Anda di halaman 1dari 143

Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan RI Tahun 2010

A. Latar Belakang
Flu burung (Avian Influenza) merupakan infeksi yang

disebabkan oleh virus influenza A subtipe H5N1 .


Pada umumnya menyerang unggas (burung dan ayam ).

Virus H5N1

Mutasi genetik

Perubahan genetik
Re-assortment

Subtipe Virus baru

PANDEMI

Pada abad 20 telah terjadi tiga kali pandemi :

1. Spanish flu (1918) disebabkan Influenza A (H1N1)


2. Asian flu (1957) disebabkan Influenza A (H2N2) 3. Hongkong flu disebabkan Influenza (H3N3)

Flu burung pertama kali ditemukan pada manusia di Hongkong pada tahun 1997. Data Flu Burung dunia menyatakan ada 422 kasus, 282 meninggal dunia (WHO,Desember 2009) Indonesia terdapat 162 kasus terkontaminasi, 134 orang diantaranya meninggal dunia ( Kemenkes RI Desember 2007)

Indonesia pertama kali terserang Flu Burung pada

tahun 2005.
Menempati urutan teratas kasus FB (H5N1) didunia. Jumlah Kasus sebanyak 162 angka kematian 82,71%

H5N1 DI INDONESIA

FASE III INFLUENZA PANDEMI

Infeksi terjadi dari unggas ke manusia. Penularan dari manusia ke manusia tidak ada atau, Penularan yang sangat terbatas hanya pada kontak erat

B. TUJUAN
Sebagai acuan tatalaksana flu burung di rumah sakit dalam rangka meminimalkan kesakitan, kematian, dan penyebarannya

Tujuan Umum

Memberi informasi tentang flu burung dan penularannya Memberi petunjuk penegakan diagnostik.

Memberi petunjuk pengobatan dan perawatannya.


Memberi petunjuk pencegahan dan pengendalian infeksi Memberi petunjul mengenai pemulangan pasien flu burung

TUJUAN KHUSUS

Memberi petunjuk tatacara pemulasaraan jenazah pasien flu burung


Memberi petunjuk tentang profilaksis bagi petugas kesehatan

C. Ruang Lingkup
Pelayanan di Rumah Sakit

RUJUKAN

NON RUJUKAN

A. Epidemologi
WHO 2005-2009 162 kasus flu burung dengan jumlah kematian 134 orang.
Berada di 7 Provinsi (Jan- Des 2009) Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur.

B. Etiologi
Merupakan anggota Orthomyxoviridae

Terdapat 2 glikoprotein :

- Hemaglutinin (H) terdiri dari H1 sampai H16 - Neuroaminidase (N) terdiri dari N1 sampai N9
Terdiri dari 3 tipe :

- Tipe A - Tipe B - Tipe C

Sifat Virus Influenza A subtipe Flu Burung (H5N1) memiliki sifat :


Dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22C dan

30 hari pada suhu 0C.


Dalam tinja unggas dan dalam tubuh unggas sakit, mati pada

pemanasan 60C selama 30menit, 56C selama 3 jam, 80C selama 1 menit.
Mati dengan deterjen,disinfektan.

C. Transmisi
i.

Sumber Penularan : - Binatang - Lingkungan - Manusia - Makanan

ii.

Cara penularan - Melalui percikan (batuk/bersin) - Melalui kontak (langsung atau tidak langsung ) - Melalui udara

iii. Masa inkubasi dan Masa infeksius

-Masa inkubasi 3 hari (1-7 hari) -Masa infeksius 1 hari sebelum dan 3-5 hari setelah gejala timbul. Pada anak dapat sampai 21 hari.

iv. Faktor Resiko

- Kontak erat ( dalam jarak 1 meter)

- Kontak langsung - Mengkonsumsi produk unggas mentah/ tidak dimasak dengan sempurna - Adanya kontak erat dengan binatang lain yang terinfeksi - Memegang/menangani sample hewan yang terinfeksi

D. Patogenesis dan patofisiologi pneumonia virus


Kerusakan paru yang berat

gangguan fungsi paru dan organ tubuh yang berat menyebabkan ARDS

berlanjut menjadi gagal organ multiple

Kematian

E. Gejala Klinis
Demam 38C
Batuk dan nyeri tenggorok Gejala lainnya :

Pilek, sakit kepala, nyeri otot, infeksi selaput mata, diare atau gangguan saluran cerna.

Derajat Penyakit :
Derajat 1 Derajat II : Pasien tanpa pnemonia : Pasien dengan pnemonia tanpa gagal nafas. Derajat III : Pasien dengan pnemonia dan gagal nafas Derajat iv : Pasien dengan pnemonia atau ARDS atau dengan kegagalan organ ganda

F. Diagnosis sesuai kriteria WHO


i.

Definisi Kasus

Ditetapkan 4 Kriteria : Seseorang dalam investigasi Kasus suspek Kasus Probabel Kasus terkonfirmasi

1. Seseorang dalam investigasi :

Merupakan yang terkait kemungkinan infeksi flu burung.


Dilakukan apabila ada kontak erat dalam waktu 7

hari dengan unggas yang mati diduga /terbukti Flu Burung. Kegiatan berupa Surveilans.

2. Kasus Suspek Flu Burung

Seseorang yang menderita demam 38c disertai gejala: Batuk Pilek Sakit tenggorokan Sesak nafas

Kasus suspek H5N1 dibagi 2 bagian :


a. Seseorang dengan demam 38C dan ILI :

- Kontak erat - Terpajan - Mengkonsumsi produk unggas mentah/dimasak tidak sempurna - Kontak erat dengan binatang lain yang terpapar

b. Seseorang dengan demam 38C dan ILI dan disertai keadaan Leukopeni dan tampak gambaran pnemonia pada foto thorax. Disertai gejala dari tipe a sebelumnya ditambah dengan ditemukannya titer AB terhadap H5 dengan pemeriksaan uji HI

3. Kasus Probabel

a. Ditemukan titer AB H5 pada masa akut dan konvalesen minimum 4x, dengan pmenggunakan uji HI dari eritrosit kuda atau ELISA b. Hasil lab terbatas untuk influenza H5 menggunakan uji netralisasi Atau Seseorang yang meninggal karena ISPA yang tdk dapat dijelaskan penyebabnya

4. Kasus H5N1 terkonfirmasi

Seseorang yang memenuhi kriteria suspek atau probabel disertai :

- Hasil PCR H5 positif - Peningkatan 4x titer AB netralisasi untuk H5N1 dari spesimen onvalesen dibandingkan spesimen akut - Isolasi virus H5N1 - Titer AB mikronetralisasi H5N1 1/80yang diambil pd hari -14 ditambah hasil positif dari pemeriksaan serologis lainnya

ii.

Langkah Diagnostik Diagnostik Banding - Pnemonia oleh karne virus lain - Demam berdarah - Demam Tyfoid - HIV dengan infeksi - Leptospirosis - TB

Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Lab non Spesifik

a. Pemeriksaan Hematologi ( Hb,Ht,Leukosit, Trombosit, Limfosit Total) b. Pemeriksaan Kimia Darah Albumin, Globulin, SGPT, SGOT, Ureum Kreatinin, C Reaktif Protein.

B. Pemeriksaan Lab Spesifik


1. Uji RT-PCR
2. Peningkatan 4x titer AB netralisasi untuk H5N1 dari spesimen onvalesen dibandingkan spesimen akut 3. Titer AB mikronetralisasi H5N1 1/80yang diambil pd hari -14 ditambah hasil positif dari pemeriksaan serologis lainnya 4. Isolasi Virus H5N1

Pemeriksaan Radiologis
a. Foto Thoraks PA dan Lateral yang harus dilakukan

pada : Ruang Gawat Darurat pada saat masuk Pada kondisi tertentu seperti setelah pemasangan ETT Sebelum pasien dipulangkan Pada saat kontrol

Gambaran Radiologis Fase awal foto thoraks dapat terlihat normal Fase lanjut : Ground glass opacity, konsolidasi homogen atau heterogen pada paru unilateral atau bilateral Biasanya lokasi sering di Lapang Bawah Paru Diagnosis Banding : Edema paru, TB, Pnemonia lainnya

b. Pemeriksaan CT SCAN toraks dilakukan jika

pasien dengan gejala klinis flu burung(H5N1) tapi hasil foto thoraks normal

Tatalaksana di poliklinik
Melakukan anamnesis gejala
kemungkinan terdapat dalam kelompok beresiko tinggi dikirim ke ruang triase flu burung (H5N1) Dievaluasi lebih lanjut oleh tim Flu Burung (H5N1)

Tatalaksana di IGD
Bila ada informasi rujukan pasien suspek flu burung dari rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya, maka langkah yang ditempuh :
1. 2. 3. 4. 5.

6.

Dokter yang merujuk berkonsultasi dengan dokter jaga IGD RS rujukan Dokter jaga IGD RS rujukan berkonsultasi dengan tim Flu burung Rs Rujukan Dokter tim flu burung RS rujukan berkomunikasi dgn dokter yg akan meujuk mengenai gejala flu burung, nilai leukosit dan gambaran foto thoraks Pasien suspek flu burung segera dikirim ke RS rujukan terdekat bila layak transport Pasien tanpa rujukan lakukan anamnesa dan pemeriksaan di tempat terpisah/ triase khusus flu burung. Bila suspek maka dikirim ke ruang isolasi flu burung Pasien anak yang didampingi orang tuanya maka orangtuanya harus tetap memakai alat pelindung diri (APD)

Tatalaksana di ruang isolasi


Penilaian klinis Pemeriksaan keadaan umum, kesadaran, tanda vital Pantau saturasi oksigen dengan pulse oxymetri Pemeriksaan penunjang Dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien Terapi definitif Antiviral Terapi suporitf dan simptomatik terapi oksigen, terapi cairan, nutrisi adekuat Antipiretik pilihan pertama : paracetamol Antipiretik golongan NSAID tidak boleh diberikan bila ada riwayat atau gejala perdarahan sal.cerna Terapi lainnya Antibiotik Steroid, dan Immunomodulator

Kriteria Masuk ICU


Sepsis Berat
Untuk Dewasa

Distress nafas

Untuk Anak

Syok Septik

Gagal nafas

Acute lung injury

Gangguan hemodinamik

Acute Respiratory Distress Syndrome

Nilai GCS < 12 Kejang yang tidak teratasi dengan antikonvulsan Inflamasi sistemik dan gagal organ

Terapi ANTIVIRAL
Pengobatan

Profilaksis
Oseltamivir tidak boleh diberikan pada org yg belum terpajan atau terpajan > 7hari. Kelompok resiko tinggi yg mendapat profilaksis : Petugas kesehatan yg kontak erat dengan pasien. Anggota keluarga yg kontak erat dengan pasien konfirmasi terinfeksi H5N1 Dosis profilaksis yg diberikan : 1 x 75mg selama 7-10 hari dari pajanan terakhir penggunaan profilaksis jangka panjang dapat diberikan maksimal hingga 68minggu

Antiviral harus diberikan secepat mungkin begitu pasien didiagnosis suspek flu burung Obat bekerja sebagai neuramidase seperti oseltamivir dan zanamivir Bekerja menghambat M2 protein : Amantadin (tidak dipakai) dan Rimantadin Penggunaan oseltamivir pd wanita hamil diberikan pada awal pengobatan sambil memantau sampai melahirkan Zanamivir efektif untuk influensa musiman dapat diberikan pada bayi dibawah satu tahun dan dapat diberikan pd wanita hamil dan menyusui Dosis oseltamivir: dewasa >40kg : 75mg 2x/hari > 23-40 kg : 60 mg 2x/hari > 15-23 kg : 45 mg 2x/hari < 15 kg : 30 mg 2x/hari anak > 1tahun : 2mg/kgBB, 2x/hari selama 5hari

Tatalaksana klinis flu burung (H5N1) pra RS rujukan


Pasien sesuai kriteria suspek flu burung langsung diberikan oseltamivir peroral, lalu dirujuk ke RS rujukan terdekat
Pasien datang

PUSKESMAS

RS Non Rujukan

RS Rujukan

Poli / IGD

POLI/IGD/isolasi

ICU Flu burung

Rawat

Kamar jenazah

RUJUKAN PASIEN
RS atau Puskesmas yang merujuk harus menyampaikan

informasi kepada RS Rujukan :


Riwayat kontak dengan unggas : ada atau tidak Keadaan umum Kesadaran Tanda vital (suhu,Frek Nadi, Tek.Darah, Frek Nafas) Pemeriksaan Fisik (dari kepala hingga kaki) Sudah mendapat oseltamivir atau belum

Disarankan dilengkapi dengan : Pemeriksaan pulse oxymetri Pemeriksaan ro.Thorak PA/lateral Pemeriksaan leukosit < 5000 m3/LPB atau > 5000 m3/LPB

Prosedur Merujuk
Dokter pengirim memberikan penjelasan kepd keluarga ttg keadaan

penyakit pasien Bila pasien blm mendapat oseltamivir sblm dirujuk, diberikan oseltamivir dlm jumlah cukup sampai ke RS rujukan Pasien menandatangani Informed Consent utk bersedia mengikuti segala prosedur penanganan medis flu burung. Lembar informed consent ditandatangani jg oleh dokter, keluarga, petugas Pasien diberi masker bedah 2 lapis dan bila hrs memakai oksigen maka masker dibuka dan diberikan 02 selama perjalanan Petugas menggunakan masker bedah 2 lapis dan sarung tangan Seluruh dokumen medik pasien disertakan pada saat pengiriman (foto rontgen, hasil laboratorium) Untuk pasien bayi dan anak harus ada yang mengantar (keluarga)

Pasien Datang Sendiri


Pasien datang ke poliklinik RS (rujukan/non rujukan) Petugas pendaftaran (dibekali area mapping Flu burung) Mendata area tempat tinggal pasien
Bila terdapat keluhan demam kurang dari 7 hari, batuk, pilek, sakit kepala

pasien lgsg dikirm ke IGD atau ruang Isolasi Dokter melakukan pemeriksaan : Anamnesa pemeriksaan fisik : tanda vital (suhu,TD,RR,nadi) Ada atau tidaknya rhonki pada pemeriksaan fisik Pemeriksaan saturasi O2 dengan pulse oksimetri tanpa O2 Dilanjutkan dengan : Pemeriksaan darah perifer lengkap Pemeriksaan rontgen Pemeriksaan kimia darah : SGOT,SGPT,Ureum,Kreatinin,Albumin,Globulin Pemeriksaan analisa gas darah Untuk RS rujukan dilengkapi dengan pemeriksaan serologi dan PCR

Pasien datang sendiri ke IGD


Petugas registrasi IGD harus dibekali dengan : Area mapping Lakukan hal yang sama seperti di poli RS non rujukan Setelah menerima informasi telepon ada rujukan pasien flu

burung petugas melakukan :


Melapor ke tim lengkap flu burung

Menyiapkan ruang penerimaan


Menyiapkan petugas dengan APD

Pada saat pasien tiba di RS Rujukan (IGD) : Dibawa lgsg ke ruang isolasi (untuk pemeriksaan dan penanganan) Lgsg masuk ruang ICU khusus untuk flu burung bila diperlukan ventilator.

Tatalaksana Transportasi Rujukan


Disarankan ambulans gawat darurat/mobil puskesmas

keliling Dilengkapi tabung oksigen, sebaiknya dilengkapi juga dgn :


Pulse oksimetri Emergensi kit Radio komunikasi

Prosedur kendaraan setelah mengantar/merujuk pasien : Bersihkan dengan alat pembersih kuman, tutup selama 10 menit Cuci dengan air / lap basah Jemur / kemudian di lap kering

Tatalaksana di ICU mengikuti rekomendasi Surviving Sepsis Campaign 2008


1.

Resusitasi awal ( 6 jam pertama) Segera lakukan resusitasi pada pasien dengan hipotensi atau peningkatan serum laktat > 4mmol/L Target atau tujuan resusitasi Jika target ScvO2 atau SvO2 tidak tercapai - pertimbangkan penambahan cairan lagi - tranfusi paced red cell Target yang lebih tinggi yaitu 12-15 mmHg

Pemberian Oksigen & intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik

Vena central dan kateterisasi arteri

Sedasi, paralisis (jika diintubasi), atau keduanya

< 8 mmHg CVP

kristaloid koloid

8 12 mmHg < 65 mmHg MAP 65 90 mmHg < 70 SvcO2 70 Pemberian Inotropik tidak ya
Goal achieved

> 90 mmHg

Pemberian vaoaktif

70% Transfusi sel darah merah sampai Ht < 70%

Keluar dari RS

2. Diagnosis Lakukan pemeriksaan kultur sebelum memulai pemberian antibiotik I. Lakukan pemeriksaan kultur darah II. Salah satu atau lebih kultur darah harus diambil perkutaneus III. Satu kultur darah diambil dari setiap peralatan akses vena yang terpasang > 48 jam IV. Kultur dari tempat lain bila secara klinis ada indikasi. Lakukan pemeriksaan pencitraan (imaging) (sinar-x USG atau scanning)

3. Terapi Antibiotik Berikan antibiotik IV sesegera mungkin Antibiotika spektrum luas Evaluasi ulang antibiotik Pertimbangkan terapi kombinasi Pertimbangkan terapi kombinasi empiris Terapi kombinasi tak lebih 3-5 hari Durasi terapi dibatasi 7 10 hari

4. Identifikasi Sumber dan Kontrol Lokasi spesifik anatomis sumber infeksi harus ditemukan dalam waktu 6 jam Evaluasi pasien untuk mencari fokus infeksi Pengecualian: infected pancreatic necrosis Pilihlah tindakan source control yg menghasilkan efikasi maksimal Cabut peralatan akses intravaskuler Lakukan tindakan source control sesegera mungkin

5. Terapi cairan Resusitasi cairan Target CVP 12 mmHg Gunakan fluid challenge tehniqua dan monitor Berikan fluid challenge denga kristloid 1000 ml atau 300-500 ml koloid Laju (rate) pemberian cairan harus diturunkan jika ada peningkatan tekanan pengisian jantung

6. Vasopresor Mempertahankan MAP 65 mmHg Pemberian norepineprin dan dopamin Epineprin, phenlefrin, atau vasopressin Vasopresin 0.03 unit/menit Gunakan epinefrin Jangan menggunakan dopamin Pada pasien yang membutuhkan vasopresor, pasang kateter arterial

7. Terapi inotropik Digunakan pada pasien dengan gangguan miokard Jangan meningkatkan cardiak indek

8.Steroid (Tidak direkomendasikan rutin pada infeksi berat virus H5N1, dosis rendah dipertimbangkan pada pasien syok septik) Pertimbangkan pemberian hidrokotison IV pada pasien syok septik Tes stimulasi ACTH tidak direkomendasikan untuk mengidentifikasikan kelompok pasien syok septik Hidrokortison lebih dipilih daripada deksametason Fludrokortison digunakan bila diperlukan Terapi steroid dapat disapih setelah vasopresor tidak lagi diperlukan Dosis kortison sebaliknya < 300 mg/hr Jangan menggunakan kortisteroid untuk menangani sepsis

9. Pemberian Komponen Darah


Berikan sel darah merah bila terdapat penurunan Hb < 7.0 g/dl 9.0 g/dl Nilai Hb yang lebih tinggi dibutuhkan pada keadaan-keadan tertentu Jangan menggunakan eritropoitin untuk menangani anemia karena sepsis Jangan menggunakan FFP untuk mengoreksi gangguan pembekuan darah Jangan menggunakan terapi antitrombin Berikan trombosit jika

i. jumlah < 5000/mm3 ii.jumlah 5000-30.000 iii. Jumlah trombosit yang lebih tinggi (50.000/mm3[50x109])

10. Ventilasi Mekanik pada Sepsis yang dipicu ALI/ARDS Kalkulasi berat badan (BB) - laki-laki = 50 + 2,3 [(TB(cm):2,5) 6-] - wanita = 45,5 + 2,3 [(TB(cm):2,5) 60] Gunakan metode ventilator Set ventilator setting untuk mencapai inisial V T = 8 ml/kg prediksi BB (PBB) Kurangi V T ml/kg pada interval 2 jam samapi V T Set inisial laju nafas Target volume tidal 6 ml/kg prediksi berat badan pasien dengan ALI/ARDS Target plateau pressure (Pplat) batas awal 30 cm H2O. Cek Pplat (0,5 detik inpiratory pause), setidaknya tiap 4 jam

Target pH: 7,30 7,45 Manajemen asidosis : (pH< 7,30) Jika Ph 7,15 -7,30 tingkatkan RR sampai Ph>7,30 Jika pH < 7,15: tingkatkan RR sampai 35 Jika Ph tetap tingkatkan 1 ml/kg bertahap sampai Ph > 7,15 Dapat diberikan NaHCO3 Manajemen alkalosis PaCO2 dapat ditingkatkan dalam batas normal,jika

dibutuhkan Target oksigenasi: PaO2 55-80 mmHg atau SpO2 88-95% Gunakan PEEP minimum 5 cm H2O

Pengaturan PEEP untuk mencegah kolaps paru ektensif pada ekspirasi ahir Pertimbangkan posisi tengkurap pada pasien ARDS yang memerlukan FiO2

Pada pasien dengan ventilasi mekanik pertahankan posisi semirecumbent


Pertimbangkan ventilasi noninvasif pada pasien ALI/ARDS yang minoritas dengan kegagalan pernapasan hipoksemia ringan sampai sedang Gunakan protokol weaning dan SBT secara teratur untuk mengevaluasi potensi untuk menghentikan ventilasi mekanik

Jangan menggunakan kateter artei pulmonalis untuk monitor rutin pasien ALI/ARDS
Gunakan strategis cairan konservatif pada pasien ALI yang tidak terbukti mengalami hipofungsi jaringan

11. Sedasi , Analgesia, dan Blok Neuromuskuler pada Sepsis Gunakan protokol sedasi dengan target sedasi untuk pasien ventilasi mekanik dalam keadaan kritis Dapat menggunakan bolus intermiten atau sedasi infus coninue untuk mencapai titik ahir Cegah blok neuromuskuler jika memungkinkan

12. Kontrol Glukosa Gunakan insulin IV Target gula darah < 150 mg/dl Gunakan sumber kalori glukosa dan monitor nilai gula darah setiap 1-2 jam Interpretasi glukosa darah yang rendah

13. Terapi Sulih Ginjal Hemodialisa intermiten dan Continuous Veno-Venous Haemofiltration (CVVH) dianggap sama CVVH menawarkan managemen yang lebih mudah pada pasien dengan hemodinamika tidak stabil 14. Terapi Bikarbonat Jangan menggunakan terapi bikarbonat untuk memperbaiki hemodinamik

16. Profilaksis Deep Vein Thrombosisi (DVT) Gunakan unfractionated heparin (UFH) dosis rendah atau lowmolecular weght heparin (LMWH) kecuali ada kontraindikasi Gunakan peralatan profilaksis mekanik, seperti compression stocking Gunakan kombinasi terapi farmakologi dan mekanik pada pasien yang beresiko sangat tinggi mendapat DVT Pada pasien resiko sangat tinggi, sebaiknya lebih dipilih LMWH daripada UFH 17. Pertimbangkan Keterbatasan Dukungan Diskusikan rencana perawatan lebih lanjut dengan pasien dan keluarga

Tatatlaksana Klinis di ICU untuk kasus anak 1. Penentuan derajat keparahan menggunakn metode PELOD 2. Ventilator a. Indikasi menggunakan ventilator b. Tatalaksana c. Penyapihan 3. Tatalaksan hemodinamik a.Tatalaksana syok pediatrik dilakukan setelah tatalaksana pernapasan b. tekanan darah, secara tunggal, tidak merupakan parameter yang adekuat untuk memantau pemberian cairan c. vasopresor dan obat inotropik hanya digunakan setelah resusitasi cairan yang adekuat d. STEROID e. target terapi

0 menit 5 - 10 menit

Algoritma Tatalaksana Syok Pada Anak


Respon buruk (resisten cairan) Respon baik

15 menit

Akses vena sentral, dopamine, monitor tekanan arteri


Respon buruk (resisten dopamine)

Observasi di ICU 60 menit Tekanan darah normal, dingin, saturasi vena sentral < 70%

Syok dingin Syok hangat

epinephrine norepinephrine

Respon buruk (resisten katekolamin) Beri Steroid

Tekanan darah rendah, dingin, saturasi vena sentral < 70%

Tekanan darah rendah, hangat, saturasi vena sentral < 70%

Volume dan Vasodilator

Volume dan Epinephrine

Volume dan Norepinephrine

Katekolamin

Resisten persisten

Pemasangan kateter arteri pulmonal atau pulse contour continous cardiac output monitoring, sesuaikan cairan, inotropik, vasopresor, vasodilator dan terapi hormon untuk mencapai nilai MAP dan CVP normal serta CI >3,3 dan <6,0 L/menit/m2

4. Dissemainated Intravascular Coagulation (DIC) 5. Pemantauan keseimbangan cairan,elektrolit,gula darah dan keseimbangan asam basa harus dilakukan dengan ketat 6. Bila tidak terdapat kontraindikasi, pemberian nutrisi enteral lebih diutamakan 7. tatalaksana kejang dapat dilihat pada lampiran 8. Pematauan infeksi nosokomial dan pengunaan antibiotik dapat dilihat lampiran I. Terapi Nutrisi II. Pemantauan III. Kriteria keluar ICU

Penatalaksaan keperawatan pasien Flu Burung meliputi Manajemen keperawatan, kegiatannya dimulai - perencanaan - pengorganisasian - pengarahan - pengawasan baik sumber daya dan dana - serta manajemen asuhan pasien dengan pendekatan proses keperawatan

1. 2.

Bebreapa prinsip mendasar dalam penatalaksanaan keperawatan Flu Burung meliputi: Penerapan prinsip kewaspadaan isolasi (mengacu pada bab VII) Pengaturan tenaga baik kuantitas maupun kualitas serta surveilance kesehatan tenaga perawat yang memberikan asuhan keperawatan. Kuantitas tenaga meliputi ratio perawat berbanding pasien, baik pra ICU maupun ICU ditambah 20% faktor resiko Kualitas tenaga perawat perawat yang memiliki sertifikat pelatihan perawatan Flu Burung baik pra ICU dan ICU

1.

2.
3. 4.

5.

Manajemen asuhan pasien atau asuhan kepeawatan pasien Flu Burung adalah praktik keperawatan yang diberikan pada pasien/keluarga dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan secara komprehensif (biopsikososiopritual) meliputi: Pengkajian Diagnosa Rencana tindakan Implemntasi Dan evaluasi keperawatan serta rencana pasien pulang (discaharge planning)

Pengkajian

pengkajian merupakan kegiatan pengumpulan data yang terkait / relevan dengan pasien. Beberapa hal yang perlu di perhatikan dalam pengkajian yang akan dirawat ICU: 1). Pengkajian pasien sebelum datang(Pre Arrival Assesment), meliputi: identitas pasien, diagnosa,alat bantu ivasiv, modus ventilasi mekanik 2). Pengkajian cepat(Quick Chek Assesment), meliputi: observasi secara cepat 3). Pengkajian lengkap ( Comprehensive Assesment) meliputi: riwayat pengkajian kesehatan yang lalu 4) pengkajian lanjut (Ongoing Assesment) meliputi kontiuitas monitoring kondisi pasien setiap sistem tubuh setiap 1 2 jam pada saat kritis

Diagnosa keperawatan

diagnosa keperawatan dirumuskan berdasakan data-data yang diperoleh dari pasien - Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien yang tidak menggunakan ventilasi mekanik - Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien dengan ventilasi mekanik
Rencana Tindakan

rencana tindakan keperawatan adalah alternatif pemecahan masalah yang dianggap paling tepat untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan

Implementasi

Implemntasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana tindakan yang ditentukan dengan maksud agar pasien terpenuhi secara maksimal yang mencakup aspek peningkatan kesehatan
Evaluasi

tahap ahir dari proses keperawatan meliputi evaluasi proses dan evaluasi hasil
Perencanaan Pulang ( Discharge Planning)

Adalah suatu kegiatan dimana perawat mempersiapkan untuk tindak lanjut perawatan dirumah.

I.

Rencana Asuhan Keperawatan pada pasien Flu Burung Pengkajian fokus pengkajian meliputi aspek biopsikososialspiritual dalam data subyektif dan obyektif 1. Data subyektif - keluhan demam - riwayat kesehatan masa lalu - riwayat kesehatan keluarga - riwayat perjalanan penyakit - kondisi lingkungan - kebiasaan sehari-hari - respirasi - gastrointestinal - cerbral - ektremitas - status psikososial

2. Data Obyektif - keadaan umum - status neurologis - sistem respirasi - sistem kardiovaskuler - gastrointestinal - muskulokseletal - extremitas - aktifitas - suhu tubuh meningkat

2 A. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien tanpa ventilasi mekanik: - jalan nafas - pola nafas - gangguan pertukaran gas - ketidakmampuan perawatan diri - risti kekurangan volume cairan - risti penyebaran infeksi

2.B. diagnosa keperawatan yang mugkin muncul pada pasien dengan ventilasi mekanik sebagai berikut: - bersihkan jalan nafas - gangguan pertukaran gas - pola nafas tidak efektif/ketidakmampuan benafas spontan - resti penurunan kardiak output - intoleransi aktivitas - risti tidak efektifitasnya respon penyapihan dari ventilasi mekanik - ketidakmampuan merawat diri - risti infeksi sekunder saluran nafas

Penularan flu burung (H5N1) terjadi melalui droplet dan kontak yang tidak langsung dengan permukaan yang tercemar, namun dapat pula terjadi jika melakukan prosedur yang berpotensi menghasilkan aerosol, oleh karena itu penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi dengan Kewaspadaan Isolasi merupakan hal yang sangat penting dalam penanggulangan flu burung.

A. Pengertian Kewaspadaan Isolasi, terdiri atas:

1. Kewaspadaan Standard 2. Kewaspadaan berdasarkan Transmisi

Kewaspadaan Standard
Salah satu unsur kewaspadaan standard yang penting adalah dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak degan pasien,sekret pasien maupun alat-alat yang tercemar sekret pasien. Selain itu penerapan tentang kebersihan saluran pernapasan dan etika batuk/bersin, memberitahu pasien untuk menggunaka tissue saat mengeluarkan sekret dan membuangnya ketempat sampah terdekat, menggunakan masker pada pasien batuk, dan menjaga jarak >1 meter dari orang lain.

Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi 1. Kewaspadaan kontak: langsung/tidak lansung Petugas kesehatan harus selalu menggunakan sarung tangan, masker, dan gaun pelindung selama kontak dengan pasien. Gunakan peralatan terpisah untuk setiap pasien, seperti stetoskop, tensimeter, termometer,dll. Lakukan disinfeksi setiap selesai pakai dengan menggunakan alcohol 70% 2. Kewaspadaan percikan/droplet Gunakan kacamata pelindung atau pelindung muka, apabila berada <1 meter dari pasien.

Perinsip kewaspadaan berdasarkan transmisi kontak danpercikan harus diterapkan disetiap ruang perawatan isolasi, yaitu: - Ruang isolasi harus dipantau agar tetap mempunyai tekanan negatif dibanding tekanan dikoridor. - Pergantian sirkulasi udara >/= 12 kali/jam - Udara harus dibuang keluar ke area bebas yang tidak terdapat banyak orang, atau diresirkulasi dengan menggunakan filter HEPA (High-Efficiency Particulate Air)

3. Kewaspadaan udara/airborne Prosedur yang menimbulkan aerosol memungkinkan penularan secara airbone misalnya intubasi endotrakeal, pemberian terapi dalam bentuk nebulizer atau aerosol, bronkoskopi, suction (pembersihan) jalan napas, trakeostomi, dan tindakan yang merangsang batuk harus dilakukan diruang isolasi. Petugas harus mengenakan APD lengkap, respiratir N95, pelindung mata, gaun pelindung, sarung tangan dan membersihkan tangan sesuai pedoman (internim WHO)

Prosedur Pencegahan di Ruang Triase


Apabila batuk dan bersin harus ditutup memakai tissue Pasien menggunakan masker bedah, bila kesulitan bernapas, pasien

diminta untuk menutup hidung dan mulut dengan tissue saat batuk/bersin
Pasien ditempatkan berjarak>1 meter dari orang lain Pasien dengan klinis dicurigai terinfeksi segara dikirin ke Ruang Rawat

Isolasi All (Airborne Infection Isolation)


Petugas kesehatan harus membersihkan tangan sesuai pedoman,

menggunakan sarung tangan, masker bedah, pelindung wajah: kacamata, pelindung wajah (PPI ISPA, Internim WHO)

Transportasi Saat Merujuk Pasien


Petugas dan pengemudi ambulans yang membawa pasien harus menerapkan Kewaspadaan Standard dan Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi melalui Kontak dan Droplet Pasien tetap menggunakan masker

Selama transportasi menggunakan ambulans, semua petugas mengguanakan sarung tangan, masker bedah, atau respirator N95 apabila sirkulasi udara tidak memadai
Setelah pasien diturunkan, bagian dalam ambulans dan peralatan yang telah

dipakai segera dibersihkan dengan detergen kemudian dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan. Pekerjaan ini dilakukan di RS rujukan oleh petugas ambulans dengan APD lengkap menggunakan apron pelindung, sarung tangan rumah tangga sebatas siku dan sepatu boot. Setelah selesai, petugas mansdi dan mengganti pakaian.

Ruang perawatan isolasi airborne (ALL Room)

Sedapat mungkin terdiri dari: - Ruang jaga perawat (nurse station) - Ruang bersih dalam - Ante room: raung antara untuk membuat jarak antara udara ruang isolasi dengan nurse station dilengkapi dengan sinar UV - Ruang rawat isolasi pasien - Ruang dekontaminasi - Kamar mandi petugas Pintu masuk ruang isolasi harus berbeda dengan pintu keluar. Pintu harus selalu tertutup.

Petugas isolasi harus melepas baju luar dan memakai baju operasi sebelum masuk nurse station. Mencuci tangan sesuai pedoman dan memngguakan APD lengkap di ruang bersih dalam. Setelah dari ruang isolasi petugas melepaskan APD di ruang dekontaminasi. Setelah itu petugas mencuci tangannya sesuai pedoman. Untuk mencegah penyebaran flu burung di RS, semua pasien flu burung harus dirawat diruang isolasi dengan menerapkan isolasi ketat. Petugas kamar isolasi harus dipantau suhu tubuh sebelum dan sesudah kontak. Setiap kali masuk dan keluar ruang isolasi, petugas harus mencatat

waktunya pada lembaran khusus.

Standar Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)


1.

Persiapan sarana - baju operasi yang bersih, rapi (tidak robek) dan sesuai ukuran tubuh. - Alas kaki tertutup sesuai ukuran kaki. -Sarung tangan bersih sampai pergelangan dan setinggi siku sesuai ukuran. -Gaun luar dan apron disposable -Penutup kepala - Respirator N95 -Kacamata pelindung - Pelindung muka - Lemari berkunci tempat menyimpan pakaian barang-barang pribadi.

2.

Langkah yang dilakukan sebelum masuk keruang rawat isolasi dan saat berada dalam ruang ganti. Lakukan hal berikut: - Lepaskan semua aksesoris yang ada (cincin, jam, gelang) - Lepaskan pakaian luar - Kenakan baju operasi sebagai lapisan pertama pakaian pelindung - Lipat pakaian luar dan simpan dengan perhiasan, didalam lemari yang disediakan.

Prosedur Mencuci Tangan

Prosedur masuk ke Ruang Rawat Isolasi


Sebelum masuk ke rung isolasi , petugas harus mengenakan APD lengkap di Ruang Bersih Dalam, langkah-langkahnya sebagai berikut: 1. Kenakan respirator N95 2. Kenakan penutup kepala 3. Kenakan alas kaki tertutup 4. Kenakan apron plastik kanakan sarung tangan sebatas pergelangan tangan 5. Kenakan gaun luar kenakan sepasang sarung tangan sebatas siku 6. Kenakan kacamata pelindung dan pelindung wajah. 7. Sediakan pula peralatan cadangan di Ruang Bersih Dalam

Prosedur keluar Ruang Rawat Isolasi


Sediakan Ruang Dekontaminasi untuk melepas Akat Pelindung Diri (APN)

Melepaskan APD dalam Ruang Dekontaminasi:


Cuci bagian luar sarung tangan dengan air mengalir dan sabun antiseptik Alas kaki tertutup dibilas dengan air mengalir atau disemprot dengan cairan klorin 0,5% Buka sarung tangan panjang/luar Buka gaun luar Buka apron plastik/ gaun plastik Cuci bagian luar sarung tangan pendek

Lepaskan pelindung wajah/helm, kacamata


Lepaskan penutup kepala, kemudian N 95 Lepaskan alas kai tertutup Lepaskan sarung tangan pendek Cuci tangan dengan air mengalir dan sbun antiseptik Segera langsung mandi dan cuci rambut, lepaskan

baju operasi masukkan kedalam kantong berlabel infeksius/ kantong kuning Sesudah mandi kenakan pakaian biasa

Desinfeksi Alat Pelindung Diri


Bahan Dekontaminasi pembersihan Cuci dengan detrgen. Bilas dengan air bersih, keringkan diudara atau handuk. Tidak perlu Desinfeksi Tingkat Tinggi Tidak perlu Sterilisasi Kaca mata pelindung dan penutup wajah Lap dengan larutan klorin 0,5% Tidak perlu

Penutup kepala, masker sekali pakai Apron (plastik/ gaun apron sekali pakai)

Tidak perlu

Tidak perlu Tidak perlu

Tidak perlu

Tidak perlu

Alas kaki (sepatu karet atau boot)

Direndam dengan larutan klorin 0,5%. Bilas dengan air bersih

Cuci dengan detergen dan air. Bilas dengan air bersih, keringkan di udara atau dengan handuk Cuci tangan dengan detergen dan air panas. Bilas dengan air bersih, udara atau mesin pengering

Tidak perlu

Tidak perlu

Gaun bedah

Lansung masukan ke dalam kantong plastik kuning

Tidak perlu

Tidak perlu

Pemakaian Alat Pelindung Diri


Kontak erat (<1M) dengan pasien yang menderita infeksi saluran pernapasan akut Memasuki ruang isolasi flu burung (H5N1) tanpa kontak erat dengan pasien Kontak (<1M) dengan pasien yang terinfeksi flu burung (H5N1) didalam dan di luar ruangan isolasi Ya Melakukan prosedur atau tindakan yang menggunakan aerosol pada pasien flu burung (H5N1) a,b Ya

Sanitasi tangan

Ya

Ya Penilaian risiko Penilaian risiko Penilaian risiko

Sarung tangan
Celemek plastik Jas operasi Penutup kepala Masker bedah (petugas kesehatan) Masker respirator (N95) Kacamata pelindung Masker bedah

Tidak rutin
Tidak rutin Tidak rutin Tidak rutin Ya Tidak rutin Penilaian risiko ya

Ya
Tidak rutin c Ya c Tidak rutin Tidak rutin d Ya Ya Tidak rutin

Ya
Tidak rutin c Ya c Ya Tidak rutin e Ya Ya Tidak

Tidak rutin Tidak rutin d Ya Penilaian risiko tidak

Memroses Linen
Petugas laundry harus menggunakan APD lengkap (apron karet,

sarung tangan rumah tangga, sepatu boot, masker bedah) Jika mengumpulkan dan membawa linen kotor, tangani sedikit mungkin dan dengan kontak minimal untuk mencegah penularan dan penyebaram mikroorganisme Anggap semua bahan kain yang telah dipakai sebagai infeksius, sekalipun tidak tampak adanya kontaminasi Tidak dibenarkan memproses linen tercemar diruang perawatan Bawa linen kotor ke dalam kontainer tertutup atau kantong plastik untuk mencegah keterceceran dan batasi linen kotor itu dalam area tertutup sampai dibawa ke laundry Petugas laundry langsung memilah dengan hati-hati semua linen sebelum melaksanakan pencucian Cuci linen secara rutin dengan deterjen dan air panas

Tatalaksana limbah medis/ sampah


Petugas kebersihan harus memakai APD lengap, semua

limbah dari ruang isolalsi dianggap infeksius. Sediakan wadah tanah gembus dantanah air untuk pembuangan benda tajam Menggunakan plastik atau wadah besi dengan tutup yang dapat dipasang rapat Taruh tempat sampah ditempat yang terjangkau bagi bpemakai Gunakan wadah sekali pakai. Bila menggunakan wadah daur ulang, cuci secara teratur, dengan larutan disinfektan (klorin 0,5%) dan bilas dengan air mengalir

Nasihat Pasien atau Petugas Kebersihan Bagi penunggu pasien, atau petugas kebersihan ruangan dan mengelola APD kotor, diperlakukan seperti petugas kesehatan lainnya dengan APD lemgkap

Penerapan dalam pemulasaraan jenazah

Tatalaksana terhadap jenazah flu burung dilakukan secara khusus dengan UU nomor 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular: a. Memperhatikan norma agama atau kepercayaan dan perundangan yang berlaku b. Pemeriksaan terhadap jenazah dilakukan oleh petugas kesehatan c. Perlakuan terhadap jenazah dan penghapus-hamaan bahan dan alat yang digunakan dalam tatalaksana jenazah dilakukan oleh petugas kesehatan.

1.

Kamar jenazah a. Seluruh petugas pemulasaraan jenazah menggunakan APD lengkap b. Gunakan sepatu boot c. Sebelum dan sesudah menggunakan sarung tangan petugas mencuci tangan dengan sabun cair dan air mengalir.
Perlakuan terhadap jenazah: luruskan tubuh, tutup mata, telinga,

dan mulut dengan kapas/plester kedap air, lepaskan alat kesehatan yang terpasang, setiap luka harus di plester dengan rapat. Jika diperlukan untuk memandikan jenazah, pada perlukaan khusus terhadap jenazah maka hanya dapat dilakukan oleh peugas khusus dengan tetap memperhatikan Kewaspadaan Standard. Jenazah tidak boleh dibalsem, atau disuntik pengawet.

Jenazah pasien flu burung deperlakukan sesuai keyakinan masing-masing,

kemudian dimasukan dalam kantong jenazah yang terbuat dari plastik yang tidak tembus air dan dimasukkan dalam peti jenazahdan diberi lakban/lem kayu sekelilingnya Jika akan diautopsi hanya dapat dilakukan oleh petugas khusus. Autopsi akan dilakukan jika sudah ada izin dari pihak keluarga dan direktur RS. Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi Jenazah sebaiknya hanya diantar dengan mobil jenazah Jenazah sebaiknya tidak lebih dari 4 jam disemayamkan.

2.

Tempat pemakaman umum: - setelah prosedur jenazah selesai. Keluarga dapat turut dalam penguburan - penguburan dapat dilaksanakan ditempat pemakaman umum.

Pemantauan Kesehatan Petugas


Pemantauan petugas terhadap gejala panas dilakukan selama 1

minggu setelah kontak dengan pasien flu burung (H5N1) Petugas dengan gejala demam harus segera berobat dan harus tinggal dirumah sampai 24 jam setelah panas hilang Apabila disertai batuk pilek, yang bersangkutan harus menerapkan kebersuhan pernapasan dan etiket batuk

Program Vaksinasi Petugas Kesehatan


Petugas kesehatan yang menangani flu burung perlu di vaksinasi influenza tipe baru, terutama bertujuan untuk mencega penularan.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Petugas Kesehatan

Program kesehatan untuk petugas kesehatan adalah strategi prepreventif terhadap infeksi yang dapat ditularkan ketika melakukan kegiatan pelayanan kesehatan. Meliputi: Monitoring dan dukungan kesehatan Vaksinasi untuk infeksi saluran napas akutbila memungkinkan Suerveilans ILI untuk mengenal tanda awal transmisi infeksi saluran napas akut dari manusia ke manusia Terapi dan pemantauan epidemi/pandemi infeksi saluran napas akut pada petugas Menyediakan profilaksis antivirus Pengaturan petugas diperbolehkan masuk kerja kembali sesuai pengukuran risiko bila terkena infeksi Upaya dukungan psikososial

Tujuan program keselamatan dan kesehatan kerja petugas Menjamin keselamatan petugas dilingkungan RS Memelihara kesehatan petugas Mencegah ketidak hadiran petugas, ketidak mampuan bekerja, kemungkinan medikolegal dan KLB Unsur yang dibutuhkan: Petugas yang berdedikasi SPO yang jelas dan terisolasi Administrasi yang menunjang Koordinasi yang baik antar instalasi Penanganan paksa pajanan infeksius Pelayanan konseling Perawatan dan kerahasiaan rekam medik

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


1. Evaluasi sebelum dan setelah penempatan petugas, meliputi: - Status imunisasi - Riwayat kesehatan yang lalu - Terapi saat ini - Pemeriksan fisik - Pemeriksaan laboratorium dan radiologi 2. Edukasi - Sosialisasi SPO pencegahan dan pengendalian infeksi seperti kewaspadaan standard

3. Program imunisasi Keputusan pelaksanaan imunisasi petugas tergantung pada:


-

Risiko pajanan petugas Kontak petugas dengan pasien Karakteristik pasien RS Dana RS

4. Program tatalaksana pasca pajanan


- Rumah sakit perlu memiliki tata cara pelaporan yang mudah serta difahami

secara rinci sampai dengan penetapan berapa lama meliburkan petugas setelah terpajan - Membantu petugas dalam kecemasan atau rasa takut. Tata cara dapat meliputi:

1. Menjelaskan risiko pajanan 2. Alur manajeman dan tindak lanjut 3. Penyimpana data

5. Tatalaksana petugas sebelum dan pasca pajanan - Perlindungan yang minimal bagi petugas adalah imunisasi influenza secara periodik 6 bulan sekali pada saat kasus meningkat - Tatalaksana pasca pajanan adalah bila petugas melapor adanya demam segera diberi pengobatan antivirus - Dilakukan ter PCR dari bahan apusan tenggorok - Petugas segera diistirahatkan di rumah dengan penyuluhan tentang PPI - Observasi ketat suhu tubuh dan harus segera melapor kembali bila suhu meningkat atau timbul gejala tambahan lain seperti batuk/ sesak napas

Flu burung yang merupakan New Emerging Disease dalam tatalaksananya membutuhkan metode, fasilitas khusus sehingga tidak semua sarana pelayanan kesehatan mampu untuk merawat dan melakukan pemeriksaan terhadap pasien flu burung. Untuk itu pemerintah telah menetapkan 100 RS rujukan sesuai 414/Menkes/SK/IV/2007 tentang penetapan rumah sakit rujukan penanggulangan flu burung.

Rujukan pada Flu Burung (H5N1) meliputi 2 aspek: a. Rujukan pasien b. Rujukan spesimen

A. Rujukan Pasien

Mengingat bahwa tidak semua sarana pelayanan kesehatan mempunyai sarana yang memadai untuk flu burung. Apabila di sarana kesehatan non rujukan flu burung mendapatkan pasien suspek flu burung harus segera mungkin merujuk pasien ke RS rujukan flu burung.

B. Rujukan Spesimen

Mengumpulkan atau mengangkut bahan spesimen klinis sebaiknya mengikuti dengan benar penerapan kewaspadaan standard upaya perlindungan untuk meminimalisasi pajanan. Bahan spesimen yang akan dikirim sebaiknya diletakkan di dalam wadah spesimen anti bocor yang memiliki penutup tersendiri untuk bahan spesimen tersebut ( yaitu plastik spesimen biohazard)

Penanganan dan pengiriman spesimen dilakukan oleh petugas terlatih.


Rumah sakit harus memberitahu laboratorium yang akan menerima bahwa bahan spesimen tersebut sedang dalam perjalanan. Sebaiknya dibuat suatu daftar nama petugas yang telah menangani bahan spesimen dari pasien yang di investigasi umtuk suatu penyakit menular.

Pasien suspek Flu Burung (H5N1)

Darah 3 5 mL

Usap Hidung Usap Tenggorok Usap Dubur Hari ke 1,2,3

Aspirat Nasofaring Cairan Tubuh lain Hari 1,2,3

EDTA 1 3 mL

Serum 2 mL

Media Transport Virus

Pemeriksaan Kimia** Hb, Ht, Leukosit Trombosit Hitung Jenis Limfosit Absolute ** RT PCR*

HI* atau ELISA Akut dan Konvalesen Negatif H5 3 hari Beruturut-turut

Positif H5 3 hari Beruturut-turut

Ket : * Litbangkes/Lab Regional/Lab RS rujukan Flu Burung (H5N1) ** Setiap Lab Sarana Kesehatan

Sekuensing H5

A. Pelaporan
1. Formulir Pelaporan
a. Pelaporan Harian Pada saat ditemukan pasien Suspek Flu Burung (H5N1) di sarana pelayanan kesehatan, maka agar dapat dilakukan verifikasi dan penetapan jumlah penderita Flu Burung (H5N1) dengan cepat diperlukan suatu sistem pelaporan cepat dari rumah sakit ke Dinas Kesehatan Kab/Kota dan Propinsi serta ke Posko Flu Burung (H5N1) Ditjen P2PL yang selanjutnya diteruskan kepada Ditjen Bina Yanmed dan Menteri Kesehatan.

Laporan Harian dikirim ke alamat :

POSKO PENANGGULANGAN KLB KEMENTERIAN KESEHATAN RI Gedung Ditjen P2PL Kementerian Kesehatan RI Jalan Percetakan Negara No. 29 Jakarta Pusat Telepon : 021 4257125 Fax : 021 42877588

b. Pelaporan Bulanan Rumah sakit membuat laporan bulanan kasus Flu Burung (H5N1) guna keperluan Audit Medik dalam meningkatkan kualitas pelayanan.
Laporan Bulanan dikirim ke alamat :
DIREKTORAT JENDERAL BINA PELAYANAN MEDIK c/q : Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar Gedung Kementerian Kesehatan Lantai V Blok B Ruang 508 Jalan HR. Rasuna Said Blok X5 Kav. No. 4 9 Jakarta Selatan 12850 Telepon : 021 5222430 Fax : 021 52902046

ZERO Report penulisannya dilakukan setiap bulan.

2. Alur Pelaporan KEMENTERIAN KESEHATAN: Alur pelaporan untuk KLB influenza dibagi 2, yaitu : a) alur informal : untuk mempercepat penanganan pada pasien bukan untuk konsumsi umum/publik/media)
Kapuslitbang BMF Via telpon

DINKES Terkait

Dokter dan RS yang merawat pasien

Dirjen P2PL

a) alur informal : dengan menggunakan surat resmi dan lampiran hasil laboratorium, yaitu sebagai berikut.

Kapuslitbang BMF

Kepala Badan Litbangkes

Dokter dan RS yang merawat pasien

3. Monitoring dan Evaluasi (Monev)


Untuk melihat keberhasilan penanggulangan medis Flu Burung (H5N1) dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkesinambungan dan berkala melalui : a. Pertemuan dan koordinasi b. Analisis laporan

i.

Formulir Pelaporan (resume harian, rekap akhir)

Laporan Harian Tersangka Flu Burung (H5N1) Nama RS : Tgl membuat laporan :

Catatan : 1. Laporan dikirim setiap hari kerja selambat-lambatnya jam 14.00 waktu setempat 2. Keterangan dapat diisi dengan keadaan pasien meninggal/hidup/mati

Penanggung Jawab

TTD

ii. Formulir Laporan Bulanan

NO

IDENTITAS

RIWAYAT KONTAK

GEJALA KLINIS WAKTU MASUK RS

PEMERIKSAAN FISIK

LAB

RADIOLOGI

TERAPI & TINDAKAN

POST MORTEM

KET

PENANGGUNG JAWAB

B. SISTEM PEMBIAYAAN Pembiayaan pasien Flu Burung (H5N1) menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan RI tertuang dalam surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 756/MENKES/SK/IX/2006 Tentang Pembebasan Biaya Pasien Penderita Flu Burung (H5N1) yang ditetapkan pada tanggal 20 September 2006.

Pembebasan biaya tersebut berlaku bagi pasien yang dirawat di rumah sakit rujukan Flu Burung (H5N1) dan rumah sakit non rujukan Flu Burung (H5N1) (pemerintah maupun swasta) yang menerima pasien sebelum dirujuk ke rumah sakit rujukan Flu Burung

(H5N1), yang meliputi :


1. 2.

Biaya administrasi; Biaya pelayanan dan perawatan di IGD, Ruang Isolasi, Ruang ICU dan jasa dokter;

3. 4. 5.

Pemeriksaan penunjang (pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi); Obat-obatan dan bahan habis pakai; Biaya rujukan;

6.

Pemulasaraan jenazah (peti jenezah, transportasi dan penguburan).

C. ASPEK ETIK LEGAL


Sehubungan dengan peliknya permasalahan penanganan pasien Flu Burung (H5N1), terutama masalah penanganan jenazah, yang antara lain disebabkan oleh latar belakang agama dan sosial budaya masyarakat yang beragam (sehingga pemahaman dan reaksi masyarakat terhadap Flu Burung (H5N1) pun harus turut beragam) mengharuskan

setiap petugas medis (dokter dan perawat) di Rumah sakit yang menerima pasien Flu
Burung (H5N1) menjelaskan segala tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut baik kepada diri sendiri (jika mungkin) mungkin keluarganya secara jelas dan terperinci sehingga dapat dipahami dan diterima dengan baik.

PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS (INFORMED CONSENT)

BAGI KELUARGA PASIEN (BUDAYA HIDUP SEHAT)


1.
2. 3. 4. 5. 6.

Peralatan Rumah Tangga Lantai Kamar Mandi / WC Kamar Pasien Kain/linen kotor Sampah dan Tempat Sampah

BAGI ORANG YANG TINGGAL DI DAERAH TERJANGKIT


1. Penyebaran virus Flu Burung (H5N1) di daerah terjangkit sesungguhnya dapat dicegah. Yang dimaksud daerah terjangkit adalah daerah dimana terdapat unggas mati akibat H5N1 pada radius 1 km. 2. Penanganan yang tepat terhadap unggas yang sakit, yang dicurigai Flu Burung (H5N1) atau

mati adalah penting untuk tindakan pengendalian dalam rangka mencegah penyebaran.
3. Dekontaminasi areal peternakan dan kandang ayam akan membantu pengendalian penyebaran penyakit. 4. Burung yang mati dan kotorannya harus dikubur.

5.
6.

Pakaian pelindung yang terkontaminasi harus ditangani secara benar dan dibuang.
Sepatu yang digunakan harus didekontaminasi.

7. Orang yang sakit seperti flu harus memperhatikan tindakan pencegahan tambahan.
8. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan ketika akan mengunjungi teman ataupun saudara yang dirawat di fasilitas kesehatan.

9. Pada daerah yang terjangkit Flu Burung (H5N1), jangan memakan daging yang berasal dari unggas atau binatang yang sakit atau mati. Bahkan disarankan untuk tidak mengkonsumsi semua jenis unggas baik yang sehat maupun yang sakit dari peternakan yang terinfeksi Flu Burung (H5N1) tersebut.

10. Pada daerah di luar radius 1 km daerah terjangkit, harus memahami dan melakukan langkah-langkah tindakan pencegahan.

11. Lakukan semua tindakan kewaspadaan untuk mejamin bahwa

semua unggas dan bahan olahannya telah diproses dengan


baik dan aman untuk dimakan (konsumsi)

LAMPIRAN LAMPIRAN
Pedoman penggunaan antibiotik
Antibiotik Dosis Frekuensi Relative cost Keterangan

Penisilin G

50.000 unit/kg/kali Dosis tunggal maks.4.000.000 unit 50 mg/kg/dosis tunggal maks.2 gram 50 mg/kg/kali dosis tunggal maks. 2 gram

Tiap 4 jam

Rendah

S. Pneumoniae

Cetriaxone

1 x / hari

Tinggi

S. pneumoniae, H. Influenzae S. pneumoniae, H. influenzae

Cefuroxime

Tiap 8 jam

Tinggi

Clindamycin

10 mg/kg/kali dosis tunggal maks. 1,2 gram

Tiap 6 jam

Rendah

Group A strep., S. aureus, S.pneumoniae (alternatif untuk anak yang alergi thd beta lactam, lebih jarang menimbulkan flebitis pd pemberian IV dr pd eritromisin) S.pneumonia, Chlamidia pneumonia,Mycopla sma pneumonia

Eritromisin

10 mg/kg/kali dosis tunggal maks. 1 gram

Tiap 6 jam

Rendah

Laboratorium Rujukan Pasien Flu Burung (H5N1)


8 ( delapan) laboratorium Al regional sesuai rencana strategi nasional Al di indonesia Lab. Rujukan nasional : 1. Badan Litbangkes Jakarta 2. Lembaga Eikjman Jakarta

Lab. Regional : 1. Bagian Mikrobiologi FK Univ Indonesia, Jakarta 2. Bagian Mikrobiologi FK Univ Islam, Sumatera Utara 3. Bagian Mikrobiologi FK Univ Diponegoro, Semarang 4. Bagian Mikrobiologi FK Univ Udayana, Bali 5. Bagian Mikrobiologi FK Univ Hasanuddin, Makasar 6. BLK Palembang, Palembang 7. BLK Bandung, Jawa Barat 8. BLK Surabaya, Jawa Timur

Kriteria Ruang Perawatan Isolasi Flu Burung (H5N1)


1) Perawatan Isolasi (Isolation Room) a. Zona paparan primer / paparan tinggi b. Pengkondisian udara masuk dengan open circulation system

c. Pengkondisian udara keluar melalui vaccum luminar air suction

system d. Air sterizer dengan burning & filter e. Modular minimal = 3x3 m2

Keputusan Menteri Kesehatan RI


Keputusan menteri kesehatan RI nomor : 756/MENKES/SK/IX/2006

Tentang pembebasan biaya pasien penderita flu burung, menteri kesehatan RI Keputusan menteri kesehatan nomer 1372/Menkes/SK/IX/2005 Tentang penetapan kejadian luar biasa (KLB) flu burung ( Avian influenza) Keputusan menteri kesehatan nomer 1371/Menkes/SK/IX/2005 tentang penetapan flu burung sebagai penyakit yang dapat menimbulkan wabah serta pedoman penggulangannya Peraturan menteri kesehatan nomer 1575/Menkes/Per/IX/2005 tentang struktur organisasi dan tata kerja departemen kesehatan Keputusan menteri kesehatan nomer 756/MENKES/SK/IX/2006 tanggal 20 september 2006 tentang pedoman prosedur penggantian biaya penanganan pasien penderita flu burung

Anda mungkin juga menyukai