contoh kasus sepertiKonflik Laut China Selatan (LCS) yang melibatkan negara negara anggota ASEAN sepertiFilipina , Brunei , Vietnam serta Malaysia , dan terkait konflik etnis Rohingya di Myanmar.Posisi Indonesia di dalam konflik tersebut tidak bisa terlalu memaksakan kepentingannyasendiri akan tetapi akan berubah pada tataran kepentingan regional khususnya keberadaanASEAN.Politik luar negeri Indonesia sepanjang tahun 2012 , telah bekerja untuk menciptakansuatu tatanan di kawasan Asia Tenggara dan juga dalam penguatan serta penghormatan dalamnorma dan prinsip hubungan baik antar negara yang ditujukan bagi pemeliharaan perdamaiandan keamanan di kawasan Asia Tenggara. Contoh peran Indonesia pada masalah ini adalah ketika timbul keraguan mengenai kesamaan pandangan ASEAN terhadap Laut China Selatan, Indonesia bergerak melalui huttle diplomacy selama 36 jam untuk mengkonsolidasikan posisi ASEAN sesuai six-point principles Selanjutnya, diplomasi Indonesia mendorongmomentum pelaksanaan secara menyeluruh Declaration of Conduct (DoC) termasuk didalamnya suatu regional code of conduct melalui disepakatinya elemen - elemen dasar Codeof Conduct (CoC) termaksud serta pengajuan suatu draft awal CoC. Dari penyataan diatas terlihat bagaimana peran Indonesia terhadap ASEAN terkait permasalahan konflik Laut China Selatan sangatlah besar. Presiden SBY melalui Mentri Luar Negerinya berusaha menjadi penggerak dalam penyelesaian konflik ini. Indonesia tidak inginkonflik ini merusak integrasi dari ASEAN serta mengancam stabilitas keamanan di kawasanAsia Tenggara. Negara - negara anggota ASEAN yang terlibat dalam konflik ini akan berhadapan dengan negara China. Indonesia dengan prinsip politik luar negeri bebas dan aktif berusaha menjadi pihak yang tidak memihak , akan tetapi berusaha mendorong danmemfasilitasi penyelesaian konflik didalam suatu forum. Hal ini juga terkait kepentinganIndonesia terkait isu keamanan kawasan serta eksistensinya sebagai pemimpin ASEAN. Indonesia terus memberi perhatian terhadap masalah ini yang juga melibatkan mitra kerjanya sekaligus anggota ASEAN yang menjadi pilar utama politik luar negeri Indonesia.Selain konflik Laut China Selatan , juga terdapat isu kemanusiaan yang menimpa etnis Rohingya di Rakhine , Myanmar. Konflik ini menimpa etnis Rohingya , dimana telah terjadi pelanggaran kemanusiaan yaitu pengusiran etnis Rohingya yang beragama muslim serta pembunuhan etnis tersebut. Sebagai negara Demokrasi yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia , Indonesia harusnya memberikan tindakan langsung terhadap tindakan ini , begitupun ASEAN yang mewadahi kepentingan negara negara anggotanya. Akan tetapi perlu diperhatikan mengenai norma dan prinsip ASEAN dalam ASEAN Charter pasal 2 ayat(2) poin e yang menyatakan bahwa sesama negara anggota tidak boleh ada saling intervensi.Tentu ini menjadi penghalang bagi ASEAN untuk menindak lanjuti kasus ini , begitupunIndonesia sebagai negara yang membawa nilai Demokrasi. Indonesia sebagai

negara yang memiliki penduduk muslim terbesar di kawasan Asia Tenggara pada akhirnya mendukung Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk melakukan pendekatan terhadap Myanmar terkait penyelesaian masalah Rohingya. Dukungan dari Indonesia sangat membantu OKI dalam melakukan pendekatan kepada Myanmar , karena Indonesia merupakan pemimpin ASEANsekaligus memiliki diplomasi yang baik terhadap negara anggota ASEAN lainnya. Terlihat bagimana pelaksanaan politik luar negeri Indonesia terkait hal kemanusiaan dan pembangunan nilai - nilai demokrasi kepada Myanmar. Tindakan Indonesia jika dikaitkandengan kepentingannya adalah untuk meningkatkan eksistensinya sebagai negara demokrasiserta bagaimana Indonesia bisa menjadi pengaruh baru dengan membawa nilai - nilai demokrasi di kawasan Asia Tenggara. Politik luar negeri Indonesia terhadap ASEAN terkait bidang sosial budaya antara lain pemberantasan narkoba , peningkatan pendidikan , serta sektor pariwisata. Akan tetapimengingat program ASEAN mengenai free trade area , maka ASEAN akan lebih konsenkepada pemberantasan narkoba. Dibukanya pasar bebas Asia Tenggara (AFTA) tahun 2003,telah dimanfaatkan oleh pengedar narkotika untuk mengembangkan pengaruhnya, mengingatdi wilayah tersebut terdapat daerah segitiga emas yaitu Laos, Myanmar dan Thailand, yangmerupakan daerah penghasil dan produsen narkoba yang terbesar di Asia Tenggara. Posisi ini mengakibatkan terbukanya jalur peredaran sampai ke Asia Pasifik dan Asia Tenggara. Disamping itu, kondisi politik dan ekonomi yang belum stabil di negara-negara Asia Tenggarasangat menguntungkan bagi para sindikat narkoba untuk meningkatkan peredaran dan perdagangan narkotika di kawasan ini karena di negara-negara tersebut masyarakatnyacenderung akan melakukan apa saja untuk mendapatkan uang. Hal tersebutlah yangdimanfaatkan oleh pengedar untuk menjalankan bisnisnya.Dalam pertemuan ASEAN Summit 2012 yang diselenggarakan di negara Kamboja padatanggal 3-4 April para kepala negara anggota menyetujui untuk bersama-sama memerangi peredaran narkoba di antara negara-negara anggota. Persetujuan tersebut terlampir lewat sebuah deklarasi yang dirilis dengan judul Declaration on Drug - Free ASEAN 2015. Sebelumnya, deklarasi bersama untuk ASEAN Bebas Narkoba sudah pernah ditandatanganioleh para Menteri Luar Negeri ASEAN di Manila pada 25 Juli 1998 dan AMM ke-33 diBangkok pada Juli 2000 lalu, guna mempercepat realisasi Bebas Narkoba ASEAN dari 2020ke 2015 dan juga mengenai pemberantasan rencana produksi obat terlarang, perdaganganmanusia, dan penggunaannya sejak 2009-2015, dan Deklarasi Bali pada Komunitas ASEAN dalam Bali Concord III, dan ASEAN Security Community Blue print pada 2015.Melalui deklarasi tersebut, para pemimpin negara - negara tersebut juga setuju dan siap untuk berdiskusi mengenai peredaran narkoba. Selain itu, mereka juga sepakat untuk melanjutkan deklarasi ini dengan hal - hal teknis pada tingkat kementerian untuk menghasilkan sebuah rancangan yang berhubungan dengan pemberantasan peredaran narkotika. ( sumber : Yarnis Sikumbang )

Anda mungkin juga menyukai