Anda di halaman 1dari 37

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Hepatitis merupakan peradangan pada hati yang disebabkan oleh banyak hal namun yang terpenting diantaranya adalah karena infeksi virusvirus hepatitis. Virus-virus ini selain dapat memberikan peradangan hati akut, juga dapat menjadi kronik. Petanda adanya kerusakan hati (hepatocellular necrosis) adalah meningkatnya transaminase dalam serum terutama peningkatan alanin aminotransferase (ALT) yang umumnya berkorelasi baik dengan beratnya nekrosis pada sel-sel hati. Hepatitis kronik dibedakan dengan hepatitis akut apabila masih terdapat tanda-tanda peradangan hati dalam jangka waktu lebih dari 6 bulan. Virus-virus hepatitis penting yang dapat menyebabkan hepatitis akut adalah virus hepatitis A (VHA), dan E (VHE) sedangkan virus hepatitis yang dapat menyebabkan hepatitis kronik adalah virus hepatitis B hepatitis C, dan hepatitis D dengan suprainfeksi hepatitis B . Infeksi virus-virus hepatitis masih menjadi masalah masyarakat di Indonesia. Hepatitis akut walaupun kebanyakan bersifat self-limited. Sedangkan hepatitis kronik lebih lanjut dapat menyebabkan kerusakan hati yang signifikan dalam bentuk sirosis hati dan kanker hati. Pengelolaan yang baik pasien hepatitis akibat virus sejak awal infeksi sangat penting untuk mencegah berlanjutnya penyakit dan komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul. Akhir-akhir ini beberapa konsep pengelolaan hepatitis akut dan kronik banyak yang berubah dengan cepat sehingga perlu dicermati agar dapat memberikan pengobatan yang tepat.1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Hepar Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia.Hepar pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan.Beratnya 1200 1600 gram.Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen.Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma.Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare

area.Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen. 2 Macam-macam ligamennya: 1. Ligamentum falciformis: Menghubungkan hepar ke dinding anterior abdomen dan terletak di antara umbilicus dan diafragma. 2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig. falciformis ; merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap. 3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :Merupakan bagian dari omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum sebelah proximal ke hepar.Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan duct.choledocus communis. Ligamen

hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari Foramen Wislow. 4. Ligamentum Coronaria Anterior kirikanan dan Lig coronaria posterior kirikanan :Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar. 5. Ligamentum triangularis kiri-kanan : Merupakan fusi dari ligamentum

coronaria anterior dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.

Secara anatomis, organ hepar terletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri.Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan lobus kanan dpt mencapai sela iga IV tepat di bawah aerola mammae. Lig falciformis membagi hepar secara topografi sbukan secara anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri. B. Hepar Secara Mikroskopis Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenchym hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari hepar seperti spons yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang meliputinya terediri dari sel-sel fagosit yg disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain. Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan sinusoid. Pada pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli. Di tengah-tengah lobuli terdapat 1 vena sentralisyg merupakan cabang dari vena-vena hepatika (vena yang

menyalurkan darah keluar dari hepar). Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/TRIAD yaitu traktus portalis yang mengandung cabang-cabang v.porta, A.hepatika, ductus biliaris.Cabang dari vena porta dan A.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak percabangan Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yg terletak di antara sel-sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar, air keluar dari saluran empedu menuju kandung empedu.

Gambar 1. Anatomi hepar

C.Fisiologi Hepar Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati yaitu: Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat Pembentukan, perubahan dan pemecahan karbohidrat, lemak dan protein saling berkaitan 1 sama lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen menjadi glukosa disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid

dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs). Fungsi hati sebagai metabolisme lemak Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam lemak. Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen : 1. 2. Senyawa 4 karbon KETONE BODIES Senyawa 2 karbon ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol) 3. 4. Pembentukan cholesterol Pembentukan dan pemecahan fosfolipid Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol. Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid. Fungsi hati sebagai metabolisme protein Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. Dengan proses deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan - globulin dan organ utama bagi produksi urea.Urea merupakan end product metabolisme protein. - globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang. globulin hanya dibentuk di dalam hati. Albumin mengandung 584 asam amino dengan BM 66.000. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah yang beraksi adalah faktor ekstrinsik, bila ada hubungan dengan

katup jantung yang beraksi adalah faktor intrinsik. Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K Fungsi hati sebagai detoksikasi Hati adalah pusat detoksikasi tubuh. Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun, obat over dosis. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi - globulin sebagai imun livers mechanism.(referta bos) Fungsi hemodinamik Hati menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal 1500 cc/ menit atau 1000 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah.2 D. Hepatitis a. Definisi Peradangan yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh virus atau oleh toksin termasuk alkohol yang berhubungan dengan manifestasi klinis

bersepektrum luas dari infeksi tanpa gejala, melalui hepatitis ikterik sampai nekrosis. 3 b. Klasifikasi HepattisVirus Hepatitis akut Hepatitis Kronis : hepatitis A dan hepatitis E : hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D 4

c. Agen Penyebab Hepatitis Virus 4 Transmisi secara enterik Terdiri atas virus hepatitis A (HAV) dan virus hepatitis E (HEV), virus tanpa selubung, tahan terhadap cairan empedu, ditemukan ditinja, tidak dihubungkan dengan penyakit hati kronis, tidak terjadi viremia yang berkepanjangan atau kondisi karier intestinal. Transmisi secara parenteral Terdiri atas virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), dan virus hepatitis D (HDV), virus dengan selubung, rusak bila terpajan cairan empedu, tidak ditemukan ditinja, dihubungkan dengan penyakit hati kronis, terjadi viremia yang berkepanjangan atau pesisten.

E. Hepatitis Kronis Hepatitis kronis merupakan serangkaian gangguan hati dari berbagai penyebab dan tingkat keparahan di mana peradangan hati dan nekrosis berlanjut selama minimal 6 bulan.5 Klasifikasi Hepatitis Kronis Berdasarkan penyebab/etiologi : o Hepatitis viral kronis: Hepatitis B, D, C o Hepatitis autoimun: tipe 1, 2, dan 3 o Hepatitis kronis karena obat-obatan o Hepatitis disebabkan kelainan genetik: penyakit Wilson, def 1 antitripsin 1. Hepatitis B kronik Definisi Suatu penyakit yang disebabkan oleh Virus Hepatitis B (HBV) yang persisten lebih dari 6 bulan dan ditandai dengan suatu peradangan yang terjadi pada organ hati. 6 Etiologi Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini termasuk DNA virus. Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut "Partikel Dane". Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus partikel inti (core). Pada inti terdapat DNA VHB Polimerase. Pada partikel inti terdapat Hepatitis B core antigen (HBcAg) dan Hepatitis B e antigen (HBeAg). Antigen permukaan (HBsAg) terdiri atas lipo protein dan menurut sifat imunologik proteinnya virus Hepatitis B dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr,ayw dan ayr. Virus hepatitis B mempunyai masa inkubasi 4580 hari, rata-rata 80-90 hari. Virus hepatitis B terdiri hanya dari suatu partikel core (bagian pusat) dan suatu bagian luar yang mengelilinginya (surrounding envelope).

Gambar 2. Struktur virus hepatitis B Cara Penularan a.Transmisi vertikal Penularan terjadi pada masa persalinan (Perinatal). VHB ditularkan dari ibu kepada bayinya yang disebut juga penularan Maternal Neonatal. Penularan cara ini terjadi akibat ibu yang sedang hamil terserang penyakit Hepatitis B akut atau ibu memang pengidap kronis Hepatitis B. Kalau bayi tidak divaksinasi saat lahir bayi akan menjadi carrier seumur hidup bahkan nantinya bisa menderita gagal hati dan kanker hati. 6 b.Transmisi horisontal Penularan ini dapat melalui transfusi darah yang terkontaminasi dengan virus hepatitis B dan pada orang yang sering melakukan hemodialisa. Virus hepatitis B dapat juga masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit dan selaput lendir misalnya melalui jarum suntik yang tidak steril. Dapat pula ditularkan melalui hubungan seksual. 6

Manifestasi Klinis Klinis dari kronik hepatitis tidak spesifik, dan kebanyakan dari penderita tidak memiliki simptom apapun. Lemas, gangguan tidur, dan nyeri pada kuadran kanan atas mungkin dikeluhkan penderita. Seringkali diagnosa dari hepatitis kronis ini terjadi ketika pemeriksaan fungsi hati pada evaluasi rutin atau ketika mendonorkan darah. Simptom lebih lanjut adalah kurangnya napsu makan, mual, turunnya berat badan, lemas, gatal, urin lebih gelap, dan ikterik.7

Diagnosis Diagnosis infeksi hepatitis B kronis didasarkan pada pemeriksaan serologi, petanda virologi, biokimia dan histologi. Secara serologi pemeriksaan yang dianjurkan untuk diagnosis dan evaluasi infeksi hepatitis B kronis adalah : HBsAg, HBeAg, anti HBe dan HBV DNA.

HBsAg dan anti-HBs Diagnosa infeksi hepatitis B dibuat terutama dengan mendeteksi hepatitis B surface antigen (HBsAg) dalam darah. Kehadiran HBsAg berarti bahwa ada infeksi virus hepatitis B aktif. Pada individu yang

10

sembuh dari infeksi virus hepatitis B akut, eliminasi atau pembersihan dari HBsAg terjadi dalam waktu empat bulan setelah timbulnya gejala-gejala. Infeksi virus hepatitis B kronis didefinisikan sebagai HBsAg yang menetap lebih dari enam bulan. Setelah HbsAg dieliminasi dari tubuh, antibodi terhadap HbsAg (anti HBs) akan timbul. Anti Hbs ini menyediakan kekebalan pada infeksi virus hepatitis B yang berikutnya. S a m a juga, individu-individu yang telah berhasil divaksinasi terhadap virus hepatitis B mempunyai anti-HBs yang dapat diukur dalam darah. HBcAg dan Anti-HBc Hepatitis B core antigen hanya dapat ditemukan dalam hati dan tidak dapat terdeteksi dalam darah. HBcAg positif mengindikasikan suatu reproduksi virus yang sedang berlangsung. Antibodi terhadap hepatitis B core antigen, dikenal sebagai antibodi hepatitis b core (anti-HBc), anti-HBc dapat terdeteksi didalam darah dan terbagi menjadi dua tipe (Ig M dan Ig G). Ig M anti-HBc adalah suatu petanda atau indikator untuk infeksi hepatitis B akut. IgM anti-HBc ditemukan dalam darah selama

infeksi akut dan berlangsung sampai enam bulan setelah timbulnya gejala. Ig G anti-HBc berkembang selama perjalanan infeksi virus hepatitis B kronis dan menetap seumur hidup tidak peduli apakah individu sembuh atau tidak. Sesuai dengan ini maka hanya Ig M anti HBc yang dapat digunakan secara spesifik untuk mendiagnosa suatu infeksi virus hepatitis B akut. HBeAg dan Anti-Hbe Hepatitis B envelope antigen (HBeAg) dan antibodinya (HBe), adalah penanda (marker) yang bermanfaat untuk menentukan kemungkinan penularan virus oleh seseorang yang menderita infeksi virus hepatitis B kronis. HBeAg positif berarti aktivitas virus yang sedang berlangsung dan kemampuan menularkan pada yang lain.

11

Sedangkan anti-Hbe positif menandakan suatu keadaan yang lebih tidak aktif dari virus dan resiko penularan yang lebih kecil. HBV DNA Merupakan metode yang paling spesifik untuk menentukan reflikasi virus hepatitis B. Ada beberapa metode diantaranya PCR dan Hybridization.PCR (polymerase chain reaction) adalah metode (assay) yang terbaik untuk mendeteksi jumlah yang sangat kecil dari pananda virus hepatitis B, metode ini bekerja dengan memperbesar material yang sedang diukur sampai semilyar kali untuk

mendeteksinya.PCR dapat mengukur sekecil 50-100 copi/ml darah. Tujuan mengukur HBV DNA adalah untuk menentukan infeksi virus hepatitis B aktif atau tidak. Pada infeksi yang non aktif mempunyai partikel 1 jt/ml darah, sedangkan aktif mempunyai beberapa milyar permililiter darah. Selain menggunakan PCR dapat pula

menggunakan metode hybridization, namun metode ini kurang sensitif. Metode hybridization mengukur partikel tanpa pembesaran, metode ini dapat mendeteksi HBV DNA hanya ketika banyak partikel virus dalam darah (infeksi aktif).
Tabel 1. Kriteria diagnostik Hepatitis B Keadaan Hepatitis kronis B Definisi Kriteria Proses nekro-inflamasi kronis hati disebabkan oleh infeksi persisten virus hepatitis B. Diagnostik 1.HBsAg + > 6 bulan 2.HBV DNA serum

>1000000copies/ml 3.Peningkatan kadar ALT/AST secara berkala/persisten 4.Biopsi hati menunjukkan hepatitis kronis (skor nekroinflamasi > 4)

Dapat dibagi menjadi hepatitis B kronis

dengan HBeAg + dan HBeAg -

Carrier HBsAg inaktif

Infeksi virus hepatitis B persisten tanpa

1.HBsAg + > 6 bulan 2.HBeAg - , anti HBe +

12

disertai proses nekro-inflamasi yang signifikan

3.HBV DNA serum < 1000000 copies/ml 4.Kadar ALT/AST normal 5.Biopsi hati menunjukkan tidak adanya hepatitis yang signifikan (skor nekroinflamasi < 4

2. Hepatitis C kronis Definisi Suatu penyakit yang disebabkan oleh Virus Hepatitis C (HCV) yang persisten lebih dari 6 bulan dan ditandai dengan suatu peradangan yang terjadi pada organ hati. 6 Etiologi Virus hepatitis C merupakan virus single stranded RNA berenvelop dari family Flaviviridae dengan diameter sekitar 55 nm dan masa inkubasi 15-160 hari (puncak 50 hari). Terdapat enam genotipe VHC yakni genotype 1 6. Respons limfosit T yang menurun dan kecenderungan virus untuk bernutasi nampaknya menyebabkan tingginya angka infeksi kronis. 80% penderita terinfeksi bisa menjadi infeksi yang menahun dan bisa berkelanjutan menjadi hepatitis kronik kemudian sirosis hati, kanker hati dan kematian. Genotip genotip yang berbeda mempunyai perbedaan distribusi geografi. Pada genotip 1 bertanggung jawab hingga 60-65% semua infeksi virus hepatitis C di Indonesia. Genotip ini memiliki respon pengobatan lebih rendah dibandingkan genotip lainnya. Karena keberagaman ini yang menyebabkan sulit untnk mengembangkan vaksin dan respon terapi. Cara Penularan Darah (predominan) : IVUD dan penetrasi jaringan, resepien produk darah Transmisi seksual : efisiensi rendah, frekuensi rendah
13

Maternal-neonatal : efisiensi rendah, frekuensi rendah

Patogenesis

Target utama HVC ini adalah sel-sel hati, setelah berada dalam sitoplasma hati VHC akan melepaskan selubung virusnya dan RNA virus siap untuk melakukan translasi protein dan kemudian replikasi RNA. Kecepatan replikasi VHC sangat besar, melebihi HIV maupun VHB. Reaksi cytotoxic T-cell (CTL) spesifik diperlukan untuk terjadinya eleminasi meyeluruh HCV pada infeksi akut. Pada infeksi kronik, reaksi CTL yang relatif lemah masih mampu merusak sel-sel hati dan melibatkan respon inflamasi hati tetapi tidak bisa menghilangkan virus maupun menekan revolusi genetic HCV sehingga kerusakan sel hati berjalan terus menerus. Reaksi inflamasi yang dilibatkan melalui sitokin-sitokin pro-inflamasi seperti TNF-, TGF-1, akan menyebabkan rekrutmen sel-sel inflamasi lainnya dan menyebabkan aktivitas sel-sel stelata diruang disse hati. Sel-sel yang khas ini mula-mula dalam keadaan tenang (quiscent) kemudian berproliferasi dan aktif menjadi sel-sel miofibroblas yang dapat menghasilkan matriks kolagen sehingga terjadi fibrosis dan berperan aktif dalam menghasilkan sitokin-sitokin pro-inflamasi. Virus hepatitis C memiliki angka mutasi atau perubahan genetik yang tinggi sehingga sering muncul virus mutan yang dapat menghindari antibodi tubuh. Belum lagi ditambah dengan tingginya produksi virus
14

hepatitis C (mencapai 10 triliun kopi virus perhari) sehingga memunculkan generasi virus yang beraneka ragam dan memungkinkan meloloskan diri dari sergapan sistem kekebalan tubuh dan akibatnya adalah belum ditemukannya vaksin yang berhasil dibuat untuk mencegah infeksi virus hepatitis C. Manifestasi Klinis Umumnya infeksi akut HCV tidak memberi gejala atau hanya bergejala minimal. Hanya 20-30% kasus saja yang menunjukan tanda-tanda hepatitis akut 7-8 minggu setelah terjadi paparan. Dari beberapa laporan yang berhasil mengidentifikasi pasien dengan infeksi hepatitis C akut, didapatkan adanya gejala malaise, mual-mual dan ikterus seperti halnya hepatitis akut akibat infeksi virus-virus hepatitis lainnya. ALT meninggi sampai beberapa kali diatas batas normal tetapi umumnya tidak sampai lebih dari 1000 U/L. Umumnya, berdasarkan gejala klinis dan laboratorik saja tidak dapat dibedakan antara infeksi oleh virus hepatitis A, B maupun C. Diagnosa a. Diagnosis serologi 4 Anti HCV dapat dideteksi pada 60% pasien selama fase akut dari penyakit, 35% sisanya akan terdeteksi pada beberapa minggu atau bulan kemudian, anti HCV tidak muncul pada < 5 % pasien yang terinfeksi (misalnya pada HIV), secara umum anti HCV akan terdeteksi untuk periode yang panjang, baik pada pasien yang mengalami kesembuhan spontan maupun yag berlanjut menjadi kronik. b. HCV RNA Test HCV RNA dibagi dua yaitu kuantitatif dan kualitatif. Test kualitatif menggunakan PCR/ Polymerase ChainReaction, test ini dapat mendeteksi HCV RNA yang dilakukan untuk konfirmasi viremia dan untuk menilai respon terapi. Test kuantitatif dibagi dua

15

yaitu: metode dengan teknik Branched Chain DNA dan teknik Reverse Transcription PCR. Test kuantitatif ini berguna untuk menilai derajat perkembangan penyakit. Pada test pula dapat diketahui derajat viremia.

3. Hepatitis D Kronis HDV dipercaya menginfeksi sekitar 5% dari pengidap 300 juta HbsAg di dunia, dimana angka tertinggi di Amerika Selatan dan Afrika. Kronisitas hepatitis D sama dengan hepatitis B, yaitu sekitar 10-15% dari hepatitis akut. Pada mereka pengguna obat-obat narkotika IV yang positif HbsAg terdapat peningkatan prevalensi HDV sebanyak 17-90%. Transmisi juga dapat melalui hubungan sexual dan perinatal. Diagnostik Superinfeksi hepatitis B terjadi bila seorang penderita hepatitis B kronis/pengidap terinfeksi HDV. Infeksi hepatitis D akut pada pengidap HbsAg ini biasanya akan berkembang ke arah kronis. Tingkat penyakit biasanya lebih berat pada hepatitis HBV-HDV kronis. Pemeriksaan
16

serologi infeksi HDV melalui IgM anti HDV atau IgG anti HDV. HbcAb IgM dilakukan untuk membedakan koinfeksi (HbcAb IgM positif) dan superinfeksi (HbcAb IgM negatif). Pemeriksaan serologi lain adalah HDV RNA. Terapi Pasien HBV-HDV terinfeksi kurang berespon terhadap interferon dibanding dengan HBV saja. Penelitian terbaru Lamivudine cukup baik untuk terapi HBV-HDV koinfeksi. 4. Hepatitis Autoimun Hepatitis autoimun (HAI) adalah suatu kesatuan dari sindroma heterogen hepatitis kronis yang ditandai dengan inflamasi dan nekrosis hepatoselular yang berkelanjutan, biasanya dengan fibrosis dan cenderung untuk berkembang menjadi sirosis atau gagal hati. Dapat juga sebagai akut bahkan fulminan.8 Kejadian HAI lebih sering pada wanita dibanding laki-laki (4:1). HAI dibandingkan dengan penyakit hati lainnya merupakan kasus yang jarang. Prevalensi diperkirakan 50-200/1.000.000 kasus di Eropa Utara dan populasi Kaukasian Amerika Utara, dimana 20% sebagai hepatitis kronik. Secara epidemiologik penyakit ini diduga terkait dengan HLDASR4. HAI memiliki mortalitas yang tinggi dan remisi yang rendah. Tanpa pengobatan, 50% pasien dengan HAI berat akan meninggal dalam 5 tahun.9 Etiologi Pada HAI agen-agen seperti virus, bakteri, zat kimia, obat-obatan dan genetik bertanggung jawab sebagai pencetus terjadinya proses autoimun terhadap diri sendiri secara terus-menerus. Akhir-akhir ini lebih difokuskan pada virus sebagai pencetus. Semua virus hepatotropik

17

mayor diduga menyebabkan HAI yaitu virus campak, HAV, HBV, HCV, HDV, Herpes Simplex Virus tipe I dan Epstein Barr Virus.8 Patogenesis Patogenesis terjadinya HAI sampai saat ini masih belum jelas. Bukti yang ada menampakkan adanya progresifitas secara langsung menyerang sel hati. Autoimunitas ini mungkin diturunkan secara genetik dan spesifisitas kerusakan hati dapat dicetuskan oleh lingkungan. Sebagai contoh, pasien hepatitis A dan B yang self limited dapat terjadi HAI. Bukti yang mendukung patogenesis HAI adalah: 1. Lesi histopatologi hati dominan terdiri dari sel-sel T sitotoksik dan sel plasma 2. Terdapatnya sirkulasi autoantibodi (nuclear, smooth muscle, thyroid) faktor rheumatoid dan hiperglobulinemia 3. Kelainan autoimun lainnya seperti tiroiditas, reumatoid artritis, autoimun hemolitik, colitis ulcerativa, glomerulonefritis proliferatif, diabetes melitus juvenil, sindrom sjorgen sering terjadi pada hepatitis autoimun 4. Histocompability haplotypes dihubungkan dengan penyakit autoimun seperti HLA-B1, -B8, -DRw3 dan DRw4 sering terjadi pada pasien dengan hepatitis autoimun. 5. Tipe hepatitis kronis responsif terapi glukokortikoid/imunosupresif. Kunci patogenesis HAI terdapatnya autoantibodi sirkulasi yang digambarkan pada pasien dengan ANA, anti LKM, antibodi-antibodi soluble liver antigen (sitokeratin), antibodi spesifik hati reseptor asiloglikoprotein (hepatic leptin) dan protein membran hepatosit dapat menjadi faktor yang berperan patogenesis hepatitis autoimun.

18

Mekanisme imun humoral berperan terhadap terjadinya manifestasi ekstrahepatik seperti artralgia, artritis, vaskulitis kutaneus,

glomerulonefritis yang terjadi akibat mediasi sirkulasi kompleks imun. Klasifikasi Klasifikasi HAI terdiri dari: (1). Hepatitis Autoimun tipe I: sindrome klasik terjadi pada wanita muda berkaitan dengan adanya hiperglobulinemia (2). Hepatitis Autoimun tipe II: terjadinya pada anak-anak dan paling sering pada populasi mediteranian. Tidak dihubungkan dengan ANA tetapi dengan anti LKM. (3). HAI tipe III: pasien dengan tipe ini mempunyai kerentanan ANA dan anti LKM1, mempunyai antibodi sirkulasi terhadap soluble liver antigen secara langsung pada sitoplasmik hepatosit sirlokeratin 8 dan 18. Banyak terjadi pada wanita dengan gambaran klinik hampir sama dengan HAI tipe I. Manifestasi Klinis Gejala hepatitis autoimun amat bervariasi mulai dari tanpa gejala sampai gejala yang berat seperti hepatitis fulminan. Gejalanya dapat berupa lemas, lekas lelah atau nyeri sendi. Kalau keadaan berlanjut dapat terlihat gejala sirosis hati. Gejala dapat terus menerus atau hilang timbul. Patogenesis terjadinya hepatitis autoimun mungkin karena gangguan hemostatik yang memelihara toleransi diri (self tolerance). Akibat terjadinya presentasi autoantigen, aktivitas imunosit dan penghancuran sel hati. Pada pemeriksaan laboratorium, yang menyolok adalah peninggian SGOT/SGPT. Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan

limfoplasmositik dan infiltrasi radang yang disertai bridging necrosis.

19

Diagnosa ditegakkan dengan menemukan ANA, SMA, anti LKM 1, anti SLA dan peninggian imunoglobulin dengan kadar 1,5 sampai 2 kali normal. Pengobatan
Table 2. Absolute Serum AST 10-fold upper limit of normal Serum AST 5-fold upper limit of normal and gamma-glubulin level twice normal Bridgig necrosis or multiacinar necrosis on histologic examination Symptoms jaundice) Serum AST and /or gamma globulin less than absolute criteria interface hepatitis

Indications for treatment


Relative (fatigue, arthralgia,

Table 3. Treatment regiment for adult Combination Prednisone only (mg/dl) Week 1 Week 2 Week 3 Week 4 Maintenance until and point Reasons for preference Cytopenia Thiopurine Methyltransferase deficiency Pregnance Malignancy Short course ( 6 mon) Postmenipausal state Osteoporosis Brittle diabetes Obesity Acne Emotional lability hypertension 60 40 30 30 20 Prednisone (mg/dl) 30 20 15 15 10 Azathioprine (mg/dl) 50 50 50 50 50

20

5. Hepatitis Kronik yang Berhubungan Dengan Obat 8,9 Keseluruhan gambaran hepatitis aktif kronika dapat dihubungkan dengan reaksi obat. Obat tersebut antara lain metildopa, isoniazid, ketokonazole dan nitrofurantoin. Gambaran klinis mencakup ikterus dan hepatomegali. Kadar globulin dan transaminase serum meningkat serta bias ditemukan sel LE didalam darah. Biopsi hati memperlihatkan hepatitis aktif kronika dan bahkan sirosis. Nekrosis hati membentuk jembatan (bridging) tidak terlalu berat. Perbaikan klinis dan biokimia mengikuti penghentian obat. Eksaserbasi hepatitis mengikuti pemaparan ulang ke obat. Reaksi obat harus dipertimbangkan dalam etiologi pasien maupun dengan sindroma klinik hepatitis aktif kronika. a. Hepatotoksisitas metildopa Perubahan kecil dalam uji hati dilaporkan sekitar 5% pada pasien. Kelainan ini khas berubah meskipun pemberian obat berlanjut. Kurang dari 1% pasien cedera hati akut menyerupai hepatitis virus atau kronik aktif atau jarang reaksi kolestasis. Tampak 1-20 minggu setelah metildopa dimulai 50% kasus dibawah 4 minggu. Demam, anoreksia, malaise tampak selama beberapa hari sebelum ikterik. Sekitar 15% pasien gambaran dengan hepatotoksisitas metildopa, gambaran klinis, biokimia dan histologi adalah pasien hepatitis kronik aktif dengan atau tanpa nekrosis yang menjembatani dan sirosis makronodular. Dengan penghentian obat, penyakit biasanya berubah walaupun progrestifitas telah tampak pada beberapa pasien. b. Hepatotoksisitas isoniazid Pada kira-kira 10% orang dewasa yang mendapat obat anti tuberkulosa isoniazid mengalami peningkatan kadar aminotransferase serum selama beberapa minggu pertama terapi, sepertinya hal ini merupakan respon adaptif terhadap metabolik toksik dari obat tersebut. Diteruskannya pengobatan atau tidak bergantung kepada kadar
21

aminotransferase serum (<200 U) diperhatikan jika turun atau tidak dalam beberapa minggu kemudian. Kira-kira 1% pasien penyakit berkembang dan sulit dibedakan dari hepatitis virus. Kira-kira kasus ini timbul dalam 2 bulan pertama terapi. Biopsi hati terjadi perubahan serupa dengan penderita hepatitis virus atau nekrosis hati bridging. Penyakit tersebut dapat berat dengan angka kematian 10%. Cedera hati berkaitan dengan usia, meningkat setelah usia 35 tahun. Frekuensi tertinggi diatas 50 tahun. Hepatotoksisistas diperberat dengan alkohol dan rifampisin. c. Hepatotoksisitas aspirin Bila seseorang makan aspirin dengan dosis 2-3, 5 mg/hari akan dapat timbul gejala hepatitis setelah 1-8 bulan. Hepatitis yang timbul secara klinis, laboratorium dan histopatologi mirip dengan gambaran hepatitis kronik aktif. d. Hepatotoksisitas Nitrofurantion Obat ini telah disertai dengan ikterus kolestatik dan hepatitis aktif kronika empat minggu sampai 11 tahun setelah memulai obat ini. Biasanya pasien membaik bila obat dihentikan. Tetapi sirosis dapat berkembang dan pasien bisa meninggal dengan gagal hati progresif fatal. Mekanismenya bisa sitotoksisitas langsung ke senyawa induk atau ke metabolit. 6. Hepatitis disebabkan kelainan genetik 8,9 a. Defisiensi -1 anti-tripsin -1 anti tripsin disintesa dalam retikulum endoplasma kasar dalam hati. Terdiri dari 80-90% -1 globulin serum yang merupakan penghambat tripsin dan protease lain in vitro. Kerusakan hati bukan dikarenakan penurunan -1 antitripsin di sirkulasi, tetapi adanya akumulasi -1 antitripsin. Pada defisiensi -1 antitripsin homozigot, transport protein dari retikulum endoplasmic ke aparatus golgi terganggu, yang

22

mengakibatkan kerusakan intrasel, tetapi belum jelas bagaimana terjadi kerusakan hati. Gejala klinis 10-20% homozigot defisiensi -1 antitripsin akan mengalami disfungsi hati. Pada empat bulan pertama kehidupan akan terjadi ikterus hepatitiskolestasis dalam berbagai tingkat keparahan. Bisa fatal, tetapi biasanya mereda pada usia sekitar 6 atau 7 bulan dengan gejala sisa hepatomegali. Masa relatif sehat diikuti oleh sirosis dan komplikasinya dapat dalam masa kanak-kanak atau awal masa dewasa, dan terjadi peninggian tekanan portal atau acites. Sirosis yang terjadi dapat tetap terkompensasi selama bertahun-tahun, tetapi juga dapat menjadi parah yaitu 25% meninggal selama masa kanak-kanak. Penyakit ini jarang pada orang dewasa. Dilaporkan terdapat 5 pasien dengan defisiensi -1 antitripsin homozigot dari 469 pasien penderita penyakit hati kronik dan kelimannya dan kelimanya mempunyai riwayat ikterus neonatal Diagnosa Setiap pasien sirosis hati, tanpa memandang usia dan dengan riwayat ikterik neonatal juga dengan kelainan thorax (emphisema) haruslah dicurigai sebagai penderita defisiensi -1 antitripsin. Untuk konfirmasi dapat diukur kadar -1 antitripsin dalam serum. Terapi Terapi penggantian dengan -1 antitripsin sintetik atau berasal dari plasma telah digunakan untuk mengobati penyakit paru. Transplantasi hati telah berhasil dilakukan. Fenotip resipien cepat berubah ke fenotip donor.

23

b. Penyakit Wilson 10 Definisi Penyakit Wilson adalah kelainan autosomal resesif yang disebabkan oleh gangguan eksresi Cu melalui saluran bilier. Akibatnya terjadi akumulasi Cu di hati, kornea, ginjal dan otak. Akumulasi Cu di hati dapat menyebabkan sirosis. Usia bisa ditemui antara 5-35 tahun, pasien termuda yang dilaporkan dengan sirosis adalah 3 tahun. Gejala Klinis Penyakit hati yang diakibatkan dapat menunjukkan kelelahan, meningkatkan risiko pendarahan atau kebingungan (karena

ensefalopati hepatic) dan hipertensi portal, esophageal varises, splenomegaly dan asites. Pada pemeriksaan, didapatkan tanda-tanda penyakit hati kronis seperti spider naevi. Hepatitis kronis aktif menyebabkan sirosis hati pada sebagian besar pasien saat mereka didiagnosis. Sebagian besar pasien dengan sirosis memiliki peningkatan risiko Hepatoma (kanker hati), namun risiko ini relatif sangat rendah pada penyakit Wilson. Jika ada gejala-gejala neurologis, Pencitraan Resonansi Magnetis (MRI) otak biasanya dilakukan; ini menunjukkan hyperintensities di bagian otak yang disebut basalis dalam pengaturan T2. MRI juga dapat menunjukkan pola khas "wajah dari panda raksasa". Tidak ada uji yang benar-benar dapat diandalkan untuk Wilson's disease, tetapi kadar ceruloplasmin dan tembaga dalam darah, juga jumlah tembaga yang diekskresikan dalam urin selama periode 24 jam, bersama-sama digunakan untuk menggambarkan tembaga dalam tubuh. Baku emas atau tes yang paling ideal adalah biopsi hati.

24

Diagnosis Deposit Cu pada membran decemet kornea terlihat sebagai Kayser Fleischer rings (KF rings). Walaupun KF rings kadang-kadang terlihat dengan inspeksi langsung dan akan terlihat sebagai pigmen berbentuk garis berwarna cokiat keemasan dekat limbus, pada umumnya dibutuhkan pemeriksaan slit lamp. KF rings tidak seluruhnya spesifik untuk penyakit wilson, karena dapat pula dijumpai pada penyakit kolestasis kronik dan anak dengan kolestasis neonatal. Pada umumnya KF rings ditemukan hanya pada 50-60% pasien PW dengan manifestasi penyakit hati pada saat diagnosis. KF rings biasanya selalu ditemukan pada pasien dengan manifestasi neurologis. Serum seruloplasmin secara fisiologis rendah pada masa awal bayi dan mencapai kadar dewasa pada awal masa anak (300-500 mg/L). Seruloplasmin serum umumnya rendah pada PW tetapi seruloplasmin juga dapat rendah pada keadaan tertentu dengan kehilangan protein baik di ginjal maupun usus atau pada penyakit hati tahap akhir oleh sebab apapun. Seruloplasmin serum <200 mg/L (<20 mg/dL) dipikirkan sesuai untuk Penyakit wilson dan bernilai diagnosis bila disertai KF rings, tetapi seruloplasmin serum normal tidak menyingkirkan diagnosis.

25

Pengobatan Beberapa cara dengan meningkatkan pengeluaran tembaga dari tubuh, serta mencegah penyerapan tembaga dari makanan. Secara umum, diet rendah makanan mengandung tembaga (jamur, kacang-kacangan, cokelat, buah-buahan kering, hati, dan kerang) dianjurkan. Obat ini mengikat tembaga (chelation) dan berakhir ke ekskresi tembaga dalam urin. Terapi klasik untuk Cu yaitu D-penisilamin atau trientin untuk
26

pasien dengan penyakit wilson simtomatik dan diet rendah Cu. Pada pasien asimptomatik terapi dengan D-penicillamin atau zinc efektif mencegah gejala penyakit dan progresivitasnya. Oleh karena itu, pemantauan jumlah tembaga dalam urin dapat dilakukan untuk memastikan pemberian dosis yang cukup tinggi. Alasan penicillamine jarang digunakan, karena sekitar 20% dari pasien mengalami efek samping atau komplikasi penicillamine perawatan, seperti obat induced lupus (menyebabkan nyeri sendi dan ruam kulit) atau myasthenia (suatu kondisi saraf mengarah ke kelemahan otot). pasien dengan gejala-gejala neurologis, hampir setengah mengalami memburuknya paradoks gejala mereka. Sementara fenomena ini diwaspadai dalam pengobatan untuk Wilson's, sehingga biasanya merupakan indikasi untuk menghentikan penicillamine atau tidak.

27

F. Pencegahan Sirosis hepar a. Primer pencegahan primer pada sirosis hepar adalah menghindari faktor resiko yang antara lain: Alkohol Alkohol adalah salah satu penyebab terjadinya sirosis hepatis karena sifat alkohol itu sendiri yang merupakan zat toksik bagi tubuh yang langsung terabsorbsi oleh hati yang dapat juga mengakibatkan perlemakan hati Menghindari obat-obatan hepatotoksik (metildopa, isoniazid, dll) Menghindari infeksi hepatitis B dan C dengan imunoprofilaksis Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan. Vaksin adalah produk biologik yang terbuat dari kuman (bakteri maupun virus), komponen kuman atau racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan, atau tiruan kuman dan berguna untuk untuk merangsang pembentukan kekebalan tubuh seseorang (Achmadi, 2006). Tindakan yang dengan sengaja memberikan paparan pada suatu antigen berasal dari suatu patogen disebut dengan vaksinasi (Ranuh, 2005). Suatu persyaratan sehingga vaksin dapat dinyatakan efektif bila dapat merangsang timbulnya imunitas yang tepat, stabil dalam penyimpanan, dan mempunyai imunitas yang cukup. Efektivitas vaksin untuk mencegah infeksiVHB adalah lebih dari 95%, dimana memori sistem imun menetap minimal sampaidengan 12 tahun pasca imunisasi.

28

1. Hepatitis B 4 a. Imunoprofilaksis vaksin hepatitis B sebelum paparan Vaksin rekombinan ragi Vaksin VHB merupakan vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat non-infectious, yang berasal dari HbsAg yang dihasilkan dalam sel ragi(Hansanule polymorpha) menggunakan teknologi DNA rekombinan. Vaksin ini

berindikasi untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis B Mengandung HbsAg (10 mikrogram) sebagai imunogen Sangat imunogenik, efektivitas sebesar 85-95% dalam mencegah infeksi HBV Indikasi : Imunisasi universal untuk bayi baru lahir Vaksinasi catch up untuk anak sampai uasi mur 19 tahun (bila belum divaksinasi) Group resiko tinggi : pasangan atau anggota keluarga yang kontak dengan karier hepatitis B, pekerja kesehatan dan pekerja yang terpapar darah,homoseksual, individu dengan banyak

pasangan seksual, resipien transfusi darah, pasien hemodialisis Kontraindikasi Sakit berat , demam tinggi (>38,5 0C) Leukemia Anak dengan HIV Sedang terapi kortikosteroid BBL<2 kg KIPI pada imunisasi sebelumnya

29

Dosis dan jadwal vaksin HBV: Vaksin harus disimpan pada suhu 2-8 0C Pemberian vaksin dilakukan secara intramuskular pada 1/3 tengah anterolateral paha kanan atau kiri , dapat juga dilakukan pada muskulus deltoideus. Jadwal pemberian nya 0,1,6 bulan 0,5 ml (10mikrogram) untuk usia <18 tahun 1 ml (20 mikrogram) untuk usia >18 tahun Efek samping Reaksi lokal: nyeri pada bekas suntikan, kemerahan Reaksi sistemik : demam

b. Imunoprofilaksis pasca paparan HBIG berasal dari plasma yang mengandung anti-HBs dengan tter tinggi dan digunakan untuk profilaksis post expose. HBIG dapat menetralkan virus yang terinfeksi dengan menggumpalkan virus. Indikasi Kontak seksual dengan individu yang terinfeksi hepatitis akut: dosis 0,04-0,07 ml/kg HBIG sesegera mungkin setelah paparan, vaksin HBV pertama diberikan hari yang sama pada deltoid yang lain. Vaksin yang kedua dan ketiga diberikan 1 dan 6 bulan berikutnya Neonatus dari ibu yang diketahui mengidap HbsAg (+): 12 jam setelah lahir di bagian 1/3 atas anterolateral paha kanan atau kiri (0,5ml HBIG) dan vaksin HBV pada waktu yang sama di sisi lain dengan dosis 5-10 mikrogram dan diulang pada bulan 1 dan ke 6. Efektivitas perlindungan melampaui 95% 2. Hepatitis C Tidak ada vaksin untuk mencegah infeksi HCV.

30

b. Sekunder Pengobatan Hepatitis B kronis Pada saat ini dikenal 2 kelompok terapi untuk hepatitis B kronik yaitu: a. Imunomodulasi Interferon Timosin alfa 1 b. Terapi antivirus Lamivudin Adefovir dipivoksil Tujuan pengobatan hepatitis B kronik adalah mencegah atau

menghentikan progresi jejas hati (liver injury) dengan cara menekan reflikasi virus. Dalam pengobatan hepatitis B kronik, titik akhir yang sering dipakai adalah hilangnya petanda reflikasi virus yabg aktif secara menetap yaitu HbeAg dan DNA VHB.. Interferon (IFN) Interferon adalah kelompok protein intraselular yang normal ada dalam tubuh dan diproduksi oleh berbagai macam sel. IFN alfa diproduksi oleh limfosit B, IFN beta diproduksi oleh monosit fibroepitelial, dan IFN gamma diproduksi oleh limfosit T. Interferon memiliki aksi ganda: efek antivirus dan efek imunomodulator. IFN tidak memiliki khasiat anti virus langsung tetapi merangsang terbentuknya berbagai macam protein efektor yang mempunyai khasiat antivirus. Dalam proses terjadinya aktivitas antivirus, IFN mengadakan interaksi dengan reseptor IFN yang terdapat pada membran sitoplasma sel hati yang diikuti dengan diproduksinya protein efektor. Salah satu protein yang terbentuk adalah OAS (oligoadenylate synthetase) merupakan suatu enzim yang berfungsi dalam rantai terbentuknya aktivitas antivirus. Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien hepatitis B kronik sering didapatkan penurunan produksi IFN. Sebagai salah satu akibatnya terjadi gangguan penampilan molekul HLA pada membran hepatosit

31

yang sangat diperlukan agar sel T sitotoksik dapat mengenali sel-sel hepatosit yang terkena infeksi VHB.

Penginterferon Alpha Peginterferon alfa dibuat dengan penambahan polietilen glikol terhadap interferon melalui proses yang disebut pegilasi. Proses ini

memperpanjang paruh obat. Akibatnya, peginterferon dapat diberikan lebih jarang dan efek obat yang lebih baik dari interferon konvensional. Ada dua jenis peginterferon di pasar: peginterferon alfa-2a (40 kD) dan peginterferon alfa-2b (12 kD). Data yang ada menunjukkan bahwa kinerja kedua obat ini sangat mirip.Saat ini, peginterferon alfa-2a terdaftar untuk hepatitis B kronis di sebagian besar dunia.Peginterferon alfa-2b hanya terdaftar untuk hepatitis B kronis di beberapa negara di luar Amerika Serikat. Setelah pengobatan peginterferon selama 6 sampai 12 bulan pada pasien HBeAg-positive, serokonversi HBeAg dapat dicapai sekitar 30 % sampai 35 % kasus. Sesuai proporsi pasien memiliki normalisasi ALT dan HBV DNA ditekan hingga 10.000 kopi / ml atau kurang 6 bulan setelah penghentian pengobatan. Mirip dengan interferon konvensional, lebih
32

dari 80 % dari pasien yang telah mencapai serokonversi HBeAg dengan pengobatan peginterferon telah SVR hingga 3 tahun . Sekitar 43 % sampai 58 % dari pasien yang dapat mencapai berkelanjutan serokonversi HBeAg akan memiliki DNA HBV tidak terdeteksi oleh PCR pada 3 tahun setelah pengobatan dihentikan. Pada pasien HBeAg-negatif, pengobatan peginterferon selama 12 bulan menghasilkan normalisasi ALT pada 60%, penekanan HBV DNA di bawah 20.000 copies/ml dalam 43%, dan penekanan HBV DNA untuk di bawah 400 copies/ml pada 20% pasien. Kombinasi peginterferon dan lamivudine meningkatkan penekanan selama pengobatan tetapi tidak meningkatkan tingkat respon

berkelanjutan pada saat penghentian obat. Oleh karena itu peginterferon saat ini hanya dianjurkan sebagai monoterapi untuk hepatitis B kronis Selain itu, kombinasi peginterferon dan telbivudine menyebabkan neuropati perifer berat di lebih dari 10% dari pasien yang diobati dan harus dihindari. Timosin Alfa 1 Timosin adalah suatu jenis sitotoksin yang dalam keadaan alami ada dalam ekstrak pinus. Timosi alfa 1 merangsang fungsi sel limfosit. Timosi alfa 1 pada pasien hepatitis B kronis dapat menurunkan replikasi VHB dan menurunkan konsentrasi atau menghilangkan DNA VHB. Keunggulan obat ini adalah tidak adanya efek samping seperti IFN. Kombinasi IFN dan timosi alfa1 dapat meningkatkanefektifitas IFN Lamivudin Lamivudin adalah suatu enantiomer (-) dari 3 tiasitidin yang merupakan suatu analog nukleosid, berfungsi sebagai bahan pembentuk pregenom, sehingga analog nukleosid bersaing dengan nukleosid asli. Lamivudin berkhasiat menghambat enzim reverse transcriptase yang berfungsi

33

dalam transkripsi balik dari RNA menjadi DNA yang terjadi dalam replikasi VHB. Lamivudin menghambat produksi VHB baru dan mencegah infeksi hepatosit sehat yang belum terinfeksi tetapi tidak mempengaruhi sel sel yang telah terinfeksi, karena itu apabila obat dihentikan konsentrasi DNA akan naik kembali akibat diproduksinya virus virus baru oleh sel sel yang telah terinfeksi. Pemberian lamivudin 100 mg/hari selama 1 tahun dapat menekan HBV DNA, normalisasi ALT, serokonversi HBeAg dan mengurangi progresi fibrosis secara bermakna dibandingkan placebo. Namun lamivudin memicu resistensi. Dilaporkan bahwa resistensi terhadap lamivudin sebesar lebih dari 32% setelah terapi selama satu tahun dan menjadi 57% setelah terapi selama 3 tahun. Risiko resistensi terhadap lamivudin meningkat dengan makin lamanya pemberian. Dalam suatu studi di Asia, resistensi genotip meningkat dari 14% pada tahun pertama pemberian lamivudin, menjadi 38%, 49%, 66% dan 69% masing masing pada tahun ke 2,3,4 dan 5 terapi. Adefovir Dipivoksil Prinsip kerjanya hampir sama dengan lamivudine, yaitu sebagai analog nukleosid yang menghambat enzim reverse transcriptase. Umumnya digunakan pada kasus-kasus yang kebal terhadap lamivudine.

34

Keuntungan dari terapi berbasis interferon adalah program pengobatan yang pendek dan rendahnya resistensi obat. Hal ini sangat penting pada pasien muda , terutama perempuan dengan usia subur. Di sisi lain, peginterferon pengobatan dibatasi oleh efek samping , kebutuhan subkutan, dan biaya yang relatif tinggi . Beberapa pasien mungkin tidak mentolerir efek samping dari interferon .Obat dapat menyebabkan ALT meningkat, yang dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada pasien dengan dekompensasi hati . Sebaliknya, analog nukleosida oral diberikan secara oral dan mudah dikelola .Efek samping jarang terjadi dan ringan. Analog nukleosida memiliki efek antivirus ampuh dengan replikasi menghambat HBV. Merupakan obat pilihan pada pasien tua dan pasien dengan dekompensasi hati. Di sisi lain, relatif kurangnya immunomodulation membuat efeknya kurang berkelanjutan dibandingkan interferon setelah menghentikan pengobatan . Banyak pasien memerlukan perawatan jangka panjang dan munculnya resistensi obat ygakan meniadakan efek menguntungkan. ini memiliki implikasi besar pada pasien muda yang mungkin perlu untuk melanjutkan obat selama beberapa decade. Pengobatan hepatitis C kronis Berdasarkan rekomendasi konsensus FKUIPPHI (2003, hal 21) : 1.Terapi antivirus diberikan bila ALT >2 N 2.Untuk pengobatan hepatitis C diberikan kombinasi Interferon dengan Ribavirin 3.Ribavirin diberikan tiap hari, tergantung berat badan selama pemberian interferon dengan dosis : a.< 55 kg diberikan 800 mg/hari b.5675 kg diberikan 1000 mg/hari c.> 75 kg diberikan 1200 mg/hari

35

4.Dosis Interferon konvensional 3,41/2-5 MU seminggu 3 kali, tergantung kondisi pasien 5.Pegylated Intenfenon Alfa 2a diberikan 180 ug seminggu sekali selama 12 bulan pada genotipe 1&4, dan 6 bulan pada genotipe 2 dan 3. pada Pegylated Interferon Alfa 2b diberikan dengan dosis 1,5ug/kg BB/kali selama 12 bulan atau 6 bulan tergantung genotip 6. Dosis Ribavirin sedapat mungkin dipertahankan. Bila terjadi efek samping anemia, dapat diberikan enitropoitin

36

BAB III KESIMPULAN Hepatitis adalah peradangan yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh virus atau oleh toksin termasuk alkohol yang berhubungan dengan manifestasi klinis bersepektrum luas dari infeksi tanpa gejala, melalui hepatitis ikterik sampai nekrosis. Hepatitis virus ada yang bersifat akut seperti hepatitis A dan hepatitis E, namun ada juga yang berlanjut menjadi hepatitis kronis yang nantinya akan dapat berlanjut menjadi sirosis hepar seperti heptitis B kronis dan hepatitis C kronis Hepatitis kronis berdasarkan penyebab/etiologi : o Hepatitis viral kronis: Hepatitis B, B plus D, C dan virus-virus lain o Hepatitis autoimun: tipe 1, 2, dan 3 o Hepatitis kronis karena obat-obatan o Hepatitis disebabkan kelainan genetik: penyakit Wilson, def 1 antitripsin Pencegahan sirosis hepar dapat dibagi menjadi dua yaitu secara primer berupa menghindari faktor resiko seperti obat-obatan hepatotoksik dan alkohol, untuk menghindari terjadinya hepatitis B kronis dapat dilakukan vaksinasi. Sedangkan preventif sekunder dapat dilakukan pengobatan yang tepat pada infeksi hepatitis B kronis dan hepatitis C kronis.

37

Anda mungkin juga menyukai