Definisi Asfiksia
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbondioksida (hiperkapneu). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian. Secara klinis keadaan asfiksia sering disebut anoksia atau hipoksia.1 Target organ dari asfiksia adalah otak dan didalam otak sel targetnya adalah neuron yang memperlihatkan kerentanan yang berbeda terhadap defisiensi oksigen. Kerentanan bergantung pada pembuluh darah dan jenis neuron yang berbeda.1
Etiologi Asfiksia
Dari segi etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut: a. Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernapasan seperti laringitis difteri atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru. 2,3 b. Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral; sumbatan atau halangan pada saluran napas, penekanan leher atau dada, dan sebagainya. 2,3 c. Keracunan bahan kimiawi yang menimbulkan depresi pusat pernapasan, misalnya karbon monoksida (CO) dan sianida (CN) yang bekerja pada tingkat molekuler dan seluler dengan menghalangi penghantaran oksigen ke jaringan.2,3
Fisiologi asfiksia
Kerusakan akibat asfiksia disebabkan oleh gagalnya sel menerima atau menggunakan oksigen. Kegagalan ini diawali dengan hipoksemia. Hipoksemia adalah penurunan kadar oksigen dalam darah. Kehilangan oksigen bisa bersifat parsial (hipoksia) atau total (anoksia). Hipoksia dapat diberi batasan sebagai suatu keadaan dimana sel gagal untuk dapat melangsungkan metabolisme secara efisien. Dahulu untuk keadaan ini disebut anoksia yang setelah dipelajari ternyata pemakaian istilah anoksia itu sendiri tidak tepat. Dalam kenyataan seahri-hari merupakan gabungan dari 4 kelompok. Kelompok tersebut adalah:4
a. Hipoksik-hipoksia (dahulu anoksik-anoksia). Keadaan dimana oksigen tidak dapat masuk aliran darah atau tidak cukup bisa mencapai aliran darah , misalnya pada orang-orang yang menghisap gas inert, berada dalam tambang atau pada tempat yang tinggi dimana kadar oksigen berkurang.4 b. Stagnan-hipoksia (dahulu stagnant circulatory anoxia). Terjadi karena gangguan sirkulasi darah (embolism).4 c. Anemik-hipoksia (dahulu anemic anoxia. Darah tidak mampu mengangkut oksigen yang cukup. Bisa karena volume darah yang kurang.4 d. Histotoksik-hipoksia (dahulu histotoxic tissue anoxia). Pada keadaan ini sel-sel tidak dapat mempergunakan oksigen dengan baik, hal ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut:4 1. Extra celluler: system enzim oksigen terganggu. Misalnya pada keracunan HCN,barbiturate dan obat-obat hypnotic. Pada keracunan HCN, cytochrome enzim hancur sehingga sel-sel mati. Sedangkan barbiturate dan hypnotic hanya sebagian system cytochrome enzim yang terganggu, maka jarang menimbulkan kematian sel kecuali pada overdosis.4 2. Intra celluler: terjadi karena penurunan permeabilitas sel membrane, seperti yang terjadi pada pemberian obat-obat anesthesia yang larut dalam lemak (chloroform, ether, dll)4 3. Metabolit: sisa-sisa metabolisme tidak bisa dibuang, misalnya pada uremia dan keracunan CO24 4. Substrat: bahan-bahan yang diperlukan untuk metabolisme kurang. Misalnya pada hipoglikemia.4
Patofisiologi Asfiksia
Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu:5 1. Primer (akibat langsung dari asfiksia) Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung pada tipe dari asfiksia. Sel-sel otak sangat sensitif terhadap kekurangan oksigen. Bagian-bagian otak tertentu membutuhkan lebih banyak oksigen, dengan demikian bagian tersebut lebih rentan terhadap kekurangan oksigen. Perubahan yang karakteristik terlihat pada sel-sel serebrum, serebellum, dan basal ganglia.5
Di sini sel-sel otak yang mati akan digantikan oleh jaringan glial, sedangkan pada organ tubuh yang lain yakni jantung, paru-paru, hati, ginjal dan yang lainnya perubahan akibat kekurangan oksigen langsung atau primer tidak jelas.5 2. Sekunder (berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi dari tubuh) Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen yang rendah dengan mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan arteri dan vena meninggi. Karena oksigen dalam darah berkurang terus dan tidak cukup untuk kerja jantung, maka terjadi gagal jantung dan kematian berlangsung dengan cepat. Keadaan ini didapati pada:5 a. Penutupan mulut dan hidung (pembekapan). b. Obstruksi jalan napas seperti pada mati gantung, penjeratan, pencekikan dan korpus alienum dalam saluran napas atau pada tenggelam karena cairan menghalangi udara masuk ke paru-paru. c. Gangguan gerakan pernafasan karena terhimpit atau berdesakan (Traumatic asphyxia). d. Penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada pusat pernafasan, misalnya pada luka listrik dan beberapa bentuk keracunan.
terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya berkisar antara 4-5 menit. Fase 1 dan 2 berlangsung lebih kurang 3-4 menit, tergantung dari tingkat penghalangan oksigen, bila tidak 100% maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas dan lengkap. 6
Tardieus spot8
2. Kongesti dan Oedema 7 Ini merupakan tanda yang lebih tidak spesifik dibandingkan dengan ptekie. Kongesti adalah terbendungnya pembuluh darah, sehingga terjadi akumulasi darah dalam organ yang diakibatkan adanya gangguan sirkulasi pada pembuluh darah. Pada kondisi vena yang terbendung, terjadi peningkatan tekanan hidrostatik intravascular (tekanan yang mendorong darah mengalir di dalam vaskular oleh kerja pompa jantung) menimbulkan perembesan cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan plasma ini akan mengisi pada sela-sela jaringan ikat longgar dan rongga badan (terjadi oedema). 6,7
3. Sianosis Merupakan warna kebiru-biruan yang terdapat pada kulit dan selaput lender yang terjadi akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak berikatan dengan O2). Ini tidak dapat dinyatakan sebagai anemia, harus ada minimal 5 gram hemoglobin per 100 ml darah yang berkurang sebelum sianosis menjadi bukti, terlepas dari jumlah total hemoglobin.1, 3. Pada kebanyakan kasus forensik dengan konstriksi leher, sianosis hampir selalu diikuti dengan kongesti pada wajah, seperti darah vena yang kandungan hemoglobinnya berkurang setelah perfusi kepala dan leher dibendung kembali dan menjadi lebih biru karena akumulasi darah.2,7 4. Tetap cairnya darah Terjadi karena peningkatan fibrinolisin paska kematian. Gambaran tentang tetap cairnya darah yang dapat terlihat pada saat autopsi pada kematian akibat asfiksia adalah bagian dari mitologi forensik. Pembekuan yang terdapat pada jantung dan sistem vena setelah kematian adalah sebuah proses yang tidak pasti, seperti akhirnya pencairan bekuan tersebut diakibatkan oleh enzim fibrinolitik. Hal ini tidak relevan dalam diagnosis asfiksia 6,7
menjadi
bantuan
besar
dalam
Temuan otopsi pada kasus asfiksia sering termasuk petechiae (pinpoint hemorrhages) dari bulbar dan / atau konjungtiva palpebra dan kadang-kadang kelopak mata atau area lain dari wajah, leher, atau daerah lain dari tubuh. Ketika
petechiae terlihat pada kulit wajah atau kelopak mata, petechiae konjungtiva juga hampir selalu hadir.3
Gambar 1. Petechie pada konjngtiva dan palpebra 3 Petechiae diyakini hasil dari pecahnya venula dan kapiler ketika aliran balik vena dari kepala terhambat, sementara aliran darah arteri ke kepala dipertahankan. Hal ini tidak sulit untuk terjadi, karena dibutuhkan hanya sedikit tekanan berlebih untuk mengkompreis dan memblokir tekanan rendah vena jugularis berdinding tipis daripada tekanan tinggi diding otot arteri karotid yang tebal. Kompresi selektif vena jugularis menghasilkan peningkatan tekanan dalam pembuluh darah kecil dari kepala, yang akhirnya menyebabkan pecahnya pembuluh darah kecil.3 2. Sianosis Sianosis adalah perubahan warna biru yang abnormal pada kulit dan selaput lendir, yang disebabkan oleh peningkatan kadar hemoglobin terdeoksigenasi di atas 5 g / dL. Sianosis dapat dibagi menjadi sianosis sentral dan perifer. Sianosis sentral disebabkan oleh penyakit jantung atau paru-paru, atau hemoglobin normal (methaemoglobinaemia atau sulfhaemoglobinaemia). Sianosis terlihat pada lidah dan bibir dan karena desaturasi darah arteri sentral akibat gangguan jantung dan pernapasan yang terkait dengan shunting darah vena terdeoksigenasi ke dalam sirkulasi sistemik. Pasien dengan sianosis sentral biasanya juga terjadi sianosis perifer. Sianosis perifer disebabkan oleh penurunan sirkulasi lokal dan peningkatan ekstraksi oksigen dalam jaringan perifer. Sianosis perifer terisolasi terjadi pada kondisi yang berhubungan dengan vasokonstriksi perifer dan stasis darah di ekstremitas, yang mengarah ke peningkatan ekstraksi oksigen perifer, gagal jantung kongestif misalnya, shock peredaran darah, paparan suhu dingin dan kelainan sirkulasi perifer.10
Gambar : Sianosis 3 Pemeriksaan Post-mortem pada asfiksia: .4,10,11,12 A. Pemeriksaan Luar 1. Congestif mayat baik internal maupun eksternal a. Kehadiran perdarahan petechial pada mayat internal dan eksternal yang disebut (Tardieu spot). Perdarahan petechial terjadi di bawah membran serosa yang merupakan: perikardium, pleura, peritoneum. b. c. d. Sianosis ekstremitas Hypostasis Peningkatan fluiditas darah karena meningkatnya CO2, peningkatan fibrinolisin, dan peningkatan fibrinolisis. 2. Perubahan organ dalam dan jaringan a. b. Jantung fluiditas darah, bintik-bintik Tardieu ( Tardieu Spot ) Sistem pernapasan padat, buih (Pada mulut bisa ditemukan busa), kongesti paru dan peningkatan ukuran paru c. d. CNS (sistem saraf pusat) peningkatan perdarahan petechial Karena otot sfingter mengalami relaksasi, mungkin bisa terdapat feses, urin atau cairan sperma 3. Perubahan Biokimia a. b. c. Defisiensi oxygen Peningkatan CO2 dapat menimbulkan lebam mayat jelas terlihat (livide) Perubahan patologi
B. Pemeriksaan Dalam 4,10,11,12 1. 2. 3. Mukosa saluran pernapasan bisa tampak membengkak Sirkulasi pada bagian kanan tampak penuh sedangkan bagian kiri kosong Paru-paru mengalami edema
4.
pada
5. 6.
Hiperemi lambung, hati dan ginjal Darah menjadi lebih encer. Tanda-tanda umum asfiksia tidak dapat berdiri sendirian pada diagnosis, tetapi
tanda-tanda tersebut harus dikaitkan dengan tanda-tanda khusus dari setiap jenis asfiksia oleh metode yang berbeda.3,10.11
Gejalanya sangat khas, yakni dimulai dengan batuk-batuk yang terjadi secara tiba-tiba, kemudian disusul sianosis dan akhirnya meninggal. Peristiwa ini dapat karena bunuh diri (meskipun sulit untuk memasukkan benda asing ke dalam mulutnya sendiri, karena akan ada reflek batuk atau muntah), pembunuhan (umumnya korban adalah bayi, orang dengan fisik lemah atau tak berdaya) dan kecelakaan (misalnya tersedak makanan hingga menyumbat saluran nafas). Mekanisme kematian yang mungkin terjadi adalah asfiksia atau refleks vagal akibat rangsangan pada reseptor nervus vagus di arkus faring yang menimbulkan inhibisi kerja jantung dengan akibat cardiac arrest dan kematian.13
10
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Dahlan S, Asfiksia, Ilmu Kedokteran Forensik, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang: 2000.
246, 252-7
3. David D, Evan WM, Asphyxia in: David D, Evan WM, Emma OL, Forensic Pathology Principles and Practice, Elsevier Academic Press, California, 2005. P
201-7, 225-7.
4. Purnama Denny Krisna . Asfiksia. [ Online 2011 ]. [ Cited desember 2013 ]. http://dennykrisnapurnama.student.umm.ac.id/download-aspdf/umm_blog_article_23.pdf 5. Iedris M, dr., Tjiptomartono A.L, dr., Asfiksia., Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan., Sagung Seto., Jakarta: 2008. 6. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Kematian akibat asfiksia mekanik, in: Ilmu Kedokteran Forensik, 2nd edition, Bagian Kedokteran Forensik Fakultas KEdokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1997. P 55-6, 9 7. Abdul MI, Asfiksia in: Abdul MI, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, 1st edition, Binarupa Aksara, Jakarta Barat. 2002. P 172-4 8. Lindsey H, Forensic post mortem changes, Pathology Outlines, [online] 26 desember 2013. [cited on 19 Februari 2012]. Available from URL: http://www.pathologyoutlines.com/topic/forensicspostmortem.html 9. Available from URL:
http://koronfelsforensicmedicine.blogspot.com/2011/12/asphyxialpetechaetardieu-spots.html 10. Tidy Colin. Cyanosis. [ Online 2011]. [ Cited desember 2013 ]. http://medical.cdn.patient.co.uk/pdf/2025.pdf 11. Department of Forensic Medicine, University of Dundee. Asphyxial Deaths. [Online 2010]. [ Cited desember 2013 ].
http://shanyar.com/files/2013/01/Asphyxia-Eng.pdf
12
13. Amir A, Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik, ed 2, Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, 2007. 14. Bionity Team. Asphyxia. 2009. Tersedia di:
http://www.bionity.com/en/encyclopedia/Asphyxia.html.
13