PENDAHULUAN
BAB II
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. S
Usia : 30 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Alamat : Pangkalan Kerinci
No. MR : 73 39 19
ANAMNESIS
Pasien masuk RSUD Arifin Achmad via IGD kebidanan rujukan dari RS Efarina
Pangkalan Kerinci pada tanggal 11 April 2014 pukul 16.25 dengan diagnosis
G4P2A1H1 gravid 30-31 minggu + suspek plasenta previa + riwayat SC 1x.
Keluhan Utama: Perdarahan lewat jalan lahir sejak 2 jam sebelum masuk rumah
sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengaku hamil 8 bulan lebih, HPHT 15 Agustus 2013, TP 22 Mei
2014, usia kehamilan 34-35 minggu, pasien mengeluhkan keluar darah dari jalan lahir
2 jam sebelum masuk rumah sakit, perut dirasakan mulas-mulas seperti diiris-iris
dibagian bawah dan atas sejak 8 jam SMRS, gerakan bayi dirasakan semakin
berkurang dan dirasakan berhenti sejak 3 jam SMRS. Darah berwarna merah segar
sejak 1 jam SMRS. Pasien mengaku pernah dilakukan pijat/urut-urut di perut 1 bulan
yang lalu.
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), asma (-), penyakit jantung (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), asma (-), penyakit jantung (-)
Riwayat Perkawinan
Menikah 1kali, tahun 2008
Riwayat Hamil/Persalinan/Keguguran /Hidup: G3P2A0H2
Hamil I: tahun 2002, usia kehamilan 7 bulan, meninggal dalam rahim
Hamil II: tahun 2010, keguguran, dikuret di RS Pangkalan Kerinci
Hamil III: tahun 2011, laki-laki, prematur 8 bulan, BBL 2100 gram, SC.
Hamil IV: hamil sekarang
Riwayat Kontrasepsi : Tidak pernah menggunakan KB
Riwayat menstruasi : menarche 14 tahun, teratur, 5 hari, siklus 30 hari,
ganti pembalut 3 kali/hari, nyeri (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : pucat, tampak sakit berat
Kesadaran : komposmentis
Vital Sign
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 114x/menit
Frekuensi napas : 20x/menit
Suhu : 36,3 oC
Gizi : baik
Kepala : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
Abdomen : Status obstetrikus
Genitalia : Status obstetrikus
Ekstremitas : edema tungkai (-/-), kelemahan anggota gerak atas dan
bawah (-/-), akral hangat (+/+), CRT > 2
Status Obstetri
Muka : kloasma gravidarum (-)
Mamae : hiperpigmentasi areola dan papilla mammae (+/+)
Abdomen :
Inspeksi : Perut tampak membuncit, tampak menegang
Palpasi :
L1 : teraba massa bulat, tegang dan nyeri tekan
L2 : sulit dinilai
L3 : sulit dinilai
L4 : sulit dinilai
His : -
DJJ: -
TFU: - cm
TBJ: - gram
Genitalia eksterna:
Inspeksi/ Palpasi: vagina/uretra fluor (-), fluksus (+)
Genitalia interna/ pemeriksaan dalam
Inspekulo:
porsio livid, OUE menutup, tampak darah mengalir dari OUE sedikit-
sedikit, merah segar, cavum douglas tidak menonjol
VT/ Perabaan fornix :
Portio kenyal, tidak teraba bagian lunak di fornix, Nyeri goyang (-),
cavum douglas tidak menonjol, adneksa lemas, nyeri tekan (-),
massa (-).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (11/04/2014):
Darah rutin:
Hb : 7,6 g/dl
Ht : 22,5 %
Leukosit: 16.900 /ul
Trombosit : 174.000 /ul
DIAGNOSIS KERJA
G4P2A1H1 gravid 34-35 minggu belum inpartu, bekas SC 1 kali, HAP ec. Solusio
plasenta + anemia ec perdarahan akut
Janin tunggal IUFD letak memanjang presentasi kepala.
Rencana :
- Memastikan hemodinamik ibu stabil
- Airway: clear
- Breathing: clear
- Circulation :
o IVFD RL 30 tpm (guyur)
o O2 Nasal canul 4L/menit
o Rencana transfusi bila Hb <7 g/dl 2 labu PRC + 2 labu WBC
o Cek DPL, PT/APTT, CT/BT
- Rencana persalinan:
o sectio cesarea cito sio (+)
o konsul anastesi
o persiapan operasi: pasien makan terakhir jam 9 pagi ini
o pasang foley catheter
o inj. Ceftriaxon 2x1 g IV
- rencana KB IUD sio (+)
- konsul konsulen jaga OBGIN
Follow Up
Laporan operasi tgl 11-4-2014, pukul 18.15 20.15 wib
Operator: dr, SpOG
Diagnosis preoperatif : G4P2A1H1 gravid 34-35minggu belum inpartu + HAP ec
solutio plasenta+Janin tunggal IUFD letak memanjang presentasi kepala.
Diagnosis post operatif : P3A1H1 post SCTPP atas indikasi solutio plasenta, dilanjut
histerektomi subtotal atas indikasi atonia uteri et cause uterus couvelair.
- Pasien terlentang di atas meja operasi dalam anestesi spinal.
- Aseptik dan antiseptik daerah operasi dan sekitarnya
- Dilakukan insisi mediana pusat-simfisis 10cm
- Setelah peritoneum dibuka, tampak uterus gravidus dan tampak couvelaire
- Plika vesikouterina disayat semilunar, kandung kemih disisihkan kebawah
- Dilakukan insisi segmen bawah rahim, ditembus dan dilebarkan secara tajam
tumpul, berbentuk semilunar
- dengan meluksir kepala dilahirkan bayi
- Air ketuban berwarna kemerahan
- Plasenta berimplantasi di fundus uteri, dilakukan tarikan ringan terdapat stool
cell sebanyak 1000 cc, plasenta dilahirkan lengkap. Tampak hematom retro
plasenta 85%.
- Uterus tidak berkontraksi dan berwarna keunguan kesan atonia uteri dan
uterus couvelaire
- Suami dipanggil ke dalam ruang OK persetujuan histerektomi setuju
- Uterus di luar rongga abdomen, ligamentum rotundum kiri diidentifikasikan,
diklem pada dua tempat dipotong dan diikat, dibuat jendela pada ligamentum
latum kiri secara tumpul dengan ujung jari, pangkal tuba dan ligamentum
ovarii propium kiri diklem dan dipotong dan diikat.
- Dilakukan hal yang sama pada bagian kanan. Lembaran depan ligamentum
kanan dan kiri dibuka secara tajam dengan gunting sedekat mungkin ke uterus
menyisipi sisi uterus sampai setinggi plika vesikouterina.
- Lembaran belakang ligamentum latum kanan dan kiri dibuka secara tajam
dengan gunting sedekat mungkin dengan uterus menyisipi sisi uterus sampai
setinggi SBU.
- Jaringan parametrium kanan dan kiri diklem sedekat mungkin uterus dipotong
dan diikat dengan benang safil no. 1
- Kanan dan kiri diklem pada dua tempat, dipotong dan diikat dengan safil kuat
vasauterika
- Serviks bagian atas dijepit dengan 2 klem ovum dan dilakukan penjahitan
jelujur 2 kali sehingga membentuk tanggul vagina
- Setelah diyakini tidak ada perdarahan lagi dari bekas operasi ligamentum
salfingouterina, pangkal tuba, ligamentum ovarii propium dan ligamentum
rotundum diikat ke sudut tanggul vagina baik kanan maupun kiri. Dipasang
drain pada sisi kiri abdomen.
- Diyakini tidak ada perdarahan dinding abdomen ditutup lapis demi lapis,
fascia dengan jahitan satu-satu, kulit dengan jahitan satu-satu
- Perdarahan selama operasi 1500mL
Keadaan post operasi
- Sadar(+), muntah(-), afebris (+), sianosis (+)
- TD: 120/75 mmHg HR: 114x/menit RR: 26x/menit T: 36,5C
Instruksi pasca bedah
- Observasi KU, TTV, perdarahan tiap 15 menit pada 1 jam pertama, 30 menit
pada 1 jam kedua
- Cek Hb post Op: 3,9/11,8/11200/91000//86,0/28,5/33,1/15,6
- Rencana transfusi 2 WB & 2 PRC cek DPL ulang
- Cegah infeksi : inj ceftriaxon 1 gr/12 jam IV dan inj metronidazole 500mg/
8jam IV
- Asam traneksamat 1 amp/8 jam
- Vit C 200 mg/12 jam
- Ketorolac 1 ampl/8jam
- Awasi diueresis, target 0,5cc/kgBB/jam
- Rencana rawat ICU
Tanggal Observasi
11/4/2014, S: nyeri luka operasi (+).
23:15 WIB O: KU: lemah
(RR OK IGD) Kes:Komposmentis TD:142/96mmHg,Nadi: 98x/i,
Nafas:25x/i, Suhu:36,3 oC
Status generalis: konjungtiva anemis (+/+)
Status obstetrikus: luka operasi tidak ada perdarahan aktif,
perdarahan pervaginam tidak ada
AGDA:
pH: 7,42 mmHg pCO2: 25 mmHg
PO2: 182 mmHg Na+: 13,6 mmol/L
K+: 3,0 mmol/L Ca++: 1,03 mmol/L
HcT: 22% HCO3: 16,9 mmol/L
15/4/2014 S: keluar ASI dari payudara kiri dan kanan, Nyeri luka operasi
06:30 wib (+)
O: KU : tampak sakit ringan Kes :CM
TD : 140/90 mmHg, HR : 80 x/i, RR : 18 x/ i T :Afebris
Status generalis : konjungtiva anemis (-/-), nyeri tekan pada
mammae dekstra dan sinistra
Status obstetrikus: luka operasi tertutup perban, rembesan
darah (-), pus (-)
Terpasang DC 150 menit 220cc, warna kuning
Terpasang drainase 100cc, warna merah kecoklatan
A: P3A1H1post SCTPP ai solution plasenta, post histerektomi
subtotal ai atonia uteri ec uterus couvelair
P : - hemodinamik ibu stabil
- Observasi KU, TTV dan perdarahan
- Paracetamol 3x500 p.o
- Vit C tab 2x1 p.o
- Cefadroxil tab 2x500 p.o
- Aff drainase dan DC
3.1.1 Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan
maternal plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua
endometrium sebelum waktunya yakni sebelum anak lahir.
3.1.2 Etiologi
Sebab yang jelas terjadinya solusio plasenta belum diketahui, hanya parah ahli
mengemukakan teori :
Akibat turunnya tekanan darah secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri yang
menuju keruangan interviler, maka terjadilah anoksemia dari jaringan bagian
distalnya. Sebelum ini menjadi nekrotik, spasme hilang dan darah kembali
mengalir kedalam intervili, namun pembuluh darah distal tadi sudah demikian
rapuhnya serta mudah pecah, yang mengakibatkan terjadi hematoma yang
lambat laun melepaskan plasenta dari rahim. Darah yang berkumpul di
belakang plasenta disebut hematoma retroplasenter.
3.1.3 Klasifikasi
Plasenta dapat terlepas hanya pada pinggirnya saja (ruptur sinus marginalis),
dapat pula terlepas lebih luas (solusio plasenta parsialis), atau bisa seluruh permukaan
maternal plasenta terlepas (solusio plasenta totalis). Perdarahan yang terjadi dalam
banyak kejadian akan merembes antara plasenta dan miometrium untuk seterusnya
menyelinap dibawah selaput ketuban dan akhirnya memperoleh jalan ke kanalis
servikalis dan keluar melalui vagina ( reveled hemorrhage). Akan tetapi, ada kalanya,
walaupun jarang, perdarahan tersebut tidak keluar melalui vagina (concealed
hemorrhage) jika :
Bagian plasenta sekitar perdarahn masih melekat pada dinding rahim
Selaput ketuban masih melekat pada dinding rahim
Perdarahan masuk kedalam kantong ketuban setelah selaput ketuban pecah
karenanya
Bagian terbawah janin, umumnya kepala, menempel ketat pada segmen
bawah rahim
Dalam klinis solusio plasenta dibagi kedalam berat ringannya gambaran klinik
sesuai dengan luasnya permukaan plasenta yang terlepas, yaitu solusio plasenta
ringan, solusio plasenta sedang, dan solusio plasenta berat. Yang ringan biasanya baru
diketahui setelah plasenta lahir dengan adanya hematom yang tidak luas pada
permukaan maternal atau ada ruptur sinus marginalis. Pembagian secara klinik ini
baru definitif bila ditinjau retrospektif karena soluiso plasenta yang ringan bisa
berkembang menjadi lebih bera dari waktu ke waktu. Keadaan umum penderita bisa
menjadi buruk apabila perdarahnnya cukup banyak pada kategori concealed
hemorrhage.
3.1.4 Patofisiologi
Solusio plasenta merupakan hasil akhir dari suatu proses yang bermula dari
suatu keadaan yang mampu memisahkan vili-vili korialis plasenta dari tempat
implantasinya pada desidua basalis sehingga terjadi perdarahan. Oleh karena itu
patofisiologinya bergantung pada etiologi. Pada trauma abdomen etiloginya jelas
karena robeknya pembuluh darah di desidua.
Dalam banyak kejadian perdarahan berasal dari kematian sel (apoptosis) yang
disebabkan oleh iskemia dan hipoksia. Semua penyakit ibu yang dapat menyebabkan
pembentukan trombosis dalam pembuluh darah desidua atau dalam vaskular vili
dapat berujung kepada iskemia dan hipoksia setempat yang menyebabkan kematian
sejumlah sel dan mengakibatkan perarahan sebagai hasil akhir. Perdarah tersebut
menyebabkan desidua basalis terlepas kecuali selapisan tipis yang tetap melekat pada
miometrium. Dengan demikian, pada tingkat permulaan sekali dari proses terdiri atas
pembentukan hematom yang bisa menyebabkan pelepasan yang lebih luas, kompresi
dan kerusakan pada bagian plasenta sekelilingnya yang berdekatan. Pada awalnya
mungkin belum ada gejala kecuali terdapat hematom pada bagian belakang plasenta
yang baru lahir. Dalam arteri spiralis dalam desidua. Hematoma reroplasenta
mempengaruhi penyampaian nutrisi dan oksigen dari sirkulasi maternal/plasenta
kesirkulasi janin. Hematoma yang terbentuk dengan cepat meluas dan melepaskan
plasenta lebih luas/banyak sampai kepinggirnya sehingga darah yang keluar
merembes antara selaput ketuban dan miometrium untuk selanjutnya keluar melalui
serviks ke vagina(revealed hemorrhage). Perdarahan tidak bisa berhenti karena uterus
yang lagi mengandung tidak mampu berkontraksi untuk menjepit pembuluh arteri
spiralis yang terputus. Walaupun jarang, terdapat perdarahan tinggal teperangkap
didalam uterus (concealed hemorrhage).
Terdapat beberapa keadaan yang secara teoritis dapat berakibat kematian sel
karena iskemia dan hipoksia pada desidua. (1) pada pasien dengan korioamnionitis,
misalnya pada ketuban pecah prematur sitokines, eisikanoid, dan bahan-bahan
oksidan lain seperti superoksida. Semua bahan ini mempunyai daya sitotoksis yang
menyebabkan iskemia dan hipoksia yang berujung dengan kematian sel. Slah satu
kerja sitotoksis dari endotoksin adalah terbentuknya NOS (Nitric Oxide Synthase)
yang berkemampuan menghasilkan NO (Nitric Oxide) yaitu suatu vasodilator kuat
dan penghambat agregasi trombosit. Metabolisme NO menyebabkan pembentukan
peroksinitrit suatu oksidan tahan lama yang mampu menyebabkan iskemia dan
hipoksia pada sel-sel endotelium pembuluh darah. Oleh karena faedah NO terlampaui
oleh peradangan kuat, maka sebagai hasil akhir terjadilah iskemia dan hipoksia yang
menyebabkan kematian sel dan perdarahan. Kedalam kelompok penyakit ini
termasuk autoimun antibodi, antikardiolopin antibodi, lupus antikoagulan, semuanya
telah lama dikenal berakibat buruk pada kehamilan termsuk melatarbelakngi kejadian
solusio plasenta. (2) kelainan genetik berupa defisiensi protein c dan protein s
keduannya meningkatkan pembentukan trombosis dan dinyatakan terlibat dalam
etilogi preeklampsi dan solusio plasenta. (3) pada pasien dengan penyakit trombofilia
dimana ada kecenderungan pembekuan berkhir dengan pembentukan trombosis
didalam desidua basalis yang megakibatkan iskemia dan hipoksia. (4) keadaan
hyperhomocysteinemia dapat menyebabkan kerusakan pada endotelium vaskular
yang berakhir dengan pembentukan trombosis pada vena atau menyebabkan
kerusakan pada arteria spiralis yang memasok darah ke plasenta dan menjadi sebab
lain dari solusio plasenta. Pemeriksaan PA plasenta dari penderita
hiperhomosisteinemia menunjukkan gambaran patologik yang mendukung
hiperhomosisteinemia sebagai faktor etiologi solusio plasenta. Meningkatkan
konsumsi asam folat dan piridoksin akan mengurangi hiperhomosisteinemia karena
kedua vitamin ini berperan sebagai kofaktor dalam metabolisme metionin menjadi
homosstein. Metionin mengalami remetilasi oleh enzim metilentetrahidrofolat
reduktase (MTHFR) menjadi homosistein. Mutasi pada gen MTHFR mencegah
proses remetilasi dan menyebabkan kenaikan kadar homosistein dalam darah. Oleh
sebab itu, disarankan melakukuan pemeriksaan hiperhomosisteinemia pada pasien
solusio plasenta yang penyebab laiinya tidak jelas. (5) nikotin dan kokain keduanya
dapat menyebabkan vasokontriksi yang bisa menyebabkan iskemia dan pada
plasentas sering dijumpai bermacam lesi sepert infark, oksidatif stres, apoptosis, dan
nekrosis, yang kesemuanya ini berpotensi merusak hubungan uterus dengan plasenta
yang berujung kepada solusio plasenta.
3.1.6 Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan retroplasenta yan terus
berlangsung sehingga menimbulkan berbagai akibat pada ibu seperti anemia, syok
hipovolemik, insufisiensi fungsi plasenta, gangguan pembekuan darah, gagal ginjal
mendadak, dan uterus couvelaire disamping komplikasi sindroma insufisiensi fungsi
plasenta pada janinberupa angka kematian perinatal yang tinggi. Sindroma sheehan
terdapat pada beberpa penderita yang terhindar dari kematian setelah menderita syok
yang berlangsung lama yang menyebabkan iskemia dan nekrosis adenohipofisis
sebagai akibat solusio plasenta.
Kematian janin, kelahiran prematur dan kematian perinatal merupakan
komplikasi yang paling sering terjadi pada asoluiso plasenta. Solusio plasenta
berulang dilaporkan juga bisa terjadi pada 25% perempuan yang pernah menderita
solusio plasenta sebelumnya. Solusio plasenta kronik dilaporkan juga tejadi dimana
proses pembentukan hematom retroplasenta berhenti tanpandijelang oleh persalinan.
Komplikasi koagulopati dijelaskan sebagai berikut. Hematoma retroplasenta yang
tebentuk mengakibatkan pelepasan tromboplastin kedalam peredaran darah.
Tromboplastin bekerja mempercepat perobmakan protrombin menjadi trombin.
Trombin yang terbentuk dipakai untuk mengubah fibrinogen menjadi fibrin untuk
membentuk lebih banyak bekuan darah terutama pada solusio plasenta berat. Melalui
mekanisme ini apabila pelepasan tromboplastin cukup banyak dapat menyebabkan
terjadi pembekuan darah intravaskular yang luas (disseminated intravascular
coagulation) yang semakin menguras persediaan fibrinogen dan faktor-faktor
pemebkuan lain. Akibat lain dari pembekuan darah intravaskular ialah terbentuknya
plasmin dari plasminogen yang dilepaskan pada setiap kerusakan jaringan. Karena
kemampuan fibrinolisis dari plasmin ini maka fibrin yang terbentuk dihancurkannya.
Penghancuran butir-butir fibrin yang terbentuk intravaskular oleh plasmin berfaedah
menghancurkan bekuan-bekuan darah dalam pembeluh darah kecil dengan demikian
berguna mempertahankan keutuhan sirkulasi mikro. Pada solusio plasenta berat
dimana telah terjadi perdarahan melebihi 2.000 ml dapat dimengerti kalau akhirnya
akan terjadi kekurangan fibrinogen dalam darah sehingga persediaan fibrinogen
lambat laun mencapai titik kritis (<150 mg/100 ml darah) dan terjadi
hipofibrinogenemia. Pada kadar ini telah terjadi gangguan pembeuan darah
(consumptive coagulopathy) yang secara laboratoris terlihat pada memanjangya
waktu pembekuan melebihi 6 menit dan bekuan darah yang telah terbentuk mencair
kembali. Pada keadaan yang lebih parah darah tidak mau membeku sama sekali
apabila kadar fibrinogen turun dibawah 100 mg%.
3.1.7 Prognosis
Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk baik bagi ibu hamil dan
lebih buruk lagi bagi janin jika dibandingkan dengan plasenta previa. Solusio plasenta
ringan masih mempunyai prognosis yang baik bagi ibu dan janin karena tidak ada
kematian dan morbiditasnya rendah. Solusio plasenta sedang mempunyai prognosis
yang lebih buruk terutama terhadap janinnya karena mortalitas dan morbiditas
perinatal yang tinggi disamping morbiditas ibu, yang lebih berat. Solusio plasenta
berat mempunyai prognosis paling buruk baik terhadap ibu lebih-lebih terhadap
janinnya. Umumnya pada keadaan yang demikian janin telah mati dan mortalitas
maternal meningkat akibat salah satu komplikasi. Pada solusio plasenta sedang dan
berat prognosisnya juga bergantung pada kecepatan dan ketepatan bantuan medik
yang diperoleh pasien. Transfusi darah yang banyak dengan segera dan terminasi
kehamilan tepat waktu sangat menurunkan morbiditas dan mortalitas maternal dan
perinatal.
3.2.1 Defenisi
Keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak
mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan
plasenta lahir.
3.2.2 Etiologi
a) Perdarah pervaginam
perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa sering
terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan disebabkan
tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah
b) Konsistensi rahim lunak
gejala ini merupakan terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia
dengan penyebab perdarahan
c) Fundus uteri naik
d) Terdapat tanda-tanda syok
o Nadi cepat dan lemah
o Tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik<90mmHg
o Pucat
o Keringat/kulit terasa dingin dan lembap
o Pernafasan cepat frekuensi 30 kali/menit atau lebih
o Gelisah atau kehilangan kesadaran
o Urine yang sedikit (<30cc/jam)
3.2.4 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan
masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih
setinggi pusat atau lebih dengan kontaraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa
pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebnayak
500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih teperangkap dalam
uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.
3.2.4 Tindakan
Pada umumnya dilakukan secara simultan (bila pasien syok) hal-hal sebagai berikut:
Sikap trendelenburg, memasang venous line, dan memberikan oksigen
Sekaligus merangsang kontraksi uterus dengan cara :
o massase fundus uteri dan merangsang puting susu
o pemberian oksitoksin dan turunan ergot melalui suntikan secara i.m,
i.v atau s.c
o memberikan derivat prostaglandin F2 (carboprost tromethamine)
yang kadang memberikan efek samping berupa diare, hipertensi, mual
muntah, febris, dan takikardia
o pemberian misoprostol 800-1000 g per-rectal
o kompresi bimanual eksternal dan atau internal
o kompresi aorta abdominalis
o pemasangan tampon kondom, kondom dalam kavum uteri disambung
dengan kateter, difiksasi dengan karet gelang dan diisi cairan infus 200
ml yang akan mengurangi perdarahan dan menghindari tindakan
operatif.
o Catatan: tindakan memasang tampon kasa utero-vaginal tidak
dianjurkan dan hanya bersifat temporer sebelum tindakan bedah
kerumah sakit rujukan.
Bila semua tindakan itu gagal, maka dipersiapkan untuk dilakukan tindakan
operatif laporatomi dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan
uterus) atau melakukan histerektomi. Alternatifnya berupa :
o Ligasi arteria uterina atau arteria ovarika
o Operasi ransel B lynch
o Histerektomi supravaginal
o Histerektomi tootal abdominal.
3.2.5 Pencegahan
Pemberian oksitoksin rutin pada kala III dapat mengurangi resiko perdarahan
pospartum lebih dari 40% dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut
sebagai terapi. Manajemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam
persalinan, anemia dan kebutuhan transfusi darah.
Kegunaan utama oksitoksin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya
yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani
seperti ergometrin. Pemberian oksitoksin paling bermanfaat untuk mencegah atonia
uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitoksin setelah bayi
lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit
perliter IV drip 100-150 cc/jam.
BAB IV
PEMBAHASAN
Kurang tepat
Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Anamnesis pasien ini, pada riwayat penyakit sekarang
seharusnya menguraikan dari keluhan utama. Dimana riwayat penyakit sekarang
merupakan uraian yang lengkap, jelas dan kronologis yang memperjelas keluhan
utama dan menguraikan bagaimana setiap gejala itu terjadi. Pada pasien ini datang
dengan keluhan utama perdarahan dari jalan lahir, sebaiknya pada riwayat penyakit
sekarang kita harus menggali mengenai perdarahannya yaitu onset, jumlah darah,
warna darah, disertai keluhan penyerta lain seperti nyeri perut terus menerus. Dari
hasil anamnesis ulang pada tanggal 15 April 2014, dari riwayat penyakit dahulu
didapatkan adanya riwayat PEB pada kehamilan sebelumnya, namun pada riwayat
penyakit dahulu dicantumkan riwayat hipertensi disangkal.
Diagnosis pada pasien ini kurang tepat. Pasien ini didiagnosis G4P2A1H1 gravid
34-35 minggu belum inpartu, bekas SC 1 kali, HAP ec. Solusio plasenta + anemia ec
perdarahan akut. Janin tunggal IUFD letak memanjang presentasi kepala. Diagnosis
pada pada pasien ini belum tepat karena penulisan diagnosis yaitu janin tunggal IUFD
letak memanjang, sementara dari pemeriksaan abdomen didapatkan:
Inspeksi : Perut tampak membuncit, tampak menegang
Palpasi :
L1 : teraba massa bulat, tegang dan nyeri tekan
L2 : sulit dinilai
L3 : sulit dinilai
L4 : sulit dinilai
Dari data tersebut tidak ada data yang mendukung untuk menentukan letak
janin dan bagian terbawah janin,sehingga tidak sesuai dengan diagnosis yang ditulis
yaitu letak memanjang presentasi kepala. Penulisan diagnosis solutio plasenta
seharusnya ditulis dengan kata suspek karena diagnosis pasti solusio plasenta
ditegakkan berdasarkan temuan saat operasi. Dari anamnesis didapatkan data bahwa
pasien telah hamil empat kali namun hanya satu yang hidup, seharusnya pada pasien
ini ditambahan riwayat Bad Obstertics History (BOH). BOH adalah mereka yang
pernah mengalami keguguran atau perdarahan berulang, melahirkan prematur, atau
pernah melahirkan janin yang sudah meninggal atau mengalami perdarahan setelah
melahirkan. Diagnosis perdarahan akut tidak perlu dicantumkan, karena anemia pada
pasien ini disebabkan oleh karena perdarahan antepartum yang terjadi.
Sehingga diagnosis untuk pasien ini adalah G4P2A1H1 gravid 34-35 minggu,
perdarahan antepartum ec. Suspek Solusio plasenta + bekas SC 1 kali a/i impending
eklamsi + BOH + anemia. Janin tunggal IUFD.
Dari penatalaksanaan pada pasien ini di VK IGD sudah tepat yaitu
Memastikan hemodinamik ibu stabil. Airway: clear, Breathing: clear, Circulation :
dengan pemberian IVFD RL 30 tpm, O2 Nasal canul 4L/menit, Rencana transfusi
bila Hb <7 g/dl 2 labu PRC + 2 labu WBC, Cek DPL, PT/APTT, CT/BT. Rencana
persalinan: sectio cesarea cito , persiapan operasi puasakan pasien malam hingga jam
9 pagi, pasang foley catheter, inj. Ceftriaxon 2x1 g IV, konsul konsulen jaga
OBGYN.
Pada pasien ini dilakukan SCTPP ai solution plasenta, dilanjut histerektomi
subtotal ai atonia uteri ec uterus couvelair. Penatalaksanaan histerektomi pada pasien
ini kurang tepat. Sebelum melakukan histerektomi sebaiknya dipertimbangkan
tindakan lain untuk mengatasi atonia uteri, mengingat pasien masih memiliki satu
orang anak dan diharapkan fungsi reproduksi masih dapat dipertahankan. Jika tidak
ada pilihan tindakan lain yang dapat mengatasi atonia uteri tersebut, sebaiknya
kronologis tindakan yang dilakukan dicantumkan pada laporan operasi. Atonia uteri
pada pasien ini kemungkinan disebabkan oleh adanya infiltrasi darah ke dalam
miometrium yang disebut sebagai uterus Couvelaire, sehingga mengganggu kontraksi
otot miometrium.
Pada pasien ini terdapat faktor risiko yang dapat terjadinya solusio plasenta yaitu
adanya riwayat toksemia gravidarum dan adanya faktor trauma seperti riwayat
mengurut peru saat usia kehamilan 7 bulan.
KESIMPULAN
1. Kurangnya kerjasama lintas program antara rumah sakit yang merujuk dengan
rumah sakit rujukan
2. RS E sebagai RS PONEK tidak mampu melayani pasien emergensi
3. Diagnosis yang tepat pada pasien ini: G4P2A1H1 gravid 34-35 minggu belum
inpartu, bekas SC 1 kali a/i impending eklamsi, + BOH+ HAP ec. Suspek
Solusio plasenta + anemia ec perdarahan akut. Janin tunggal IUFD.
4. Prognosis pada pasien baik bagi kehidupan ibu, meski fungsi reproduksi tidak
dapat dipertahankan.
SARAN
1. Perlu adanya pelimpahan tugas dan tanggung jawab secara timbal balik atas
kasus yang di tangani
2. Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lebih baik
mulai di fasilitas kesehatan primer sehingga rencana terapi pada pasien lebih
cepat dan tepat.
3. Perlu ditingkatkan lagi pemeriksaan antenatal care mengingat pentingnya
melakukan deteksi dan pencegahan adanya gangguan kehamilan sejak dini.
DAFTAR PUSTAKA