Anda di halaman 1dari 21

Presentasi kasus I Kamis, 26 Mei 2011

MODALITAS KLINIS PENEGAKAN DIAGNOSIS PLASENTA PREVIA keterlambata TOTALIS PADA PEMBUKAAN 1-2 CM

Oleh : dr. Elsa Fury

Moderator : dr. Keika Mariska

Narasumber : dr. Mulyanusa Amarullah R, SpOG, M.Kes dr. Dian Tjahyadi, SpOG

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN BANDUNG 2011

1. PENDAHULUAN Plasenta previa merupakan salah satu bentuk kelainan dari plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim dan merupakan salah satu penyebab penting perdarahan antepartum.1 Morbiditas dan mortalitas akibat plasenta previa baik pada ibu maupun pada janin harus mendapat perhatian yang serius.2 Bahkan di Amerika Serikat, kematian ibu terjadi pada 0,03% kasus plasenta previa.3 Morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan janin diantaranya terjadi peningkatan kejadian persalinan preterm. Risiko kematian perinatal meningkat 3-4x dibandingkan pada kehamilan aterm.4 Berdasarkan data yang diperoleh dari bagian obstetri dan ginekologi Rumah Sakit Hasan Sadikin, pada tahun 2009 terdapat 79 kasus dengan plasenta previa dari 1.778 total persalinan, sedangkan pada tahun 2010 terdapat 76 kasus plasenta previa dari 1.669 total persalinan. Pada kasus ini akan dibahas seorang ibu dengan kehamilan aterm dan perdarahan antepartum berulang yang mungkin disebabkan plasenta previa dilakukan pemeriksaan dalam di meja operasi untuk menegakan diagnosis plasenta previa totalis.

2. PRESENTASI KASUS 2.1 Identitas Pasien Nama Umur Alamat Pendidikan Pekerjaan Rekam medis Masuk Rumah Sakit : Ny.S : 33 tahun : Margahayu Tengah, Bandung : SMA : Pegawai pabrik : 1104xxxx : 10 Maret 2011, pukul 15.40

2.2 Anamnesis Ibu datang atas kehendak sendiri Keluhan Utama Anamnesis Khusus : G3P2A0 merasa hamil 9 bulan mengeluh perdarahan dari jalan lahir sejak 1 jam SMRS. Perdarahan membasahi 4 pembalut. Perdarahan tidak disertai nyeri perut. Ini merupakan perdarahan yang kedua. Perdarahan yang pertama pada saat umur kehamilan 7 bulan berupa bercak-bercak di pakaian dalam. Ibu berobat ke bidan, disarankan ke rumah sakit untuk dilakukan ultrasonografi, namun karena ibu bekerja ibu belum sempat berobat ke rumah sakit. Mules-mules yang semakin sering dan bertambah kuat dirasakan ibu sejak + 1 jam SMRS. Gerak anak dirasakan ibu. Karena keluhan tersebut ibu berobat ke Bidan, disarankan untuk ke RS Astana Anyar, namun dikarenakan ruangan penuh ibu berobat ke RSHS. : perdarahan dari jalan lahir

Riwayat Obstetri : 1. Bidan, aterm, 4000 gr, spontan, , 9 th, hidup 2. Bidan, aterm, 3800 gr, spontan, , 5 th, hidup 3. Hamil ini

Keterangan Tambahan Menikah : , 23 tahun, SMA, pegawai pabrik , 32 tahun, SMA, wiraswasta Kontrasepsi Alasan berhenti : pil sejak 2006 s/d April 2010 : ingin memiliki anak

Hari pertama haid terakhir : 22 Juni 2010 Siklus haid Taksiran persalinan PNC : 28 hari, 5-6 hari, teratur : 29 Maret 2011 : Bidan/6x

2.3 Kunjungan Rumah Ibu tinggal bersama ibu kandung, suami dan ketiga anaknya dalam sebuah rumah permanen berukuran 6x5 m2 di perumahan Sadang Hegar, Margahayu tengah. Ibu bekerja sebagai pegawai pabrik dengan penghasilan + Rp. 1.000.000,-/bulan. Ibu saat ini sedang cuti melahirkan yang terhitung sejak 1 bulan sebelum melahirkan sampai dengan 2 bulan setelah melahirkan. Suami ibu memiliki usaha percetakan undangan dengan penghasilan Rp. 2.000.000,/bulan. Selama hamil, ibu memeriksakan kehamilannya ke bidan terdekat sebanyak 6 kali sejak usia kehamilan 3 bulan, bidan tersebut berjarak + 100 meter dari rumahnya, dapat ditempuh + 5 menit dengan berjalan kaki. Sedangkan rumah sakit yang terdekat adalah RS Immanuel yang berjarak + 5 km dari rumahnya. Pada saat mengalami perdarahan, ibu sedang berkunjung ke rumah sanak saudaranya di daerah Gardujati. Ibu langsung dibawa ke bidan, kemudian disarankan untuk ke RS Astana Anyar, namun karena dikatakan ruangan penuh, ibu langsung dibawa ke RSHS. Ini merupakan perdarahan yang kedua, perdarahan pertama terjadi saat usia kehamilan 7 bulan berupa bercak-bercak di pakaian dalam, kemudian ibu berobat ke bidan terdekat, disarankan ke rumah sakit untuk dilakukan ultrasonografi, namun karena ibu bekerja, ibu belum sempat berobat ke rumah sakit. Karena keluhan perdarahan tidak pernah dialami lagi, ibu tidak merasa khawatir dan tidak merasa terdorong untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi sampai akhirnya timbul perdarahan kedua yang lebih banyak. Saat kunjungan ke rumah, ibu dan bayi dalam keadaan sehat. Ibu melakukan kontrol pasca melahirkan di RSHS. Saat ini, berat badan bayi 4.500 gr dan telah diimmunisasi BCG, polio dan hepatitis B.

2.4 Pemeriksaan Fisik Status Praesens Keadaan umum Tensi Nadi Pernafasan Suhu Jantung Paru-paru Hati Limpa Edema Varices Refleks BB TB : compos mentis : 110/70 mmHg : 80 x/mnt : 20 x/mnt : 36,50C : BJ murni reguler : Sonor, VBS kiri = kanan : sulit dinilai : sulit dinilai : -/: -/: fisiologis +/+ : tidak ditimbang : tidak diukur

Status Obstetri Tinggi fundus uteri Lingkar perut Letak anak Bunyi jantung anak His Taksiran berat anak : 34 cm : 98 cm : Kepala U 5/5, punggung kiri : 144-148 x/menit : 2-3x/10/30 KK : 3400 gr

Inspekulo

: Fluksus (+) dari ostium uteri eksternum

Perabaan Fornices

: teraba bantalan lunak seluruhnya

2.5 Diagnosis G3P2A0 parturien aterm ; perdarahan antepartum berulang yang mungkin disebabkan plasenta previa

2.6 Laboratorium 10/03/11 Hb Ht L Tr 13,0 37 8.100 173.000 Nilai normal 12.0 16.0 g/dl 35-47 % 3,800-10.600/mm3 150.000-440.000/mm3

2.7 Rencana Pengelolaan Infus RL 20 tetes/menit Crossmatch, sedia darah Admission test Double set up (pemeriksaan dalam di meja operasi) R/ seksio sesarea atas indikasi perdarahan antepartum berulang yang mungkin disebabkan plasenta previa Informed consent Konsul anestesiologi Hubungi OK-EMG dan perinatologi Observasi K.U, tanda vital, his, BJA

Observasi
His BJA (x/menit) 15.40 16.40 16.40 - 17.40 2-3x/10/30 KK 2-3x/10/30 KK 144-148 140-144 T (mmHg) 110/70 110/80 N (x/menit) 88 84 R (x/menit) 20 20 Admission test: Baseline rate 140-150 bpm Variabilitas > 5 bpm Akselerasi (+) Deselerasi (-) Keterangan

Jam 17.40 Jam 17.45

: Ibu dibawa ke OK-EMG : Ibu tiba di OK emergensi Dilakukan PL : His : 2-3 x/10/30 KK

BJA : 144-148 x/menit Dilakukan PD : v/v : tidak ada kelainan

portio : tebal, lunak : 1-2 cm, teraba plasenta menutupi seluruh ostium uteri internum D/ G3P2A0 parturien aterm kala I fase laten ; plasenta previa totalis pada pembukaan 1-2 cm Jam 18.00 Jam 18.05 : Operasi dimulai : Lahir bayi dengan meluksir kepala BB: 3480 gram, PB: 47 cm, APGAR 1: 8, 5: 10 Disuntikkan oksitosin 10 IU intramural, kontraksi baik Dilakukan eksplorasi, tampak plasenta berinsersi di corpus posterior, meluas ke depan menutupi OUI Jam 18.08 : Lahir plasenta dengan tarikan ringan pada tali pusat B: 550 gram, ukuran: 22 x 21 x 2 cm Jam 19.00 : Operasi selesai Perdarahan selama operasi + 500 cc Diuresis selama operasi + 150 cc

D/ pra bedah : G3P2A0 parturien aterm kala I fase laten; plasenta previa totalis pada pembukaan 1-2 cm D/ pasca bedah : P3A0 partus maturus dengan seksio sesarea atas indikasi plasenta previa totalis Jenis Operasi : SCTP + sterilisasi pomeroy

2.8 Follow Up di Ruangan


Tanggal / Jam 10/03/2011
FU post operasi KU: CM T: 109/66 mmHg N: 94 x/menit ASI -/Abdomen: datar, lembut DM (-), PS/PP (-/-), NT (-) TFU 2 jari di bawah pusat, Kontraksi baik LO: tertutup verband Perdarahan per vaginam (-) Diuresis 200 cc/ 1 jam R: 20 x/menit S: afebris

Catatan

Instruksi
- IVFD RL : D5% 2 : 1 30 gtt/menit - Cefotaxime 2x1 gram i.v - Ketoprofen 2x 100 mg supp - Tidak puasa - Posisi terlentang s/d 24 jam post operasi (s/d tanggal 11/03/2011 pukul 20.15) - Cek Hb post operasi, bila Hb < 8 gr/dL, transfusi PRC s/d Hb > 8 gr/dL - Observasi KU, tanda vital, perdarahan

11/03/2011 POD I

FU Ruangan KU: CM T: 110/70 mmHg N: 88 x/menit ASI -/Abdomen: datar, lembut DM (-), PS/PP (-/-), NT (-) TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik LO: tertutup verband Perdarahan pervaginam (-) Diuresis 500 cc/ 6 jam R: 20 x/menit S: afebris

- IVFD RL : D5% 2 : 1 30 gtt/menit - Cefotaxime 2x1 gram i.v - Ketoprofen 2x 100 mg supp - Tidak puasa - Breast care - Posisi terlentang s/d 24 jam post operasi (s/d tanggal 11/03/2011 pukul 20.15) - Observasi KU, tanda vital, perdarahan

11/03/2011 POD I

FU Jaga KU: CM T: 100/70 mmHg N: 84 x/menit ASI -/R: 20 x/menit S: afebris

- IVFD RL : D5% 2 : 1 30 gtt/menit - Cefotaxime 2x1 gram i.v - Ketoprofen 2x 100 mg supp - Tidak puasa - Mobilisasi setelah jam 20.15

Abdomen: datar, lembut DM (-), PS/PP (-/-), NT (-) TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik LO: tertutup verband Perdarahan pervaginam (-)

- Breast care - Observasi KU, tanda vital, perdarahan

12/03/2011 POD II

FU Jaga KU: CM T: 100/60 mmHg N: 88 x/menit ASI +/+ Abdomen: datar, lembut DM (-), PS/PP (-/-), NT (-) TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik LO: tertutup verband Perdarahan per vaginam (-) BAB/BAK -/+ R: 20 x/menit S: afebris

- Lepas infuse - Lepas kateter - Cefadroxil 2x500 mg p.o - Asam mefenamat 3x500 mg p.o - Breast care - Mobilisasi - Observasi KU, tanda vital, perdarahan

13/03/2011 POD III

FU Jaga KU: CM T: 100/60 mmHg N: 88 x/menit ASI +/+ Abdomen: datar, lembut DM (-), PS/PP (-/-), NT (-) TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik LO: kering, terawat Perdarahan per vaginam (-) BAB/BAK -/+ R: 20 x/menit S: afebris

- Cefadroxil 2x500 mg p.o - Asam mefenamat 3x500 mg p.o - Breast care - Mobilisasi - Observasi KU, tanda vital, perdarahan

2.9 Laporan Operasi Dilakukan tindakan a dan antiseptik pada daerah abdomen dan sekitarnya Dilakukan insisi mediana inferior sepanjang 10 cm Setelah peritoneum dibuka, tampak dinding uterus Plika vesikouterina diidentifikasi dan digunting melintang Kandung kemih disisihkan ke bawah, dan ditahan dengan retraktor abdomen SBR disayat konkaf, dan bagian tengahnya ditembus oleh jari penolong dan diperlebar ke kiri dan ke kanan Jam 18.05 : Lahir bayi dengan meluksir kepala BB : 3480 gram, PB : 47 cm, APGAR 1: 8, 5: 10 Disuntikkan oksitosin 10 IU intramural, kontraksi baik Pada eksplorasi selanjutnya tampak plasenta berinsersi di corpus posterior, meluas ke depan menutupi OUI Jam 18.08 : Lahir plasenta dengan tarikan ringan pada tali pusat B: 550 gram, ukuran: 22x21x2 cm SBR dijahit lapis demi lapis. Lapisan pertama dijahit secara jelujur interlocking. Lapisan kedua dijahit secara jelujur. Perdarahan dirawat. Setelah yakin tidak ada perdarahan, dilakukan reperitonealisasi dengan peritoneum kandung kencing Tuba kanan dan kiri diidentifikasi, diklem, diikat dan digunting (sterilisasi pomeroy). Perdarahan dirawat Rongga abdomen dibersihkan dari darah dan bekuan darah Fasia dijahit dengan benang PGA no. 1 Kulit dijahit secara subkutikuler Perdarahan selama operasi 400 cc Diuresis selama operasi 200 cc

10

2.10 Laporan perinatologi Pada jam 18.05 WIB di OK lantai III lahir seorang bayi perempuan dari ibu G3P2A0 yang merasa hamil cukup bulan, bayi letak kepala SC a.i ibu plasenta previa totalis. Bayi lahir langsung menangis, air ketuban jernih, tonus otot baik. Segera setelah lahir, bayi diletakkan di bawah radiant warmer, kemudian dibersihkan jalan nafasnya, lalu bayi dikeringkan dengan menggunakan kain kering, bersih, dan halus. Bayi menangis kuat, warna kulit kemerahan, BJA 130x/menit. Kemudian dilakukan perawatan tali pusat. Tali pusat diklem lalu dipotong, kemudian dibungkus kassa. Bayi menangis kuat, warna kulit kemerahan, BJA 140x/menit.

Pemeriksaan fisik BBL : 3480 gram, PBL : 47 cm, LK : 36 cm KU : aktif, menangis kuat HR : 140 x/menit, R : 58 x/menit, S : 36,7oC Kepala : UUB datar Konjungtiva tak anemis, sklera tak ikterik Pinna +/+, kembali cepat Choana +/+, PCH -/Langit-langit intak (+), POC -/Leher Thorax : Retraksi ss (-) : Bentuk dan gerak simetris, retraksi IC -/C : BJ murni reguler P : VBS kiri=kanan Abdomen : Datar, lembut, retraksi epigastrium (-) H/L tidak teraba, BU (+) N

11

Ekstremitas

: Akral hangat, CRT < 3, akrosianosis (-) Refleks moro (+), grasping (+), sucking (+), rooting (+)

NBS ~ 38 minggu D/ TI (38 minggu) AGA, letak kepala SC a.i ibu plasenta previa totalis Th/ - Pertahankan suhu 36,5 - 37,5 oC - Vitamin K 1 mg i.m - Salep mata terramycin ODS - ASI/PASI 4x15 cc 4x30 cc - Sementara rawat kamar bayi

3. PERMASALAHAN Bagaimana menegakan diagnosis pada kasus ini ? Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ini ?

4. PEMBAHASAN 1. Bagaimana menegakan diagnosis pada kasus ini ? Gejala klinis dari plasenta previa adalah perdarahan dari jalan lahir tanpa disertai dengan rasa nyeri, biasanya berulang, bagian terendah anak masih tinggi dan seringkali disertai dengan kelainan letak.5,6 Pada kasus ini dari anamnesis diperoleh informasi, seorang ibu yang merasa hamil 9 bulan mengalami perdarahan dari jalan lahir sejak 1 jam SMRS tanpa disertai nyeri. Ini merupakan perdarahan yang kedua, perdarahan pertama berupa bercak-bercak di pakaian dalam. Dari pemeriksaan fisik, bagian terendah anak belum masuk pintu atas panggul, masih teraba 5/5 dari pemeriksaan luar dengan sistem perlimaan. Sedangkan dari pemeriksaan spekulum, terlihat darah keluar dari ostium uteri eksternum. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan spekulum, ibu dapat didiagnosis sebagai perdarahan antepartum berulang yang mungkin disebabkan plasenta previa.

12

Untuk menentukan lokalisasi plasenta previa dapat dilakukan perabaan fornices, pemeriksaan ultrasonografi dan pemeriksaan dalam di meja operasi. Perabaan fornices dilakukan dengan cara memasukan jari sampai mencapai forniks, secara hati-hati seluruh permukaan forniks diraba untuk meraba adanya bantalan lunak antara jari pemeriksa dengan kepala. Jika tulang kepala dapat teraba dengan mudah, maka kemungkinan plasenta previa kecil. Sebaliknya, jika antara jari pemeriksa dan kepala teraba bantalan lunak, maka kemungkinan plasenta previa besar. Perabaan fornices hanya dapat dilakukan pada presentasi kepala, karena pada letak sungsang bagian terendahnya lunak sehingga sulit untuk membedakannya dengan jaringan lunak plasenta.7 Selain itu bekuan darah dapat dikelirukan dengan plasenta karena sama-sama teraba lunak dan plasenta yang tipis mungkin tidak teraba. Jika hanya sebagian kecil dari plasenta yang menutupi ostium uteri internum, maka hanya akan teraba sedikit bantalan lunak yang dapat dirasakan antara kepala dan jari pemeriksa. Jika sebagian besar plasenta menutupi ostium uteri internum, maka akan teraba bantalan lunak yang besar antara kepala dan jari pemeriksa. Pada plasenta previa totalis, di mana plasenta menutupi seluruh ostium uteri internum, maka akan teraba bantalan lunak seluruhnya. Pada kasus ini, pada perabaan fornices teraba bantalan lunak seluruhnya. Hal tersebut menandakan plasenta previa totalis. Lokalisasi plasenta previa juga dapat ditegakkan dengan pemeriksaan ultrasonografi, baik mengggunakan ultrasonografi transabdominal maupun transvaginal.8 Dengan pemeriksaan ultrasonografi, diagnosis plasenta

previa/plasenta letak rendah seringkali sudah dapat ditegakkan sebelum trimester ketiga.7 Ultrasonografi transabdominal merupakan metode sederhana dan aman untuk memvisualisasikan letak plasenta yang memiliki angka ketepatan 96-98% dengan false positive rate berkisar 2-6% dan false negative rate berkisar 2-3%. Ultrasonografi transabdominal memiliki beberapa keterbatasan diantaranya untuk menentukan lokalisasi plasenta previa yang letaknya di posterior agak sulit dilakukan dikarenakan kepala janin dapat menghalangi visualisasi. Ada beberapa

13

faktor yang mempengaruhi akurasi, diantaranya obesitas dan pengisisan vesika urinaria.1,4 Saat ini ultrasonografi transvaginal direkomendasikan dan dijadikan gold standard untuk menentukan lokalisasi plasenta, dikarenakan memiliki angka ketepatan 100% dengan nilai sensitifitas 87,5%, nilai spesifisitas 98,8%, positive predictive value 93,3% dan negative predictive value 97,6% . Gambaran yang dihasilkan memiliki resolusi tinggi dikarenakan transduser dapat ditempatkan lebih dekat. Selain itu, ultrasonografi transvaginal aman digunakan untuk mendiagnosis plasenta previa karena transduser dimasukkan sedemikian rupa sehingga membentuk sudut + 350 dengan kanalis servikalis sehingga tidak akan memprovokasi terjadinya perdarahan dan dengan jarak 2-3 cm dari serviks sudah dapat menghasilkan gambaran lokalisasi plasenta yang akurat.1,4 Pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan ultrasonografi untuk menegakan diagnosis plasenta previa totalis, namun dilakukan perabaan fornices untuk mendiagnosis adanya plasenta previa dan pemeriksaan dalam di meja operasi untuk menegakan diagnosis plasenta previa totalis. Diagnosis definitif plasenta previa didapatkan dengan melakukan pemeriksaan dalam di meja operasi dengan infus dan transfusi darah terpasang dan dalam keadaan siap operasi (double set up). Pemeriksaan dalam di meja operasi hanya dilakukan apabila akan dilakukan penatalaksanaan aktif.7,9,10 Dari pemeriksaan dalam di meja operasi, didapatkan plasenta menutupi seluruh ostium uteri internum pada pembukaan 1-2 cm, sehingga didiagnosa sebagai plasenta previa totalis pada pembukaan 1-2 cm. Diagnosis plasenta previa dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksan spekulum. Sedangkan untuk menentukan klasifikasi plasenta previa dapat dilakukan perabaan fornices, pemeriksaan ultrasonografi dan pemeriksaan dalam di meja operasi.

14

2. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ini ? Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal, yaitu plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian maupun seluruh ostium uteri internum. Secara umum, plasenta previa dibagi menjadi 4 tipe, yaitu :9 Plasenta previa totalis, di mana plasenta menutupi seluruh ostium uteri internum Plasenta previa parsialis, di mana plasenta menutupi sebagian ostium uteri internum Plasenta previa marginalis, di mana plasenta tidak menutupi, hanya mencapai tepi ostium uteri internum. Plasenta letak rendah, di mana plasenta hanya mencapai segmen bawah rahim, tidak mencapai ostium uteri internum (3-4 cm dari ostium uteri internum)

Penatalaksanaan plasenta previa dapat dibagi menjadi 2 golongan :6, 9, 11 A. Ekspektatif Perawatan ekspektatif bertujuan untuk mempertahankan kehamilan hingga aterm, sehingga janin tidak terlahir prematur. Kriteria untuk perawatan ekspektatif diantaranya umur kehamilan kurang dari 37 minggu atau taksiran berat badan janin kurang dari 2.500 gram, ibu dan janin dalam keadaan sehat, perdarahan sedikit serta belum ada tanda-tanda persalinan.

15

Rencana Penanganan : Infus jaga Periksa kadar hemoglobin dan lakukan pemeriksaan golongan darah, cross match dan sedia darah Transfusi dan pemberian tablet Fe jika Hb < 8 gr/dL Pemeriksaan USG untuk menentukan tempat implantasi plasenta, usia kehamilan, presentasi janin dan profil biofisik Monitoring keadaan janin, ibu dan perdarahan Pemberian tokolitik bila terdapat kontraksi prematur Pemberian steroid untuk pematangan paru janin pada usia kehamilan 2434 minggu. Dexametason 5 mg tiap 12 jam (i.m) sampai 4 dosis Betametason 12 mg (i.m) sampai 2 dosis dengan interval 24 jam

Beberapa pendapat menganjurkan agar ibu tetap dirawat di rumah sakit sampai kehamilannya mencapai aterm dan direncanakan terminasi pada umur kehamilan 36-37 minggu dengan pertimbangan paru-paru janin telah matang, namun jika ragu dapat ditunda hingga usia kehamilan 38 minggu, namun jika terjadi tanda-tanda bahaya seperti perdarahan banyak, kondisi ibu dan janin tidak baik, maka dapat langsung diputuskan untuk dilakukan terminasi.1 Beberapa literatur mengemukakan bahwa tidak ada perbedaan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan janin pada ibu yang dirawat di rumah sakit atau di rumah.1, 4 Namun perawatan di rumah sakit tetap lebih diutamakan.2 Bila selama 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah perawatan konservatif dan waktu untuk mencapai kehamilan aterm masih lama, maka dapat dilakukan mobilisasi bertahap dan pasien dapat dipulangkan untuk rawat jalan dengan syarat akses ke rumah sakit cepat dan mudah sehingga bila timbul perdarahan, ibu dapat segera dibawa ke rumah sakit.4 Pada kasus ini tidak dilakukan perawatan ekspektatif dikarenakan kehamilan telah aterm (37 minggu 2 hari) dengan taksiran berat badan janin

16

3.400 gram serta sudah ada tanda-tanda persalinan, ibu sudah merasa adanya mules-mules yang semakin sering dan bertambah kuat (2-3x/10/30KK).

B. Aktif Penatalaksanaan aktif bertujuan untuk mengakhiri kehamilan. Kriteria untuk melakukan penatalaksanaan aktif diantaranya umur kehamilan > 37 minggu, taksiran berat badan janin > 2500 gr, jumlah perdarahan banyak (> 500 cc), keadaan janin/ibu tidak baik serta sudah ada tanda-tanda persalinan. Untuk menentukan tindakan selanjutnya, apakah persalinan dilakukan seksio sesarea atau per vaginam, maka lokalisasi plasenta dan presentasi janin harus dapat ditentukan terlebih dahulu. Indikasi seksio sesarea :7

Plasenta previa totalis Plasenta previa lateralis, namun sebagian besar OUI ditutupi plasenta Plasenta previa dengan insersi di corpus posterior Perdarahan banyak Plasenta previa dengan letak sungsang

Indikasi per vaginam :

Plasenta previa marginalis/letak rendah/lateralis di anterior yang menutup ostium < 50% dengan anak letak kepala

Janin sudah meninggal Serviks matang Cara :

Lakukan amniotomi Pemecahan ketuban dapat menghentikan perdarahan karena setelah pemecahan ketuban, uterus akan mengadakan retraksi sehingga

17

kepala anak menekan pada plasenta. Plasenta tidak tertahan lagi oleh ketuban, dapat mengikuti gerakan dinding rahim sehingga tidak terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding rahim.

Jika his tidak adekuat, maka dapat diberikan drip oksitosin. Tindakan versi Braxton-Hicks dengan pemberat untuk menghentikan perdarahan (kompresi atau tamponade bokong dan kepala janin terhadap plasenta), hanya dilakukan pada keadaan darurat, pada anak masih kecil atau janin sudah mati ataupun tidak ada fasilitas kamar operasi.

Pada kasus ini, ibu diputuskan untuk dilakukan penatalaksanaan aktif, dengan dasar pertimbangan ibu mengalami perdarahan antepartum berulang pada umur kehamilan yang jika di hitung dari hari pertama haid terakhir 37 minggu 2 hari, artinya janin telah aterm, telah mampu hidup di dunia luar dengan taksiran berat badan janin 3.400 gram, ibu sudah merasa adanya mules-mules yang semakin sering dan bertambah kuat (2-3x/10/30KK) dan yang perlu diperhatikan ini merupakan perdarahan antepartum yang kedua, menurut literatur perdarahan antepartum kedua dan selanjutnya akan lebih banyak dan membahayakan.1 Pada saat dilakukan pemeriksaan dalam di kamar operasi dengan double set up, didapatkan kesan plasenta menutupi seluruh ostium uteri internum pada pembukaan 1-2 cm. Sehingga didiagnosis dengan plasenta previa totalis pada pembukaan 1-2 cm. Diputuskan untuk dilakukan penatalaksanaan aktif dengan seksio sesarea untuk melahirkan bayi. Berdasarkan pertimbangan di atas, penatalaksanaan aktif dengan pemilihan cara persalinan secara seksio sesarea pada kasus ini sudah tepat.

18

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Diagnosis plasenta previa dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksan spekulum. Sedangkan untuk menentukan klasifikasi plasenta previa dapat dilakukan perabaan fornices (dapat menentukan tipe plasenta previa totalis dan marginalis), pemeriksaan ultrasonografi (dapat menentukan seluruh tipe plasenta previa) dan pemeriksaan dalam di meja operasi. 2. Penatalaksanaan aktif dengan seksio sesarea pada kasus ini sudah tepat.

5.2 Saran Ultrasonografi dapat dijadikan salah satu modalitas untuk menentukan klasifikasi plasenta previa.

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Oyelese Y, Smulian JC. Placenta previa, placenta accreta, and vasa previa. ACOG. 2006 (diunduh 23 April 2011); 107(4): Tersedia dari:

http:/www.greenjournal.org/ 2. Mekkawi S. The diagnosis and management of placenta previa. . Ain Shams journal obstetric and gynaecologic. 2006 (diunduh 23 April 2011); 3: Tersedia dari: http:/www.asjog.org/ 3. Iyasu S, Saftlas AK, Rowley DL., Koonin LM, Lawson HW, Atrash HK. The epidemiology of placenta previa in the United States 1979 through 1987. Am J Obstet Gynecol. 1993; 168: 1424-9 4. Oppenheimer LW,. SOGC clinical practice guideline. Diagnosis and management of placenta previa. 2007 5. Kevin PH, Ian R, Calander R. Obstetrics illustrated: vaginal bleeding in pregnancy. 6th edition. Edinburgh: Churchill livingstone; 2003. p.186 6. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah F.F. Obstetri patologi. Ilmu kesehatan Reproduksi. Edisi ke-2. Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 2005 7. Krisnadi SR, Mose JC, Effendi J.S. Pedoman diagnosis dan terapi obstetri dan ginekologi RS Dr Hasan Sadikin. Edisi ke- 2. Bandung: Bagian obstetri dan ginekologi fakultas kedokteran Universitas Padjadjaran RS Dr Hasan Sadikin; 2005 8. Sallout B, Oppenheimer LW. The classification of placenta previa based on placental edge distance at transvaginal sonography. Am J Obset Gynocol. 2002; 187: 1036-1038 9. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD. Williams Obstetrics. 23th edition. New York: Mc Graw Hill; 2010. p.769773 10. Baskett TF, Calder AA, Arulkumaran S. Munro Kerrs operative obstetrics. 7th edition. London: Saunders; 2007.p.210-218

20

11. Saifuddin AB, Winkjosastro GH, Affandi B, Waspodo D. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan bina pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2002

Anda mungkin juga menyukai