PENDAHULUAN
Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah
kepala janin dilahirkan. Nilai normal interval waktu antara persalinan kepala dengan
persalinan seluruh tubuh adalah 24 detik, pada distosia bahu 79 detik. Mereka mengusulkan
bahwa distosia bahu adalah bila interval waktu tersebut lebih dari 60 detik.
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk
“melipat” ke dalam panggul (misal: pada makrosomia) disebabkan oleh fase aktif dan
persalinan kala II yang pendek pada multipara sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat
menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu
tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala II sebelah bahu berhasil melipat masuk
ke dalam panggul.
Secara umum, kejadian distosia bahu dilaporkan sebanyak 0,2-3% namun di beberapa
penelitian lain mendapatkan kejadian distosia bahu yang lebih tinggi. American College of
Obstetrician and Gynecologist (2002) menyatakan bahwa angka kejadian distosia bahu
bervariasi antara 0.6 – 1.4% dari persalinan normal.
Distosia bahu dapat menyebabkan trauma baik pada ibu maupun pada janin.
Komplikasi distosia bahu pada ibu meliputi perdarahan postpartum (atonia uteri, laserasi
jalan lahir) dan ruptur uteri. Komplikasi distosia bahu pada janin meliputi hipoksia atau
asfiksia, cedera lahir (fraktur klavikula, fraktur humerus, dan kelemahan pleksus brachialis),
dan kematian pada janin.
BAB II
1
STATUS PASIEN
2.1. Identifikasi
Nama : Ny. SM
Usia : 28 tahun
Alamat : R. Durian
Agama : Islam
Pendidikan :
Pekerjaan : Swasta
Kebangsaan : WNI
No. RM : 1008650
Pasien mengaku keluar air-air sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Bercak-bercak
darah (-), keluar berulang (+), perut terasa nyeri terus menerus (+), perut terasa mules tak
menentu (+), nyeri sekitar pinggang (+). Riwayat bayi prematur (+) pada anak pertama.
Riwayat ibu terjatuh (-), riwayat trauma abdomen (-), riwayat persalinan perabdominam
sebelumnya (-). Riwayat perut mulas yang menjalar ke pinggang (+), keluar air-air (+), keluar
darah lendir (+). Pasien mengaku hamil cukup bulan dan gerakan janin masih dirasakan.
2
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat Reproduksi:
Menarche usia 14 tahun, lamanya tiap menstruasi 5 hari, siklus teratur tiap bulan, 24-
30 hari
HPHT: 26 September 2016
TP: 3 Juli 2017
Riwayat Pernikahan:
Riwayat Persalinan:
1. Tahun 2008, anak laki-laki, 2500 gr, sehat, lahir spontan preterm dibantu dukun
2. Tahun 2010, anak perempuan, 3000 gr, sehat, lahir spontan aterm dibantu dukun
3. Hamil ini.
Keadaan Umum:
KU : Sedang
TD : 110/60 mmHg
Nadi : 92 x/menit
3
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5oC
BB : 53 kg
TB : 155 cm
Keadaan Spesifik:
Paru :
Jantung:
Ekstremitas: palmar hangat (+), palmar pucat (-), akral hangat (+), edema pretibial (-/-), akral
pucat (-)
Status Obstetrikus:
Periksa luar: FUT 2 jbpst (32 cm), memanjang, puka, kepala, his 4 x 40”, DJJ: 133
x/menit, TBJ: 3100 gram.
Vaginal Toucher: Portio lunak, anterior, eff. 100%, Ø 6 cm, kepala, H II-III, ketuban
(-) jernih, bau (-), penunjuk UUK kanan depan.
Hemoglobin : 10,7 g/dL
Leukosit : 15.100/mm3
Hematokrit : 33 %
Diff count : 0/0/2/86/7/5
Trombosit : 234.000/mm3
Gol. Darah :A
G3P2A0 hamil 37 minggu inpartu kala I fase aktif dengan KPD 3 hari JTH preskep.
2.6. Diagnosis
G3P2A0 hamil 37 minggu inpartu kala I fase aktif dengan KPD 3 hari JTH preskep.
2.7. Tatalaksana
Nonfarmakologi:
Farmakologi:
2.8. Prognosis
5
2.9. Laporan Persalinan
Pukul 07.00 WIB parturien tampak ingin mengedan kuat.
St. Present:
KU : Sedang
Sens : CM
TD : 110/70 mmHg
N : 98 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,5oC
Didapatkan VT:
Portio tidak teraba
Pembukaan lengkap
Ketuban (-), jernih, bau (-)
Kepala
Hodge III+
UUK kanan depan
D/ G3P2A0 hamil 37 minggu inpartu kala II dengan KPD 3 hari JTH preskep
Th/ Pimpin persalinan
Posisi ibu berbaring pada punggungya, ibu menarik lututnya sejauh mungkin ke arah
dadanya. Minta suami atau anggota keluarga untuk membantu ibu Manuver Mc
Robert
Lakukan fleksi maksimal pada sendi paha dan sendi lutut kedua tungkai ibu
sedemikian rupa sehingga lutut hampir menempel pada bahu.
Penolong persalinan menahan kepala anak dan pada saat yang sama seorang asisten
memberikan tekanan di atas simfisis.
Tekan kepala bayi secara mantap dan terus menerus ke arah bawah (ke arah anus ibu)
untuk menggerakkan bahu anterior di bawah simfisis pubis.
Ibu diminta untuk meneran sekuat tenaga saat penolong persalinan berusaha untuk
melahirkan bahu.
Dilakukan tekanan secara simultan ke arah bawah pada daerah suprapubis untuk
membantu persalinan bahu.
Pukul 07.05 WIB lahir neonatus hidup jenis kelamin perempuan, BB 3300 gr, PB 50
cm, A/S 8/9, anus (+)
Dilakukan manajemen aktif kala III:
6
Injeksi oksitosin 10 IU (IM, 1/3 paha luar)
Masase fundus uteri
Peregangan tali pusat terkendali
Pukul 07.10 WIB:
Plasenta lahir lengkap, berat ±500 gr
Dilakukan eksplorasi jalan lahir dan tidak didapatkan perluasan luka episiotomi
Luka dijahit dengan chromic catgut 2.0
KU ibu postpartum baik, perdarahan aktif (-)
2.10. Follow Up
RR: 20 x/menit
T: 36,5oC
Status obstetri:
PL: FUT 2 jbpx (32 cm), memanjang, puka,
kepala, Ʉ 3/5, his 4x/10’/35”, DJJ:
133x/menit, TBJ 3100 gr
Inspekulo: portio livide, OUE tertutup, fluor
(-), fluksus (+) darah tak aktif, E/L/P (-)
VT: portio lunak, anterior, eff. 100%, Ø 6
cm, kepala, H II-III, ketuban (-) jernih, bau
(-), penunjuk UUK kanan depan.
A: G3P2A0 hamil 37 minggu inpartu kala I
fase aktif dengan KPD 3 hari JTH preskep.
7
08.00 WIB O: Obs. TTV, kontraksi,
perdarahan
Status presens:
IVFD RL + oksitosin 20
KU: sedang, IU gtt xx/menit
Sens: CM,
Cefixime 2x100 mg (PO)
TD: 110/70 mmHg
Metronidazole 3x500 mg
N: 98 x/menit (PO)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.3 Epidemiologi
Ada banyak penelitian yang menjelaskan mengenai faktor risiko yang berhubungan
dengan distosia bahu. Secara umum, kejadian distosia bahu dilaporkan sebanyak 0,2-3%
namun di beberapa penelitian lain mendapatkan kejadian distosia bahu yang lebih tinggi.
American College of Obstetrician and Gynecologist (2002) menyatakan bahwa angka
kejadian distosia bahu bervariasi antara 0.6 – 1.4% dari persalinan normal.
9
3.5 Patofisiologi
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala
berada pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada umumnya akan berada pada
sumbu miring (oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada saat ibu meneran akan
meyebabkan bahu depan (anterior) berada di bawah pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan
putaran menyesuaikan dengan sumbu miring dan tetap berada pada posisi anteroposterior,
pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis sehingga bahu tidak
bisa lahir mengikuti kepala.
11
3. Lakukan fleksi maksimal pada sendi paha dan sendi lutut kedua tungkai ibu
sedemikian rupa sehingga lutut hampir menempel pada bahu.
4. Penolong persalinan menahan kepala anak dan pada saat yang sama seorang
asisten memberikan tekanan di atas simfisis.
5. Tekan kepala bayi secara mantap dan terus menerus ke arah bawah (ke arah
anus ibu) untuk menggerakkan bahu anterior di bawah simfisis pubis.
Tekanan suprapubik ini dimaksudkan untuk membebaskan bahu depan dari
tepi bawah simfsis pubis.
6. Ibu diminta untuk meneran sekuat tenaga saat penolong persalinan berusaha
untuk melahirkan bahu.
7. Meminta seorang asisten untuk melakukan tekanan secara simultan ke arah
bawah pada daerah suprapubis untuk membantu persalinan bahu.
Catatan:
1. Jangan lakukan dorongan pada fundus, karena akan mempengaruhi bahu lebih jauh
dan bisa menyebabkan rupture uteri
2. Tekanan ringan pada suprapubic
3. Dilakukan tekanan ringan pada daerah suprapubik dan secara bersamaan dilakukan
traksi curam bawah pada kepala janin
4. Tekanan ringan dilakukan oleh asisten pada daerah suprapubic saat traksi curam
bawah pada kepala janin.
Bila prosedur diatas tidak membawa hasil maka lahirkan bahu belakang:
1. Masukkan telapak tangan kanan ke jalan lahir di antara bahu belakang dan dinding
belakang vagina.
2. Telusuri bahu sampai mencapai siku. Lakukan gerakan fleksi pada sendi siku dan
lahirkan lengan belakang melalui bagian depan dada. Dengan lahirnya lengan
belakang ini maka bahu belakang anak juga lahir.
3. Bahu depan dilahirkan lebih lanjut dengan melakukan traksi curam bawah kepala
(traksi ke posterior).
4. Bila bahu depan masih belum dapat dilahirkan maka tubuh anak harus dirotasi 180°.
Saat melakukan gerakan rotasi tersebut, tubuh anak dicekap. Arah putaran sesuai
dengan bahu yang sudah dilahirkan (putar tubuh anak mengikuti bagian bahu yang
sudah dilahirkan). Bahu yang terperangkap dapat dibebaskan dengan memasukkan
tangan ke bagian posterior seperti 3 hal yang sudah dijelaskan di atas
Maneuver Woods (“Wood crock screw maneuver”). Dengan melakukan rotasi bahu
posterior 180° secara “crock screw” maka bahu anterior yang terjepit pada simfisis
pubis akan terbebas. Tangan kanan penolong di belakang bahu posterior janin. Bahu
kemudian diputar 180° sehingga bahu anterior terbebas dari tepi bawah simfisis pubis
12
melahirkan bahu belakang. Bila prosedur ini dapat diselesaikan dalam waktu kurang
dari 5 menit maka diperkirakan tidak akan terjadi cedera pada otak anak. Komplikasi
yang mungkin terjadi adalah fraktura klavikula – fraktura humerus – Erb’s paralysis
(paralisa pleksus brachialis).
5. Operator memasukkan tangan ke dalam vagina menyusuri humerus posterior janin
dan kemudian melakukan fleksi lengan posterior atas didepan dada dengan
mempertahankan posisi fleksi siku.
6. Tangan janin dicekap dan lengan diluruskan melalui wajah janin
7. Lengan posterior dilahirkan
13
BAB IV
ANALISIS MASALAH
Ny. SM, usia 28 tahun, alamat di Rantau Durian, datang dengan keluhan hamil 37
minggu dengan perut mulas sampai ke pinggang (+) sejak 3 hari SMRS, semakin lama
semakin kuat, keluar darah lendir (+), keluar air-air (+), gerakan janin masih dirasakan.
14
Pada pemeriksaan obstetrikus, pemeriksaan luar didapatkan FUT 2jbpx (32cm),
memanjang, puka, kepala, 4/5, his (+) 4x/10’/40”, DJJ 133x/menit, TBJ 3100 gram. Pada
vaginal toucher didapatkan portio lunak, anterior, eff 100%, pembukaan 6 cm, ketuban (-)
jernih dan bau (-), penunjuk UUK kanan depan. Pasien ini didiagnosis G3P2A0 hamil 37
minggu inpartu kala I fase aktif dengan KPD 3 hari JTH preskpe. Berdasarkan taksiran berat
janin, janin tidak tergolong makrosomia (Mehta, dkk. 2014).
Tatalaksana selanjutnya, diobservasi tanda vital, DJJ, his serta dievaluasi kemajuan
persalinan. Pada evaluasi kemajuan persalinan, pembukaan serviks lengkap, his adekuat.
Dilakukan pimpinan persalinan pervaginam spontan namun bahu janin tak lahir selama ≥ 1
menit setelah kepala lahir. Hal ini menunjukkan bahwa pasien mengalami distosia bahu.
Bayi cukup bulan pada umumnya memiliki ukuran bahu yang lebih lebar dari
kepalanya sehingga mempunyai risiko terjadinya distosia bahu (Siswishanto dalam
Prawirohadjo, 2010). Selain itu, menurut William penyebab distosia bahu adalah:
abnormalitas kekuatan mendorong, abnormalitas presentasi, posisi, atau perkembangan janin,
abnormalitas tulang panggul (kontraksi pelvis) dan abnormalitas jaringan lunak.
Penyebab terjadinya distosia bahu adalah karena passege (disproporsi sefalopelvik),
power (kelainan his), passenger (janin besar). Pada pasien ini penyebab distosia bahu karena
passenger (bahu janin lebar). Pada kasus ini terjadi komplikasi pada janin yaitu cedera plexus
brachialis. Menurut Siswishanto dalam Prawirohardjo pada 2010, komplikasi yang dapat
terjadi pada janin dengan distosia bahu adalah fraktur tulang (clavicula/humerus), cedera
plexus brachialis, hipoksia hingga kerusakan permanen pada otak. Sedangkan komplikasi
yang dapat terjadi pada ibu adalah perdarahan akibat laserasi jalan lahir, episiotomy, ataupun
atonia uteri. Cedera plexus brakhialis dapat membaik dengan berjalannya waktu, tetapi
sekuele dapat terjadi pada 50% kasus.
Dilakukan tindakan ALARMER yaitu Ask for help, Lift the buttocks and the legs
(McRobert Manuver), Anterior disimpaction of shoulder (Manuver massanti dan Manuver
Rubin), Rotation of the posterior shoulder (Wood’s Screw Manuver), Manual removal of
posterior arm (Schwartz), Episiotomy, Roll over onto 2-4 knee-chest (Gaskin). Setelah
tindakan tersebut, lahir neonatus hidup, laki-laki, BB 3300 gr, PB: 50 cm, Apgar Score 8/9.
Setelah itu dilakukan manajemen aktif kala III, injeksi oksitosin 10 IU im, peregangan tali
pusat terkendali, massase fundus uteri. Plasenta lahir lengkap, perdarahan aktif (-).
15
DAFTAR PUSTAKA
ALARM Commite. Chapter 13 Shoulder Dystocia dalam Buku 4th Edition of The ALARM
International Program.
16
Mehta, S.H., & R. J. Robert. 2014. Shoulder Dystocia: Risk Factors, Predictability, and
Preventability. Seminars in Perinatology. 38. (2014). 189-193.
17