Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik
termasuk kehamilan tuba, kehamilan ovarial, kehamilan intraligamenter,
kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal primer atau sekunder.1,2,3
Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung
meningkat. Di Amerika Serikat pada tahun 1983 angka kejadian ialah 1,4 untuk
setiap kehamilan. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta angka
kejadian kehamilan ektopik pada tahun 1987 ialah 153 diantara 4.007 persalinan,
atau 1 diantara 26 persalinan. Kehamilan ektopik terjadi pada tempat-tempat
seperti pada tuba fallopi: ampula (80-90%), isthmus (5-10%), fimbria (5%); cornu
(1-2%); abdomen (1-2%); ovarium (1%); dan cervix (1%).1,2,4
Pada perkembangannya, kehamilan ektopik yang berlokasi pada tuba
biasanya tidak dapat mencapai cukup bulan, biasanya berakhir pada minggu ke--6
sampai minggu ke-12, dan yang paling sering antara minggu ke-6 sampai minggu
ke-8. Berakhirnya kehamilan ektopik pada tuba dengan dua cara yakni dengan
abortus tuba dan ruptur tuba.3
Sebagian besar penyebab dari kehamilan ektopik tidak diketahui namun
berkaitan dengan beberapa faktor risiko seperti multiparietas, riwayat abortus,
riwayat operasi pada rahim termasuk seksio sesarea, dan lain-lain. 2
Berdasarkan gambaran klinik, kehamilan ektopik dibagi menjadi dua
kelompok yaitu kelompok yang bergejala jelas dan samar. Pada kelompok yang
bergejala jelas mula-mula yang terlihat adalah gejala klasik kehamilan muda
seperti rasa mual dan pembesaran, disertai rasa agak sakit pada payudara yang
didahului dengan keterlambatan haid. Gejala kemudian yaitu perasaan tidak enak
pada perut bagian bawah, keluar bercak darah melalui kemaluan, merasa amat
lemah, dan berakhir dengan rasa amat nyeri pada bahu. Pada kelompok yang
bergejala samar proses perdarahan biasanya berjalan lambat dan robekannya pun
kecil.5

Pada berbagai pengamatan dari sejumlah kehamilan ektopik yang pecah


dilaporkan semuanya menderita nyeri dalam perut, lebih kurang setengahnya
merasa nyeri perut itu meluas, sepertiganya merasa nyeri perut sebelah, dan pada
seperlimanya merasa nyeri menjalar sampai ke bahu. Perdarahan melalui vagina
terjadi pada 40-70% dan terlambat haid sekitar 2 minggu pada 68%, dan sinkop
pada 37% penderita. Terasa nyeri pada adneksa hampir semua penderita dan
teraba pembengkakan pada satu adneksa pada setengah jumlah penderita. Pada
70% penderita rahim seperti tidak membesar, pada 26% rahim sebesar kehamilan
6-8 minggu, dan pada 3% rahimnya sebesar kehamilan 9-12 minggu.5
Diagnosis kehamilan ektopik dapat ditegakkan berdasarkan temuan pada
anamnesis yaitu riwayat terlambat haid atau amenore, gejala dan tanda kehamilan
muda, dengan atau tanpa perdarahan pervaginam, dan nyeri perut bawah. Pada
pemeriksaan fisik, keadaan umum dan tanda vital dapat baik sampai buruk, serta
terdapat tanda akut abdomen. Pemeriksaan penunjang yaitu dengan tes HCG (+),
kuldosintesis, dan USG. Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparatomi.6,7
Penanganan kehamilan ektopik terganggu memerlukan keterpaduan
tindakan dengan tiga komponen yaitu mengatasi kegawatdaruratan, menutup
perlukaan yang terjadi dengan pembedahan, dan membantu penyembuhan.
Komplikasi utama dari kehamilan ektopik adalah akibat yang ditimbulkan oleh
perdarahan. Perdarahan intraabdominal yang berlangsung cepat dan masif dapat
menyebabkan syok bahkan kematian. Perdarahan yang berlangsung perlahan dan
berulang dapat menyebabkan anemia yang cukup berat dan infeksi. Prognosis
pada kehamilan ektopik bergantung pada jumlah darah yang keluar, kecepatan
menetapkan diagnosis dan tindakan yang tepat.5

BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas
Nama
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
Bangsa
Agama
TTL
Nama Suami
Pekerjaan Suami
Masuk RS

: Ny. TM
: 28 tahun
: SMA
: IRT
: Weru
: Indonesia
: Kristen Protestan
: Lobu, 19 Maret 1985
: Tn. IW
: Swasta
: 1 September 2013, Jam 22.00 WITA

Anamnesis
Keluhan utama:
Nyeri perut bagian bawah.
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien dirujuk dari rumah sakit Amurang dengan diagnosa G1P0A0, 28
tahun dengan KET. Pasien datang dengan keluhan utama nyeri perut bagian
bawah. Nyeri perut bagian bawah menjalar sampai ke bahu dirasakan sejak
2 hari yang lalu, disertai keluar darah dari jalan lahir sejak 1 hari yang lalu.
Riwayat terlambat haid sejak 2 bulan yang lalu, hari pertama haid terakhir
pada tanggal 12 Juli 2013. Riwayat keputihan sejak 2 tahun yang lalu, tidak
berobat. Mual, muntah, dan demam tidak dialami pasien, buang air besar
dan buang air kecil seperti biasa.
Riwayat penyakit keluarga :
Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga.
Riwayat penyakit dahulu
:
Riwayat penyakit jantung, hati, paru, ginjal, kencing manis, darah tinggi,
disangkal penderita.
Riwayat pribadi & sosial
:
Riwayat merokok (-), riwayat minum alkohol (-)
Anamnesis Ginekologi
Riwayat pernikahan
Riwayat kehamilan

: Kawin 1 kali, umur pernikahan 3 tahun.


: Hamil ini
3

Riwayat abortus
Riwayat haid
Usia haid pertama
Siklus
Lamanya haid
Riwayat keputihan
Riwayat pengobatan ginekologi
Riwayat penggunaan KB

: (-)
: 14 Tahun
: Teratur, setiap 28-29 hari
: 5 Hari
: (+)
: Disangkal
: Belum pernah menggunakan KB

Pemeriksaan Fisik Status Praesens


Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
Nadi
: 116 x/menit
Pernapasan
: 26 x/menit
Suhu Badan : 37,3 0C
TB/BB
: 155 cm / 65 kg
IMT
: 27,0 kg/cm2
Gizi
: Overweight
Kepala
: Normocephal
Mata
: Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/Telinga
: Sekret -/Hidung
: Sekret -/Tenggorokan
: T1 - T1, hiperemis -/Leher
: Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Dada
: Simetris kiri dan kanan
Jantung
: SI SII normal, murmur (-), gallop (-)
Paru
: Sp. Vesikuler, Ronkhi -/-, Wheezing -/Abdomen
:
Inspeksi : Datar
Palpasi
: Lemas, nyeri tekan (+), ballotement (-)
Perkusi
: Tympani
Auskultasi : BU (+) N
Anggota Gerak : Akral hangat, edema (-)
Refleks
: Refleks fisiologis (+)
Status Ginekologi:
I: Fluksus (+), fluor (tde), vulva/vagina tak ada kelainan
Io: Fluksus (+), fluor (tde), vagina tak ada kelainan, portio licin,
erosi (-), livide (+), OUE tertutup
PD: Fluksus (+), fluor (tde), vulva/vagina tak ada kelainan, portio
kenyal, nyeri goyang portio (+), nyeri tekan portio (+), OUE tertutup
CU : Sulit di evaluasi karena nyeri
CD : Menonjol
A/P Bilateral: tegang, nyeri tekan (+), massa sulit di evaluasi karena
nyeri.
RT : TSA cekat, ampula kosong, mukosa licin.
Laboratorium (hasil tanggal 2 September 2013)
HB

: 7,7 gr/dL
4

Leukosit
Trombosit
Hematokrit

: 11.390 / mm3
: 223.000 / mm3
: 23,2 %

Pemeriksaan Penunjang
Hasil HCG urin : (+)
Hasil EKG : Dalam batas normal
Hasil USG
: Vesika urinaria terisi cukup
Uterus sedikit membesar, ukuran 6,03 x 5,25 cm
EL (+), Tampak cairan bebas di cavum douglas (+),
cairan bebas (+)
Kesan
: KET
Resume
G1P0A0, 28 tahun, MRS tanggal 1 September 2013, jam 22.00 WITA
dengan keluhan utama nyeri perut bagian bawah menjalar sampai ke bahu.
Nyeri perut bagian bawah menjalar sampai ke bahu dirasakan sejak 2 hari
yang lalu, keluar darah dari jalan lahir sejak 1 hari yang lalu, riwayat
terlambat haid sejak 2 bulan yang lalu, HPHT 12 Juli 2013. Keluhan mual,
muntah, demam tidak ada, BAB/BAK biasa. Riwayat penyakit dahulu
disangkal. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum cukup, tekanan darah
90/60 mmHg, nadi 116x/menit, respirasi 26x/menit, suhu: 37,3. Konjungtiva
anemis (+/+), pada pemeriksaan ginekologi dan penunjang ditemukan :
fluksus (+), nyeri goyang portio (+), nyeri tekan portio (+), pada test HCG
urin (+) dan USG di temukan : Uterus sedikit membesar, ukuran 6,03 x 5,25
cm, kesan kehamilan ektopik terganggu dan disikapi dengan laparatomi cito.
Diagnosis:
G1P0A0 28 tahun dengan kehamilan ektopik terganggu
Penatalaksanaan:
IVFD stabilisasi KU, cross match, rencana laparatomi cito, konseling dan
informed consent, lapor konsulen advis laparatomi cito.

Laporan Operasi
Nama : Ny. TM
Usia : 28 Tahun
C.M. : 38.06.99
Diagnosa pra-bedah :
G1P0A0, 28 tahun, dengan kehamilan ektopik terganggu + anemia
Diagnosa pasca-bedah :
P0A1, 28 tahun dengan post salphingektomi dextra atas indikasi ruptur tuba pars
ampularis dextra.
Indikasi operasi :
Kehamilan ektopik terganggu
Jenis operasi :
Salphingektomi dextra
Jenis anastesi :
General anestesi
Jam operasi :
00.02.

Jam selesai operasi :


01.32.

Lama operasi berlangsung :


1 jam 30 menit

Jenis sayatan :
Insisi linea mediana inferior
Singkatan laporan lengkap :
Uterus sedikit membesar, tampak ruptur pars ampularis dextra, ukuran 3x4
cm tidak ditemukan janin, dilakukan salphingektomi dextra.
Laporan operasi lengkap :
Pasien dibaringkan terlentang di meja operasi, dilakukan tindakan asepsis
dan antiseptik pada daerah abdomen dan sekitarnya ditutup doek steril sesuai pada
lapangan operasi. Dalam keadaan general anastesi dilakukan insisi linea mediana
inferior, insisi diperdalam lapis demi lapis sampai fascia, kemudian fascia dijepit
dengan 2 kocher lalu diperlebar ke atas dan ke bawah, otot dilepaskan ke lateral
secara tumpul, peritonium tampak kebiruan, peritonium dijepit dengan 2 pinset
digunting diantaranya setelah yakin tidak ada jaringan usus yang terjepit
dibawahnya lalu peritoneum dipisahkan secara tumpul, tampak darah dan bekuan
darah dan dihisap 1000 cc.
6

Eksplorasi tampak ruptur pada tuba pars ampularis dextra ukuran 3x4 cm,
tidak ditemukan janin, dan diputuskan dilakukan salphingektomi dextra. Pangkal
tuba, mesosalphing, ligamentum infundibulum pelvicum di jepit 3 cunam
digunting dan dijahit double ligasi, kontrol perdarahan (-).
Cavum abdomen dibersihkan dari sisa darah dan bekuan darah, kontrol
perdarahan, dinding abdomen ditutup lapis demi lapis, peritoneum dijahit jelujur
dengan plain catgut, otot dijahit simpul dengan plain catgut, fascia dijahit jelujur
dengan safil 1, lemak dijahit simpul dengan plain catgut, kulit dijahit subkutikuler
jelujur dengan chromic catgut, luka operasi ditutup dengan kassa betadin, jaringan
dikirim ke PA. Operasi selesai.
KU Post-Op: Cukup.
Kes: Compos mentis
T: 100/70 mmHg N: 88 x/m R: 24 x/m S: 37,00C
Perdarahan
: 1000 cc
Diuresis
: 300 cc
Instruksi pasca bedah :
Balance cairan
Puasa sampai peristaltik usus (+)
RL : D5% 2 : 2 28 gtt/menit
Ceftriaxone 3x1 gr iv (ST)
Metronidazole 2 x 0,5 gr iv drips
Asam traneksamat 3x1 amp
Cek Hb 6 jam post op, bila Hb < 10 gr/dL pro-transfusi.
Laboratorium 6 jam post operasi :

Leukosit
: 12.000 /mm3
Eritrosit : 2,30 106/mm3
Hb
: 6,4 g/dL
Hematokrit : 17,7 %
Trombosit : 164 103/mm3

FOLLOW UP
Tanggal 2 September 2013
Ny. TM / 28 tahun / Irina D atas
Keluhan
: Keluhan (-)
KU
: Cukup
Kesadaran : Compos mentis
T : 110/70 mmHg, N : 84 x/mnt, R : 20 x/mnt, Sb : 36,7 OC
Konjungtiva anemis +/+
Abdomen : I : Datar
P : Lemas, NT (-), massa (-), luka operasi baik
P : WD ()
7

Diagnosis
Sikap :

A : BU (+)
: P0A1, 28 Tahun dengan post salphingektomi dextra atas indikasi
ruptur tuba pars ampularis dextra
- RL : D5% 2 : 2 28 gtt/m
- Ceftriaxone 3x1 gr iv
- Metronidazole 3x1 gr iv drips
- Asam traneksamat 3x1 amp
- Vitamin C 1x1 amp
- Transfusi PRC 2 bag
- Diet bertahap
- Mobilisasi

Tanggal 3 September 2013


Ny. TM / 28 tahun / Irina D atas
Keluhan
: Keluhan (-)
KU
: Cukup
Kesadaran : Compos mentis
T : 110/70 mmHg, N : 80 x/mnt, R : 20 x/mnt, Sb : 36,6OC
Konjungtiva anemis +/+
Abdomen : I : Datar, luka bekas operasi terawat
P : Lemas, NT (-), massa (-), luka operasi baik
P : WD (-)
A : BU (+)
Diagnosis : P0A1, 28 Tahun dengan post salphingektomi dextra atas indikasi
Sikap

ruptur tuba pars ampularis dextra


: - RL : D5% 2 : 2 28 gtt/menit
- Cefadroxil 3x1 tab
- Metronidazole 3x1 tab
- Vitamin C 3x1 tab
- SF 1x1 tab
- Diet lunak
- Mobilisasi
- Rawat luka

Tanggal 4 September 2013


Ny. TM / 28 tahun / Irina D atas
Keluhan
: Keluhan (-)
KU
: Cukup
Kesadaran : Compos mentis
T : 110/70 mmHg, N : 84 x/mnt, R : 22 x/mnt, Sb : 36,7 OC
Konjungtiva anemis +/+
Abdomen : I : Datar, luka bekas operasi terawat
P : Lemas, NT (-), Masa (-), luka operasi baik
P : WD (-)
A : BU (+)

Diagnosis

: P0A1, 28 Tahun dengan post salphingektomi dextra atas indikasi

Sikap

ruptur tuba pars ampularis dextra.


: - Cefadroxil 3x1 tab
- Metronidazole 3x1 tab
- Vitamin C 3x1 tab
- SF 1x1 tab
- Diet lunak
- Mobilisasi
- Rawat luka

Laboratorium (hasil tanggal 4 September 2013)


Hb
Leukosit
Eritosit
Trombosit
Hematokrit

: 10.4 gr/dL
: 8300 / mm3
: 3.65 106 / mm3
: 221.000 / mm3
: 29.3 %

Tanggal 5 September 2013


Ny. TM / 28 tahun / Irina D atas
Keluhan
: Keluhan (-)
KU
: Cukup
Kesadaran : Compos mentis
T : 120/70 mmHg, N : 78 x/mnt, R : 20 x/mnt, Sb : 36,5 OC
Konjungtiva anemis +/+
Abdomen : I : Datar, luka bekas operasi terawat
P : Lemas, NT (-), massa (-), luka operasi baik
P : WD (-)
A : BU (+)
Diagnosis : P0A1, 28 Tahun dengan post salphingektomi dextra atas indikasi
Sikap

ruptur tuba pars ampularis dextra


: - Cefadroxil 3x1 tab
- Metronidazole 3x1 tab
- Vitamin C 3x1 tab
- SF 1x1 tab
- Diet lunak
- Rawat luka
- Rawat jalan

BAB III
DISKUSI
Dalam diskusi ini yang akan dibahas adalah mengenai aspek klinis dari
kehamilan ektopik terganggu (KET) yang meliputi :
1. Diagnosis
2. Penanganan
3. Prognosis
Diagnosis
Kehamilan

ektopik

biasanya

didiagnosis

pada trimester

pertama

kehamilan. Usia kehamilan yang paling umum ketika didiagnosis adalah 6 hingga
10 minggu. Kehamilan ektopik memiliki frekuensi yang hampir sama pada
sejumlah besar usia ibu dan asal-usul etnis. Dokumentasi tentang faktor-faktor
10

risiko merupakan bagian esensial dari anamnesis, dan pasien-pasien klinis


asimptomatis dengan faktor-faktor risiko dapat mengambil manfaat dari
pencitraan dini rutin. Meskipun demikian, lebih dari separuh kehamilan ektopik
yang diidentifikasi adalah pada perempuan tanpa faktor-faktor risiko yang jelas
diketahui.9
Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya
penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas. Pada umumnya penderita
menunjukkan gejala-gejala seperti pada kehamilan muda yakni mual, pembesaran
disertai rasa agak sakit pada payudara yang didahului keterlambatan haid.
Disamping gangguan haid, keluhan yang paling sering ialah nyeri di perut bawah
yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum mengalami ruptur. Kadangkadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda, dari
perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala
yang tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda
bergantung padalamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba,
tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita
sebelum hamil.5
Nyeri abdomen merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik. Nyeri
dapat unilateral atau bilateral, pada abdomen bagian bawah, seluruh abdomen,
atau hanya di bagian atas abdomen. Umumnya diperkirakan, bahwa nyeri perut
yang sangat menyiksa pada suatu ruptur kehamilan ektopik disebabkan oleh darah
yang keluar ke dalam kavum peritoneum. Tetapi karena ternyata terdapat nyeri
hebat, meskipun perdarahannya sedikit, dan nyeri yang tidak berat pada
perdarahan yang banyak, jelas bahwa darah bukan satu-satunya sebab timbul
nyeri.5
Amenorea atau gangguan haid merupakan tanda yang penting pada
kehamilan ektopik. Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin,
sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenorea karena
kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.5
Bercak darah (spotting) atau perdarahan vaginal merupakan juga tanda
yang penting pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian
janin, dan berasal dari uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan biasanya
sedikit, berwarna coklat tua, dan dapat intermiten atau terus menerus.9
11

Anamnesis
Pada anamnesis kasus ini didapatkan penderita datang dengan keluhan
utama yakni nyeri perut bagian bawah yang menjalar sampai ke bahu, adanya
keterlambatan haid dengan HPHT tanggal 12 Juli 2013 dan tes HCG urin (+),
serta adanya keluhan perdarahan lewat jalan lahir sejak satu hari yang lalu.
Dimana ketiga gejala tersebut merupakan trias dari gejala kehamilan ektopik yang
terganggu.
Pemeriksaan Fisik
Temuan-temuan fisik tergantung pada apakah ruptur telah terjadi. Wanita
dengan perdarahan intraperitoneal datang dengan nyeri perut, bersama dengan
berbagai derajat instabilitas hemodinamik. Meskipun demikian, para perempuan
tanpa ruptur dapat juga datang dengan nyeri pelvik, perdarahan pervaginam, atau
keduanya. Pada pemeriksaan umum dapat ditemukan penderita yang tampak
kesakitan, kelelahan dan pucat, dan dapat ditemukan tanda-tanda syok
hipovolemik (hipotensi dan denyut nadi yg cepat dan lemah, pucat, anemis).
Dapat pula ditemukan tanda akut abdomen seperti adanya nyeri abdomen, perut
tegang, nyeri tekan dan nyeri lepas abdomen. Pada pemeriksaan ginekologis,
dapat ditemukan tanda-tanda kehamilan muda. Pada pemeriksaan ginekologi
dengan spekulum ditemukan fluksus (+) sedikit. Dan pada pemeriksaan dalam
didapatkan adanya pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri, corpus uteri
sedikit membesar dan lunak dan nyeri pada perabaan. Bila uterus dapat diraba
maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor disamping
uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum douglas bisa menonjol karena
terisi darah dan nyeri tekan menunjukan adanya hematokel retrouterina.10
Dalam kasus ini penderita datang dengan keadaan yang tampak sakit,
namun kesadaran penderita masih terlihat baik. Pada pemeriksaan juga ditemukan
adanya konjungtiva yang anemis, tekanan darah turun dan nadi yang cepat. Pada
pemeriksaan regio abdomen, ditemukan adanya tanda-tanda dari akut abdomen.
Pada pemeriksaan ginekologis ditemukan adanya nyeri goyang, dan penonjolan
pada kavum douglas. Adneksa parametrium bilateral dan corpus uterus sukar
dievaluasi karena nyeri yang dirasakan oleh penderita.
Pemeriksaan Penunjang
12

Laboratorium
Pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna dalam
menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tandatanda perdarahan dalam rongga perut. Harus diingat bahwa penurunan
hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam.11 Perhitungan leukosit biasanya normal
atau meningkat.
Pada pemeriksaan laboratorium penderita ini didapatkan hemoglobin
yakni 7,7 gr/dL dan pada pemeriksaan leukosit didapatkan hasil leukosit yakni
11.390 /mm3.
Ultrasonografi
Aspek yang terpenting dalam penggunaan ultrasonografi pada penderita
yang diduga mengalami kehamilan ialah evaluasi uterus. Atas dasar pertimbangan
bahwa kemungkinan kehamilan ektopik yang terjadi bersama-sama kehamilan
intrauterin adalah 1 : 30.000 kasus, maka dalam segi praktis dapat dikatakan
bahwa apabila dalam pemeriksaan ultrasonografi ditemukan kantong gestasi
intrauterin, kemungkinan kehamilan ektopik dapat disingkirkan. Setelah selesai
melakukan evaluasi uterus, langkah berikutnya ialah melakukan evaluasi adneksa.
Diagnosis pasti kehamilan ektopik melalui ultrasonografi ialah apabila ditemukan
kantong gestasi di luar uterus yang di dalamnya tampak denyut jantung janin. Hal
ini hanya terjadi pada 5% kasus kehamilan ektopik. Pada kehamilan ektopik
yang terganggu sering tidak ditemukan kantung gestasi ektopik. Gambaran yang
tampak ialah cairan bebas dalam rongga peritoneum terutama dalam kavum
douglas. 9
Pada kasus ini setelah dilakukan pemeriksaan ultrasonografi didapatkan
VU terisi cukup, UT sedikit membesar ukuran 6,03 x 5,25 cm, EL (+), cairan
bebas (+) dengan kesan KET. Pada kasus ini pemeriksaan-pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan, sudah cukup untuk mendiagnosis suatu kehamilan ektopik
yang terganggu. Selain itu dalam kasus ini juga perlu dilakukan suatu bentuk
penanganan yang tepat dan cepat, agar dapat membebaskan penderita dari segala
kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi.
Seperti halnya pemeriksaan dengan menggunakan ultrasonografi, maka
dalam kasus ini pemeriksaan laparoskopi pun tidak lagi dilakukan. Pemeriksaan
laparoskopi pada kasus kehamilan ektopik yang telah pecah, dapat menjadi sulit

13

karena adanya darah dalam rongga pelvis sehingga mempengaruhi dalam


visualisasi alat-alat kandungan.
Penanganan
Penanganan pada kehamilan ektopik dapat dilakukan dengan pembedahan
maupun tanpa pembedahan. Namun penanganan kehamilan ektopik pada
umumnya adalah dengan laparotomi. Dalam tindakan demikian, beberapa hal
yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan pada penanganan pasien dengan
kehamilan ektopik terganggu yaitu kondisi penderita saat itu, keinginan penderita
akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi anatomik organ
pelvis, kemampuan teknik bedah dokter operator, dan kemampuan teknologi
fertilisasi in vitro setempat. Hasil pertimbangan ini memungkinkan apakah perlu
dilakukan salpingektomi pada kehamilan tuba, atau dapat dilakukan pembedahan
konservatif dalam artian hanya dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba.11

Gambar 1. Operasi salpingostomi

Tindakan pembedahan yang dapat dilakukan pada kehamilan ektopik


antara lain salfingektomi, salfingotomi, salfingostomi, reanastomosis tuba, dan
histerektomi. Pada penangan kehamilan ektopik, pembedahan dapat langsung
dilakukan tanpa menunggu gejala syok teratasi. Asalkan transfusi sudah berjalan,
pembedahan sudah dapat langsung dimulai. Dalam kasus ini penanganan utama
yang dilakukan adalah mengatasi kegawatan (emergency treatment), yakni dengan
14

memberikan terapi cairan. Setelah diagnosis kehamilan ektopik terganggu


ditegakkan dilakukan surgical treatment yang dimaksudkan untuk menutup
perlukaan yang terjadi, yakni dengan melakukan laparotomi cito. Laparotomi cito
dilakukan dengan maksud agar dapat mencari dan menghentikan sumber
perdarahan dengan segera, agar dapat mencapai suatu keadaan homeostasis, dan
juga agar penderita tidak jatuh ke dalam komplikasi yang lebih lanjut. Jenis
pembedahan yang dilakukan dalam kasus ini adalah salpingektomi dextra. Cara
ini dilakukan karena tampak adanya ruptur pada tuba pars ampularis dextra,
ukuran 2x2 cm. Selama melakukan pembedahan tidak ditemukan adanya kesulitan
yang berarti, hingga pembedahan terlaksana dengan baik. Setelah melakukan
pembedahan, penanganan selanjutnya adalah membantu proses penyembuhan
(supportive treatment). Tindakan untuk membantu proses penyembuhan yang
utama adalah mengatasi agar penderita tidak jatuh ke dalam anemia, pemberian
antibiotika berspektrum luas, dan pemberian roboransia. Pada penderita
medikamentosa yang diberikan adalah ceftriaxone 3x1gr

IV (skin test),

metronidazole 2x0,5gr drips, asam traneksamat 3x1 amp, dan vitamin C 1x1 amp.
Setelah penderita telah dapat makan dan minum, terapi injeksi tersebut
diganti dengan pemberian terapi oral. Adapun pemberian terapi oral yaitu
cefadroxil 3x500mg, metronidazole 3x500 mg, vitamin C 3x1 tablet, dan SF 1x1
tab.
Selama perawatan pasca operasi, pada penderita tidak ditemukan hal-hal
yang menyulitkan, hanya saja pada pemeriksaan lab darah Hb sempat menurun
dan disikapi dengan transfusi darah. Setelah keadaan penderita membaik,
penderita diperbolehkan untuk pulang dengan anjuran kembali kontrol pada
poliklinik kebidanan dan kandungan.
Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung menurun dengan
diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Selain itu prognosis kehamilan
ektopik juga bergantung pada jumlah darah yang keluar dan tindakan yang tepat.
Dengan melihat manajemen penanganan dari penderita ini mulai dari diagnosis,
tindakan, sampai pada follow up, semua dilaksanakan dengan tepat. Maka pada
penderita ini dapat dikatakan mempunyai prognosis yang baik.

15

BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah suatu keadaan dimana
kehamilan terjadi diluar kavum uteri yang telah pecah atau ruptur oleh
karena kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang implantasinya.
Kehamilan ektopik terganggu didiagnosis berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan
trias dari gejala KET yakni amenorea, nyeri perut, dan perdarahan
transvaginal. Dimana pada penderita ini semua gejala tersebut ditemukan.
Pada pemeriksaan fisik yang spesifik adalah keadaan umum yang tampak
sakit, tanda akut abdomen, nyeri goyang pada porsio, dan penonjolan
kavum douglas, yang mana pada pemeriksaan penderita ini ditemukan.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penderita ini adalah
laboratorium (Hb 7,7 gr/dL), HCG urin (+) dan pada pemeriksaan
ultrasonografi didapatkan VU terisi cukup, UT AF ukuran 6,03 x 5,25, EL
(+), tampak cairan bebas (+), dengan kesan KET. Dengan demikian hasil
tersebut sudah cukup untuk menjadi dasar diagnosis. Diagnosis pasti KET
didapatkan setelah dilakukan laparotomi.
Penanganan utama yang dilakukan pada pasien ini adalah
pembedahan

salpingektomi

dextra,

dikarenakan

pada

laparotomi

ditemukan ruptur di tuba pars ampularis dextra. Prognosis pada penderita


ini adalah baik, oleh karena prosedur penanganan penderita ini dilakukan
secara tepat.
2. Saran
a. Sebaiknya ibu hamil memeriksakan kehamilannya secara teratur
baik pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan penunjang seperti
USG, agar dapat dilakukan diagnosis dini apabila dijumpai
kelainan pada kehamilan, sehingga dapat diberikan intervensi dini
yang tepat.
b. Berhubungan seksual secara aman seperti menggunakan kondom
16

akan mengurangi risiko kehamilan ektopik dalam arti berhubungan


seks secara aman akan melindungi seseorang dari penyakit menular
seksual yang pada akhirnya dapat menjadi penyakit radang
panggul. Penyakit radang panggul dapat menyebabkan jaringan
parut pada saluran tuba yang akan meningkatkan risiko terjadinya
kehamilan ektopik.
c. Komplikasi yang mengancam nyawa dapat dideteksi dini dan
ditangani secepat mungkin. Jika memiliki riwayat kehamilan
ektopik sebelumnya, maka kerjasama antara dokter dan ibu
sebaiknya ditingkatkan untuk mencegah komplikasi kehamilan
ektopik.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Rachimhadhi T. Kehamilan ektopik. Dalam : Wiknjosastro H, ed. Ilmu Bedah


Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. 2000. h 198
201.

17

2.

Rachimhadhi T. Kehamilan ektopik. Dalam : Wiknjosastro H, eds. Ilmu


Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 1992. h 323-37.

3.

Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.


Kehamilan ektopik. Dalam : Obstetri Patologi. Bandung : Elstar Offset, 1984. h
2135.

4.

Wood E. In ectopic pregnancy : Overview. Diunduh dari: http/www.emedicine.com.


2002.

5.

Chalik TMA, Kehamilan ektopik. Dalam: Hemoragi Utama Obstetri dan


Ginekologi. Jakarta : Widya Medika, 1997. h 6386.

6.

Rusdianto E, Wibowo N.
http/www.emedicine.com. 1999

7.

Cook J, Sankaran B, Wasunna A. Pecahnya kehamilan ektopik. Dalam:


Penatalaksanaan Bedah Obstetri, Ginekologi, Ortopedi dan Traumatologi di Rumah
Sakit. Ahli Bahasa : Syamsir HM. Jakarta : EGC, 1993. h 513.

8.

Manuaba IBG. Ginekologi umum. Dalam : Kapita Selekta Penatalaksanaan


Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC, 2001. h 5947.

9.

Hadisaputra W. Penatalaksanaan kehamilan ektopik dengan kajian hasil laparoskopi

Kehamilan

ektopik.

Diunduh

dari:

operatif. Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 2008. h 32-2 ; 72-6.


10.

Vanitha N, Silvalingam M, dkk. Journal of family planning and reproductive health


care: Diagnosis and management of ectopic pregnancy. 2011. h 231-40.

11.

Basuki B, Saefudin AB. Ectopic Pregnancy and its estimated subsequent fertility
problems in Indonesia. Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 1999. h 173-34.

18

Anda mungkin juga menyukai