PENDAHULUAN
Ektopik berasal dari bahasa Inggris yaitu ectopic dengan akar kata dari
bahasa Yunani topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan
berada diluar tempat yang semestinya. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi
abortus atau pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut
maka kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu.1
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi yang terjadi diluar
rongga uterus, tuba falopii (lebih dari 90%) merupakan tempat tersering terjadinya
implantasi kehamilan ektopik.1 Pada tahap awal perkembangannya, embrio dapat
tumbuh dan berkembang didalam saluran tuba, tetapi jika dibiarkan maka
perkembangan embrio tersebut dapat menyebabkan ruptur / pecahnya saluran tuba
karena berkembang melebihi kapasitas tempat implantasi. Jika ini terjadi maka
akan terjadi perdarahan hebat akibat ruptur saluran tersebut, perdarahan tersebut
akan mengumpul didalam rongga perut dan bila dibiarkan akan menyebabkan
kematian, hal ini disebut dengan kehamilan ektopik terganggu.2,3 Kehamilan
ektopik paling sering terjadi di tuba falopii (95-96%) yang meliputi pars
ampularis (70%), pars isthmus (12%), pars fimbriae (11%), dan pars intertisial (23%), urutan selanjutnya di ovarium (3%), abdominal (1%), dan di serviks uterus
(<1%).4
Kehamilan ektopik terganggu merupakan masalah besar dibidang
ginekologi di dunia, yang menimbulkan morbiditas dan mortalitas maternal yang
tinggi. Menurut World Health Organization (WHO), kehamilan ektopik adalah
penyebab hampir 5% kematian ibu hamil di negara maju. 4 Di Inggris, kehamilan
ektopik merupakan penyebab terbesar pada kematian ibu hamil trimester pertama.
Hampir 32.000 kehamilan ektopik terjadi yang tercatat setiap tahunnya. Di
Amerika Serikat, jumlah kejadian setiap tahunnya menurun dari 58.178 pada
tahun 1992 menjadi 33.382 pada tahun 1999. Penurunan ini disebabkan oleh
membaiknya diagnosis dan penatalaksanaan.4,5
Di Indonesia, berdasarkan laporan dari Biro Pusat Statistik Kesehatan
diketahui bahwa pada tahun 2007 terdapat 20 kasus setiap 1000 kehamilan
menderita kehamilan kehamilan ektopik (0,02%). Di Rumah Sakit Cipto
BAB II
ILUSTRASI KASUS
2.1
IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Ny. M
Usia
: 29 tahun
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Agama
: Kristen
Suku
: Batak
Alamat
:Jl. Dagang ujung Siak
No. MR
2.2
Hulu-Kampar
: 91.01.84
ANAMNESIS
Pasien datang ke VK IGD RSUD
Nama suami
: Tn.R
Usia
: 29 tahun
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Wiraswasta
Agama
: Kristen
Suku
: Batak
Alamat
2015 pukul 19.30 WIB, rujukan dari Bidan Deliana dengan nyeri perut kanan
bawah dan konsul dari IGD umum dengan suspek KET
a. Keluhan utama :
Nyeri pada seluruh perut
b. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien mengeluhkan nyeri perut sejak 2 hari SMRS yang semakin
memberat sejak 8 jam SMRS, keluhan ini dirasakan dari perut bagian
bawah yang menjalar ke bagian atas kemudian diseluruh bagian perut,
nyeri dirasakan terus menerus dan perut terasa tegang.
Keluhan ini disertai dengan keluar darah dari jalan lahir, berwarna
merah kecoklatan, pasien mengganti pembalutnya sebanyak 2 kali sejak
keluarnya darah dari jalan lahir.
Kemudian pasien langsung pergi ke bidan Deliana dan dilakukan
pemeriksaan, didapatkan nyeri perut bagian kanan bawah lalu pasien
langsung dirujuk ke RSUD AA dengan nyeri perut kanan bawah disertai
perdarahan pervaginam dan bidan tidak sanggup untuk menangani pasien
tersebut.
Pasien tidak merasa dirinya hamil dengan HPHT 2 November 2015
sesuai dengan usia kehamilan 6-7 minggu. Pasien mengeluhkan adanya
keputihan yang dirasakan sejak 2 bulan SMRS, mukopurulen, gatal, tidak
berbau, tetapi pasien tidak pernah berobat, pasien juga mengeluhkan
terkadang ada nyeri saat berhubungan. Riwayat diurut (-), riwayat trauma
(-), riwayat keguguran sebelumnya (-), riwayat kehamilan diluar rahim (-),
dan riwayat demam (-). BAB dan BAK tidak ada keluhan.
c. Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat hipertensi, asma, diabetes melitus, penyakit jantung, kelainan
penyakit darah dan alergi disangkal pasien.
d. Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat hipertensi, asma, diabetes melitus, penyakit jantung, kelainan
penyakit darah dan alergi dalam keluarga disangkal.
e. Riwayat menstruasi :
Pasien pertama kali datang haid saat pasien berusia 12 tahun, siklus haid
teratur yaitu 28 hari, lama haid setiap bulannya 6-7 hari, ganti pembalut 23 kali setiap harinya dan tidak ada keluhan nyeri pada saat haid.
f. Riwayat perkawinan :
PEMERIKSAAN FISIK
- Adneksa kiri dan kanan : massa adneksa kanan (-), teraba massa adneksa
di sebelah kiri
- Parametria kiri atau kanan : lemas, tidak berbenjol dan tidak ada nyeri
tekan
- Kavum douglas menonjol dan nyeri
Rectal Toucher : tonus sfingter ani (+), mukosa licin, ampula recti tidak
kolaps, massa (-)
2.4
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DIAGNOSIS KERJA
G2P1A0H1 gravid 6-7 minggu dengan akut abdomen ec. susp kehamilan
Uterus antefleksi, tidak tampak GS dalam cavum uteri, tampak GS di adneksa kiri
dengan hematokel dan free fluid di cavum douglas sampai dengan sub hepatik.
Kesan: Kehamilan ektopik terganggu
2.7
PENATALAKSANAAN
Hemodinamik pasien stabil. Observasi : Keadaan umum, tanda-tanda vital,
perdarahan.
Laparotomi eksplorasi cito.
Atasi anemia : transfusi PRC 3 labu
Cegah infeksi : ceftriaxone 2x1gr.
2.8
LAPORAN OPERASI
Laporan laparatomi eksplorasi dan salphingektomi sinistra pukul 21.00-
22.00 wib.
transfusi
Inj Alinamin F 2x1 ampul
Mobilisasi bertahap
Diet tinggi kalori tinggi pasien bertahap jika bising usus positif.
Balance seimbang kateter urin 1x24 jam
Asam traneksamat inj 3x500mg
2.9. PROGNOSIS
Dubia ad Bonam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Kehamilan ektopik terjadi ketika ovum yang telah dibuahi oleh sperma
kehamilan
ektopik
dapat
(<1%),
Epidemiologi
Insiden dari kehamilan ektopik digambarkan dalam berbagai macam cara
pada beberapa literatur. Denominator yang paling umum digunakan adalah jumlah
konsepsi yang dikenali, yang mana digambarkan sebagai jumlah kehamilan
ektopik per 1000 konsepsi. Denomirator lainnya adalah jumlah wanita dalam usia
reproduktif yang digambarkan sebagai jumlah kehamilan ektopik per 10.000
wanita dalam rentang usia 14-44 tahun dan jumlah total kelahiran yang
digambarkan sebagai jumlah kehamilan ektopik per 1000 kelahiran. Akan sangat
baik bila dapat menghitung insiden kehamilan ektopik per 1000 total konsepsi.
Namun sejak abortus spontaneus dan banyak abortus yang direncanakan tidak
dilaporkan, denominator selalu lebih kecil dibandingkan dengan angka yang
sebenarnya, dan sejak kehamilan ektopik asimptomatis yang tidak diketahui
sehingga tidak dilaporkan. Hal ini mengakibatkan insiden kehamilan ektopik per
1000 total konsepsi yang sebenarnya tidak akan dapat diukur secara tepat. Jumlah
insiden yang dilaporkan di literatur, merupakan perkiraan yang baik sejak
metodologi yang digunakan sama, sehingga dapat dibedakan secara tepat.6
Pada perkembangan terbaru di Inggris, kehamilan ektopik masih
merupakan penyebab terbesar pada kematian ibu hamil trimester pertama. Hampir
32.000 kehamilan ektopik terjadi yang tercatat setiap tahunnya. Di Amerika
Serikat, jumlah kejadian setiap tahunnya menurun dari 58.178 pada tahun 1992
menjadi 33.382 pada tahun 1999. Di Norwegia, diperkirakan angka kejadian ini
menurun seiring dengan menurunnya angka kejadian Pelvic Inflamatory Disease
(PID).8
Di Indonesia, berdasarkan laporan dari Biro Pusat Statistik Kesehatan
diketahui bahwa pada tahun 2007 terdapat 20 kasus setiap 1000 kehamilan
menderita kehamilan ektopik atau 0,02%. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM) pada tahun 2007 terdapat 153 kehamilan ektopik diantara 4007
persalinan atau 1 diantara 26 persalinan.9
2.3
Faktor Risiko2
Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik.
Namun kehamilan ektopik juga dapat terjadi pada wanita tanpa faktor risiko.
Berikut beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya kehamilan
ektopik:
a. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
Merupakan faktor risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka
kekambuhan sebesar 15% setelah kehamilan ektopik pertama dan
meningkat sebanyak 30% setelah kehamilan ektopik kedua.
b. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil masih menggunakan
kontrasepsi spiral. Pil yang mengandung hormon progesteron juga
meningkatkan kehamilan ektopik karena dapat mengganggu pergerakan
sel rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah
dibuahi untuk berimplantasi ke dalam rahim.
Risiko
21,0%
9,3%
8,3%
5,6%
4,2-4,5%
3,8-21%
Risiko Sedang
Infertile
2,5-21%
2,5-3,7%
2,1%
Risiko Ringan
Riwayat operasi pelvik atau abdominal sebelumnya
0,93-3,8%
Merokok
2,3-2,5%
10
2.4
Douching
1,1-3,1%
1,6%
Etiologi
Penyebab dari kehamilan ektopik yaitu bila nidasi terjadi di luar kavum
Faktor tuba
- Infeksi dan peradangan pada tuba menyebabkan lumen tuba menjadi
sempit atau buntu.
- Keadaan uterus yang mengalami hipoplasia dan saluran tuba yang
berkelok-kelok panjang dapat menyebabkan fungsi silia tuba tidak
berfungsi dengan baik. Pada keadaan pasca rekanalisasi tuba dapat
merupakan predisposisi terjadinya kehamilan ektopik.
- Kelainan endometriosis tuba atau divertikel saluran tuba yang bersifat
kongenital.
- Tumor disekitar saluran tuba, misalnya mioma uteri atau tumor ovarium
yang menyebabkan perubahan bentuk dan patensi tuba juga dapat menjadi
b.
c.
Faktor ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral
dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga
kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.
d.
Faktor hormonal
Pada akseptor, pil kb yang hanya mengandung progesteron dapat
mengakibatkan gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat
menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.
e.
Faktor lain
11
Salah satunya adalah pemakaian IUD dimana proses peradangan yang dapat
timbul pada endometrium dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya
kehamilan ektopik. Faktor umur penderita yang sudah tua dan perokok juga
sering dihubungkan dengan terjadinya kehamilan ektopik.
Klasifikasi
Berdasarkan lokasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi menjadi sebagai
berikut:
a.
interstisialis.2
b.
Kehamilan ektopik lain (<5%) antara lain terjadi di serviks uterus, ovarium
atau abdominal.
- Kehamilan abdominal lebih sering merupakan kehamilan abdominal
sekunder dimana semula merupakan kehamilan tuba yang kemudian
abortus dan meluncur ke abdomen dari ostium tuba pars abdominalis
(abortus tubaria) yang kemudian embrio / buah kehamilannya mengalami
berimplantasi di kavum abdomen, misalnya kehamilan di mesenterium/
mesovarium atau di omentum.10
- Kehamilan ovarial. Kehamilan ini sering dikacaukan dengan perdarahan
korpus luteum saat pembedahan dan diagnosis seringkali di buat setelah
pemeriksaan histopatologi. Kriteria diagnosis termasuk tuba ipsilateral
12
2.6
Patofisiologi
Pada proses awal kehamilan apabila embrio tidak bisa mencapai
endrometrium untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan
13
vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi reabsorbsi total.Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya terlambat untuk beberapa hari.
b.
vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dan melepaskan mudigah dari
dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya psoudokapsularis. Pelepasan ini
dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, bergantung pada derajat perdarahan yang
timbul. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan
dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba pars
abdominalis. Frekuensi abortus dalam tuba bergantung pada implantasi telur yang
dibuahi. Abortus ke lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars
ampularis, sedangkan penembusan dinding tuba oleh vili korialis ke arah
peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars ismika. Perbedaan ini
disebabkan oleh lumen pars ampularis yang lebih luas sehingga dapat mengikuti
lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi jika dibandingkan dengan bagian ismus
dengan lumen sempit.
Pada pelepasan hasil konsepsi yang sedikit tidak sempurna pada abortus,
perdarahan akan terus belangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sehingga
berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan
tuba membesar dan kebiruan (hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke
rongga perut melalui ostium tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum Douglas
dan akan membentuk hematokel retrouterina.
c.
pada kehamilan muda. Sebaliknya, ruptur pada pars interstisialis terjadi pada
kehamlan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur adalah
penembusan vili korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum.
Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma ringan seperti koitus dan
14
pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut,
kadang-kadang sedikit, kadang-kadang banyak, sampai menimbulkan syok dan
kematian. Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi perdarahan dalam lumen
tuba. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominal.
Bila pada abortus dalam tuba ostium tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi.
Dalam hal ini dinding tuba, yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena
tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi di arah ligamentum.J ika
janin hidup terus, terdapat kehamilan intraligamentar.
Pada ruptur ke rongga perut setelah janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila
robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba.
Perdarahan dapat berlangsung terus sehingga penderita akan cepat jatuh dalam
keadaan anemia atau syok ke dalam hemoragia. Darah tertampung dalam rongga
perut akan mengalir ke dalam kavum Douglas yang makin lama makin banyak
dan akhirnya dapat memenuhi rongga abdomen. Bila penderita tidak di operasi
dan tidak meninggal di karena perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan
yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin mati dan masih kecil, dapat
dierabsorbsi seluruhnya, bila besar dapat diubah menjadi litopedion.
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong
amnion dan dengan plasenta masih utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam
rongga perut, sehingga akan terjadi kehamilan abdominal sekunder. Untuk
mencukupi kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan
implantasinya ke jaringan sekitarnya, misalnya ke sebagian uterus, ligamentum
latum, dasar panggul dan usus.
Fenomena Arias-Stella
Fenomena Arias Stella merupakan gambaran yang terlihat pada endometrium
berupa perubahan pada kelenjar yang merupakan respon fisiologi pada uterus atau
pada kehamilan ektopik. Morfologi dari fenomena Arias Stella adalah pembesaran
nukleus 3 kali dari ukuran normal dan nukleus hiperkromasia, lobuler, irreguler
dan vakuolisasi sitoplasma.12
Pada kehamilan ektopik, desidua tetap terbentuk pada kavum uteri akibat
pengaruh hormonal. Saat terjadi kehamilan ektopik terganggu, korpus luteum
pecah, kontrol hormon Human Chorionic Gonadotropin menjadi terganggu. Hal
ini mengakibatkan turunnya kadar progesteron dan esterogen di dalam tubuh yang
menyebabkan desidua meluruh sehingga terjadi perdarahan pervaginam.13
15
Arias-
Stella
reaction.
Glands
from
an
specimen
abortion
show
2.7
16
menonjol dan terdapat nyeri pada serviks bila digerakkan, hal ini merupakan
temuan klinis yang menguatkan kecurigaan terjadinya kehamilan ektopik.4
2.8
Diagnostis KET
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada fase akut biasanya tidak
sulit. Keluhan yang disampaikan biasanya adalah amenorea disertai nyeri perut
bagian bawah serta dapat terjadi perdarahan pervaginam. Pada fase akut keadaan
umum pasien biasanya tampak kesakitan, pucat dan pada pemeriksaan ditemukan
tanda-tanda syok serta perdarahan dalam rongga perut. Pada pemeriksaan
ginekologik ditemukan serviks yang nyeri bila digerakkan dan kavum douglas
yang menonjol dan nyeri raba.2
Anamnesis : haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu, dan kadangkadang terdapat gejala subyektif kehamilan muda. Nyeri abdominal terutama
bagian bawah dan perdarahan pervaginam pada trimester pertama kehamilan
merupakan tanda dan gejala klinis yang mengarah ke diagnosis kehamilan
ektopik. Gejala-gejala nyeri abdominal dan perdarahan pervaginam tidak terlalu
spesifik atau juga sensitif.2
Pemeriksaan umum : penderita tampak kesakitan dan pucat. Pada
perdarahan dalam rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis
tidak mendadak perut bagian bawah hanya sedikit menggembung dan nyeri tekan.
Kehamilan ektopik yang belum terganggu tidak dapat didiagnosis secara tepat
semata-mata atas adanya gejala-gejala klinis dan pemeriksaan fisik.2
Pemeriksaan ginekologi : tanda-tanda kehamilan muda mungkin
ditemukan. Pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba,
maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping
uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum Douglas yang menonjol dan
nyeri-raba menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Suhu kadang-kadang
naik sehingga menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik.2
Kesulitan diagnosis biasanya pada kehamilan ektopik terganggu jenis
atipik dengan tanda kehamilan yang tidak jelas demikian pula pada nyeri perut
yang tidak nyata dan sering penderita terlihat tidak terlalu pucat. Hal ini terjadi
apabila perdarahan pada kehamilan ektopik yang terganggu berlangsung lambat,
dalam keadaan demikian alat bantu diagnostik sangat diperlukan untuk
menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu.2
17
Tes kehamilan
Tes ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hormon human
Kuldosintesis
Suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui kavum douglas berisi darah atau
cairan lainnya, cara ini tidak dilakukan pada kehamilan ektopik belum terganggu.
Tes ini memberikan hasil positif apabila dikeluarkan darah berwarna coklat
sampai kehitaman yang tidak membeku atau berupa bekuan kecil, untuk
mengetahui sifat darah sebaiknya darah yang di aspirasi tadi disemprotkan pada
kain kassa. Tes memberikan hasil negatif apabila cairan yang diaspirasi berwarna
jernih, nanah, atau darah berwarna merah segar yang dalam beberapa menit
membeku. Hasil positif palsu ditemukan pada 5-10% kasus yang sebabkan oleh
ruptur kopus luteum, abortus inkomplit, menstruasi retrograde atau endometriosis.
3.
Ultrasonografi
Aspek yang di evaluasi dalam penggunaan ultrasonografi adalah evaluasi
18
kavum uterus yang dapat berasal dari trofoblas pada abortus inkomplit atau
desidua pada kehamilan ektopik.
Berikutnya adalah melakukan evaluasi adneksa, diagnostik pasti kehamilan
ektopik ialah ditemukan kantung gestasi diluar uterus yang didalamnya ditemukan
denyut jantung janin, hal ini didapatkan pada 5% kehamilan ektopik. Pada
kehamilan ektopik terganggu sering tidak ditemukan kantung gestasi ektopik.
Gambaran yang tampak adalah cairan bebas di rongga peritoneum terutama pada
kavum douglas.2
4.
Laparoskopi
Hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk menegakkan
diagnosis kehamilan ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain
meragukan. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum
douglas dan ligamentum latum. Adanya darah dalam kavum pelvis mungkin
mempersulit visualisasi namun merupakan indikasi dilakukannya laparotomi.
2.9
Diagnosis banding
1.
Salphingitis
Terjadi pembengkakan dan pembesaran tuba bilateral, demam tinggi dan tes
nyeri perut. Perdarahan berwarna merah, bukan coklat tua seperti pada kehamilan
ektopik. Nyeri perut umumnya bersifat kolik dan kejang (kram) terus membesar
dan lembek, terdapat dilatasi serviks. Hasil konsepsi dapat dikenali dari
pemeriksaan vagina.7
3.
Appendisitis
Daerah yang lunak terletak lebih tinggi dan terlokalisir di fossa iliaka kanan.
Bisa ditemukan bila ada abses appendiks, namun tidak terletak dalam pelvis,
seperti pada pembengkakan tuba. Demam lebih tinggi dan pasien terlihat sakit
berat. Tes kehamilan menunjukkan hasil negatif.8
4.
terasa menempel pada uterus. Perut lunak dan mungkin terdapat demam akibat
19
Pemeriksaan Penunjang
Tes kehamilan
Yang dimaksud tes kehamilan dalam hal ini ialah reaksi imunologik untuk
Kuldosintesis
Kuldosintesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam
kavum Douglas ada darah atau cairan lain. Cara ini amat berguna dalam
membantu membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu.
Tekniknya adalah:
1. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi.
2. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik.
3. Spekulum dipasang dan bibir belakang portio dijepit dengan cunam
serviks kemudian dilakukan traksi kedepan sehingga forniks posterior
tampak.
20
ini
dimulai
dengan
menampakkan,
mengangkat,
dan
menstabilisasi tuba. Satu insisi linier dibuat diatas segmen tuba yang
meregang. Produk kehamilan dikeluarkan dengan hati-hati dari dalam
lumen. Setiap sisa trofoblas yang ada harus dibersihkan dengan melakukan
irigasi pada lumen dengan menggunakan cairan ringer laktat yang hangat
untuk mencegah kerusakan lebih jauh pada mukosa. Hemostasis yang
komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena kegagalan pada
tindakan ini akan menyebabkan perdarahan postoperasi yang akan
membawa pada terjadinya adhesi intralumen. Batas mukosa kemudian
21
22
DNA dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim Dihydrofolate
reduktase. MTX ini akan menghentikan proliferasi trofoblas. Pemberian MTX
dapat secara oral, sistemik iv, im atau injeksi lokal dengan panduan USG atau
laparoskopi.
Efek samping yang timbul tergantung dosis yang diberikan. Dosis yang
tinggi akan menyebabkan enteritis hemoragik dan perforasi usus, supresi sumsum
tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar permanen, alopesia, dermatitis, pneumonitis,
dan hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan menimbulkan dermatitis, gastritis,
pleuritis, disfungsi hepar reversibel, supresi sumsum tulang sementara. Pemberian
MTX biasanya disertai pemberian folinic acid (leucovorin calcium atau
citroforum factor) yaitu zat yang mirip asam folat namun tidak tergantung pada
enzim dihydrofolat reduktase. Kontraindikasi pemberian MTX absolut adalah
ruptur tuba, adanya penyakit ginjal atau hepar yang aktif. Sedangkan
kontraindikasi relatif adalah nyeri abdomen.
2.12
Prognosis
Sepertiga dari wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik, untuk
selanjutnya dapat hamil lagi. Kehamilan ektopik bisa terjadi kembali pada
sepertiga wanita dan beberapa wanita tidak hamil lagi. Kemungkinan wanita dapat
berhasil hamil, tergantung dari: faktor usia, apakah sudah memiliki anak dan
mengapa kehamilan ektopik pertama terjadi. Sedangkan tingkat kematian akibat
kehamilan ektopik telah terjadi penurunan dalam 30 tahun terakhir menjadi
kurang dari 0,1%.11
Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu
turun sejalan dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang
cukup. Kehamilan ektopik terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya
bersifat bilateral. Sebagian ibu menjadi steril, namun dapat juga mengalami
kehamilan ektopik terganggu lagi pada tuba yang lain.2
Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai
resiko 10% untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang
sudah mengalami kehamilan ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat
kemungkinan 50% mengalami kehamilan ektopik terganggu berulang.1
Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas
wanita. Dalam kasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60% kemungkinan
23
wanita steril. Dari sebanyak itu yang menjadi hamil kurang lebih 10% mengalami
kehamilan ektopik berulang.14
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari uraian kasus diatas didapatkan permasalahan sebagai berikut
1. Apakah diagnosa pasien ini sudah tepat?
2. Apakah penatalaksanaan pasien sudah tepat?
3. Bagaimanakah prognosis pada pasien ini?
4.1 Apakah diagnosa pada pasien ini sudah tepat?
Diagnosis pasien ini belum tepat:
Diagnosis G2P1A0H1 gravid 6-7 minggu dengan akut abdomen ec. Susp
kehamilan ektopik terganggu + anemia normositik normokrom ec. perdarahan.
Diagnosa yang tepat adalah G2P1A0H1 gravid 6-7 minggu dengan akut
abdomen ec. susp kehamilan ektopik terganggu + syok grade I ec. syok
hipovolemik grade 1 + anemia normositik normokrom ec. perdarahan.
Untuk menegakkan diagnosis pada pasien ini didapatkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis pada KET,
ditemukan adanya gambaran klinis seperti nyeri abdomen, amenorea dan
perdarahan pervaginam. Gambaran tersebut sangat penting dalam menegakkan
diagnosis pada pasien yang datang dengan kehamilan pada trimester pertama.
Pada pasien ini dilakukan anamnesa dan ditemukan adanya tanda-tanda khas pada
KET yaitu : amenorea, nyeri akut abdomen, perdarahan berupa bercak darah tanpa
keluarnya jaringan dari jalan lahir. Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya
badan terasa lemas dan kulit terlihat pucat, yang menandakan adanya tanda-tanda
kekurangan darah akibat perdarahan. Pada pasien ini juga didapatkan adanya
takikardi akibat dari syok hipovolemik akibat perdarahan.
Pada KET harus dipastikan terlebih dahulu bahwa pasien dalam kondisi hamil.
Pasien ini mengatakan sudah terlambat haid sejak dua bulan yang lalu. Kemudian
pasien berobat kebidan dan dilakukan pemeriksaan kehamilan. Didapatkan test
pack dengan hasil (+) yang menunjukkan bahwa pasien sedang hamil.
Pada pemeriksaan fisik harus difokuskan pada tanda-tanda vital dan
pemeriksaan abdomen serta pelvik. Takikardi dan konjungtiva anemis dapat
timbul pada pasien yang menderita kehamilan ektopik terganggu karena
perdarahan yang banyak akibat terjadinya ruptur tuba. Dari pemeriksaan fisik
pasien ini didapatkan tekanan darahnya 110/80 mmHg, nadi 110 x/menit, napas 22
24
konjungtiva anemis (+), abdomen : nyeri tekan (+) , nyeri lepas (+), terdapat tanda
defense muskular (+). Dan pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar Hb 6,5
gr/dl.
Pada pemeriksaan fisik pasien ini yang bisa mengarah kepada KET yaitu
adanya tegang dan nyeri tekan (+) seluruh abdomen, portio lunak, nyeri goyang
portio (+), cavum douglass menonjol. Namun untuk membantu menemukan
diagnosis seharusnya dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan USG
abdomen dan kadar HCG. Hormon HCG diproduksi oleh plasenta. Dalam
kehamilan normal terjadi peningkatan titer sampai 2 kali lipat setiap 2 hari. Ketika
kadar HCG dalam urin cukup tinggi maka tes kehamilan menjadi positif.
Peningkatan kadar HCG di atas 1500 mIU/ml tanpa disertai adanya gambaran
kehamilan dalam uterus, merupakan penanda kuat bahwa kehamilan adalah
kehamilan ektopik. Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan kadar HCG
melalui uji test pack dan di dapatkan test pack (+).
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang
yang cukup baik, maka diagnosis awal yang ditegakkan benar karena pada pasien
ini telah dilakukan USG dan didapatkan adanya gambaran kehamilan ektopik
terganggu dan tampaknya cairan bebas kavum douglas. Hal ini mengingat bahwa
USG hanya bisa memastikan jika ditemukan kantong gestasi diluar uterus yang
didalamnya tampak denyut jantung janin, dan USG tidak mempunyai keakuratan
100%.
4.2 Apakah penatalaksanaan pasien sudah tepat?
Penilaian tanda-tanda vital awal pasien dengan KET dapat menentukan
penatalaksanaan untuk berikutnya. Penanganan awal belum tepat karena adanya
syok grade I seharusnya dilakukan resusitasi cairan kristaloid 1500-2000cc
menjelang transfusi darah dilakukan atau sebelum sumber perdarahan diatasi.
Sedangkan pada pasien ini penatalaksanaan awal yang dilakukan hanya dengan
perbaikan keadaan umum pasien karena pasien datang dalam kondisi anemia
dengan rencana transfusi darah namun tidak dilakukan resusitasi cairan.
Setelah itu laparotomi harus segera dilakukan untuk menghentikan
pendarahan dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber
perdarahan dan perlu dipertimbangkan dilakukannya salpingektomi. Rencana
25
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Predisposisi yang dijumpai pada pasien ini adalah keputihan warna
mukopurulen, gatal dan tidak berbau. Diagnosa kurang tepat, yang tepat adalah
G2P1A0H1 gravid 6-7 minggu dengan akut abdomen ec.Susp.kehamilan ektopik
terganggu + syok grade I ec. syok hipovolemik + anemia normositik normokrom
ec. Perdarahan. Penatalaksanaan awal kurang tepat karena adanya syok grade I
seharusnya dilakukan resusitasi cairan kristaloid 1500 - 2000 cc menjelang
26
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Kandungan. Edisi III. Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya. 2008
Wiknjosastro, Hanifa. Kehamilan Ektopik. Ilmu Kebidanan edisi ketiga.
3.
4.
www.emedicine.com/health/topic3212.html
Cunningham FG, et al. Reproductive Success and Failure. Williams
Obstetrics. 23st
5.
Connecticut. 2010
Attar, Erkut. Endocrinology of Ectopic Pregnancy: Obstetric and Ginecology
6.
Mosby Inc.2001.
27
7.
Sepilian,
Vicken;
Ellen
W.
Ectopic
Pregnancy.
8.
www.emedicine.com/health/topic3212.html
Sowter, Martin; Cindy Farquhar. Ectopic Pregnancy: an update. Current
Opinion in
Obstetrics and Gynecology. 2004, 16:289-293.
9. Depkes RI, 2007. Upaya Penurunan Angka Kematian Ibu. Jakarta.
10. Saifudin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. Ilmu Kebidanan. Edisi 4
2010. PT. Bina Pustaka Sarwnono Prawirohardjo
11.Acute
Anwar M, Bazaid A, Prabowo RP. Ilmu Kandungan. Edisi 3. 2011 PT. Bina
Acute
Pustaka Sarwnono Prawirohardjo
presentation
12. Taylor R, David AK, Fields SA, Phillips DM.Taylors diagnostic and
(Haemodynamic
ally unstable
therapeutic challenges a handbook. Page 39. 2005. Springer.
13.
Hellweh GD, Schmidt D, Dallenbach F. Atlas of endometrial histopathology.
patient
Suspected
Page 101. 2010. Third edition.Springer
14. Moechtar
R. Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan Obstetri Patologi 2 nd
ruptured
ectopic
pregnancy
ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1998.
Ectopic
pregnancy
Immediate
surgical
LAMPIRAN
intervention
Surgical/Medi
cal
management
Ectopic
pregnancy
Surgical/Medi
cal
management
28
Follow up pasien
17-12-2015
Mata : Conjungtiva anemis +/+, status generalis lain dalam batas normal.
Status ginekologis : inspeksi v/u tenang. Perdarahan aktif(-)
P:
- Cefotaxime 2x1gram
S : nyeri luka operasi sudah berkurang, keluhan yang lain tidak ada.
Mata : Conjungtiva anemis +/+, status generalis lain dalam batas normal.
Status ginekologis : inspeksi v/u tenang. Perdarahan aktif(-)
P: - Cefotaxime 2x1gram
29
19-12-2015
Mata : Conjungtiva anemis +/+, status generalis lain dalam batas normal.
Status ginekologis : inspeksi v/u tenang. Perdarahan aktif(-)
P:Cefadroxyl 2x500mg
Vit C 3x1
Tranfusi sisa 1 WB
21-12-2015
S : nyeri luka operasi sudah berkurang. Pasien tidak ada keluhan lain.
Mata : Conjungtiva anemis -/-, status generalis lain dalam batas normal.
Status ginekologis : inspeksi v/u tenang. Perdarahan aktif(-)
P: Cefadroxyl 2x500mg
30
31