Anda di halaman 1dari 30

BAB I PENDAHULUAN

Sejumlah tindakan perawatan yang dilakukan dalam kedokteran gigi bisa menyebabkan perdarahan. Di bawah keadaan normal, tindakan ini dapat dilakukan dengan sedikit resiko klinis; namun pada pasien dengan kelainan kemampuan mengontrol perdarahan akibat obat-obatan atau penyakit, tindakan semacam ini bisa mengakibatkan fatal kecuali jika dokter gigi yang merawat mengidentifikasi masalah ini sebelum memulai perawatan. Dalam banyak keadaan, setelah pasien dengan kelaianan perdarahan akibat obat atau penyakit telah diidentifikasi, penanganan perawatan gigi yang tepat akan sangat mengurangi resiko berkaitan.1 Kelainan perdarahan adalah keadaan yang merubah kemampuan dinding pembuluh darah, platelet, dan faktor-faktor koagulasi untuk mempertahankan hemostasis. Kelainan perdarahan dapatan bisa terjadi karena penyakit, obat, radiasi atau kemoterapi untuk kanker di mana integritas dinding vaskuler, produksi atau fungsi platelet, atau faktor-faktor koagulasi menjadi terganggu.1 Kelainan perdarahan turunan (kongenital) diturunkan secara genetik. Kelainan ini bisa melibatkan suatu defisiensi dari satu salah satu dari faktor-faktor koagulasi, konstruksi abnormal platelet, defisiensi faktor von Willebrand, atau malformasi dari pembuluh darah. Kelaian ini tidak sesering kelaian perdarahan dapatan. Kelaian hiperkoagulasi turunan meningkatkan resiko thromboembolisme yang

karena defisiensi genetik dari faktor antithrombotik atau bertambahnya faktor prothrombotik. Keduanya lebih sering daripada kelainan peradarahan turunan.1 Hemofilia adalah suatu penyakit yang diturunkan, yang artinya diturunkan dari ibu kepada anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan. Darah pada seorang penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya secara normal. Proses pembekuan darah pada seorang penderita hemofilia tidak secepat dan sebanyak orang lain yang normal. Ia akan lebih banyak membutuhkan waktu untuk proses pembekuan darahnya.1,2 Penderita hemofilia kebanyakan mengalami gangguan perdarahan di bawah kulit; seperti luka memar jika sedikit mengalami benturan, atau luka memar timbul dengan sendirinya jika penderita telah melakukan aktifitas yang berat; pembengkakan pada persendian, seperti lulut, pergelangan kaki atau siku tangan. Penderitaan para penderita hemofilia dapat membahayakan jiwanya jika perdarahan terjadi pada bagian organ tubuh yang vital seperti perdarahan pada otak.1,2

BAB II TINJAUAN UMUM HEMOFILIA

2.1. Definisi Hemofilia Hemofilia didefinisikan sebagai suatu penyakit gangguan perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi faktor pembekuan darah3,4. Penulis lain menyatakan hemofilia sebagai gangguan pada sistem pembekuan darah yang paling sering dan berhubungan secara genetik dengan defisiensi faktor VIII, IX, atau XI, sehingga dapat didefinisikan bahwa hemofilia A atau hemofilia klasik adalah suatu penyakit gangguan perdarahan disebabkan oleh defisiensi faktor VIII atau faktor antihemofilik, hemofilia B atau penyakit Christmas adalah suatu penyakit gangguan perdarahan disebabkan oleh defisiensi faktor IX (Plasma

thromboplastin component / PTC), dan hemofilia C adalah suatu penyakit gangguan perdarahan disebabkan oleh defisiensi faktor XI (Plasma

thromboplastin antecedent / PTA).4 Definisi hemofilia menurut Hemophilia Foundation of Washington (2002), menyatakan bahwa hemofilia merupakan suatu gangguan yang bersifat herediter yang ditandai dengan kegagalan atau keterlambatan pembekuan darah. Penyakit ini disebabkan oleh protein darah yang diperlukan dalam proses pembekuan tidak aktif.

Gambar 1. Proses pembekuan daraf pada orang normal (kiri) dan penderita hemofilia (kanan)2

Dari beberapa definisi hemofilia yang ada dapat disimpulkan bahwa hemofilia merupakan suatu penyakit gangguan perdarahan didapat secara genetik yang disebabkan oleh defisiensi faktor pembekuan maupun yang disebabkan oleh tidak aktifnya protein darah dalam proses pembekuan darah.

2.2. Sejarah Hemofilia Hemofilia telah lama dikenal, meskipun pada awalnya belum diberi nama hemofilia. Kata hemofilia berasal dari bahasa Yunani yaitu haima yang berarti darah, dan philia yang berarti keluarga, kata ini pertama kali muncul pada suatu deskripsi keadaan yang ditulis oleh Hopff di Universitas Zurich pada tahun 1828.5 Seorang dokter dari Arab yaitu Abulcasis adalah yang pertama mendeskripsikan penyakit yang sekarang dikenal dengan nama hemofilia. Dia

menulis mengenai sebuah keluarga yang memiliki anggota keluarga laki-laki yang meninggal karena perdarahan setelah luka minor, dan dia menyadari bahwa penyakit ini bersifat herediter. Tulidan ini terdapat dalam ensiklopedia kedokteran yang berjudul Al-Tasrif. Kemudian seorang dokter di Philadelphia, Dr. John Conrad Otto, menulis dalam Medical Repository pada tahun 1803 mengenai keberadaan perdarahan bawaan pada keluarga tertentu.5,6 Hemofilia juga sering disebut Penyakit Kerajaan atau Royal Disease. Hal ini disebabkan Ratu Victoria, Ratu Inggris dari tahun 1837 sampai 1901 adalah seorang karier hemofilia. anaknya yang ke-8 bernama Leopold, mengidap hemofilia dan menderita karena perdarahan yang sering terjadi. Keadaan ini telah dilaporkan dalam British Medical Journal pada tahun 1868. Leopold meninggal karena perdarahan otak pada usia 31 tahun. Leopold memiliki anak perempuan yang bernama Alice, yang menjadi karier dan juga anak laki-lakinya yang bernama Viscount Trematon, yang juga meninggal karena perdarahan total pada tahun 1928.5 Sejarah yang sama pentingnya yaitu tentang keberadaan penyakit hemofilia dalam keluarga kerajaan hemofilia, dan melalui kedua putri ini penyakit hemofilia disebarkan ke keluarga kerajaan Spanyol, Jerman, dan Rusia. Sejarah di kerajaan Rusia menyebutkan bahwa pada sekitar tahun 1990, cucu Ratu Victoria yang bernama Alexandra menikah dengan Nicholas, seorang Tsar dari Rusia. alexandra adalah seorang karier hemofilia dan putra pertamanya yang bernama Tsarevich Alexei adalah seorang penderita hemofilia. Dari sejarah perjalanan penyakit hemofilia di keluarga kerajaan, tidak diketahui apakah hemofilia A atau

hemofilia B, karena berbagai tes yang kita miliki sekarang belum tersedia pada awal abad tersebut.2,5,6 Sejarah lain menunjukkan bahwa penamaan jenis hemofilia tertentu dapat diambil dari nama penderita pertama, seperti pada Hemofilia B atau penyakit Christmas, diberi nama demikian setelah Steven Christmas seorang warga negara Canada yang pada tahun 1952 merupakan orang pertama yang didiagnosis menderita jenis hemofilia ini,5 sedangkan mengenai penyakit von Willebrand, sejarah menyatakan bahwa penyakit ini dikenali pertama kali oleh Erik von Willebrand pada tahun 1926 dengan nama pseudohemophilia.7,8 Sejarah pemberian terapi terhadap penyakit hemofilia, dimulai sekitar tahun 1937 oleh dua dokter dari Harvard yaitu Patek dan Taylor yang menyatakan bahwa masalah pembekuan dapat diperbaiki dengan menambah suatu substansi yang berasal dari plasma darah. Substansi ini disebut Anti Hemofilik Globulin. 2,5 Kemudian pada periode 1950 sampai 1960, penderitan hemofilia telah ditanggulangi dengan whole blood (sediaan darah dengan faktor koagulasi yang masih lengkap) atau dengan fresh plasma (plasma segar), tetapi sayangnya protein faktor VIII dan IX dalam produk darah ini tidak cukup untuk menghentikan perdarahn organ dalam yang serius. Selanjutnya masih pada tahun 1960, kriopresipitat (presipitat yang terjadi akibat pendinginan) ditemukan oleh Dr. Judith Pool, sehingga untuk pertama kalinya kadar faktor VIII yang cukup dapat diberikan untuk mengontrol perdarahan yang serius, dan memungkinkan dilakukannya suatu tindakan bedah. Kemudian pada awal 1970, telah tersedia suatu preparat dengan konsentrasi tertentu berbentuk bubuk beku kering yang

mengandung faktor VIII dan IX sehingga dapat disimpan di rumah serta dapat digunakan bila diperlukan. 2,5

2.3. Klasifikasi Hemofilia Hemofilia telah banyak diklasifikasikan oleh para ahli. Beberapa klasifikasi hemofilia menurut para ahli diantaranya :

1) Klasifikasi hemofilia berdasarkan sifat genetiknya 2,5,7 Hemofilia merupakan penyakit gangguan faktor pembekuan adarah yang bersifat herediter atau diturunkan secara genetik. Defisiensi herediter dari setiap faktor pembekuan darah telah dikenal, tetapi dalam praktek klinik hanya hemofilia A, B, C, dan penyakit von Willebrand yang penting secara numeris, dan inipun masih relatif jarang. Berdasarkan sifat genetiknya, Barber dan Luke (1982) membuat klasifikasi hemofilia seperti pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Klasifikasi hemofilia berdasarkan sifat genetiknya (Barber and Luke, 1982) Sifat Genetik X-Linked resesif X-Linked resesif Autosomal resesif Autosomal dominan Klasifikasi Hemofilia Defisiensi faktor VIII (Hemofilia A) Defisiensi faktor IX (Hemofilia B) Defisiensi faktor XI (Hemofilia C) Penyakit von Willebrand

Yang dimaksud X-linked yaitu penurunan sifat dari generasi pendahulu ke generasi selanjutnya melalui kromosom seks, yaitu melalui gen pada kromosom X. Selain secara X-linked, penurunan juga dapat secara autosomal, yaitu penurunan melalui kromosom nonseks, pada manusia terdapat 22 pasang autosom. Penurunan gen dapat bersifat dominan ataupun resesif. Dominan maksudnya adalah gen yang fenotipnya dapat dilihat bila tampil baik sebagai homozigot maupun heterozigot, sedangkan resesif adalah gen yang menghasilkan efek pada manusia bila bersifat homozigot (Dorland, 1996).

2) Berdasarkan kadar faktor pembekuan di dalam plasma atau berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, hemofilia diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu 3 : (1) Hemofilia ringan/ mild hemophilia, yaitu kadar faktor pembekuan dalam plasma lebih besar dari 5%. (2) Hemofilia sedang. moderate hemophilia, yaitu kadar faktor pembekuan dalam plasma berkisar antara 1-5%. (3) Hemofilia berat/ severe hemophilia, yaitu kadar faktor pembekuan dalam plasma lebih kecil dari 1%.

3) Berdasarkan defisiensi faktor pembekuan darah, Stewart, dkk (1982) membuat klasifikasi hemofilia sebagai berikut : (1) Hemofilia A atau hemofilia klasik (defisiensi faktor VIII) (2) Hemofilia B atau penyakit Christmas (defisiensi faktor IX) (3) Hemofilia C (defisiensi faktor IX) (4) Penyakit von Willebrand (defisiensi faktor VIII dan faktor von Willebrand)

Dari seluruh kasus hemofilia, yang sering terjadi adalah hemofilia A, hemofilia B, serta penyakit von Willebrand. Sekitar 80% kasus hemofilia adalah hemofilia A dan sekitar 12-15% penderita hemofilia secara genetik disebabkan oleh defisiensi faktor IX yang disebut juga dengan hemofilia B.2,4,5 Defisiensi faktor XI atau hemofilia C merupakan tipe hemofilia yang sangat jarang ditemukan, yaitu hanya terdapat pada 2-3% dari semua penderita hemofilia, sedangkan penyakit von Willebrand meskipun angka kejadiannya lebih rendah daripada hemofilia A, tetapi lebih besar angka kejadiannya dibandingkan dengan hemofilia B.10 Selain termasuk dalam klasifikasi hemofilia, penyakit von Willebrand juga memiliki klasifikasi sendiri berdasarkan gangguan pada faktor von Willebrand yaitu 2,5,7,8: 1) Tipe I, yaitu defisiensi faktor von Willebrand secara kuantitatif dengan struktur dan fungsi yang normal. Kadar faktor von Willebrand menurun di bawah batas normal yaitu 5 mg/ L, dengan kadar normal 10 mg/ L. 2) Tipe II, yaitu abnormalitas faktor von Willebrand secara kualitatif, dengan kadar yang normal. Tipe II dibagi lagi menjadi : a) Tipe II A, yaitu abnormalitas faktor von Willebrand scara kualitatif yang mencegah terbentuknya multimer yang berperan dalam adhesi trombosit sehingga terjadi penurunan trombosit. b) Tipe II B, yaitu abnormalitas faktor von Willebrand secara kualitatif yang menyebabkan hilangnya multimer secara cepat.

10

3) Tipe III, yaitu karena defisiensi lengkap faktor von Willebrand secara keseluruhan.

2.4. Etiologi Hemofilia Hemofilia disebabkan oleh mutasi dalam gen untuk protein faktor yang terlibat dalam pembekuan darah. Mutasi protein faktor maksudnya adalah perubahan permanen pada faktor pembekuan darah yang diturunkan dalam bahan genetik. Mutasi pada protein faktor ini dapat menyebabkan terjadinya defisiensi pada faktor pembekuan darah. Pada hemofilia A, terjadi defisiensi faktor VIII atau faktor antihemofilik yang merupakan suatu rantai tunggal protein besar yang mengatur aktivasi faktor X dalam jalur pembekuan darah ekstrinsik, sedangkan hemofilia B merupakan defisiensi faktor IX yaitu suatu rantai tunggal proenzim yang berperan dalam jalur pembekuan darah intrinsik, dan hemofilia C terjadi karena defisiensi faktor XI yaitu suatu protein dimer yang juga berfungsi dalam jalur pembekuan darah intrinsik.2,5,7,8 Hemofilia merupakan gangguan perdarahan yang bersifat herediter dan diturunkan dalam pola sex linked resesif. Sifat sex linked hemofilia berasal dari kenyataan bahwa gen tersebut terdapat pada kromosom X. Wanita memiliki dua kromoson X, maka wanita sering menjadi karier penyakit ini, yang berarti bahwa wanita memiliki satu kromosom X yang normal dan satu kromosom X dengan gen protein faktor mutasi. Bagi wanita untuk terkena penyakit ini harus menerima kromosom X mutasi yang jarang ini dari kedua orang tuanya, sedangkan bagi laki-laki lebih mungkin terkena penyakit ini karena laki-laki hanya memiliki satu

11

kromosom X yang diterima dari ibunya (dan kromosom Y yang berasal dari ayahnya) sehingga bila ibunya membawa gen hemofilia/ karier maka kemungkinan terkena hemofilia adalah 50 berbanding 50.2,5,7,8 Gangguan pada hemofilia terjadi pada salah satu tahap dalam proses hemostasis yaitu pada tahap proses pembekuan darah. Proses hemostasis merupakan proses penghentian perdarahan pada pembuluh darah yang luka dengan melibatkan faktor-faktor pembuluh darah, trombosit, dan faktor pembekuan darah. Dalam proses ini, pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi, dan trombosit akan beragregasi membentuk sumbat trombosit. Selanjutnya, sumbat trombosit oleh fibrin yang dibentuk melalui proses pembekuan darah akan memperkuat sumbat trombosit yang telah terbentuk sebelumnya. Secara normal proses pembekuan darah berjalan melalui tiga tahap, yaitu :1,2,5 (1) Aktivasi tromboplastin (2) Pembentukan trombin dari protrombin (3) Pembentukan fibrin dari fibrinogen .

2.5. Faktor-faktor pembekuan darah1,2,5 1. Faktor I Fibrinogen : sebuah faktor koagulasi yang tinggi berat molekul protein plasma dan diubah menjadi fibrin melalui aksi trombin. Kekurangan faktor ini menyebabkan masalah pembekuan darah afibrinogenemia atau

hypofibrinogenemia.

12

2. Faktor II Prothrombin : sebuah faktor koagulasi yang merupakan protein plasma dan diubah menjadi bentuk aktif trombin (faktor IIa) oleh pembelahan dengan mengaktifkan faktor X (Xa) di jalur umum dari pembekuan. Fibrinogen trombin kemudian memotong ke bentuk aktif fibrin. Kekurangan faktor menyebabkan

hypoprothrombinemia.

3. Faktor III Jaringan Tromboplastin: koagulasi faktor yang berasal dari beberapa sumber yang berbeda dalam tubuh, seperti otak dan paru-paru; Jaringan Tromboplastin penting dalam pembentukan prothrombin ekstrinsik yang mengkonversi prinsip di Jalur koagulasi ekstrinsik. Disebut juga faktor jaringan. 4. Faktor IV Kalsium : sebuah faktor koagulasi diperlukan dalam berbagai fase pembekuan darah.

5. Faktor V Proaccelerin : sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil dan panas, yang hadir dalam plasma, tetapi tidak dalam serum, dan fungsi baik di intrinsik dan ekstrinsik koagulasi jalur. Proaccelerin mengkatalisis pembelahan prothrombin trombin yang aktif. Kekurangan faktor ini, sifat resesif autosomal, mengarah pada kecenderungan berdarah yang langka yang disebut

13

parahemophilia, dengan berbagai derajat keparahan. Disebut juga akselerator globulin.

6. Faktor VI Sebuah faktor koagulasi sebelumnya dianggap suatu bentuk aktif faktor V, tetapi tidak lagi dianggap dalam skema hemostasis.

7. Faktor VII Proconvertin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabildan panas dan berpartisipasi dalam Jalur koagulasi ekstrinsik. Hal ini diaktifkan oleh kontak dengan kalsium, dan bersama dengan mengaktifkan faktor III itu faktor X. Defisiensi faktor Proconvertin, yang mungkin herediter (autosomal resesif) atau diperoleh (yang berhubungan dengan kekurangan vitamin K), hasil dalam kecenderungan perdarahan. Disebut juga serum prothrombin konversi faktor akselerator dan stabil.

8. Faktor VIII Antihemophilic faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil dan berpartisipasi dalam jalur intrinsik dari koagulasi, bertindak (dalam konser dengan faktor von Willebrand) sebagai kofaktor dalam aktivasi faktor X. Defisiensi, sebuah resesif terkait-X sifat, penyebab hemofilia A. Disebut juga antihemophilic globulin dan faktor antihemophilic A.

14

9. Faktor IX Tromboplastin Plasma komponen, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabil dan terlibat dalam jalur intrinsik dari pembekuan. Setelah aktivasi, diaktifkan Defisiensi faktor X. hasil di hemofilia B. Disebut juga faktor Natal dan faktor antihemophilic B.

10. Faktor X Stuart faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabil dan berpartisipasi dalam baik intrinsik dan ekstrinsik jalur koagulasi, menyatukan mereka untuk memulai jalur umum dari pembekuan. Setelah diaktifkan, membentuk kompleks dengan kalsium, fosfolipid, dan faktor V, yang disebut prothrombinase; hal ini dapat membelah dan mengaktifkan prothrombin untuk trombin. Kekurangan faktor ini dapat menyebabkan gangguan koagulasi sistemik. Disebut juga Prower Stuart-faktor. Bentuk yang diaktifkan disebut juga thrombokinase.

11. Faktor XI Tromboplastin plasma yg di atas, faktor koagulasi yang stabil yang terlibat dalam jalur intrinsik dari koagulasi; sekali diaktifkan, itu mengaktifkan faktor IX. Lihat juga kekurangan faktor XI. Disebut juga faktor antihemophilic C.

15

12. Faktor XII Hageman faktor: faktor koagulasi yang stabil yang diaktifkan oleh kontak dengan kaca atau permukaan asing lainnya dan memulai jalur intrinsik dari koagulasi dengan mengaktifkan faktor XI. Kekurangan faktor ini menghasilkan kecenderungan trombosis.

13. Faktor XIII Fibrin-faktor yang menstabilkan, sebuah faktor koagulasi yang merubah fibrin monomer untuk polimer sehingga mereka menjadi stabil dan tidak larut dalam urea, fibrin yang memungkinkan untuk membentuk pembekuan darah. Kekurangan faktor ini memberikan kecenderungan seseorang hemorrhagic. Disebut juga fibrinase dan protransglutaminase. Bentuk yang diaktifkan juga disebut transglutaminase. 14. Faktor HMW-K : Faktor Fitzgerald, Kininogen dengan berat molekul tinggi 15. Faktor Pre-K : Prekalikrein, Faktor Fletcher 16. vWF : Faktor von Willebrand

2.6. Mekanisme pembekuan darah Terdapat dua faktor yang menyebabkan pembekuan darah yaitu faktor instrinsik dan ekstrinsik. Proses yang mengawali pembentukan bekuan fibrin sebagai respon terhadap cedera jaringan dilaksanakan oleh lintasan ekstrinsik. Sedangkan lintasan instrinsik terjadi karena pengaruh dari protein kolagen dan

16

kalikrein di dalam tubuh. Lintasan ekstrinsik dan instrinsik menyatu dalam lintasan akhir yang sama yaitu pengaktifan protrombin menjadi trombin.1,2,5,11,12

Gambar 2. Mekanisme pembekuan darah

Lintasan intrinsik, ekstrinsik, dan lintasan terakhir melibatkan banyak macam protein yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut: zimogen protease, kofaktor, fibrinogen, transglutaminase, dan protein pengatur. Proses pembekuan darah ini merupakan mekanisme bertingkat yang melibatkan kesinambungan pengaktifan faktor yang satu dengan yang lainnya. Pada tahap terakhir trombin akan mengubah fibrinogen menjadi serat fibrin yang dapat menjaring platelet trombosit, sel darah merah, dan plasma sehingga terbentuk bekuan darah. Fibrinogen (340 kDa) merupakan glikoprotein plasma yang bersifat dapat larut, terdiri atas tiga pasang rantai polipeptida nonidentik, pada kedua rantainya

17

terdapat fibrinopeptida yang mengandung muatan negatif berlebihan yang turut memberikan sifat dapat larut. 1,2,5 Benang fibrin merupakan produk degradasi fibrinogen oleh trombin, yang masih memiliki 98% residu yang terdapat dalam fibrinogen. Trombin menghidrolisis empat ikatan Arg-Gli diantara molekul-molekul fibrinopeptida sehingga memungkinkan monomer fibrin mengadakan agregrasi spontan dengan susunan bergiliran sehingga terbentuk bekuan fibrin yang tidak larut. Polimerisasi fibrin terjadi akibat adanya ikatan hidrogen yang distabilkan oleh ikatan kovalen.1,2,5 Bila terjadi luka pada penderita hemofilia maka bekuan darah akan dibentuk dengan diawali oleh lepasnya tromboplastin jaringan. Kemudian bila terjadi gangguan pembekuan darah tanpa luka yang berlanjut maka yang terjadi adalah perdarahan hebat. Penderita hemofilia biasanya mempunyai waktu perdarahan yang normal tetapi perdarahan dapat terjadi lagi pada lokasi bila dikakukan tes beberapa jam kemudian. 1,2,5 Berbeda dengan hemofilia, penyakit von Willebrand disebabkan oleh defisiensi atau abnormalitas fungsi dari faktor von Willebrand. Faktor von Willebrand merupakan suatu plasma glikoprotein multimer heterogen yang memiliki dua fungsi, yaitu menfasilitasi adhesi trombosit dan berperan sebagai protein pembawa untuk faktor VIII, sehingga bila terjadi abnormalitas pada faktor von Willebrand maka tahap awal proses hemostasis akan terganggu, yaitu pada tahap pembentukan sumbat trombosit di pembuluh darah yang rusak kemudian

18

secara sekunder menyebabkan ganggian pembekuan darah akibat defisiensi faktor VIII. 1,2,5

2.7. Gambaran klinis hemofilia secara umum1,2,5 Tanda dan gejala hemofilia bermacam-macam, tergantung pada tingkat keparahan defisiensi faktor pembekuan darah dan lokasi perdarahan. Sejak bayi mulai merangkak dan bergerak lincah, orang tua harus sudah mulai memperhatikan peningkatan kejadian memar di bagian perut, dada, pantat dan punggung. Kadang-kadang karena memar yang terlihat terdapat di lokasi yang tidak lazim, maka orang tua sering menduga penyebabnya adalah karena kekerasan pada anak/ child abuse, sedangkan seorang anak yang menderita hemofilia juga mempunyai salah satu tanda yaitu mudah terjadinya memar. 1,2,5 Secara umum perdarahn pertama terjadi pada masa awal yaitu sebelum umur 18 bulan, biasanya setelah mengalami trauma misalnya suatu luka minor karena sirkumsisi, tonsilektomi, atau eksfoliasi gigi. Ecchymosis dan hematoma pada anak hemofilia biasanya juga didapat setelah anak tersebut disuntik dan setelah tindakan sirkumsisi. Kemudian terjadi perdarahan di dalam jaringan lunak, otot, organ-organ, dan sendi. Secara klinis perdarahan ini ditandai dengan adanya hematoma dan hemartrosis. Perdarahan yang berulang pada sendi dapat mengakibatkan kerusakan yang luas pada permukaan kartilago, penghilangan ruang sendi, dan artritis. Ketika perdarahan terjadi pada lidah bagian posterior, maka dapat menyebabkan obstruksi respiratori yang dapat mengancam jiwa. 1,2,5

19

Penyakit hemofilia mulai memperlihatkan masalah sejak masa kanakkanak dengan tanda-tanda sebagai berikut : 1,2,5 1) Memar tanpa luka 2) Masalah perdarahan : a) Pada hidung b) Pada sendi yang mengarah pada artritis dan deformitas c) Pada organ dalam 3) Terdapat darah di urin

Gambar 3. Perdarahan pada sendi

20

BAB III PERAWATAN GIGI PASIEN HEMOFILIA

3.1. Gangguan Perdarahan pada Perawatan Gigi dan Mulut Gangguan perdarahan merupakan keadaan perdarahan yang disebabkan oleh kemampuan pembuluh darah, platelet, dan faktor koagulasi pada sistem hemostatis. Gangguan perdarahan dapat bersifat genetik maupun dapatan. Pada kelainan dapatan terjadi oleh karena adanya penyakit-penyakit yang mengganggu integritas dinding pembuluh darah, platelet, faktor koagulasi, obat-obatan, radiasi, atau kemoterapi saat perawatan kanker. Faktor iatrogenik juga dapat menjadi penyebab terjadinya gangguan pembekuan darah.1,11,12 Pasien-pasien yang menggunakan coumarin untuk pencegahan terjadinya trombosis yang berulang memiliki potensi mengalami gangguan pembekuan darah. Pasien dengan kelainan jantung yang menggunakan aspirin juga memiliki potensi untuk terjadinya gangguan perdarahan. Pada praktek kedokteran gigi di Amerika menunjukkan diantara 2000 pasien dewasa sekitar 100-150 pasien memiliki kemungkinan mengalami gangguan perdarahan. Pasien dengan terapi low intensity warfarin untuk profilaksis vena tromboembolisme memiliki faktor resiko perdarahan mayor sebesar kurang dari 1% dan 8% perdarahan minor. Penyakit gangguan perdarahan dapatan yang sangat sering adalah von Willebrands disease (vWD). 1,11,12 Penduduk Amerika yang menderita penyakit ini kira-kira sebesar 1%, diturunkan melalui autosomal dominan. Pasien Hemofilia A mengalami defisiensi

21

faktor VIII merupakan penderita dengan gangguan koagulasi, terjadi pada lebih dari 20.000 orang di Amerika. Hemofilia B (Christmas disease) mengalami defisiensi faktor IX didapatkan 1 orang setiap 30.000 kelahiran anak laki-laki. Data menunjukkan bahwa kira-kira 80% dari keseluruhan gangguan koagulasi turunan adalah Hemofilia A, 13% adalah Hemofilia B, dan 6% merupakan defisiensi faktor XI. 1,11,12 Gangguan perdarahan merupakan faktor resiko pada tindakan perawatan gigi dan mulut. Penderita mengalami waktu perdarahan yang panjang bahkan dapat pula mengalami perdarahan yang terus-menerus. Beberapa faktor pencetus penyakit-penyakit sistemik dan penggunaan obat-obatan dapat pula menjadi penyebab. 1,11,12

3.2. Etiologi Klasifikasi gangguan perdarahan dapat dikelompokkan berdasarkan jumlah platelet normal (nontrombositopeni purpura), penurunan jumlah platelet (trombositopeni purpura), dan gangguan koagulasi. Nontrombositopeni purpura dapat disebabkan oleh perubahan pada dinding pembuluh darah akibat sumbatan, infeksi, kimiawi, dan alergi. Penyebab lain adalah gangguan fungsi platelet akibat defek genetik (Bernard-Soulier disease), obat-obatan (aspirin, NSAIDs, alkohol, antibiotik beta laktam, penisilin, dan cephalosporin), alergi, penyakit autoimun, von Willebrands disease, dan uremia. Trombositopeni purpura terbagi menjadi primer/idiopatik dan sekunder. 1,11,12

22

Penyebab sekunder akibat faktor kimia, fisik (radiasi), penyakit-penyakit sistemik, metastase kanker pada tulang, splenomegali, obat-obatan (alkohol, obat diuretika, estrogen, dan gold salts), vaskulitis, alat pacu jantung, infeksi virus dan bakteri. Gangguan koagulasi dapat bersifat diturunkan seperti hemofili A, hemofili B dan dapatan (penderita penyakit liver, defisiensi vitamin, obat-obat antikoagulasi, disseminated intravascular coagulation, dan fibrinogenolisis primer) 1,11,12

3.3. Patofisiologi Proses perdarahan terjadi melalui tiga fase yaitu vaskuler, platelet, dan koagulasi. Vaskuler dan platelet merupakan fase primer sedangkan koagulasi merupakan fase sekunder. Fase koagulasi akan diikuti oleh fase fibrinolitik. Fase vaskuler terjadi sesaat setelah terjadi trauma sehingga melibatkan vasokonstriksi arteri dan vena, restriksi arteri, dan tekanan ekstravaskuler. Fase platelet dimulai dengan terjadinya kekakuan platelet dan pembuluh darah, kemudian pembuluh darah akan tersumbat. Proses ini terjadi beberapa detik setelah fase vaskuler terjadi. Pada fase koagulasi darah akan keluar ke daerah sekitar dan akan membatasi daerah yang terjadi perdarahan dengan adanya bantuan faktor ekstrinsik dan intrinsik. Waktu yang dibutuhkan pada fase ini lebih lambat dibandingkan fase sebelumnya. Fase lanjutan adalah fase fibrinolitik yang ditandai dengan adanya pelepasan antithrombotic agent dan penghancuran limfa serta hati oleh anthrombotic agent. 1,11,12

23

3.4. Penatalaksanaan Di Bidang Kedokteran Gigi Metode pemeriksaan yang sebaiknya dilakukan oleh dokter gigi saat mengidentifikasi pasien dengan kelainan perdarahan adalah membuat riwayat penyakit secara lengkap, pemeriksaan fisik, skrining laboratoris, dan observasi terjadinya perdarahan yang luas setelah tindakan pembedahan. Riwayat penyakit pasien harus dibuat selengkap mungkin. Pertanyaan-pertanyaan hendaknya disusun secara berurutan dimulai dari pengalaman-pengalaman pasien terdahulu. Beberapa penyakit gangguan perdarahan dapat diturunkan, sehingga pertanyaan juga perlu diarahkan ke anggota keluarga yang lain. Pengelompokan pertanyaan dilakukan sesuai dengan jenis-jenis penyakit gangguan perdarahan yang mungkin dapat terjadi. Adapun pertanyaan tersebut meliputi: apakah ada anggota keluarga yang mengalami gangguan perdarahan, apakah pernah mengalami perdarahan yang cukup lama setelah dilakukan tindakan pembedahan seperti operasi dan cabut gigi, apakah pernah terjadi perdarahan yang cukup lama setelah mengalami trauma, apakah sedang meminum obat-obatan untuk pencegahan gangguan koagulasi atau sakit kronis, riwayat penyakit terdahulu, dan apakah pernah mengalami perdarahan spontan. Skrining laboratoris perlu dilakukan terutama pemeriksaan PT, aPTT, TT, PFA-100 dan platelet count. Jenis pemeriksaan yang dilakukan disesuaikan dengan pengelompokan gangguan perdarahan. 1,11,12

3.4.1. Tindakan Pencegahan Di Bidang Kedokteran Gigi Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan bagi pasien kelainan perdarahan pada prinsipnya sama dengan pasien normal, yaitu menyikat gigi

24

sehari dua kali dengan menggunakan pasta gigi dengan kandungan fluor 1 ppm untuk anak di bawah usia tujuh tahun dan 1,4 ppm untuk anak di atas usia tujuh tahun, sikat gigi yang digunakan sebaiknya memiliki texture medium, menggunakan alat-alat interdental seperti dental floss, tape, dan sikat inter dental, pemberian tambahan fluor melalui cairan, tablet, aplikasi topikal, obat kumur yang mengandung fluor, memakan makanan yang sehat untuk gigi,

mengkonsumsi pemanis buatan, dan mengunjungi dokter gigi setiap tiga hingga enam bulan sekali. 1,11,12

3.4.2. Perawatan Periodontal Jaringan periodontal yang sehat adalah penting untuk mencegah perdarahan dan kehilangan gigi. Jika oral hygiene buruk, perawatan harus dimulai sesegera mungkin setelah pasien menjalani pemeriksaan gigi dan rencana perawatan dibuat untuk mencegah kerusakan lanjut pada jaringan periodontal. Dalam kasus penyakit periodontal parah, penting untuk melakukan scaling supragingiva di awal bersama dengan edukasi kebersihan rongga mulut. Scaling subgingiva dapat dimulai sesegera mungkin jika inflamasi telah berkurang. Perawatannya mungkin memerlukan beberapa kali kunjungan untuk mencegah kehilangan darah yang berlebihan. Selain itu, obat kumur klorheksidin glukonat dapat dipakai untuk mengontrol masalah periodontal. Antibiotik mungkin diperlukan untuk membantu mengurangi inflamasi. Kehilangan darah jenis apapun dapat dikontrol secara lokal dengan tekanan langsung atau periodontal dressing dengan atau tanpa bahan

25

antifibrinolitik topikal. Bedah periodontal pada pasien dengan kelainan perdarahan harus selalu dianggap tindakan beresiko tinggi dengan resiko kehilangan darah berlebihan. Perawatan bedah hanya boleh dipertimbangkan jika perawatan konservatif telah gagal dan oral hygienenya baik. Bedah periodontal dapat menjadi lebih menyulitkan bagi hemostasis daripada ekstraksi sederhana. Tindakan ini harus secara cermat direncanakan dan resikonya dijelaskan secara lengkap pada pasien. 1,11,12

3.4.3. Pemakaian Geligi Tiruan Lepasan Pasien dengan gangguan perdarahan dapat dianjurkan untuk menggunakan geligi tiruan lepasan selama geligi tiruan itu nyaman dipakai. Perawatan periodontal tetap perlu dilakukan untuk mempertahankan gigi yang masih ada.
1,11,12

3.4.4. Perawatan Ortodonti Pemakaian alat ortodonti lepasan dan cekat dapat dilakukan, namun tetap diperhatikan kekuatan tekan yang akan mengenai gusi agar perdarahan tidak terjadi. Menjaga kebersihan gigi dan mulut merupakan persyaratan utama agar perdarahan spontan tidak terjadi. 1,11,12

26

3.4.5. Penambalan Pemakaian matrix dan wedges saat penambalan perlu diperhatikan dengan benar. Luka yang diakibatkan karena pemakaian yang salah dapat menjadi masalah saat melakukan penambalan. 1,11,12

3.4.6. Perawatan Endodontik Perawatan endodontik umumnya beresiko rendah untuk pasien dengan gangguan perdarahan. Jika diindikasikan pulpektomi, kemungkinan gigi memerlukan perawatan endodontik konvensional juga harus dipertimbangkan. Penting bahwa prosedur ini dilakukan dengan hati-hati dengan panjang kerja saluran akar dihitung untuk menjamin bahwa instrumen tidak melewati apeks saluran akar. Adanya perdarahan di dalam saluran akan merupakan petunjuk jaringan akar tersisa dalam saluran. Sodium hipoklorit harus dipakai untuk irigasi, diikuti dengan pemakaian pasta kalsium hidroksida untuk mengontrol perdarahan. Bahan dari formaldehid bisa juga dipakai dalam kasus di mana ada perdarahan persisten atau bahkan sebelum pulpektomi. 1,11,12

3.4.7. Anestesi Dan Penanggulangan Rasa Sakit Sakit gigi biasanya dapat dikontrol dengan analgesik minor seperti parasetamol (asetaminofen). Aspirin jangan digunakan karena efek inhibitornya terhadap agregasi platelet. Pamakaian obat antiinflamasi non steroid (AINS) harus dibahas sebelumnya dengan dokter ahli hematologis pasien karena efeknya terhadap aggregasi platelet. Tidak ada pembatasan berkenaan dengan tipe bahan

27

anestetik lokal yang dipakai meskipun obat dengan vasokonstriktor bisa memberikan hemostasis lokal tambahan. Penting untuk menyarankan pasien dan orang tuanya mengenai resiko trauma oral lokal sebelum anestetik menghilang. Infiltrasi bukal dapat dipakai tanpa adanya pengganti faktor. Tindakan ini akan menganestesi semua gigi anterior atas dan bawah dan gigi premolar. 1,11,12 Gigi molar mandibula biasanya dirawat memakai blok saraf alveolar inferior. Tindakna ini hanya diberikan setelah meningkatkan level faktor pembekuan dengan terapi pengganti yang tepat, karena adanya resiko perdarahan ke dalam otot bersama dengan potensi hambatan jalan nafas karena hematoma di ruangan retromolar atau pterygoid. Teknik intraligamen atau teknik intraosseus harus dipertimbangkan selain blok mandibula. Articaine telah dipakai sebagai infiltrasi bukal untuk menganestesi gigi molar bawah. Infiltrasi lingual juga memerlukan pendekatan pengganti faktor karena suntikannya ke dalam daerah pembuluh darah kaya pleksus dan jarum tidak dekat tulang. Terdapat resiko hambatan jalan nafas dalam peristiwa perdarahan. 1,11,12

3.4.8. Pembedahan Perawatan bedah, termasuk ekstraksi gigi sederhana, harus direncanakan untuk meminimalisasi resiko perdarahan, memar berlebihan, atau pembentukan hematoma. Poin-poin berkut ini dapat membantu mencegah masalah-masalah: intervensi bedah darurat dalam kedokteran gigi jarang diperlukan karena nyeri dapat seringkali dapat dikntrol tanpa terpaksa melakukan perawatan tak terencana. Semua rencana perawatan haruslah didiskusikan dengan unit hemofilia jika melibatkan pemakaian perlindungan profilaktif. 1,11,12

28

3.4.9. Perawatan Topikal Bentuk paling umum perawatan topikal diantaranya pemakaian obat kumur antibakteri. Obat kumur berguna sebagai alat bantu dalam perawatan fase kebersihan. Perawatan paling umum adalah: 1,11,12 Khlorheksidin glukonat: khlorheksidin tersedia dalam bentuk obat kumur, semprot dan jel. Khlorheksidin paling sering dipakai sebagai obat kumur dua kali sehari selama 30-60 detik. Jel bisa bipakai sebagai tambahan obat kumur. Khlorheksidin memiliki kecenderungan untuk mewarnai gigi sehingga lama tiap perawatan harus dibatasi. Povidone-iodine: povidone iodine tersedia sebagai obat kumur dan dapat dipakai untuk perawatan masalah periodontal akut. Selain itu dapat dipakai untuk mengirigasi poket periodontal. Harus hati-hati untuk wanita hamil.

29

BAB IV KESIMPULAN

Hemofilia merupakan kelainan pembekuan darah yang diturunkan secara X-linked recessive. Dikenal 2 macam hemofilia yaitu hemofilia A karena defisiensi F VIII dan hemofilia B dengan defisiensi faktor IX. Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat perdarahan, gambaran klinik dan pemeriksaan laboratorium. Perawatan gigi pada penderita hemofilia memerlukan kehati-hatian terutama pada perawatan yang menimbulkan perdarahan. Keberhasilan perawatan gigi ditentukan oleh kemampuan dokter gigi dalam mendiagnosa dan merencanakan perawatan gigi.

30

DAFTAR PUSTAKA

1. Little, J. Falace, D. Dental Management of Medically Compromised Patient. 8th ed. 2013. Moaby Inc. Elsevier 2. Hemofilia Indonesia. http://www.hemofilia.or.id 3. T. McDonald and Avery. Dentistry for the Child and Adolescent, 9ed. 1994. Evolve 4. The Merck Manual of Medical Information: Second Home Edition (Merck Manual of Medical Information Home Edition 5. Canadian Hemophilia Society. http://www.hemophilia.ca 6. Baxter Healthcare Corporation. http://www.baxterhealthcare.co.uk/ 7. Barber, L. Luke, S. Pediatric Dentistry. 1982. Boston,MA 8. Penner, J. Hassoiuna, H. Coagulation disorder. 1992. Saunders 9. Dorland Medical Dictionary. 1996 10. Kliegman: Nelson Textbook of Pediatrics, 19th 2d. 2011. Saunders 11. Brewer, A. Correa, M. Guidelines For Dental Treatment Of Patients With Inherited Bleeding Disorders. World Federation of Hemophilia Dental Committee 12. Srivastava, A. Brewer, A. Guidelines for Management of Hemophilia. 2nd ed. World Federation of Hemophilia Dental Committee.

Anda mungkin juga menyukai