Anda di halaman 1dari 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritik 1. Angka Kematian Ibu dan ANC Angka kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. AKI di Jawa Tengah, masih cukup tinggi mencapai 116,01/100.000 kelahiran pada tahun 2011. Angka tersebut mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2010 yaitu sebesar 104,97/100.000 kelahiran hidup.1 Salah satu upaya penurunan angka kematian ibu adalah dengan melakukan antenatal care.2 Kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan Antenatal. Pada setiap kunjungan Antenatal care (ANC), petugas

mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan diagnosis kehamilan intrauterine, serta ada tidaknya masalah atau komplikasi.Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan ke lima yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan tahun dicapai 2015 adalah mengurangi sampai resiko jumlah kematian ibu. Dari hasil survei yang dilakukan terhadap telah mengalami penurunan dari waktu ke waktu yang terus-menerus, namun demikian membutuhkan komitmen dan usaha keras, apabila hal ini tidak menjadi perhatian kita semua maka diperkirakan angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 90% pada tahun 2015 tidak akan tercapai, konsentrasi lebih lanjut bisa berimbas pada resiko angka kematian ibu meningkat.3 Penyebab kematian ibu yang paling umum di Indonesia adalah penyebab obstetri langsung yaitu perdarahan 28 %, preeklampsi/eklampsi 24 %, infeksi 11 %, sedangkan penyebab tidak langsung adalah trauma obstetri 5 %, dll. 2. Perdarahan Separuh dari kematian ibu disebabkan oleh perdarahan. Dua pertiga dari semua kasus perdarahan pascapersalinan terjadi pada ibu tanpa faktor risiko yang diketahui sebelumnya, duapertiga kematian akibat perdarahan tersebut adalah dari jenis retensio

plasenta,dan tidak mungkin memperkirakan ibu mana yang akan mengalami atonia uteri maupun perdarahan. Perdarahan, khususnya perdarahan post-partum, terjadi secara mendadak dan lebih berbahaya apabila terjadi pada wanita yang menderita anemia. Seorang ibu dengan perdarahan dapat meninggal dalam waktu kurang dari satu jam. Kondisi kematian ibu secara keseluruhan diperberat oleh tiga terlambat yaitu terlambat dalam pengambilan keputusan, terlambat mencapai tempat rujukan, terlambat dalam mendapatkan pertolongan yang tepat di fasilitas kesehatan.

3. Preeklamsia a. Pengertian Sesuai dengan batasan dari National Institutes of Health (NIH) Working Group on Blood Pressure in Pregnancy13,24-26 preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai dengan proteinuria pada umur kehamilan lebih dari 20 minggu atau segera setelah persalinan. Saat ini oedema pada wanita hamil dianggap dianggap sebagai hal yang biasa dan tidak spesifik dalam diagnosis preeklampsi. Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg. Tekanan darah diastolik ditetapkan pada saat hilangnya bunyi korotkoff ( korotkoff 5 ). Proteinuria didefinisikan sebagai adanya protein dalam urin dalam jumlah 300 mg/ml dalam urin tampung 24 jam atau 30 mg/dl dari urin acak tengah yang tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi saluran kencing 25,26. Preeklampsia sendiri dibagi menjadi 2, yaitu preeklampsia ringan dan preeklampsia berat. Preeklampsia ringan adalah preeklampsia, dengan tekanan darah sistolik 140 - <160 mmHg atau tekanan darah diastolik 90 - <110 mmHg. Disebut dengan preeklampsia berat bila pada penderita preeklampsia didapatkan salah satu gejala berikut : Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg ; Proteinuria 5 gr / jumlah urin selama 24 jam atau dipstick 4 + ; Oliguria ; Peningkatan kadar kreatinin serum (> 1,2 mg/dl) ; Edema paru dan sianosis ; Gangguan visus dan serebral disertai sakit kepala yang menetap ; nyeri epigastrium yang menetap ; Trombositopenia < 100.000 sel/mm3; Peningkatan enzim hepar (alanin aminotransferase [ALT] atau aspartate aminotransferase [AST] ; Hemolisis ; Trombositopenia (< 100.000/mm3), sindroma HELLP 13,25.

Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai kejang tonik klonik disusul dengan koma26. Superimposed preeklampsia/eklampsia adalah timbulnya proteinuria pada wanita hamil yang sebelumnya telah mengalami hipertensi. Proteinuria hanya timbul setelah kehamilan 20 minggu26. Penyakit hipertensi kronis adalah ditemukannya desakan darah 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan26. b. Epidemiologi Dari data berbagai kepustakaan didapat angka kejadian preeklampsia di berbagai negara antara 710%27. Di Indonesia sendiri angka kejadian preeklampsia berkisar antara 3,4 8,5 %26. Pada penelitian di RS. Dr. Kariadi Semarang tahun 1997 didapatkan angka kejadian preeklampsia 3,7 % dan eklampsia 0,9 % dengan angka kematian perinatal sebesar 3,1 %28. Sedang pada periode tahun 1997 1999 didapatkan angka kejadian preeklampsia 7,6 % dan eklampsia 0,15 %
29

. Penelitian

pada bulan Juni 2002 Februari 2004 di RS. Dr. Kariadi Semarang didapatkan 28,1 % kasus persalinan dengan preeklampsia berat30. Dari data ini terlihat 10 kecenderungan peningkatan angka kejadian preeklampsia di RS. Dr.Kariadi dari tahun ke tahun. c. Faktor risiko Faktor risiko pada preeklamsi dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu faktor risiko maternal, faktor risiko medikal maternal, dan faktor risiko plasental atau fetal. Beberapa faktor yang meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia

diantaranya adalah sebagai berikut : Kehamilan pertama Riwayat keluarga dengan pre-eklampsia atau eklampsia Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes, penyakit ginjal, migraine, dan tekanan darah tinggi) Kehamilan kembar

d. Etiologi Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Secara teoritik urutan urutan gejala yang timbul pada preeklamsi ialah edema, hipertensi, dan terakhir proteinuri. Sehingga bila gejala-gejala ini timbul tidak dalam urutan diatas dapat dianggap bukan preeklamsi. Dari gejala tersebut timbur hipertensi dan proteinuria merupakan gejala yang paling penting. Namun, penderita serinhkali tidak merasakan perubahan ini. Bila penderita sudah mengeluh adanya gangguan nyeri kepala, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup lanjut. e. Gambaran Klinis Preeklampsia 1) Gejala subjektif Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Tekanan darah pun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat. 2) Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan tekanan sistolik 30mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari 140/90mmHg. Tekanan darah pada preeklampsia berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan takikardia, takipnu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan otak. f. Patofisiologi Preeklampsia Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia. Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet.

Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat

menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intravaskular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan

trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim. Perubahan pada organ-organ: 1) Perubahan kardiovaskuler Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang ektravaskular terutama paru. 2) Metabolisme air dan elektrolit Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak diketahui penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklampsia dan eklampsia daripada pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal. 3) Mata Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukan tanda preeklampsia berat yang mengarah pada eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya

perubahan preedaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau di dalam retina. 4) Otak Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan. 5) Uterus Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjadi partus prematur. 6) Paru-paru Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya aspirasi pneumonia, atau abses paru. g. Diagnosis Preeklampsia Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu; 1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut : - Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal. - Proteinuria kuantitatif 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter atau midstream. 2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut: - Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih. - Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+. - Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam. - Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium.

- Terdapat edema paru dan sianosis - Trombositopeni - Gangguan fungsi hati - Pertumbuhan janin terhambat

h. Penatalaksanaan Preeklampsia Diagnosis dini, supervisi medikal yang ketat, waktu persalinan merupakan persyaratan yang mutlak dalam penatalaksanaan preeklamsi. Persalinan merupakan pengobatan yang utama. Setelah diagnosis ditegakkan, penatalaksanaan selanjutnya harus berdasarkan evaluasi awal terhadap kesejahteraan ibu dan janin. Berdasarkan hal ini, keputusan dalam penatalaksanaan dapat ditegakkan, yaitu apakah hospitalisasi, ekspektatif atau terminasi kehamilan serta harus memperhitungkan beratnya penyakit, keadaan ibu dan janin, dan usia kehamilan. Tujuan utama pengambilan strategi penatalaksanaan adalah keselamatan ibu dan kelahiran janin hidup yang tidak memerlukan perawatan neonatal lebih lanjut dan lama. Penatalaksanaa pada preeklamsi dibagi berdasarkan beratnya preeklamsi, yaitu : 1) Preeklamsi ringan Pada preeklamsi ringan, observasi ketat harus dilakukan untuk mengawasi perjalanan penyakit karena penyakit ini dapat memburuk sewaktu-waktu. Adanya gejala seperti sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan dan proteinuri meningkatkan risiko terjadinya eklamsi dan solusio plasenta. Pasien-pasien dengan gejala seperti ini memerlukan observasi ketat yang dilakukan di rumah sakit. Pasien harus diobservasi tekanan darahnya setiap 4 jam, pemeriksaan klirens kreatinin dan protein total seminggu 2 kali, tes fungsi hati, asam urat, elektrolit, dan serum albumin setiap minggu. Pada pasien preeklamsi berat, pemeriksaan fungsi pembekuan seperti protrombin time, partial tromboplastin time, fibrinogen, dan hitung trombosit. Perkiraan berat badan janin diperoleh melalui USG saat masuk rumah sakit dan setiap 2 minggu. Perawatan jalan dipertimbangkan bila ketaatan pasien baik, hipertensi ringan, dan keadaan janin baik. Penatalaksanaan terhadap ibu meliputi observasi ketat tekanan darah, berat badan, ekskresi protein pada urin 24 jam, dan hitung trombosit begitu pula

keadaan janin (pemeriksaan denyut jantung janin 2x seminggu). Sebagai tambahan, ibu harus diberitahu mengenai gejala pemburukan penyakit, seperti nyeri kepala, nyeri epigastrium, dan gangguan penglihatan. Bila ada tanda-tanda progresi penyakit, hospitalisasi diperlukan. Pasien yang dirawat di rumah sakit dibuat senyaman mungkin. Ada persetujuan umum tentang induksi persalinan pada preeklamsi ringan dan keadaan servik yang matang (skor Bishop >6) untuk menghindari komplikasi maternal dan janin. Akan tetapi ada pula yang tidak menganjurkan penatalaksanaan preeklamsi ringan pada kehamilan muda. Saat ini tidak ada ketentuan mengenai tirah baring, hospitalisasi yang lama, penggunaan obat anti hipertensi dan profilaksis anti konvulsan. Tirah baring umumnya direkomendasikan terhadap preeklamsi ringan. Keuntungan dari tirah baring adalah mengurangi edema, peningkatan pertumbuhan janin, pencegahan ke arah preeklamsi berat, dan meningkatkan outcome janin. Medikasi anti hipertensi tidak diperlukan kecuali tekanan darah melonjak dan usia kehamilan 30 minggu atau kurang. Pemakaian sedatif dahulu digunakan, tatapi sekarang tidak dipakai lagi karena mempengaruhi denyut jantung istirahat janin dan karena salah satunya yaitu fenobarbital mengganggu faktor pembekuan yang tergantung vitamin K dalam janin. Sebanyak 3 penelitian acak menunjukkan bahwa tidak ada keuntungan tirah baring baik di rumah maupun di rumah sakit walaupun tirah baring di rumah menurunkan lamanya waktu di rumah sakit. Sebuah penelitian menyatakan adanya progresi penyakit ke arah eklamsi dan persalinan prematur pada pasien yang tirah baring di rumah. Namun, tidak ada penelitian yang mengevaluasi eklamsi, solusio plasenta, dan kematian janin. Pada 10 penelitian acak yang mengevaluasi pengobatan pada wanita dengan preeklamsi ringan menunjukkan bahwa efek pengobatan terhadap lamanya kehamilan, pertumbuhan janin, dan insidensi persalinan preterm bervariasi antar penelitian. Oleh karena itu tidak terdapat keuntungan yang jelas terhadap pengobatan preeklamsi ringan. Pengamatan terhadap keadaan janin dilakukan seminggu 2 kali dengan NST dan USG terhadap volume cairan amnion. Hasil NST non reaktif memerlukan konfirmasi lebih lanjut dengan profil biofisik dan oksitosin challenge test. Amniosentesis untuk mengetahui rasio lesitin:sfingomielin (L:S ratio) tidak

umum dilakukan karena persalinan awal akibat indikasi ibu, tetapi dapat berguna untuk mengetahui tingkat kematangan janin. Pemberian kortikosteroid dilakukan untuk mematangkan paru janin jika persalinan diperkirakan berlangsung 2-7 hari lagi. Jika terdapat pemburukan penyakit preeklamsi, maka monitor terhadap janin dilakukan secara berkelanjutan karena adanya bahaya solusio plasenta dan insufisiensi uteroplasenter. 2) Preeklamsi berat Tujuan penatalaksanaan pada preeklamsi berat adalah mencegah konvulsi, mengontrol tekanan darah maternal, dan menentukan persalinan. Persalinan merupakan terapi definitif jika preeklamsi berat terjadi di atas 36 minggu atau terdapat tanda paru janin sudah matang atau terjadi bahaya terhadap janin. Jika terjadi persalinan sebelum usia kehamilan 36 minggu, ibu dikirim ke rumah sakit besar untuk mendapatkan NICU yang baik. Pada preeklamsi berat, perjalanan penyakit dapat memburuk dengan progresif sehingga menyebabkan pemburukan pada ibu dan janin. Oleh karena itu persalinan segera direkomendasikan tanpa memperhatikan usia kehamilan. Persalinan segera diindikasikan bila terdapat gejala impending eklamsi, disfungsi multiorgan, atau gawat janin atau ketika preeklamsi terjadi sesudah usia kehamilan 34 minggu. Pada kehamilan muda, bagaimana pun juga, penundaan terminasi kehamilan dengan pengawasan ketat dilakukan untuk meningkatkan keselamatan neonatal dan menurunkan morbiditas neonatal jangka pendek dan jangka panjang. Pada 3 penelitian klinis baru-baru ini, penatalaksanaan secara konservatif pada wanita dengan preeklamsi berat yang belum aterm dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas neonatal. Namun, karena hanya 116 wanita yang menjalani terapi konservatif pada penelitian ini dan karena terapi seperti itu mengundang risiko bagi ibu dan janin, penatalaksanaan konservatif hanya dikerjakan pada pusat neonatal kelas 3 dan melaksanakan observasi bagi ibu dan janin. Semua wanita dengan usia kehamilan 40 minggu yang menderita preeklamsi ringan harus memulai persalinan. Pada usia kehamilan 38 minggu, wanita dengan preeklamsi ringan dan keadaan serviks yang sesuai harus diinduksi.

Setiap wanita dengan usia kehamilan 32-34 minggu dengan preeklamsi berat harus dipertimbangkan persalinan dan janin sebaiknya diberi kortikosteroid. Pada pasien dengan usia kehamilan 23-32 minggu yang menderita preeklamsi berat, persalinan dapat ditunda dalam usaha untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal. Jika usia kehamilan < 23 minggu, pasien harus diinduksi persalinan untuk terminasi kehamilan. Tujuan obyektif utama penatalaksanaan wanita dengan preeklamsi berat adalah mencegah terjadinya komplikasi serebral seperti ensefalopati dan perdarahan. Ibu hamil harus diberikan magnesium sulfat dalam waktu 24 jam setelah diagnosis dibuat. Tekanan darah dikontrol dengan medikasi dan pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru janin. Batasan terapi biasanya bertumpu pada tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih tinggi. Beberapa ahli menganjurkan mulai terapi pada tekanan diastolik 105 mmHg , sedangkan yang lainnya menggunakan batasan tekanan arteri rata-rata > 125 mmHg. Tujuan dari terapi adalah menjaga tekanan arteri rata-rata dibawah 126 mmHg (tetapi tidak lebih rendah dari 105 mmHg) dan tekanan diastolik < 105 mmHg (tetapi tidak lebih rendah dari 90 mmHg). Terapi inisial pilihan pada wanita dengan preeklamsi berat selama peripartum adalah hidralazin secara IV dosis 5 mg bolus. Dosis tersebut dapat diulangi bila perlu setiap 20 menit sampai total 20 mg. Bila dengan dosis tersebut hidralazin tidak menghasilkan perbaikan yang diinginkan, atau jika ibu mengalami efek samping seperti takikardi, sakit kepala, atau mual, labetalol (20 mg IV) atau nifedipin (10 mg oral) dapat diberikan. Akan tetapi adanya efek fetal distres terhadap terapi dengan hidralazin, beberapa peneliti merekomendasikan penggunaan obat lain dalam terapi preeklamsi berat. Pada 9 penelitian acak yang membandingkan hidralazin dengan obat lain, hanya satu penelitian yang menyebutkan efek samping dan kegagalan terapi lebih sering didapatkan pada hidralazin. Bila ditemukan masalah setelah persalinan dalam mengontrol hipertensi berat dan jika hidralazin intra vena telah diberikan berulang kali pada awal puerperium, maka regimen obat lain dapat digunakan. Setelah pengukuran tekanan darah mendekati normal, maka pemberian hidralazin dihentikan. Jika

hipertensi kembali muncul pada wanita post partum, labetalol oral atau diuretik thiazide dapat diberikan selama masih diperlukan. Pemberian cairan infus dianjurkan ringer laktat sebanyak 60-125 ml perjam kecuali terdapat kehilangan cairan lewat muntah, diare, diaforesis, atau kehilangan darah selama persalinan. Oliguri merupakan hal yang biasa terjadi pada preeklamsi dan eklamsi dikarenakan pembuluh darah maternal mengalami konstriksi (vasospasme) sehingga pemberian cairan dapat lebih banyak. Pengontrolan perlu dilakukan secara rasional karena pada wanita eklamsi telah ada cairan ekstraselular yang banyak yang tidak terbagi dengan benar antara cairan intravaskular dan ekstravaskular. Infus dengan cairan yang banyak dapat menambah hebat maldistribusi cairan tersebut sehingga meninggikan risiko terjadinya edema pulmonal atau edema otak. Pada masa lalu, anestesi dengan cara epidural dan spinal dihindarkan pada wanita dengan preeklamsi dan eklamsi. Pertimbangan utama karena adanya hipotensi yang ditimbulkan akibat blokade simpatis. Ada juga pertimbangan lain yaitu pada keamanan janin karena blokade simpatis dapat menimbulkan ipotensi dan menurunkan perfusi plasenta. Ketika teknik analgesi telah mengalami kemajuan beberapa dekade ini, analgesi epidural digunakan untuk memperbaiki vasospasme dan menurunkan tekanan darah pada wanita penderita preeklamsi berat. Selain itu, klinisi yang lebih menyenangi anestesi epidural menyatakan bahwa pada anestesi umum dapat terjadi penigkatan tekanan darah tiba-tiba akibat stimulasi oleh intubasi trakea dan dapat menyebabkan edema pulmonal, edema serebral dan perdarahan intrakranial. Pada penelitian yang dilakukan oleh Wallace dan kawan-kawan menunjukkan bahwa penggunaan anestesi baik metode anestesi umum maupun regional dapat digunakan pada persalinan dengan cara seksio sesarea pada wanita preeklamsi berat jika langkah-langkah dilakukan dengan pertimbangan yang hati-hati. Walaupun anestesi epidural dapat menurunkan tekanan darah, telah dibuktikan bahwa tidak ada keuntungan signifikan dalam mencegah hipertensi setelah persalinan. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah anestesi epidural aman digunakan selama persalinan pada wanita dengan hipertensi dalam kehamilan, tetapi bukan merupakan terapi terhadap hipertensi.

Indikasi persalinan pada preeklamsi dibagi menjadi 2, yaitu : a) Indikasi ibu Usia kehamilan 38 minggu Hitung trombosit < 100.000 sel/mm3 Kerusakan progresif fungsi hepar Kerusakan progresif fungsi ginjal Suspek solusio plasenta Nyeri kepala hebat persisten atau gangguan penglihatan Nyeri epigastrium hebat persisiten, nausea atau muntah

b) Indikasi janin IUGR berat Hasil tes kesejahteraan janin yang non reassuring Oligohidramnion.

4. Mutu Layanan Kesehatan Globalisasi mempertinggi arus kompetisi disegala bidang termasuk bidang kesehatan dimana perawat dan bidan terlibat didalamnya. Untuk dapat mempertahankan eksistensinya, maka setiap organisasi dan semua elemen-elemen dalam organisasi harus berupaya meningkatkan mutu pelayanannya secara terus menerus. Sistem pengembangan dan manajemen kinerja klinis (SPMKK) bagi perawat dan bidan terkait erat dan sinkron dengan program jaminan mutu (Quality Assurance). Kecenderungan masa kini dan masa depan menunjukkan bahwa masyarakat semakin menyadari pentingnya peningkatan dan mempertahankan kualitas hidup (quality of life). Oleh karena itu pelayanan kesehatan yang bermutu semakin dicari untk memperoleh jaminan kepastian terhadap mutu pelayanan kesehatan yang diterimanya. Semakin tinggi tingkat pemahaman masyarakat terhadap pentingnya kesehatan untuk mempertahankan kualitas hidup, maka customer akan

semakin kritis dalam menerima produk jasa, termasuk jasa pelayanan keperawatan dan kebidanan, oleh karena itu peningkatan mutu kinerja setiap perawat dan bidan perlu dilakukan terus menerus.8

1. Pengertian Mutu Mutu" adalah tingkat dimana pelayanan kesehatan pasen ditingkatkan mendekati hasil yang diharapkan dan mengurangi faktor-faktor yang tidak diinginkan.8 Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan kebutuhan kepuasan. Mutu adalah kesesuaian terhadap permintaan persyaratan. Mutu pelayanan kesehatan dasar adalah kesesuaian antara pelayanan kesehatan dasar yang disediakan/diberikan dengan kebutuhan yang memuaskan pasien atau kesesuaian dengan ketentuan standar pelayanan.9 Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan.10 Pengertian

layanan kesehatan bermutu adalah suatu layanan yang dibutuhkan,dalam hal ini akan ditentukan oleh profesi layanan kesehatan, dan sekaligus diinginkan baik oleh pasien ataupun masyarakat serta terjangkau oleh daya beli masyarakat.11 2. Dimensi mutu layanan kesehatan Dimensi mutu layanan kesehatan antara lain11 : a. Dimensi kompentensi teknis ( keterampilan,kemampuan,dan penampilan atau kinerja pemberi layanan kesehatan ). b. Keterjangkauan / akses ( layanan kesehatan harus dapat dicapai oleh masyarakat tanpa terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi,organisasi dan bahasa ). c. Efektifitas ( bagaimana standar layanan kesehtanitu digunakan dengan tepat, konsisten, dan sesuai situasi setempat ) dan sangat berkaitan dengan ketrampilan dalam mengikuti prosedur yang terdapat dalam layanan kesehatan. d. Efesiensi ( dapat melayani lebih banyak pasien /masyarakat ). e. Kesinambungan ( pasien harus dapat dilayanai sesuai kebutuhan ). f. Keamanan ( aman dari resiko cedera, infeksi dan efek samping atau bahaya yang ditimbulkan oleh layanan kesehtan itu sendiri ). g. Kenyamanan (kenyamanan dapat menimbulkan kepercayaan pasienkepada organisasi layanan kesehatan). h. Informasi ( mampu memberikan informasi yang jelas tentang

apa,siapa,kapan,dimana,dan bagaimanan layanan kesehatan akan dan telah dilaksanakan. Ini penting untuk tingkat Puskesmas dan RS )

i. Ketepatan waktu ( agar berhasil, layanan kesehtan itu harus dilaksanakan dalam waktu dan cara yang tepat, oleh pemberi pelayanan yang tepat, dan menggunakan peralatan dan obat yang tepat, serta biaya yang efesien ). j. Hubungan antar manusia (merupakan interaksi antar pemberi pelayanan kesehatan dengan pasien, antar sesama pemberi layanan kesehatan). HAM ini akan memberi kredibilitas dengan cara salingmenghargai,menjaga rahasia,saling

menghormati,responsifmemberi perhatian. Dalam menilai kualitas jasa/ pelayanan, terdapat sepuluh ukuran kualitas jasa/ pelayanan, yaitu12 : a. Tangible (nyata/berwujud) b. Reliability (keandalan) c. Responsiveness (Cepat tanggap) d. Competence (kompetensi) e. Access (kemudahan) f. Courtesy (keramahan) g. Communication (komunikasi) h. Credibility (kepercayaan) i. Security (keamanan) j. Understanding the Customer (Pemahaman pelanggan) Namun, dalam perkembangan selanjutnya dalam penelitian dirasakan adanya dimensi mutu pelayanan yang saling tumpang tindih satu dengan yang lainnya yang dikaitkan dengan kepuasan pelanggan. Dimensi tersebut difokuskan menjadi 5 dimensi (ukuran) kualitas jasa/pelayanan, yaitu12 : a. Tangible (berwujud); meliputi penampilan fisik dari fasilitas, peralatan, karyawan dan alat-alat komunikasi. b. Realibility (keandalan); yakni kemampuan untuk melaksanakan jasa yang telah dijanjikan secara konsisten dan dapat diandalkan (akurat). c. Responsiveness (cepat tanggap); yaitu kemauan untuk membantu pelanggan (konsumen) dan menyediakan jasa/pelayanan yang cepat dan tepat. d. Assurance (kepastian); mencakup pengetahuan dan keramah-tamahan para karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan, kesopanan

dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan. e. Empaty (empati); meliputi pemahaman pemberian perhatian secara individual kepada pelanggan, kemudahan dalam melakukan komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan pelanggan. 3. Kebutuhan pelanggan layanan kesehatan11 a. Kebutuhan terhadap akses layanan kesehatan, artinya kemudahan memperoleh layanan kesehatan yang dibutuhkan. b. Kebutuhan terhadap layanan yang tepat waktu, artinya tingkat ketersediaan layanan kesehatan pada saat dibutuhkan. c. Kebutuhan terhadap layanan kesehtan yang efesien dan efektifartinya biaya layanan kesehtan terjangkau. d. Kebutuhan layanan kesehtan yang tepat dan layak artinya layanan kesehatan diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien. 4. Cara mengukur mutu Banyak kerangka pikir yang dapat digunakan untuk mengukur mutu. Pada awal upaya pengukuran mutu layanan kesehatan, tiga kategori penggolongan layanan kesehatan yaitu struktur, proses, dan keluaran.11 a. Standar struktur Standar struktur adalah standar yang menjelaskan peraturan sistem, kadangkadang disebut juga sebagai masukan atau struktur. Termasuk kedalamnya hubungan organisasi, misi organisasi,kewenangan, komite-komite, personel, peralatan gedung, rekam medik, keuangan, perbekalan obat dan fasilitas. Standar struktur merupakan ruler of the game. b. Standar proses Standar proses adalah sesuatu yang menyangkut semua aspek pelaksanaan kegiatan layanan kesehatan, melakukan prosedur dan kebijaksanaan. Standar proses akan menjelaskan apa yang harus dilakukan, bagaimana melakukannya dan bagaimana sistem bekerja. Dengan lain, standar proses adalah playing the game. c. Standar keluaran

Standar keluaran merupakan hasil akhir atau akibat dari layanan kesehatan. Standar keluaran akan menunjukan apakah layanan kesehatan berhasil atau gagal. Keluaran (outcame) adalah apa yang diharapkanakan terjadi sebagai hasil dari

layanan yang diselenggarakan dan terhadap apa keberhasilan itu diukur.

5.

Kualitas Pelayanan Antenatal Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang mencakup anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan kebidanan, pemeriksaan laboratorium atas indikasi tertentu serta indikasi dasar dan khusus.11 Selain itu aspek yang lain yaitu penyuluhan, Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE), motivasi ibu hamil dan rujukan.11 Tujuan asuhan antenatal adalah memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi, meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu dan bayi, mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin selama kehamilan, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan, mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat,ibu maupun bayinya dengantrauma seminimal mungkin, mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif, mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerimakelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal serta optimalisasi kembalinya kesehatan reproduksi ibu secara wajar. Keuntungan layanan antenatal sangat besar karena dapat mengetahui resiko dan komplikasi sehingga ibu hamil dapat diarahkan untuk melakukan rujukan ke rumah sakit. Layanan antenatal dilakukan sehingga dapat dilakukan pengawasan yang lebih intensif, pengobatan agar resiko dapat dikendalikan, serta melakukan rujukan untuk mendapat tindakan yang adekuat.13 Pelayanan yang dilakukan secara rutin juga merupakan upaya untuk melakukan deteksi dini kehamilan beresiko sehingga dapat dengan segera dilakukan tindakan yang tepat untuk mengatasi dan merencanakan serta memperbaiki kehamilan tersebut. Kelengkapan antenatal terdiri dari jumlah kunjungan antenatal dan kualitas pelayanan antenatal.14 Pelayanan antenatal mempunyai pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan janin atau lama waktu mengandung, baik dengan diagnosis maupun dengan perawatan berkala terhadap adanya komplikasi kehamilan. Pertama kali ibu hamil melakukan pelayanan

antenatal merupakan saat yang sangat penting, karena berbagai faktor resiko bisa diketahui seawal mungkin dan dapat segera dikurangi atau dihilangkan.15 Kualitas pelayanan Antenatal erat hubungannya dengan penerapan. Standar pelayanan kebidanan, yang mana standar pelayanan berguna dan penerapan norma dan tingkat kinerja yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Penerapan standar pelayanan akan sekaligus melindungi masyarakat, karena penilaian terhadap proses dan hasil penilaian dapat dilakukan dengan dasar yang jelas. Mengukur tingkat kebutuhan terhadap standar yang baik input, proses pelayanan dan hasil pelayanan khususnya tingkat pengetahuan pasien terhadap pelayanan antenatal yang dikenal standar mutu yaitu16 : 1. Standar pelayanan Antenatal Terdapat enam standar dalam standar pelayanan antenatal seperti berikut ini : a. Standar : Identifikasi Ibu Hamil Standar ini bertujuan mengenali dan memotivasi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya. Pernyataan standar : Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu, suami dan anggota keluarganya agar mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya sejak dini dan secara teratur. b. Standar : Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal Pemeriksaan dan pemantauan antenatal bertujuan memberikan pelayanan antenatal berkualitas dan diteliti dalam komplikasi. Bidan memberikan sedikitnya 4 x pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliputi anamnesa dan pemantauan ibu dan dan janin dengan seksama untuk menilai apakah perkembangan berlangsung normal. Bidan juga harus mengenal kehamilan risti/kelainan, khususnya anemia, kurang gizi, hipertensi, PMS/ Infeksi HIV ; memberikan pelayanan imunisasi, nasehat dan penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya yang diberikan oleh Puskesmas. Mereka harus mencatat data yang tepat padu setiap kunjungan. Bila ditemukan kelainan, mereka harus mampu mengambil tindakan yang diperlukan dan merujuknya untuk tindakan selanjutnya. c. Standar : Palpasi Abdominal

Standar

palpasi

abdominal

bertujuan

memperkirakan

usia,

kehamilan,

pemantauan pertumbuhan jenis, penentuan letak, posisi dan bagian bawah janin. Bidan melakukan pemeriksaan abdomen dengan seksama & melakukan palpasi untuk memperkirakan usia kehamilan. Bila umur kehamilan bertambah, memeriksa posisi, bagian terendah, masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul, untuk mencari kelainan serta melakukan rujukan tepat waktu. Secara tradisional perkiraan tinggi fundus dilakukan dengan palpasi fundus dan membandingkannya dengan beberapa patokan antara lain simfisis pubis, umbilikus atau prosesus sifoideus. Cara tersebut dilakukan dengan tanpa memperhitungkan ukuran tubuh ibu. Sebaik-baiknya pemeriksaan (perkiraan) tersebut, hasilnya masih kasar dan dilaporkan hasilnya bervariasi. Dalam upaya standardisasi perkiraan tinggi fundus, para peneliti saat ini menyarankan penggunaan pita ukur untuk mengukur tinggi fundus dari tepi atas simfisis pubis karena memberikan hasil yang lebih akurat dan dapat diandalkan. Pengukuran tinggi fundus uteri tersebut bila dilakukan pada setiap kunjungan oleh petugas yang sama, terbukti memiliki nilai prediktif yang baik, terutama untuk mengidentifikasi adanya gangguan pertumbuhan intrauterin yang berat dan kehamilan kembar. Walaupun pengukuran tinggi fundus uteri dengan pita ukur masih bervariasi antar operator, namun variasi ini lebih kecil dibandingkan dengan metoda tradisional lainnya. Oleh karena itu penelitian mendukung penggunaan pita ukur untuk memperkirakan tinggi fundus sebagai bagian dari pemeriksaan rutin pada setiap kunjungan. d. Standar : Pengelolaan Anemia pada Kehamilan Standar ini bertujuan menemukan anemia pada kehamilan secara dini dan melakukan tindakan lanjut yang memadai untuk mengatasi anemia sebelum persalinan berlangsung. Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan dan/atau rujukan semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemeriksaan Hemoglobin (Hb) secara rutin selama kehamilan merupakan kegiatan yang umumnya dilakukan untuk mendeteksi anemia. Namun ada kecendurungan bahwa kegiatan ini tidak dilaksanakan secara optimal selama masa

kehamilan. Perubahan normal ini di kenal sebagai Hemodilusi dan biasanya mencapai titik terendah pada kehamilan minggu ke-30. Oleh karena itu pemeriksaan Hb dianjurkan untuk dilakukan pada awal kehamilan dan diulang kembali pada minggu ke-30 untuk mendapat gambaran akurat tentang status Hb. e. Standar :Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan Standar ini bertujuan mengenali dan menemukan secara dini hipertensi pada kehamilan dan melakukan tindakan diperlukan. Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali tanda serta gejala preeklamsia lainnya, serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya.

f. Standar : Persiapan Persalinan. Standar Persiapan Persalinan dengan tujuan untuk memastikan bahwa persalinan direncanakan dalam lingkungan yang aman dan memadai dengan pertolongan bidan terampil. Bidan memberikan saran yang tepat Kepada ibu hamil, suami/keluarganya pada trisemester III memastikan bahwa persiapan persalinan bersih dan aman dan suatu suasana yang menyenangkan akan direncanakan dengan baik, di samping persiapan transportasi dan biaya untuk merujuk, bila tiba-tiba terjadi keadaan gawat darurat. Bidan mengusahakan untuk melakukan kunjungan ke setiap rumah ibu hamil untuk hal ini.

2.

Kebijakan Program Pelayanan Antenatal Pelayanan Antenatal merupakan cara untuk memonitor dan mendukung kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi komplikasi. Pelayanan Antenatal penting untuk menjamin bahwa proses alamiah dari kehamilan berjalan normal dan tetap demikian seterusnya. Kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat. Sekarang ini sudah umum diterima bahwa setiap kehamilan membawa resiko bagi ibu. Kebijakan program dalam pelayanan antenatal yaitu kunjungan antenatal

sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan, satu kali pada triwulan

pertama, satu kali pada triwulan kedua dan dua kali pada triwulan ketiga. Penerapan operasionalnya dikenal standar minimal (7T) yang terdiri atas : a. (Timbang) berat badan dan pengukuran tinggi badan, suatu teknologi tepat guna yang dapat dimanfaatkan untuk menilai status gizi ibu bila tidak tersedia timbangan pada waktu pemeriksaankehamilan yang pertama, adalah pengukuran lingkar lengan atas (LLA). b. Ukur (Tekanan) darah. c. Ukur (Tinggi) fundus uteri. d. Pemberian imunisasi (Tetanus Toxoid) / TT lengkap. e. Pemberian (Tablet besi), minimal 90 tablet selama kehamilan. f. (Tes) terhadap Penyakit Menular Seksual. g. (Temu) wicara dalam rangka persiapan rujukan. Kebijakan teknis pelayanan antenatal setiap kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat. Itu sebabnya mengapa ibu hamil memerlukan pemantauan selama kehamilannya. Penatalaksanaan ibu hamil secara keseluruhan meliputi komponen-komponen sebagai berikut : mengupayakan kehamilan yang sehat, melakukan penatalaksanaan awal serta rujukan bila diperlukan, persiapan persalinan yang bersih dan aman, perencanaan antisipatif dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi komplikasi. 3. Pelaksanaan Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil.17 a. Mengumpulkan Data Dasar / Pengkajian Data Mengumpulkan data subyektif dan data obyektif,berupa data fokus yang dibutuhkan untuk menilai keadaan ibu sesuai dengan kondisinya, menggunakan anamnesis,pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. 1) Data Subyektif terdiri dari : a) Biodata ibu dan suami b) Alasan ibu memeriksakan diri c) Riwayat kehamilan sekarang d) Riwayat kebidanan yang lalu e) Riwayat menstruasi f) Riwayat KB

g) Riwayat kesehatan h) Riwayat bio-psikososial-spiritual i) Pengetahuan tentang tanda bahaya persalinan j) Tehnik yang digunakan untuk mengumpulkan data subyektif adalah dengan dengan melakukan anamnesis.

2) Data objektif terdiri dari : a) Hasil pemeriksaan umum (tinggi badan, berat badan,lingkar lengan, suhu, nadi, tekanan darah, pernapasan). b) Hasil pemeriksaan kepala dan leher. c) Hasil pemeriksaan tangan dan kaki. d) Hasil pemeriksaan payudara. e) Hasil pemeriksaan abdomen. f) Hasil pemeriksaan denyut jantung janin. g) Hasil pemeriksaan darah dan urine. Sumber data baik data subyektif maupun data obyektif yang paling akurat adalah ibu hamil yang diberi asuhan, namun apabila kondisi tidak memungkinkan dan masih diperlukan data bisa dikaji dari status ibu yang menggambarkan pendokumentasian asuhan sebelum ditangani dan bisa juga keluarga atau suami yang mendampingi ibu saat diberi asuhan. b. Menginterpretasikan /menganalisa data /merumuskan diagnosa Pada langkah ini data subyektif dan obyektif yang dikaji dianalisis menggunakan teori fisiologis dan teori patologis sesuai dengan perkembangan kehamilan berdasarkan umurkehamilan ibu pada saat diberi asuhan, termasuk teori tentang kebutuhan fisik dan psikologis ibu hamil. Hasil analisis dan interpretasi data menghasilkan rumusan diagnosis kehamilan. Rumusan diagnosis kebidanan pada ibu hamil disertai dengan alasan yang

mencerminkan pikiran rasional yang mendukung munculnya diagnosis selanjutnya.

c. Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh Dalam menyusun rencana asuhan yang menyeluruh mengacu pada diagnosis mengacu pada diagnosis, masalah asuhan serta kebutuhan yang telah sesuai dengan kondisi klien saat diberi asuhan. d. Melaksanakan asuhan sesuai perencanaan secara efisien dan aman Pelaksanaan rencana asuhan bisa dilaksanakan bidan langsung, bisa juga dengan memberdayakan ibu. e. Melaksanakan evaluasi terhadap rencana asuhan yang telah dilaksanakan. Evaluasi ditujukan terhadap efektivitas intervensi tentang kemungkinan pemecahan masalah, mengacu pada perbaikan kondisi/kesehatan ibu dan janin. Evaluasi mencangkup jangka pendek, yaitu sesaat setelah intervensi dilaksanakan, dan jangka panjang, yaitu menunggu proses sampai kunjungan berikutnya / kunjungan ulang. f. Pendokumentasian dengan SOAP Pendokumentasian asuhan kebidanan menggunakan teknik pencatatan Subjectif Objective Assessment Planing ( SOAP ) meliputi langkah-langkah sebagai berikut: 1) Mencatat data subyektif dan objektif 2) Mencatat data hasil pengkajian,diagnosis,masalah klien/ibu hamil yang diberi asuhan berdasarkan masalahnya. 3) Mencatat perencanaan asuhan yang meliputi perencanaan tindakan asuhan, pelaksanaan tindakan asuhan. Adapun tujuannya adalah : a. Sebagai bahan komunikasi antar petugas/bidan b. Sebagai bahan evaluasi c. Sebagai bahan tindak lanjut d. Sebagai bahan laporan e. Sebagai bahan pertanggungjawaban dan tanggung gugat f. Meningkatkan kerja sama antar tim g. Sebagai bahan acuan dalam pengumpulan data

6.

Faktor faktor yang dapat menunjang kualitas pelayanan antenatal 1. Kompetensi Teknis Kompetensi teknis menyangkut ketrampilan, kemampuan, dan penampilan atau kinerja pemberi layanan kesehatan. Kompetensi teknis itu berhubungan dengan

bagaimana pemberi layanan kesehatan mengikuti standar layanan kesehatan yang telah disepakati, yang meliputi kepatuhan, ketepatan, kebenaran dan konsistensi. Tidak dipenuhinya kompetensi teknis dapat mengakibatkan berbagai hal, mulai dari penyimpangan kecil terhadap standar layanan kesehatan, sampai kepada kesalahan fatal yang dapat menurunkan mutu layanan kesehatan dan membahayakan jiwa pasien.11 2. Prosedur / Standar Aplikasi program jaminan mutu di Puskesmas adalah dalam bentuk penerapan standar dan prosedur tetap pelayanan, agar hasil yang diperoleh tetap terjaga kualitasnya, meskipun pada kondisi lingkungan dan petugas yang berbeda/bergantian. Standar adalah suatu suatu pernyataan yang dapat dipergunakan untuk mengukur atau menilai efektifitas suatu sistem pelayanan.13Sedangkan standar menurut Donabedian adalah rentang variasi yang dapat diterima dari suatu norma atau kriteria.11 Menurut Utari, et al standar adalah pernyataan yang dapat diterima dan disepakati tentang sesuatu ( produk, proses, kegiatan, barang ) yang dipergunakan untuk mengukur atau menilai efektifitas suatu sisitem pelayanan.18 Standar menurut Meissenheimer dalam Koentjoro adalah ukuran yang ditetapkan dan disepakati bersama, merupakan tingkat kinerja yang diharapakan. Dalam PP 102 tahun 2000 dijelaskan bahwa standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsesus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, yakni perkembangan masa kini dan masa yang akan datang. Dalam UU No. 23 tahun 1992 pasal 53 ayat 2 disebutkan bahwa standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi dengan baik.19 Keberadaan standar dalam pelayanan kesehatan akan memberikan manfaat, antara lain merupakan persyaratan profesi, dan dasar untuk mengukur mutu. Ditetapkan

standar juga akan menjamin keselamatan pasien dan petugas penyedia pelayanan kesehatan.Pedoman standar pelayanan antenatal untuk memandu para pelaksana program agar tetap berpedoman pada standar yang telah ditetapkan, sehingga ada protokol dan petunjuk pelaksanaan. Protokol adalahsuatu pernyataan tertulis yang disusun secara sistematis yang dipakai sebagai pedoman atau cara kerja oleh para pelaksana dalam melaksanakan pelayanan kesehatan. Semakin dipenuhi pedoman atau prosedur tetap pelayanan maka semakin tercapai standar yang ditetapkan.20 Pedoman atau prosedur tetap merupakan gambaran bagi karyawan mengenai cara kerja atau tata kerja yang dapat dipakai sebagai pegangan apabila terdapat pergantian /perubahan karyawan sehingga dapat dipakai untuk menilai.18 3. Fasilitas / alat Lingkungan dan fasilitas / alat merupakan faktor yang mendukung untuk melaksanakan tindakan atau kegiatan. Lingkungan meliputi ruangan pemeriksaan ibu hamil yang memenuhi standar kesehatan yaitu tersedianya air bersih yang memenuhi syarat fisik, kimia dan bakteriologik, pencahayaan yang cukup, ventilasi yang cukup serta terjamin keamananya.21 Sedangkan fasilitas suatu alat atau sarana untuk mendukung melaksanakan tindakan/kegiatan, pengelolaan logistik yang baik dan mudah diperoleh serta pencatatan dan pelaporan yang lengkap dan konsisten.21

7.

Konsep Puskesmas Indonesia dengan visinya: Indonesia sehat 2010 menggambarkan bahwa masyarakat Indonesia di masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Hal ini sesuai dengan Tujuan nasional Bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan

meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.19 Untuk mencapai pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau, maka perlu diselenggarakan upaya pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standart profesi serta pelayanan yang memuaskan pelanggan. Hal itu perlu segera diwujudkan untuk memenuhi tuntutan masyarakat yang semakin meningkat akan pelayanan kesehatan yang bermutu. Tuntutan masyarakat tersebut perlu mendapatkan perhatian yang serius bagi semua kalangan yang berkompeten, khususnya Dinas Kesehatan dan Puskesmas. Pada bagian ini akan dipaparkan konsep Puskesmas sebagai unit populasi dalam penelitian ini. Puskesmas adalah pusat pembangunan kesehatan di kecamatan yang mandiri.19 Dalam bidang organisasi, sesuai dengan PP 8 tahun 2000 pasal 8 ayat 4, Puskesmas dipimpin oleh seorang kepala yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan secara operasional dikoordinasikan oleh camat.3 1. Pengertian Puskesmas3,19 Suatu kesatuan organisasi fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. 2. Fungsi Puskesmas3,19 Fungsi utama Puskesmas adalah sebagai : 1) pusat pembangunan berwawasan kesehatan, 2) pusat pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan dan 3) pusat pelayaan kesehatan tingkat dasar.Pada fungsi pertama, Puskesmas diharapkan dapat bertindak sebagai motor, motivator dan memantau terselenggaranya proses pembangunan di wilayah kerjanya agar berdampak positif terhadap kesehatan. Pada fungsi kedua, Puskesmas ikut memberdayakan masyarakat agar masyarakat tahu, mau dan mampu menjaga dan mengatasi masalah kesehatan secara mandiri. Sedangkan sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya, Puskesmas wajib melaksanakan program pokok yang bersifat nasional dan bersifat lokal sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan daerah.

3.

Program Pokok Puskesmas3,19 a. KIA b. KB c. Usaha Kesehatan Gizi d. Kesehatan Lingkungan e. Pemberantasan dan pencegahan penyakit menular f. Pengobatan termasuk penaganan darurat karena kecelakaan g. Penyuluhan kesehatan masyarakat h. Kesehatan sekolah i. Kesehatan olah raga j. Perawatan Kesehatan Masyarakat k. Kesehatan kerja l. Kesehatan Gigi dan Mulut m. Kesehatan jiwa n. Kesehatan mata o. Laboratorium sederhana p. Pencatatan dan pelaporan dalam rangka SIK q. Pembinaan pemgobatan tradisional r. Kesehatan remaja s. Dana sehat

8. Teori Pendekatan Sistem Lingkungan : Kebijakan, logistik, manajemen dan lain lain

Input

Proses

Outcome

a. Standar pelayanan b. Tenaga terlatih c. Peralatan d. Ibu Hamil e. Ruang periksa

h. Anamnesa i. Pemeriksaan fisik j. Diagnosis / deteksi k. Pemberian obat l. Penyuluhan/konseling perdarahan, BBLR,dsb

m. Pengetahuan

ibu

tentang kehamilan, persalinan, gizi. n. Tidak kelainan terjadi pada dan

f. Kartu

ibu/KMS

kehamilan persalinan

dan

ibu hamil g. Tablet Fe, dsb

B. Kerangka Teori

SIMPLE PROBLEM

Output

outcome

PROSES INPUT P1 P2 P3

CAKUPAN HASIL

MUTU

DAMPAK - KESAKITAN - UMUR HARAPAN HIDUP - STATUS GIZI

COMPLEX PROBLEM LINGKUNGAN

- KEMATIAN

C. Kerangka Konsep

DAFTAR PUSTAKA 1. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K, Hypertensive Disorders in Pregnancy, dalam William Obstetrics, edisi ke-22, New York: McGrawHill, 2005 : 761-808 2. Mariam siti, Makalah pre-eklampsia, 14 april 2013, diakses tanggal 27 juni 20013 dari, http://sitimaryamhsb.makalah-pre-eklamsia.html 3. Gopar adul, pdf.Preeklampsi, 12 mey 2012, diakses tanggal 27 juni 2013 dari, http://adulgopar.files.wordpress.com/preeklampsia.pdf 4. Prawirohardjo S, Pre-eklampsia dan Eklampsia, dalam Ilmu Kebidanan, edisi ke-3, Wiknjosastro H, Saifuddin A, Rachimhadhi T, penyunting, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005: 281-301

Anda mungkin juga menyukai

  • Power 11
    Power 11
    Dokumen5 halaman
    Power 11
    indah_ichtiani100
    Belum ada peringkat
  • Stroke
    Stroke
    Dokumen16 halaman
    Stroke
    indah_ichtiani100
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen19 halaman
    Bab I
    indah_ichtiani100
    Belum ada peringkat
  • Kulit
    Kulit
    Dokumen17 halaman
    Kulit
    indah_ichtiani100
    Belum ada peringkat
  • Itis Numular
    Itis Numular
    Dokumen23 halaman
    Itis Numular
    indah_ichtiani100
    Belum ada peringkat
  • Power 11
    Power 11
    Dokumen5 halaman
    Power 11
    indah_ichtiani100
    Belum ada peringkat
  • Cor Pulmonal Chronic
    Cor Pulmonal Chronic
    Dokumen6 halaman
    Cor Pulmonal Chronic
    indah_ichtiani100
    Belum ada peringkat
  • Cor Pulmonal Chronic
    Cor Pulmonal Chronic
    Dokumen6 halaman
    Cor Pulmonal Chronic
    indah_ichtiani100
    Belum ada peringkat
  • Cor Pulmonal Chronic
    Cor Pulmonal Chronic
    Dokumen6 halaman
    Cor Pulmonal Chronic
    indah_ichtiani100
    Belum ada peringkat
  • Penyebab SNHL
    Penyebab SNHL
    Dokumen8 halaman
    Penyebab SNHL
    booby_adhy
    Belum ada peringkat
  • Cor Pulmonal Chronic
    Cor Pulmonal Chronic
    Dokumen6 halaman
    Cor Pulmonal Chronic
    indah_ichtiani100
    Belum ada peringkat
  • BST Stroke
    BST Stroke
    Dokumen2 halaman
    BST Stroke
    indah_ichtiani100
    Belum ada peringkat
  • Missed Ab
    Missed Ab
    Dokumen30 halaman
    Missed Ab
    indah_ichtiani100
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    indah_ichtiani100
    Belum ada peringkat
  • Stroke
    Stroke
    Dokumen16 halaman
    Stroke
    indah_ichtiani100
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Saraf
    Laporan Kasus Saraf
    Dokumen11 halaman
    Laporan Kasus Saraf
    indah_ichtiani100
    Belum ada peringkat
  • Referat Efusi
    Referat Efusi
    Dokumen8 halaman
    Referat Efusi
    indah_ichtiani100
    Belum ada peringkat