Anda di halaman 1dari 15

Bed Side Teaching

STATUS MAHASISWA BAGIAN THT RSUD dr. SLAMET GARUT

NAMA UMUR PEKERJAAN

: Nn.R : 15 tahun : Pelajar

NO. CM TANGGAL KASUS KE

: 0154XXXX : 6 Maret 2013 : 1

SUKU BANGSA : Sunda ALAMAT : Cisurupan

PEMERIKSA : Maryanti

ANAMNESA :

Autoanamnesa dan Alloanamnesa ibu pasien tanggal 6 Maret 2013 : : sakit menelan

KELUHAN UTAMA ANAMNESA KHUSUS

Seorang anak perempuan berumur 8 tahun datang ke poliklinik THT RSU dr. Slamet Garut diantar ibunya dengan keluhan sakit menelan, dan perasaan mengganjal di tenggorokan sejak 1 tahun yang lalu dan sekitar 2 minggu smrs keluhan ini muncul lagi. Nyeri tenggorok yang disertai sakit menelan yang hilang timbul dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Os mengaku sakit menelan berupa makanan padat seperti nasi. Tidak ada keluhan sakit menelan ketika minum. Ketika datang keluhan nyeri tenggorok disertai sakit menelan tidak dirasakan pasien. Selain itu, keluhan lain yang pernah dirasakan pasien adalah riwayat batuk dan pilek yang hilang timbul. Os juga mengaku sering demam apabila keluhan nyeri menelannya datang. Ibu Pasien mengatakan bahwa pasien sering makan chiki dan minum es. Keluhan mendengkur saat tidur disangkal. Riwayat pendengaran terganggu, nyeri telinga, dan pusing disangkal pasien. Riwayat alergi obat, cuaca dingin, dan makanan disangkal pasien. Riwayat nyeri pada sendi-sendi disangkal. Riwayat perdarahan dari hidung disangkal. Riwayat perdarahan dari gusi disangkal. Pasien sempat berobat ke puskesmas dan diberi obat oleh dokter puskesmas tersebut tapi tidak kunjung sembuh. Karena keluhan yang dirasakan
1

Bed Side Teaching


tidak berkurang maka ibu pasien membawa pasien untuk diperiksakan ke poliklinik THT RSUD dr. Slamet Garut.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat amandel membengkak dan sering sakit menelan diakui pasien sejak 1 tahun SMRS. Dalam 1 tahun tersebut, pasien mengalami beberapa kali keluhan yang sama meskipun telah menjalani pengobatan. Terdapat riwayat batuk pilek berulang.

Riwayat penyakit Dalam Keluarga Di dalam keluarga pasien ada yang memiliki keluhan seperti yang dirasakan oleh pasien.

STATUS GENERALIS Kesadaran Keadaan Umum Tensi Nadi : Compos Mentis : : 110/70 mmHg : 112 x/menit BB : 36 kg

Suhu : 36,5OC Gizi : cukup

Pernafasan : 20 x/menit Kepala Mata Hidung Mulut Leher : : :

Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, reflek pupil +/+ Deformitas (-), krepitasi (-), nyeri tekan (-), epistaksis -/lihat status lokalis

: Trakea Deviasi (-), pembesaran KGB (-)

Bed Side Teaching


Thorax Cor Pulmo : BJ I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-)

: Gerak hemithorak simetris, vesikuler diseluruh lapang paru, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen Hati Lien Extremitas Superior : Inferior : aktif aktif : : Tidak teraba pembesaran Tidak teraba pembesaran

STATUS LOKALIS 1. TELINGA TELINGA KANAN TELINGA KIRI

Daun telinga Liang Telinga

: Normal : Tenang, nyeri tekan (-), Serumen (-), sekret (-)

Normal Tenang, nyeri tekan (-), serumen (-), sekret (-) Intak, reflek cahaya (+) Nyeri tekan (-)

Gendang Telinga Daerah Retro Aurikuler

: Intak, reflek cahaya (+) : Nyeri tekan (-)

Bed Side Teaching


TEST PENALA RINNE WEBER SCWABACH TEST BERBISIK AUDIOGRAM : TELINGA KANAN : positif : tidak ada lateralisasi : sama dengan pemeriksa : tidak dilakukan : tidak dilakukan TELINGA KIRI positif tidak ada lateralisasi sama dengan pemeriksa tidak dilakukan tidak dilakukan

2. HIDUNG 2.1. Rhinoskopi Anterior Hidung Luar Vestibuler Lubang Hidung Rongga Hidung Septum Konka Inferior Meatus Inferior Pasase Udara : : simetris : siliar +/+, tenang +/+ : tenang +/+, secret -/: tenang +/+ : deviasi (-) : eutrofi +/+ : sekret -/+/+

2.2. Rhinoskopi Posterior (tidak dilakukan karena pasien tidak kooperatif) Koana Sekret Konka Muara Tuba Eustachius Torus Tubarius Fossa Rosenmuller Adenoid : : : : : : :

Septum Bagian Belakang :

2.3. Transiluminasi (tidak dilakukan)


4

Bed Side Teaching

3. FARING Arkus faring Uvula Dinding Faring Tonsil Palatum Post Nasal drip Reflek Muntah 4. LARING Laringoskopi Indirek (tidak dilakukan karena pasien tidak kooperatif) Epiglotis Plika Ariepiglotika Pita Suara Asli Pita Suara Palsu Aritenoid Rima Glotia Fossa Piriformis Trakhea : : : : : : : : : hiperemis (-) : deviasi : hiperemis (-) : T2b-T2b, Kripta melebar +/+, Detritus +/+ , hiperemis (+) : gerak simetris : : +

5. MAKSILOFASIAL Edema (-) hiperemis (-) fluktuasi (-) pada daerah sakus lakrimal Parase N. VII (-)

6. LEHER DAN KEPALA Tidak ada pembesaran KGB Massa (-)

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
5

Bed Side Teaching


- Laboratorium rutin - Rontgen Foto Thorax 8. DIAGNOSA KERJA : Tonsilitis kronis

9. DIAGNOSA BANDING 10. PENGOBATAN Medikamentosa: - Pre op : infus Rl 20 gtt/m - Post op :

Tonsilitis kronis eksaserbasi akut

Non-medikamentosa : perbaiki higiene oral dengan cara berkumur-kumur dengan antiseptik 11. RENCANA OPERASI : Tonsilektomi

12. PROGNOSA Quo ad Vitam Quo ad functionam : : ad bonam dubia ad malam

PENILAIAN

A, AB, B, BC, C

INSTRUKTUR

dr. H. W. Gunawan Kurnaedi T, Sp.THT-KL

TANDA TANGAN

Bed Side Teaching


PEMBAHASAN

MENGAPA DIDIAGNOSA TONSILITIS KRONIS ? Dari anamnesa didapatkan keluhan utama berupa amandel membesar yang dirasakan sejak 1 tahun SMRS. Nyeri tenggorok yang disertai sakit menelan yang hilang timbul dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Riwayat batuk pilek. Pasien mengaku sering demam apabila keluhan nyeri menelannya datang. Pasien sering makan makanan yang mengandung bahan pengawet (seperti MSG) dan minum es. Keluhan sudah dirasakan pasien sejak 1 tahun yang lalu dan sering sakit berulang. Os pernah berobat ke Puskesmas tapi tidak sembuh. Pada pemeriksaan orofaring ditemukan : Arkus faring tidak hiperemis, dinding faring tidak hiperemis, Tonsil: T2b-T2b, Kripta melebar +/+, Detritus +/+ , hiperemis (-) Pada pasien ini tidak dilakukan terapi medikamentosa karena keadaan tonsil pasien stabil, tidak ada tanda-tanda inflamasi berupa hiperemis sehingga pasien dilakukan rencana operasi berupa Tonsilektomi untuk mencegah terjadinya infeksi dan kekambuhan berulang.

Bed Side Teaching


DASAR TEORI TONSILITIS KRONIS

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan arcus faring posterior. Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah. Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Di dalam kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan.

Gambar 1. Anatomi Tonsil

Tonsilitis adalah suatu peradangan pada tonsil (atau biasa disebut amandel) yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, namun hampir 50% kasus tonsilitis adalah karana infeksi. Tonsilitis akut sering dialami oleh anak dengan insidensi tertinggi pada usia 5-6 tahun, dan juga pada orang dewasa di atas usia 50 tahun. Seseorang terpredisposisi menderita tonsillitis jika memiliki resistensi yang rendah, memiliki tonsil dengan kondisi tidak menguntungkan akibat tonsilitis berulang sebelumnya, sebagai bagian dari radang tenggorok

Bed Side Teaching


(faringitis) secara umum, atau sekunder terhadap infeksi virus (biasanya adenovirus yang menyebabkan tonsil menjadi mudah diinvasi bakteri).

ETIOLOGI TONSILITIS KRONIS

Tonsilitis kronis disebabkan oleh kuman penyebab tonsilitis akut (bakteri gram positif). Namun kadang-kadang bakteri gram positif ini berubah menjadi bakteri gram negatif. Faktor predisposisi tonsilitis kronis antara lain rangsangan kronis rokok, makanan tertentu, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.

PATOLOGI TONSILITIS KRONIS Radang berulang akan mengikis epitel mukosa tonsil dan jaringan limfoid. Selama proses penyembuhan, jaringan limfoid akan terganti oleh jaringan parut yang akan mengkerut sehingga melebarkan kripti yang terisi oleh detritus. Bila keadaan ini (proses radang) terus berlangsung maka dapat menembus kapsul tonsil sehingga melekatkan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Anak disertai oleh pembesaran kelenjar submandibula.

GEJALA & TANDA TONSILITIS KRONIS Pasien mengeluh ada penghalang/mengganjal di tenggorokan, tenggorokan terasa kering dan pernafasan berbau. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus membesar, dan kriptus berisi detritus.

Gejala tonsillitis kronis menurut Mawson (1977), dibagi menjadi : 1.) gejala local, yang bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit tenggorok, sulit sampai sakit

menelan,2.) gejala sistemik, rasa tidak enak badan atau malaise, nyeri kepala, demam subfebris, nyeri otot dan persendian, 3.) gejala klinis tonsil dengan debris di kriptenya (tonsillitis folikularis kronis), udema atau hipertrofi tonsil (tonsillitis parenkimatosa kronis), tonsil fibrotic dan kecil (tonsillitis fibrotic kronis), plika tonsilaris anterior hiperemis dan pembengkakan kelenjar limfe regional.

Bed Side Teaching


Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi : TO : tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring T2 :25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring T4 : > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

Gambar 2. Grade tonsilitis

PEMERIKSAAN 1) Tes Laboratorium 2) Pemeriksaan penunjang Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.

10

Bed Side Teaching

3) Terapi Dengan menggunakan antibiotik spectrum luas, antipiretik, dan obat kumur yang mengandung desinfektan.

PENATALAKSANAAN Perawatan yang dilakukan pada penderita tonsillitis biasanya dengan perawatan sendiri dan dengan menggunakan antibiotik. Tindakan operasi hanya dilakukan jika sudah mencapai tonsillitis yang tidak dapat ditangani sendiri. 1) Perawatan sendiri Apabila penderita tonsillitis diserang karena virus sebaiknya biarkan virus itu hilang dengan sendirinya. Selma satu atau dua minggu sebaiknya penderita banyak istirahat, minum minuman hangat juga mengkonsumsi cairan menyejukkan. 2) Antibiotik Jika tonsillitis disebabkan oleh bakteri maka antibiotik yang akan berperan dalam proses penyembuhan. Antibiotik oral perlu dimakan selama setidaknya 10 hari. 3) Tindakan operasi Tonsillectomy biasanya dilakukan pada anak-anak jika anak mengalami tonsillitis selama tujuh kali atau lebih dalam setahun, anak mengalami tonsillitis lima kali atau lebih dalam dua tahun, amandel membengkak dan berakibat sulit bernafas, adanya abses. Indikasi tonsilektomi : Absolut: 1. Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan napas yang kronis. 2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apneau waktu tidur. 3. Hipertrofi yang berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat badan penyerta. 4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limfoma). 5. Abses peritonsiler berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya.
11

Bed Side Teaching


Relatif : 1. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat. 2. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis. 3. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik -laktamase resisten.

Indikasi tonsilektomi menurut American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan : 1. Serangan tonsillitis lebih dari 3 kali pertahun walaupun telah mendapatkan terapi yang adekuat. 2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial. 3. Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan nafas, sleep apneu, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor pulmonale. 4. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak hilang dengan pengobatan. 5. Nafas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan. 6. Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grub A streptokokus beta hemolitikus. 7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan. 8. Otitis media efusi atau otitis media supuratif

JENIS TEKNIK OPERASI

1) Cara Guillotine

Diperkenalkan pertama kali oleh Philip Physick (1828) dari

Philadelphia, sedangkan cara yang masih digunakan sampai sekarang adalah modifikasi Sluder. Di negara-negara maju cara ini sudah jarang digunakan dan di Indonesia cara ini hanya digunakan pada anak-anak dalam anestesi umum. Teknik :

Posisi pasien telentang dalam anestesi umum. Operator di sisi kanan berhadapan dengan pasien.

12

Bed Side Teaching

Setelah relaksasi sempurna otot faring dan mulut, mulut difiksasi dengan pembuka mulut. Lidah ditekan dengan spatula.

Untuk tonsil kanan, alat guillotine dimasukkan ke dalam mulut melalui sudut kiri. Ujung alat diletakkan diantara tonsil dan pilar posterior, kemudian kutub bawah tonsil dimasukkan ke dalam Iubang guillotine. Dengan jari telunjuk tangan kiri pilar anterior ditekan sehingga seluruh jaringan tonsil masuk ke dalam Iubang guillotine.

Picu alat ditekan, pisau akan menutup lubang hingga tonsil terjepit. Setelah diyakini seluruh tonsil masuk dan terjepit dalam lubang guillotine, dengan bantuan jari, tonsil dilepaskan dari jaringan sekitarnya dan diangkat keluar. Perdarahan dirawat.

2) Cara diseksi Cara ini diperkenalkan pertama kali oleh Waugh (1909). Cara ini digunakan pada pembedahan tonsil orang dewasa, baik dalam anestesi umum maupun lokal. Teknik :

Bila menggunakan anestesi umum, posisi pasien terlentang dengan kepala sedikit ekstensi. Posisi operator di proksimal pasien.

Dipasang alat pembuka mulut Boyle-Davis gag. Tonsil dijepit dengan cunam tonsil dan ditarik ke medial Dengan menggunakan respatorium/enukleator tonsil, tonsil dilepaskan dari fosanya secara tumpul sampai kutub bawah dan selanjutnya dengan menggunakan jerat tonsil, tonsil diangkat. Perdarahan dirawat.

3) Cryogenic tonsilectomy

Tindakan pembedahan tonsil dapat menggunakan cara

cryosurgery yaitu proses pendinginan jaringan tubuh sehingga terjadi nekrosis. Bahan pendingin yang dipakai adalah freon dan cairan nitrogen.

4) Electrosterilization of tonsil Merupakan suatu pembedahan tonsil dengan cara koagulasi listrik pada jaringan tonsil.

13

Bed Side Teaching

KOMPLIKASI Komplikasi tonsilektomi dapat terjadi saat pembedahan atau pasca bedah.

Komplikasi saat pembedahan dapat berupa perdarahan dan trauma akibat alat. Jumlah perdarahan selama pembedahan tergantung pada keadaan pasien dan faktor operatornya sendiri.Perdarahan mungkin lebih banyak bila terdapat jaringan parut yang berlebihan . Perdarahan yang terjadi karena pembuluh darah kapiler atau vena kecil yang robek umumnya berhenti spontan atau dibantu dengan tampon tekan. Komplikasi pasca bedah dapat digolongkan berdasarkan waktu terjadinya yaitu immediate, intermediate dan late complication.

Komplikasi segera (immediate complication) pasca bedah dapat berupa perdarahan dan komplikasi yang berhubungan dengan anestesi. Perdarahan segera atau disebut juga perdarahan primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama pasca bedah. Keadaan ini cukup berbahaya karena pasien masih dipengaruhi obat bius dan refleks batuk belum sempurna sehingga darah dapat menyumbat jalan napas menyebabkan asfiksi. Asfiksi inilah yang dapat mengakibatkan tersumbatnya saluran napas dan membuat komplikasi yang berat dan mengancam jiwa. Penyebabnya diduga karena hemostasis yang tidak cermat atau terlepasnya ikatan.

KOMPLIKASI TONSILITIS KRONIS

Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa rinitis kronis, sinusitis, otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat menimbulkan endokarditis, artritis, miositis, nefritis, dermatitis, urtikaria dan furunkulosis.

DAFTAR PUSTAKA
14

Bed Side Teaching

1. Boeis, Adam, BOEIS, Buku Ajar Penyakit THT, Edisi 6. Tahun 1997. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2. Soepardi, Efiaty Arsyad. 2007. Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala Leher. ed. 6. Jakarta : Gaya Baru. 3. http://thtkl.files.wordpress.com/2008/09/1444857350_071468dec8.jpg 4. http://www.besthealth.com/besthealth/bodyguide/reftext/images/tonsil.jpg 5. http://www.scribd.com/doc/37275645/tonsilitis-kronis 6. http://childrenallergyclinic.wordpress.com/2010/04/02/operasi-amandel-tonsilektomikapan-harus-dilakukan-dan-bahaya-komplikasi-operasi/

15

Anda mungkin juga menyukai