Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
Ektopik berasal dari bahasa Inggris yaitu ectopic dengan akar kata dari
bahasa Yunani topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan
berada diluar tempat yang semestinya. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi
abortus atau pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut
maka kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu.1
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi yang terjadi diluar
rongga uterus, tuba falopii (lebih dari 90%) merupakan tempat tersering terjadinya
implantasi kehamilan ektopik.1 Pada tahap awal perkembangannya, embrio dapat
tumbuh dan berkembang didalam saluran tuba, tetapi jika dibiarkan maka
perkembangan embrio tersebut dapat menyebabkan ruptur / pecahnya saluran tuba
karena berkembang melebihi kapasitas tempat implantasi. Jika ini terjadi maka
akan terjadi perdarahan hebat akibat ruptur saluran tersebut, perdarahan tersebut
akan mengumpul didalam rongga perut dan bila dibiarkan akan menyebabkan
kematian, hal ini disebut dengan kehamilan ektopik terganggu.2,3 Kehamilan
ektopik paling sering terjadi di tuba falopii (95-96%) yang meliputi pars
ampularis (70%), pars isthmus (12%), pars fimbriae (11%), dan pars intertisial (23%), urutan selanjutnya di ovarium (3%), abdominal (1%), dan di serviks uterus
(<1%).4
Kehamilan ektopik terganggu merupakan masalah besar dibidang
ginekologi di dunia, yang menimbulkan morbiditas dan mortalitas maternal yang
tinggi. Menurut World Health Organization (WHO), kehamilan ektopik adalah
penyebab hampir 5% kematian ibu hamil di negara maju. 4 Di Inggris, kehamilan
ektopik merupakan penyebab terbesar pada kematian ibu hamil trimester pertama.
Hampir 32.000 kehamilan ektopik terjadi yang tercatat setiap tahunnya. Di
Amerika Serikat, jumlah kejadian setiap tahunnya menurun dari 58.178 pada
tahun 1992 menjadi 33.382 pada tahun 1999. Penurunan ini disebabkan oleh
membaiknya diagnosis dan penatalaksanaan.4,5
Di Indonesia, berdasarkan laporan dari Biro Pusat Statistik Kesehatan
diketahui bahwa pada tahun 2007 terdapat 20 kasus setiap 1000 kehamilan
menderita kehamilan kehamilan ektopik (0,02%). Di Rumah Sakit Cipto

Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2007 terdapat 153 kehamilan ektopik


diantara 4007 persalinan atau 1 diantara 26 persalinan.6
Dalam penanganan kehamilan ektopik, diagnosis yang tepat dan cepat
merupakan hal yang sangat penting karena dapat menurunkan angka kematian ibu
dan mempertahankan kualitas reproduksinya.

BAB II
ILUSTRASI KASUS
2.1
IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Ny. M
Usia
: 29 tahun
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Agama
: Kristen
Suku
: Batak
Alamat
:Jl. Dagang ujung Siak
No. MR
2.2

Hulu-Kampar
: 91.01.84

ANAMNESIS
Pasien datang ke VK IGD RSUD

Nama suami

: Tn.R

Usia

: 29 tahun

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Wiraswasta

Agama

: Kristen

Suku

: Batak

Alamat

: Jl. Dagang ujung


Siak Hulu-Kampar

AA Pekanbaru pada tanggal 16 Desember

2015 pukul 19.30 WIB, rujukan dari Bidan Deliana dengan nyeri perut kanan
bawah dan konsul dari IGD umum dengan suspek KET
a. Keluhan utama :
Nyeri pada seluruh perut
b. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien mengeluhkan nyeri perut sejak 2 hari SMRS yang semakin
memberat sejak 8 jam SMRS, keluhan ini dirasakan dari perut bagian
bawah yang menjalar ke bagian atas kemudian diseluruh bagian perut,
nyeri dirasakan terus menerus dan perut terasa tegang.
Keluhan ini disertai dengan keluar darah dari jalan lahir, berwarna
merah kecoklatan, pasien mengganti pembalutnya sebanyak 2 kali sejak
keluarnya darah dari jalan lahir.
Kemudian pasien langsung pergi ke bidan Deliana dan dilakukan
pemeriksaan, didapatkan nyeri perut bagian kanan bawah lalu pasien
langsung dirujuk ke RSUD AA dengan nyeri perut kanan bawah disertai
perdarahan pervaginam dan bidan tidak sanggup untuk menangani pasien
tersebut.
Pasien tidak merasa dirinya hamil dengan HPHT 2 November 2015
sesuai dengan usia kehamilan 6-7 minggu. Pasien mengeluhkan adanya
keputihan yang dirasakan sejak 2 bulan SMRS, mukopurulen, gatal, tidak
berbau, tetapi pasien tidak pernah berobat, pasien juga mengeluhkan
terkadang ada nyeri saat berhubungan. Riwayat diurut (-), riwayat trauma
(-), riwayat keguguran sebelumnya (-), riwayat kehamilan diluar rahim (-),
dan riwayat demam (-). BAB dan BAK tidak ada keluhan.
c. Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat hipertensi, asma, diabetes melitus, penyakit jantung, kelainan
penyakit darah dan alergi disangkal pasien.
d. Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat hipertensi, asma, diabetes melitus, penyakit jantung, kelainan
penyakit darah dan alergi dalam keluarga disangkal.
e. Riwayat menstruasi :
Pasien pertama kali datang haid saat pasien berusia 12 tahun, siklus haid
teratur yaitu 28 hari, lama haid setiap bulannya 6-7 hari, ganti pembalut 23 kali setiap harinya dan tidak ada keluhan nyeri pada saat haid.
f. Riwayat perkawinan :

Menikah 1x tahun 2012 saat usia 26 tahun


g. Riwayat persalinan :
G2P1A0H1 I : 2013, laki-laki, normal, aterm, berat lahir 3500gr, bidan,
dengan panjang badan 50 cm
II : hamil ini.
h. Riwayat KB
Riwayat penggunaan KB kondom namun tidak rutin
i. Riwayat sosial ekonomi
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga dan suami pasien bekerja sebagai
pedagang.
2.3

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit sedang.


Kesadaran : komposmentis kooperatif.
TB : 160 cm
BB : 58 kg
IMT : 22,65 (normoweight)
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 110x/m
Pernapasan : 22x/m
Suhu : 36,40 C.
Status generalis :
Kepala
: konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-)
Leher
: pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat
Thoraks
Jantung : jantung dbn, S1 dan S2 reguler, murmur(-), gallop(-)
Paru
: simetris, tidak ada bagian tertinggal, vesikuler normal, ronkhi (-),
wheezing(-)
Abdomen :
Inspeksi : perut buncit, distensi(-)
Palpasi
: supel, nyeri tekan (+), nyeri lepas(+), defans muscular(+)
Perkusi : sulit dinilai
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2dtk. Udem (-)
Status ginekologis :
Inspeksi : vulva uretra tenang. Perdarahan aktif (-)
Inspekulo : portio livid, licin, OUE tertutup. Fluksus darah (+), fluor(+),
cavum

douglas menonjol (+), dilakukan pungsi kavum douglas

(+), halo sign (+)


VT bimanual :
- Uterus antefleksi, lunak, nyeri goyang portio (+), portio licin, OUE
tertutup

- Adneksa kiri dan kanan : massa adneksa kanan (-), teraba massa adneksa
di sebelah kiri
- Parametria kiri atau kanan : lemas, tidak berbenjol dan tidak ada nyeri
tekan
- Kavum douglas menonjol dan nyeri
Rectal Toucher : tonus sfingter ani (+), mukosa licin, ampula recti tidak
kolaps, massa (-)
2.4

PEMERIKSAAN PENUNJANG

DPL 1 Jam 18.45


Hb
: 7,4 g/dl
Ht
: 22,1 %
Leukosit
: 17.600 /ul
Trombosit
: 260.000
MCV
: 86,2
MCH
: 28,8
MCHC
: 33

DPL 2 jam 19.45


Hb
: 6,5 g/dl
Ht
: 19,3 %
Leukosit
: 20.300 /ul
Trombosit
: 283.000
MCV
: 88,2
MCH
: 69,7
MCHC
: 33,7

Plano test (+)


Resume Pemeriksaan :
Ny.M usia 29 tahun datang ke RSUD AA dengan rujukan dari bidan Deliana
dengan keluhan nyeri perut bagian bawah sejak 2 hari SMRS yang memberat
sejak 8 jam SMRS. Pasien di diagnosis kehamilan di luar rahim dengan hasil
pemeriksaan fisik konjungtiva anemis, tanda akut abdomen (+) kuldosintesis (+).
Dari inspekulo ditemukan fluksus, kuldosintesis positif. dari pemeriksaan dalam
didapatkan nyeri goyang (+), cavum douglass menonjol. Dari pemeriksaan
penunjang didapatkan plano test (+) Hb : 6,5gr/dL, leukosit 20.300/ul, MCV 88.2,
MCH 69.7, MCHC 33.2.
2.3

DIAGNOSIS KERJA
G2P1A0H1 gravid 6-7 minggu dengan akut abdomen ec. susp kehamilan

ektopik terganggu + anemia normositik normokrom ec. perdarahan.


2.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK YANG DIUSULKAN
USG transvaginal
Hasil pemeriksaan USG Abdomen :

Uterus antefleksi, tidak tampak GS dalam cavum uteri, tampak GS di adneksa kiri
dengan hematokel dan free fluid di cavum douglas sampai dengan sub hepatik.
Kesan: Kehamilan ektopik terganggu
2.7
PENATALAKSANAAN
Hemodinamik pasien stabil. Observasi : Keadaan umum, tanda-tanda vital,
perdarahan.
Laparotomi eksplorasi cito.
Atasi anemia : transfusi PRC 3 labu
Cegah infeksi : ceftriaxone 2x1gr.
2.8

LAPORAN OPERASI
Laporan laparatomi eksplorasi dan salphingektomi sinistra pukul 21.00-

22.00 wib.

Pasien terlentang diatas meja operasi dengan anestesi umum


Asepsis dan antisepsis
Insisi pfanensteil
Dinding abdomen dibuka lapis demi lapis, peritoneum dibuka tampak

stoolcell dan darah merah kehitaman lebih kurang 1000cc, dievaluasi


Dilakukan eksplorasi, uterus, tuba kanan, ovarium kiri, dan ovarium
kanan dalam batas normal.
Tuba kiri tampak ruptur pada pars ampularis tuba sinistra dan
perdarahan aktif, sesuai dengan sisa konsepsi dilakukan salpingektomi
sinistra dijahit dengan chromic no.0 dengan jahitan double ligation
Diyakini tidak ada perdarahan, alat, dan kassa lengkap. Rongga
abdomen dicuci dengan NaCl 0,9% 1000cc.
Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis.
Perdarahan kurang lebih 1000cc, urin 150cc jernih.
Instruksi pasca operasi

Observasi KU, TTV, tanda akut abdomen, diuresis.


Cefotaxime 2x1gram
Ketorolac 3x1 ampul intravena
Transfusi 3 kantong PRC target HB >10gr/dL cek DPL post

transfusi
Inj Alinamin F 2x1 ampul

Mobilisasi bertahap
Diet tinggi kalori tinggi pasien bertahap jika bising usus positif.
Balance seimbang kateter urin 1x24 jam
Asam traneksamat inj 3x500mg

2.9. PROGNOSIS
Dubia ad Bonam.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi
Kehamilan ektopik terjadi ketika ovum yang telah dibuahi oleh sperma

(blastokista) berimplantasi dan tumbuh di luar atau selain di endometrium kavum


uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sama dengan kehamilan ektopik karena
kehamilan pada pars intertisial tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam
uterus, tetapi jelas bersifat ektopik.4
Pada tahap awal perkembangannya, embrio dapat tumbuh dan berkembang
di dalam saluran tuba tetapi jika dibiarkan maka perkembangan embrio tersebut
dapat menyebabkan ruptur / pecahnya saluran tuba atau saluran telur tersebut
karena berkembang melebihi kapasitas tempat implantasi. Jika ini terjadi maka
akan terjadi perdarahan hebat akibat ruptur saluran tersebut, perdarahan tersebut
akan mengumpul di dalam rongga perut seorang wanita dan jika dibiarkan maka
wanita tersebut akan meninggal karena perdarahan tidak diatasi, hal ini disebut
dengan kehamilan ektopik terganggu (KET).2,7
Berdasarkan tempat implantasinya,

kehamilan

ektopik

dapat

dikelompokkan dalam berbagai macam, yaitu:4


1. Kehamilan tuba, meliputi 95-96% : pars ampularis (70%), pars isthmus
(12%), pars fimbriae (11%), dan pars intertisial (2-3%)
2. Kehamilan ektopik lain (<5%) antara lain terjadi di serviks uterus

(<1%),

ovarium (3%) atau abdominal (1%)


3. Kehamilan intraligamenter, jumlahnya sangat jarang

4. Kehamilan heteropik, merupakan kehamilan ganda dimana satu janin berada di


kavum uteri sedangkan yang lain merupakan kehamilan ektopik dengan
insidensi 1 per 15.000-40.000 kehamilan
5. Kehamilan ektopik bilateral, sangat jarang terjadi
Berdasarkan pengelompokan kehamilan ektopik di atas, kehamilan ektopik
paling sering terjadi di tuba (95-96%), dimana meliputi pars ampularis (70%),
pars isthmus (12%), pars fimbriae (11%) dan pars intertisial (2-3%). Urutan
selanjutnya di serviks uterus (<1%), ovarium (3%) atau abdominal (1%).4

Gambar 1. Lokasi terjadinya kehamilan ektopik


Ada beberapa pendapat yang menggolongkan kehamilan ekstrauterin,
namun pendapat ini tidak tepat karena kehamilan di kornu, servik uterus termasuk
dalam kehamilan ektopik,4,7
2.2

Epidemiologi
Insiden dari kehamilan ektopik digambarkan dalam berbagai macam cara

pada beberapa literatur. Denominator yang paling umum digunakan adalah jumlah
konsepsi yang dikenali, yang mana digambarkan sebagai jumlah kehamilan
ektopik per 1000 konsepsi. Denomirator lainnya adalah jumlah wanita dalam usia
reproduktif yang digambarkan sebagai jumlah kehamilan ektopik per 10.000
wanita dalam rentang usia 14-44 tahun dan jumlah total kelahiran yang
digambarkan sebagai jumlah kehamilan ektopik per 1000 kelahiran. Akan sangat
baik bila dapat menghitung insiden kehamilan ektopik per 1000 total konsepsi.

Namun sejak abortus spontaneus dan banyak abortus yang direncanakan tidak
dilaporkan, denominator selalu lebih kecil dibandingkan dengan angka yang
sebenarnya, dan sejak kehamilan ektopik asimptomatis yang tidak diketahui
sehingga tidak dilaporkan. Hal ini mengakibatkan insiden kehamilan ektopik per
1000 total konsepsi yang sebenarnya tidak akan dapat diukur secara tepat. Jumlah
insiden yang dilaporkan di literatur, merupakan perkiraan yang baik sejak
metodologi yang digunakan sama, sehingga dapat dibedakan secara tepat.6
Pada perkembangan terbaru di Inggris, kehamilan ektopik masih
merupakan penyebab terbesar pada kematian ibu hamil trimester pertama. Hampir
32.000 kehamilan ektopik terjadi yang tercatat setiap tahunnya. Di Amerika
Serikat, jumlah kejadian setiap tahunnya menurun dari 58.178 pada tahun 1992
menjadi 33.382 pada tahun 1999. Di Norwegia, diperkirakan angka kejadian ini
menurun seiring dengan menurunnya angka kejadian Pelvic Inflamatory Disease
(PID).8
Di Indonesia, berdasarkan laporan dari Biro Pusat Statistik Kesehatan
diketahui bahwa pada tahun 2007 terdapat 20 kasus setiap 1000 kehamilan
menderita kehamilan ektopik atau 0,02%. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM) pada tahun 2007 terdapat 153 kehamilan ektopik diantara 4007
persalinan atau 1 diantara 26 persalinan.9
2.3

Faktor Risiko2
Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik.

Namun kehamilan ektopik juga dapat terjadi pada wanita tanpa faktor risiko.
Berikut beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya kehamilan
ektopik:
a. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
Merupakan faktor risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka
kekambuhan sebesar 15% setelah kehamilan ektopik pertama dan
meningkat sebanyak 30% setelah kehamilan ektopik kedua.
b. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil masih menggunakan
kontrasepsi spiral. Pil yang mengandung hormon progesteron juga
meningkatkan kehamilan ektopik karena dapat mengganggu pergerakan
sel rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah
dibuahi untuk berimplantasi ke dalam rahim.

c. Kerusakan dari saluran tuba


1. Faktor dalam lumen tuba
Endosalpingitis dapat menyebabkan lumen tuba menyempit atau
membentuk kantong buntu akibat perlekatan endosalping. Pada
hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkelok-kelok dan hal ini
disertai gangguan fungsi silia endosalping. Selain itu operasi plastik
tuba dan sterilisasi yang tidak sempurna dapat menjadi sebab lumen
tuba menyempit.
2. Faktor pada dinding tuba
Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi
dalam tuba. Serta divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius
tubae dapat menahan telur yang dibuahi di tempat tersebut.
3. Faktor di luar dinding tuba
Perlengketan peritubal dengan ditorsi atau lekukan tuba dapat
menghambat perjalanan sel telur. Selain itu tumor yang menekan
dinding tuba juga dapat menyempitkan lumen tuba.
4. Faktor lain
Migrasi luar ovum yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri
atau sebaliknya. Hal ini dapat memperpanjang perjalanan telur yang
dibuahi ke uterus, pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat
menyebabkan implantasi prematur.
Tabel 1. Faktor risiko kehamilan ektopik,2,4
Faktor Risiko
Risiko Tinggi
Rekonstruksi tuba
Sterilisasi tuba
Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
Paparan dietilstilbestrol (DES) intrauterine
Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)
Patologi tuba

Risiko
21,0%
9,3%
8,3%
5,6%
4,2-4,5%
3,8-21%

Risiko Sedang
Infertile

2,5-21%

Riwayat infeksi genital

2,5-3,7%

Sering berganti pasangan

2,1%

Risiko Ringan
Riwayat operasi pelvik atau abdominal sebelumnya

0,93-3,8%

Merokok

2,3-2,5%

10

2.4

Douching

1,1-3,1%

Koitus sebelum 18 tahun

1,6%

Etiologi
Penyebab dari kehamilan ektopik yaitu bila nidasi terjadi di luar kavum

uteri atau di luar endometrium. Faktor-faktor terjadinya hambatan dalam nidasi


embrio ke endometrium adalah sebagai berikut:10
a.

Faktor tuba
- Infeksi dan peradangan pada tuba menyebabkan lumen tuba menjadi
sempit atau buntu.
- Keadaan uterus yang mengalami hipoplasia dan saluran tuba yang
berkelok-kelok panjang dapat menyebabkan fungsi silia tuba tidak
berfungsi dengan baik. Pada keadaan pasca rekanalisasi tuba dapat
merupakan predisposisi terjadinya kehamilan ektopik.
- Kelainan endometriosis tuba atau divertikel saluran tuba yang bersifat
kongenital.
- Tumor disekitar saluran tuba, misalnya mioma uteri atau tumor ovarium
yang menyebabkan perubahan bentuk dan patensi tuba juga dapat menjadi

b.

etiologi kehamilan ektopik.


Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot
akan tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti
dan tumbuh di saluran tuba.

c.

Faktor ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral
dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga
kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.

d.

Faktor hormonal
Pada akseptor, pil kb yang hanya mengandung progesteron dapat
mengakibatkan gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat
menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.

e.

Faktor lain

11

Salah satunya adalah pemakaian IUD dimana proses peradangan yang dapat
timbul pada endometrium dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya
kehamilan ektopik. Faktor umur penderita yang sudah tua dan perokok juga
sering dihubungkan dengan terjadinya kehamilan ektopik.

Royal College of Obstreticians and Ginecologists, 2010


2.5

Klasifikasi
Berdasarkan lokasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi menjadi sebagai

berikut:
a.

Kehamilan tuba, meliputi 95% yang terdiri atas:


Kehamilan ampularis 55%, pars ismika 25%, pars fimbriae 17%, dan pars

interstisialis.2
b.

Kehamilan ektopik lain (<5%) antara lain terjadi di serviks uterus, ovarium
atau abdominal.
- Kehamilan abdominal lebih sering merupakan kehamilan abdominal
sekunder dimana semula merupakan kehamilan tuba yang kemudian
abortus dan meluncur ke abdomen dari ostium tuba pars abdominalis
(abortus tubaria) yang kemudian embrio / buah kehamilannya mengalami
berimplantasi di kavum abdomen, misalnya kehamilan di mesenterium/
mesovarium atau di omentum.10
- Kehamilan ovarial. Kehamilan ini sering dikacaukan dengan perdarahan
korpus luteum saat pembedahan dan diagnosis seringkali di buat setelah
pemeriksaan histopatologi. Kriteria diagnosis termasuk tuba ipsilateral

12

utuh, jelas terpisah dari ovarium, kantong gestasi berada di ovarium,


kantong kehamilan berhubungan dengan uterus melalui ligamentum
ovarium, jaringan ovarium di dinding kantong gestasi.11
- Kehamilan servikal. Faktor predisposisi dari kehamilan sevikal adalah
riwayat dilatasi dan kuret. Selain itu, In vitro fertilization (IVF) dan
riwayat seksio sesaria sebelumnya juga meningkatkan resiko. Gejala yang
umum ditemukan adalah perdarahan pervaginam tanpa disertai nyeri. Pada
umumnya serviks membesar, hiperemis atau sianosis. Seringkali diagnosis
ditegakkan secara kebetulan saat melakukan pemeriksaan USG rutin atau
saat kuret karena dugaan abortus inkomplit. Diagnosis awal ditegakkan
dengan observasi kantong kehamilan di sekitar serviks saat melakukan
pemeriksaan USG. Bila kondisi hemodinamik stabil, penanganan
konservatif untuk mempertahankan uterus merupakan pilihan. Pemberian

metrotreksat dengan cara lokal dan atau sistemik menunjukkan


keberhasilan sekitar 80%. Histerektomi dianjurkan jika kehamilan telah
c.
d.

memasuki trimester kedua akhir ataupun ketiga.11


Kehamilan intraligamenter, jumlahnya sangat sedikit.10
Kehamilan heterotopik, merupakan kehamilan ganda dimana satu janin
berada di kavum uteri sedangkan kehamilan yang lain merupakan kehamilan
ektopik. Kejadian sekitar 1 per 15.000-45.000 kehamilan.10

2.6

Patofisiologi
Pada proses awal kehamilan apabila embrio tidak bisa mencapai

endrometrium untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan

13

kemudian akan mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan umumnya.


Tuba bukanlah tempat yang baik untuk pertumbuhan embrio, maka dapat
mengalami beberapa perubahan dalam beberapa bentuk berikut ini :10
a.

Hasil kontrasepsi mati dini dan direabsorbsi


Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena

vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi reabsorbsi total.Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya terlambat untuk beberapa hari.
b.

Abortus ke dalam lumen tuba (abortus tubaria)


Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh

vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dan melepaskan mudigah dari
dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya psoudokapsularis. Pelepasan ini
dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, bergantung pada derajat perdarahan yang
timbul. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan
dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba pars
abdominalis. Frekuensi abortus dalam tuba bergantung pada implantasi telur yang
dibuahi. Abortus ke lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars
ampularis, sedangkan penembusan dinding tuba oleh vili korialis ke arah
peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars ismika. Perbedaan ini
disebabkan oleh lumen pars ampularis yang lebih luas sehingga dapat mengikuti
lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi jika dibandingkan dengan bagian ismus
dengan lumen sempit.
Pada pelepasan hasil konsepsi yang sedikit tidak sempurna pada abortus,
perdarahan akan terus belangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sehingga
berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan
tuba membesar dan kebiruan (hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke
rongga perut melalui ostium tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum Douglas
dan akan membentuk hematokel retrouterina.
c.

Ruptur dinding tuba


Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya

pada kehamilan muda. Sebaliknya, ruptur pada pars interstisialis terjadi pada
kehamlan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur adalah
penembusan vili korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum.
Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma ringan seperti koitus dan
14

pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut,
kadang-kadang sedikit, kadang-kadang banyak, sampai menimbulkan syok dan
kematian. Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi perdarahan dalam lumen
tuba. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominal.
Bila pada abortus dalam tuba ostium tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi.
Dalam hal ini dinding tuba, yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena
tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi di arah ligamentum.J ika
janin hidup terus, terdapat kehamilan intraligamentar.
Pada ruptur ke rongga perut setelah janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila
robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba.
Perdarahan dapat berlangsung terus sehingga penderita akan cepat jatuh dalam
keadaan anemia atau syok ke dalam hemoragia. Darah tertampung dalam rongga
perut akan mengalir ke dalam kavum Douglas yang makin lama makin banyak
dan akhirnya dapat memenuhi rongga abdomen. Bila penderita tidak di operasi
dan tidak meninggal di karena perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan
yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin mati dan masih kecil, dapat
dierabsorbsi seluruhnya, bila besar dapat diubah menjadi litopedion.
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong
amnion dan dengan plasenta masih utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam
rongga perut, sehingga akan terjadi kehamilan abdominal sekunder. Untuk
mencukupi kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan
implantasinya ke jaringan sekitarnya, misalnya ke sebagian uterus, ligamentum
latum, dasar panggul dan usus.
Fenomena Arias-Stella
Fenomena Arias Stella merupakan gambaran yang terlihat pada endometrium
berupa perubahan pada kelenjar yang merupakan respon fisiologi pada uterus atau
pada kehamilan ektopik. Morfologi dari fenomena Arias Stella adalah pembesaran
nukleus 3 kali dari ukuran normal dan nukleus hiperkromasia, lobuler, irreguler
dan vakuolisasi sitoplasma.12
Pada kehamilan ektopik, desidua tetap terbentuk pada kavum uteri akibat
pengaruh hormonal. Saat terjadi kehamilan ektopik terganggu, korpus luteum
pecah, kontrol hormon Human Chorionic Gonadotropin menjadi terganggu. Hal
ini mengakibatkan turunnya kadar progesteron dan esterogen di dalam tubuh yang
menyebabkan desidua meluruh sehingga terjadi perdarahan pervaginam.13

15

Arias-

Stella

reaction.

Glands

from

an

specimen

abortion
show

prominent Arias-Stella reaction with hyperchromatic nuclei that bulge into


glandular lumen. The glands also show marked cytoplasmic vacuolization.
Identical changes can be seen in an ectopic pregnancy.12

2.7

Gambaran Klinis KET


Gambaran klasik untuk kehamilan ektopik adalah trias KET, yaitu nyeri

abdomen, amenorea dan perdarahan pervaginam. Gambaran tersebut sangat


penting dalam memikirkan diagnosis pada pasien yang datang dengan kehamilan
pada trimester pertama. Namun hanya 50% pasien yang menderita kehamilan
ektopik yang menunjukkan gejala khas seperti diatas sehingga tidak mudah untuk
mendiagnosis kehamilan ektopik terganggu ini. Pasien yang lain mungkin timbul
gejala-gejala umum pada masa kehamilan seperti mual, muntah, nyeri abdomen
ringan, nyeri bahu, dan riwayat dispnue.4
Pada pemeriksaan fisik harus difokuskan pada tanda-tanda vital dan
pemeriksaan abdomen serta pelvic. Hipotensi dan takikardi merupakan tanda syok
yang dapat timbul pada pasien yang menderita kehamilan ektopik terganggu
karena perdarahan yang banyak akibat terjadinya ruptur tuba, pada keadaan ini
diperlukan resusitasi segera untuk menangani keadaan syok pada pasien. Tanda
vital yang normal tidak dapat pula menyingkirkan adanya kecurigaan terjadinya
kehamilan ektopik. Pada pemeriksaan dalam dapat teraba kavum douglas yang

16

menonjol dan terdapat nyeri pada serviks bila digerakkan, hal ini merupakan
temuan klinis yang menguatkan kecurigaan terjadinya kehamilan ektopik.4
2.8

Diagnostis KET
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada fase akut biasanya tidak

sulit. Keluhan yang disampaikan biasanya adalah amenorea disertai nyeri perut
bagian bawah serta dapat terjadi perdarahan pervaginam. Pada fase akut keadaan
umum pasien biasanya tampak kesakitan, pucat dan pada pemeriksaan ditemukan
tanda-tanda syok serta perdarahan dalam rongga perut. Pada pemeriksaan
ginekologik ditemukan serviks yang nyeri bila digerakkan dan kavum douglas
yang menonjol dan nyeri raba.2
Anamnesis : haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu, dan kadangkadang terdapat gejala subyektif kehamilan muda. Nyeri abdominal terutama
bagian bawah dan perdarahan pervaginam pada trimester pertama kehamilan
merupakan tanda dan gejala klinis yang mengarah ke diagnosis kehamilan
ektopik. Gejala-gejala nyeri abdominal dan perdarahan pervaginam tidak terlalu
spesifik atau juga sensitif.2
Pemeriksaan umum : penderita tampak kesakitan dan pucat. Pada
perdarahan dalam rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis
tidak mendadak perut bagian bawah hanya sedikit menggembung dan nyeri tekan.
Kehamilan ektopik yang belum terganggu tidak dapat didiagnosis secara tepat
semata-mata atas adanya gejala-gejala klinis dan pemeriksaan fisik.2
Pemeriksaan ginekologi : tanda-tanda kehamilan muda mungkin
ditemukan. Pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba,
maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping
uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum Douglas yang menonjol dan
nyeri-raba menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Suhu kadang-kadang
naik sehingga menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik.2
Kesulitan diagnosis biasanya pada kehamilan ektopik terganggu jenis
atipik dengan tanda kehamilan yang tidak jelas demikian pula pada nyeri perut
yang tidak nyata dan sering penderita terlihat tidak terlalu pucat. Hal ini terjadi
apabila perdarahan pada kehamilan ektopik yang terganggu berlangsung lambat,
dalam keadaan demikian alat bantu diagnostik sangat diperlukan untuk
menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu.2

17

Alat bantu diagnostik untuk menegakkan kehamilan ektopik terganggu


adalah sebagai berikut :2
1.

Tes kehamilan
Tes ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hormon human

chorionic gonadotropin (hCG) dalam air kemih. Jaringan trofoblas kehamilan


ektopik menghasilkan hCG dalam kadar yang lebih rendah dibandingkan dengan
kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itu dibutuhkan tes yang memiliki nilai
sensitifitas yang tinggi. Apabila nilai hCG memiliki nilai sensitifitas 25iu/L maka
90-100% kehamilan ektopik akan memberi hasil yang positif. Tes kehamilan
dengan antibody monoklonal mempunyai nilai sensitifitas + 50 mIU/ml dan dalam
penelitian dilaporkan 90-96% kehamilan ektopik memberikan hasil positif. Hal
yang penting adalah tes kehamilan tidak dapat membedakan kehamilan
intrauterine dengan kehamilan ektopik.
2.

Kuldosintesis
Suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui kavum douglas berisi darah atau

cairan lainnya, cara ini tidak dilakukan pada kehamilan ektopik belum terganggu.
Tes ini memberikan hasil positif apabila dikeluarkan darah berwarna coklat
sampai kehitaman yang tidak membeku atau berupa bekuan kecil, untuk
mengetahui sifat darah sebaiknya darah yang di aspirasi tadi disemprotkan pada
kain kassa. Tes memberikan hasil negatif apabila cairan yang diaspirasi berwarna
jernih, nanah, atau darah berwarna merah segar yang dalam beberapa menit
membeku. Hasil positif palsu ditemukan pada 5-10% kasus yang sebabkan oleh
ruptur kopus luteum, abortus inkomplit, menstruasi retrograde atau endometriosis.
3.

Ultrasonografi
Aspek yang di evaluasi dalam penggunaan ultrasonografi adalah evaluasi

uterus, apabila dalam pemeriksaan didapatkan kantung gestasi intrauterine


kemungkinan kehamilan ektopik dapat disingkirkan. Kesalahan dalam diagnostic
dapat terjadi pada keadaan kantung gestasi palsu (pseudosac), hal ini dapat terjadi
bila terdapat darah pada cavum uterus, proliferasi endometrium yang terlalu tebal
dan edema pada wanita yang tidak hamil. Apabila tidak ditemukan kantung
gestasi pada uterus, mungkin tampak suatu gambaran daerah ekhogenik dalam

18

kavum uterus yang dapat berasal dari trofoblas pada abortus inkomplit atau
desidua pada kehamilan ektopik.
Berikutnya adalah melakukan evaluasi adneksa, diagnostik pasti kehamilan
ektopik ialah ditemukan kantung gestasi diluar uterus yang didalamnya ditemukan
denyut jantung janin, hal ini didapatkan pada 5% kehamilan ektopik. Pada
kehamilan ektopik terganggu sering tidak ditemukan kantung gestasi ektopik.
Gambaran yang tampak adalah cairan bebas di rongga peritoneum terutama pada
kavum douglas.2
4.

Laparoskopi
Hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk menegakkan

diagnosis kehamilan ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain
meragukan. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum
douglas dan ligamentum latum. Adanya darah dalam kavum pelvis mungkin
mempersulit visualisasi namun merupakan indikasi dilakukannya laparotomi.
2.9
Diagnosis banding
1.

Salphingitis
Terjadi pembengkakan dan pembesaran tuba bilateral, demam tinggi dan tes

kehamilan negatif. Dapat ditemukan getah serviks yang purulen.6


2.

Abortus (iminens atau inkomplitus)


Gejala klinik yang dominan adalah perdarahan, umumnya terjadi sebelum ada

nyeri perut. Perdarahan berwarna merah, bukan coklat tua seperti pada kehamilan
ektopik. Nyeri perut umumnya bersifat kolik dan kejang (kram) terus membesar
dan lembek, terdapat dilatasi serviks. Hasil konsepsi dapat dikenali dari
pemeriksaan vagina.7
3.

Appendisitis
Daerah yang lunak terletak lebih tinggi dan terlokalisir di fossa iliaka kanan.

Bisa ditemukan bila ada abses appendiks, namun tidak terletak dalam pelvis,
seperti pada pembengkakan tuba. Demam lebih tinggi dan pasien terlihat sakit
berat. Tes kehamilan menunjukkan hasil negatif.8
4.

Torsio kista ovarium


Teraba massa yang terpisah dari uterus, sedangkan kehamilan tuba umumnya

terasa menempel pada uterus. Perut lunak dan mungkin terdapat demam akibat

19

perdarahan intraperitoneal. Tanda dan gejala kehamilan mungkin tidak ditemukan


namun ada riwayat serangan nyeri berulang yang menghilang dengan sendirinya. 6
5.

Ruptur korpus luteum


Sangat sulit dibedakan dengan kehamilan tuba, namun ruptur korpus luteum

sangat jarang ditemukan.9


2.10
1.

Pemeriksaan Penunjang
Tes kehamilan
Yang dimaksud tes kehamilan dalam hal ini ialah reaksi imunologik untuk

mengetahui ada atau tidaknya hormone human chorionic gonadotropin (hCG)


dalam air kemih. Jaringan trofoblas kehamilan ektopik menghasilkan hCG dalam
kadar yang lebih rendah dari pada kehamilan intra uterin normal, oleh sebab itu
dibutuhkan tes yang mempunyai sensitifitas yang tinggi. Apabila tes hCG
mempunyai nilai sensitifitas 25iu/l, maka 90-100% kehamilan ektopik akan
memberi hasil yang positif. Tes kehamilan dengan anti bodi monoklonal
mempunyai nilai sensitifitas 50mIU/ml dan dalam penelitian di laporkan 9096% kehamilan ektopik memberikan hasil yang positif.. Satu hal yang perlu
diingat ialah faktor sensifitas tersebut dipengaruhi oleh berat jenis air kemih yang
diperiksa. Yang penting lagi ialah bahwa tes kehamilan tidak dapat membedakan
kehamilan intauterin dengan kehamilan ektopik. Jika kehamilan positif dapat
menyingkirkan diagnosa banding berupa tumor dan infeksi. Akan tetapi, jika tes
negatif tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena
kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan produksi hCG
menurun dan menyebabkan tes negatif.10
2.

Kuldosintesis
Kuldosintesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam

kavum Douglas ada darah atau cairan lain. Cara ini amat berguna dalam
membantu membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu.
Tekniknya adalah:
1. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi.
2. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik.
3. Spekulum dipasang dan bibir belakang portio dijepit dengan cunam
serviks kemudian dilakukan traksi kedepan sehingga forniks posterior
tampak.

20

4. Jarum spinal nomor 18 ditusukkan kedalam kavum douglass dan dengan


semprit 10 ml dilakukan pengisapan.
Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada kain
kassa dan diperhatikan warna darah apa yang dikeluarkan.10
2.11 Penatalaksanaan
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Dalam
tindakan demikian beberapa hal perlu diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu:2
1. kondisi penderita saat itu
2. keinginan penderita akan fungsi reproduksinya
3. lokasi kehamilan ektopik
4. kondisi anatomik organ pelvis
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi
pada kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan konservatif yaitu hanya
dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita
buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi.2
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik
terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba. Penatalaksanaan
pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan konservatif dan
radikal. Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada kehamilan ektopik yang
mengalami ruptur pada tubanya. Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini
mungkin dilakukan apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat ditegakkan
sehingga belum terjadi ruptur pada tuba.
a. Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal
dilakukan pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena
lebih dari 75% kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba.
Prosedur

ini

dimulai

dengan

menampakkan,

mengangkat,

dan

menstabilisasi tuba. Satu insisi linier dibuat diatas segmen tuba yang
meregang. Produk kehamilan dikeluarkan dengan hati-hati dari dalam
lumen. Setiap sisa trofoblas yang ada harus dibersihkan dengan melakukan
irigasi pada lumen dengan menggunakan cairan ringer laktat yang hangat
untuk mencegah kerusakan lebih jauh pada mukosa. Hemostasis yang
komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena kegagalan pada
tindakan ini akan menyebabkan perdarahan postoperasi yang akan
membawa pada terjadinya adhesi intralumen. Batas mukosa kemudian
21

ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus diperhatikan hanya


dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan otot dan tidak ada
tegangan yang berlebihan.
b. Reseksi segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai
satu alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan
mengangkat bagian implantasi. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi
arsitektur normal tuba. Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit
dipertimbangkan untuk menjalani prosedur ini. Mesosalping yang
berdekatan harus diinsisi dan dipisahkan dengan hati-hati untuk
menghindari terbentuknya hematom pada ligamentum latum. Jahitan
seromuskuler dilakukan dengan menggunakan mikroskop/loupe.
c. Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami
ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera
diatasi. Hemostasis yang komplit sangat penting untuk mencegah
terjadinya hematom pada ligamentum latum.
2. Medisinalis
Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang sensitif dan ultrasonografi
transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik
secara dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik secara
dini adalah bahwa penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan.
Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntungan yaitu kurang invasif,
menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan fungsi fertilitas
dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu penyembuhan. Pada kasus
kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah pernah dicoba
ditangani menggunakan kemoterapi untuk menghindari tindakan pembedahan.
Kriteria kasus yang diobati dengan cara ini ialah:
1. Kehamian di pars ampularis tuba belum pecah
2. Diameter kantong gestasi 4cm
3. Perdarahan dalam rongga perut 100 ml
4. Tanda vital baik dan stabil
Obat yang digunakan ialah methotreksat (MTX) 1 mg/kgBB i.v. dan faktor
sitrovorm 0,1 mg/kgBB i.m. berselang seling setiap hari selama 8 hari.
Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi sintesis

22

DNA dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim Dihydrofolate
reduktase. MTX ini akan menghentikan proliferasi trofoblas. Pemberian MTX
dapat secara oral, sistemik iv, im atau injeksi lokal dengan panduan USG atau
laparoskopi.
Efek samping yang timbul tergantung dosis yang diberikan. Dosis yang
tinggi akan menyebabkan enteritis hemoragik dan perforasi usus, supresi sumsum
tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar permanen, alopesia, dermatitis, pneumonitis,
dan hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan menimbulkan dermatitis, gastritis,
pleuritis, disfungsi hepar reversibel, supresi sumsum tulang sementara. Pemberian
MTX biasanya disertai pemberian folinic acid (leucovorin calcium atau
citroforum factor) yaitu zat yang mirip asam folat namun tidak tergantung pada
enzim dihydrofolat reduktase. Kontraindikasi pemberian MTX absolut adalah
ruptur tuba, adanya penyakit ginjal atau hepar yang aktif. Sedangkan
kontraindikasi relatif adalah nyeri abdomen.
2.12

Prognosis
Sepertiga dari wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik, untuk

selanjutnya dapat hamil lagi. Kehamilan ektopik bisa terjadi kembali pada
sepertiga wanita dan beberapa wanita tidak hamil lagi. Kemungkinan wanita dapat
berhasil hamil, tergantung dari: faktor usia, apakah sudah memiliki anak dan
mengapa kehamilan ektopik pertama terjadi. Sedangkan tingkat kematian akibat
kehamilan ektopik telah terjadi penurunan dalam 30 tahun terakhir menjadi
kurang dari 0,1%.11
Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu
turun sejalan dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang
cukup. Kehamilan ektopik terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya
bersifat bilateral. Sebagian ibu menjadi steril, namun dapat juga mengalami
kehamilan ektopik terganggu lagi pada tuba yang lain.2
Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai
resiko 10% untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang
sudah mengalami kehamilan ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat
kemungkinan 50% mengalami kehamilan ektopik terganggu berulang.1
Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas
wanita. Dalam kasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60% kemungkinan

23

wanita steril. Dari sebanyak itu yang menjadi hamil kurang lebih 10% mengalami
kehamilan ektopik berulang.14
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari uraian kasus diatas didapatkan permasalahan sebagai berikut
1. Apakah diagnosa pasien ini sudah tepat?
2. Apakah penatalaksanaan pasien sudah tepat?
3. Bagaimanakah prognosis pada pasien ini?
4.1 Apakah diagnosa pada pasien ini sudah tepat?
Diagnosis pasien ini belum tepat:
Diagnosis G2P1A0H1 gravid 6-7 minggu dengan akut abdomen ec. Susp
kehamilan ektopik terganggu + anemia normositik normokrom ec. perdarahan.
Diagnosa yang tepat adalah G2P1A0H1 gravid 6-7 minggu dengan akut
abdomen ec. susp kehamilan ektopik terganggu + syok grade I ec. syok
hipovolemik grade 1 + anemia normositik normokrom ec. perdarahan.
Untuk menegakkan diagnosis pada pasien ini didapatkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis pada KET,
ditemukan adanya gambaran klinis seperti nyeri abdomen, amenorea dan
perdarahan pervaginam. Gambaran tersebut sangat penting dalam menegakkan
diagnosis pada pasien yang datang dengan kehamilan pada trimester pertama.
Pada pasien ini dilakukan anamnesa dan ditemukan adanya tanda-tanda khas pada
KET yaitu : amenorea, nyeri akut abdomen, perdarahan berupa bercak darah tanpa
keluarnya jaringan dari jalan lahir. Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya
badan terasa lemas dan kulit terlihat pucat, yang menandakan adanya tanda-tanda
kekurangan darah akibat perdarahan. Pada pasien ini juga didapatkan adanya
takikardi akibat dari syok hipovolemik akibat perdarahan.
Pada KET harus dipastikan terlebih dahulu bahwa pasien dalam kondisi hamil.
Pasien ini mengatakan sudah terlambat haid sejak dua bulan yang lalu. Kemudian
pasien berobat kebidan dan dilakukan pemeriksaan kehamilan. Didapatkan test
pack dengan hasil (+) yang menunjukkan bahwa pasien sedang hamil.
Pada pemeriksaan fisik harus difokuskan pada tanda-tanda vital dan
pemeriksaan abdomen serta pelvik. Takikardi dan konjungtiva anemis dapat
timbul pada pasien yang menderita kehamilan ektopik terganggu karena
perdarahan yang banyak akibat terjadinya ruptur tuba. Dari pemeriksaan fisik
pasien ini didapatkan tekanan darahnya 110/80 mmHg, nadi 110 x/menit, napas 22
24

x/menit dan suhu 36,40 C.

Dari pemeriksaan generalis didapatkan mata

konjungtiva anemis (+), abdomen : nyeri tekan (+) , nyeri lepas (+), terdapat tanda
defense muskular (+). Dan pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar Hb 6,5
gr/dl.
Pada pemeriksaan fisik pasien ini yang bisa mengarah kepada KET yaitu
adanya tegang dan nyeri tekan (+) seluruh abdomen, portio lunak, nyeri goyang
portio (+), cavum douglass menonjol. Namun untuk membantu menemukan
diagnosis seharusnya dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan USG
abdomen dan kadar HCG. Hormon HCG diproduksi oleh plasenta. Dalam
kehamilan normal terjadi peningkatan titer sampai 2 kali lipat setiap 2 hari. Ketika
kadar HCG dalam urin cukup tinggi maka tes kehamilan menjadi positif.
Peningkatan kadar HCG di atas 1500 mIU/ml tanpa disertai adanya gambaran
kehamilan dalam uterus, merupakan penanda kuat bahwa kehamilan adalah
kehamilan ektopik. Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan kadar HCG
melalui uji test pack dan di dapatkan test pack (+).
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang
yang cukup baik, maka diagnosis awal yang ditegakkan benar karena pada pasien
ini telah dilakukan USG dan didapatkan adanya gambaran kehamilan ektopik
terganggu dan tampaknya cairan bebas kavum douglas. Hal ini mengingat bahwa
USG hanya bisa memastikan jika ditemukan kantong gestasi diluar uterus yang
didalamnya tampak denyut jantung janin, dan USG tidak mempunyai keakuratan
100%.
4.2 Apakah penatalaksanaan pasien sudah tepat?
Penilaian tanda-tanda vital awal pasien dengan KET dapat menentukan
penatalaksanaan untuk berikutnya. Penanganan awal belum tepat karena adanya
syok grade I seharusnya dilakukan resusitasi cairan kristaloid 1500-2000cc
menjelang transfusi darah dilakukan atau sebelum sumber perdarahan diatasi.
Sedangkan pada pasien ini penatalaksanaan awal yang dilakukan hanya dengan
perbaikan keadaan umum pasien karena pasien datang dalam kondisi anemia
dengan rencana transfusi darah namun tidak dilakukan resusitasi cairan.
Setelah itu laparotomi harus segera dilakukan untuk menghentikan
pendarahan dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber
perdarahan dan perlu dipertimbangkan dilakukannya salpingektomi. Rencana

25

tindakan laparotomi sudah tepat, karena mencari sumber perdarahan dan


menghentikan sumber perdarahan. Pada pasien ini dilakukan operasi laparotomi
cito karena melihat dari keadaan pasien dengan tujuan menghentikan perdarahan.
4.3 Bagaimanakah prognosis pada pasien ini?
Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam, karena pada pasien ini
sumber perdarahan sudah dihentikan dengan tindakan laparotomi dan post operasi
sudah di lakukan transfusi darah untuk perbaikan hemodinamik.
Sepertiga dari wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik, untuk
selanjutnya dapat hamil lagi. Kehamilan ektopik bisa terjadi kembali pada
sepertiga wanita dan beberapa wanita tidak hamil lagi. Kemungkinan wanita dapat
berhasil hamil, tergantung dari: faktor usia, apakah sudah memiliki anak dan
mengapa kehamilan ektopik pertama terjadi. Pada pasien ini dapat dilihat dari
umur yang masih reproduktif.
Pada pasien ini kemungkinan penyebabnya adalah penyakit infeksi
panggul karena pasien memiliki riwayat keputihan warna mukopurulen, gatal,
tidak berbau. Kehamilan ektopik juga dapat terjadi oleh karena infeksi klamidia,
yang biasanya didahului dengan penyakit radang panggul. Gejala tergantung dari
lokasi infeksinya. Infeksi dari uretra dan saluran genital bagian bawah dapat
menyebabkan disuria, duh vagina yang abnormal, atau perdarahan post koital. Ibu
yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai resiko 10%
untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1

Kesimpulan
Predisposisi yang dijumpai pada pasien ini adalah keputihan warna

mukopurulen, gatal dan tidak berbau. Diagnosa kurang tepat, yang tepat adalah
G2P1A0H1 gravid 6-7 minggu dengan akut abdomen ec.Susp.kehamilan ektopik
terganggu + syok grade I ec. syok hipovolemik + anemia normositik normokrom
ec. Perdarahan. Penatalaksanaan awal kurang tepat karena adanya syok grade I
seharusnya dilakukan resusitasi cairan kristaloid 1500 - 2000 cc menjelang
26

transfusi darah dilakukan atau sebelum sumber perdarahan diatasi dan


penatalaksanaan selanjutnya sudah tepat yaitu dilakukan Laparotomi eksplorasi
darurat (cito) untuk menghentikan sumber perdarahan. Pada pasien ini dilakukan
salphingektomi sinistra karena operator mengidentifikasi adanya ruptur pada tuba
sinistra pars ampularis.
Prognosis pada pasien ini dubia ad bonam. Dari anamnesis didapatkan
trias KET yaitu nyeri hebat di perut kiri bawah, perdarahan dari kemaluan, dan
pasien dalam kondisi hamil serta didukung dengan hasil pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Tingkat kemampuan dokter umum dalam menangani
kasus kehamilan ektopik adalah tingkat kemampuan 2, yaitu mendiagnosis dan
merujuk.
5.2 Saran
Edukasi pada pasien dan keluarga untuk segera mengatasi predisposisi
pasien yaitu keputihan yang menjadi salah satu faktor resiko yang dimiliki oleh
pasien terjadinya kehamilan ektopik terganggu. Menjelaskan kepada pasien dan
keluarga bahwa kehamilan ektopik bisa berulang.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit

2.

Kandungan. Edisi III. Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya. 2008
Wiknjosastro, Hanifa. Kehamilan Ektopik. Ilmu Kebidanan edisi ketiga.

3.

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.2005; 323-338


Sepilian,
Vicken;
Ellen
W.
Ectopic
Pregnancy.

4.

www.emedicine.com/health/topic3212.html
Cunningham FG, et al. Reproductive Success and Failure. Williams
Obstetrics. 23st

ed. Prentice Hall International Inc. Appleton and Lange.

5.

Connecticut. 2010
Attar, Erkut. Endocrinology of Ectopic Pregnancy: Obstetric and Ginecology

6.

Clinics. Vol.31 No.4. W.B Saunders Company. December 2004.


Stenchever. Cindy Farquhar. Ectopic Pregnancy. Comprehensive Gynecology.
4th ed.

Mosby Inc.2001.

27

7.

Sepilian,

Vicken;

Ellen

W.

Ectopic

Pregnancy.

8.

www.emedicine.com/health/topic3212.html
Sowter, Martin; Cindy Farquhar. Ectopic Pregnancy: an update. Current

Opinion in
Obstetrics and Gynecology. 2004, 16:289-293.
9. Depkes RI, 2007. Upaya Penurunan Angka Kematian Ibu. Jakarta.
10. Saifudin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. Ilmu Kebidanan. Edisi 4
2010. PT. Bina Pustaka Sarwnono Prawirohardjo
11.Acute
Anwar M, Bazaid A, Prabowo RP. Ilmu Kandungan. Edisi 3. 2011 PT. Bina

Acute
Pustaka Sarwnono Prawirohardjo
presentation
12. Taylor R, David AK, Fields SA, Phillips DM.Taylors diagnostic and
(Haemodynamic
ally unstable
therapeutic challenges a handbook. Page 39. 2005. Springer.
13.
Hellweh GD, Schmidt D, Dallenbach F. Atlas of endometrial histopathology.
patient
Suspected
Page 101. 2010. Third edition.Springer
14. Moechtar
R. Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan Obstetri Patologi 2 nd
ruptured
ectopic
pregnancy
ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1998.
Ectopic
pregnancy

Immediate
surgical
LAMPIRAN
intervention

Surgical/Medi
cal
management

Ectopic
pregnancy
Surgical/Medi
cal
management

28

Follow up pasien
17-12-2015

S : nyeri luka operasi (+)

0 : keadaan umum tampak sakit ringan, kesadaran CMC. TD 100/60. nadi


93x/menit. Suhu 36.8 derajat Celsius. Pernafasan 20x/menit.

Mata : Conjungtiva anemis +/+, status generalis lain dalam batas normal.
Status ginekologis : inspeksi v/u tenang. Perdarahan aktif(-)

A : P1A1H1 post salpingektomi sinistra a/i ruptur tuba pars


ampularis sinistra + anemia normositik normokrom Hari ke-1

P:

- Cefotaxime 2x1gram

- Ketorolac 3x1 ampul intravena


- Transfusi sudah masuk 2 PRC, sisa 2 WB yang mau di transfusi
- Inj Alinamin F 2x1 ampul
18-12-2015

S : nyeri luka operasi sudah berkurang, keluhan yang lain tidak ada.

0 : keadaan umum sakit ringan, kesadaran CMC. TD 110/60. nadi


84x/menit. Suhu 36.8 derajat Celsius. Pernafasan 20x/menit.

Mata : Conjungtiva anemis +/+, status generalis lain dalam batas normal.
Status ginekologis : inspeksi v/u tenang. Perdarahan aktif(-)

A : P1A1H1 post salpingektomi sinistra a/i ruptur tuba pars


ampularis sinistra + anemia normositik normokrom Hari ke 2

P: - Cefotaxime 2x1gram

- Ketorolac 3x1 ampul intravena


- Transfusi sisa 1 WB lagi
- Inj Alinamin F 2x1 ampul

29

19-12-2015

S : nyeri luka operasi sudah berkurang. Pasien mengeluh gatal karena


transfusi yang terakhir.

0 : keadaan umum sakit ringan, kesadaran CMC. TD 120/60. nadi


93x/menit. Suhu 36.8 derajat Celsius. Pernafasan 20x/menit.

Mata : Conjungtiva anemis +/+, status generalis lain dalam batas normal.
Status ginekologis : inspeksi v/u tenang. Perdarahan aktif(-)

DPL post transfusi 2 PRC 1 WB : 7.0/11.900/182.000//86.6/30.1/34.8

A : P1A1H1 post salpingektomi sinistra a/i ruptur tuba pars ampularis


sinistra + anemia normositik normokrom Hari ke 3

P:Cefadroxyl 2x500mg

Sulfa ferosus 1x1

Ketorolac tab 3x1

Vit C 3x1

Tranfusi sisa 1 WB

21-12-2015

S : nyeri luka operasi sudah berkurang. Pasien tidak ada keluhan lain.

0 : keadaan umum sakit ringan, kesadaran CMC. TD 120/70. nadi


90x/menit. Suhu 36.4 derajat Celsius. Pernafasan 20x/menit.

Mata : Conjungtiva anemis -/-, status generalis lain dalam batas normal.
Status ginekologis : inspeksi v/u tenang. Perdarahan aktif(-)

Status lokalis : luka operasi kering. Rembesan(-) darah(-) nanah(-)

DPL post transfusi : 9.9/29.1/9.800/216.000//89.3/32.4/32.92

A : P1A1H1 post salpingektomi sinistra a/i ruptur tuba pars ampularis


sinistra hari ke 4

P: Cefadroxyl 2x500mg

Sulfa ferosus 1x1


Ketorolac tab 3x1
Vit C 3x1

30

Pasien rencana pulang

31

Anda mungkin juga menyukai