Anda di halaman 1dari 3

Bentuk Kerusakan Lingkungan Hidup Akibat Peristiwa Alam Berbagai bentuk bencana alam yang akhir-akhir ini banyak

melanda Indonesia telah menimbulkan dampak rusaknya lingkungan hidup. Dahsyatnya gelombang tsunami yang memporak-porandakan bumi Serambi Mekah dan Nias, serta gempa 5 skala Ritcher yang meratakan kawasan DIY dan sekitarnya, merupakan contoh fenomena alam yang dalam sekejap mampu merubah bentuk muka bumi. Peristiwa alam lainnya yang berdampak pada kerusakan lingkungan hidup antara lain: a. Letusan gunung berapi Letusan gunung berapi terjadi karena aktivitas magma di perut bumi yang menimbulkan tekanan kuat keluar melalui puncak gunung berapi. Bahaya yang ditimbulkan oleh letusan gunung berapi antara lain berupa: 1. Hujan abu vulkanik, menyebabkan gangguan pernafasan. 2. Lava panas, merusak, dan mematikan apa pun yang dilalui. 3. Awan panas, dapat mematikan makhluk hidup yang dilalui. 4. Gas yang mengandung racun. 5. Material padat (batuan, kerikil, pasir), dapat menimpa perumahan, dan lain-lain. b. Gempa bumi Gempa bumi adalah getaran kulit bumi yang bisa disebabkan karena beberapa hal, di antaranya kegiatan magma (aktivitas gunung berapi), terjadinya tanah turun, maupun karena gerakan lempeng di dasar samudra. Manusia dapat mengukur berapa intensitas gempa, namun manusia sama sekali tidak dapat memprediksikan kapan terjadinya gempa. Oleh karena itu, bahaya yang ditimbulkan oleh gempa lebih dahsyat dibandingkan dengan letusan gunung berapi. Pada saat gempa berlangsung terjadi beberapa peristiwa sebagai akibat langsung maupun tidak langsung, di antaranya: 1. Berbagai bangunan roboh. 2. Tanah di permukaan bumi merekah, jalan menjadi putus. 3. Tanah longsor akibat guncangan. 4. Terjadi banjir, akibat rusaknya tanggul. 5. Gempa yang terjadi di dasar laut dapat menyebabkan tsunami (gelombang pasang). c. Angin topan Angin topan terjadi akibat aliran udara dari kawasan yang bertekanan tinggi menuju ke kawasan bertekanan rendah. Perbedaan tekanan udara ini terjadi karena perbedaan suhu udara yang mencolok. Serangan angin topan bagi negara-negara di kawasan Samudra Pasifik dan Atlantik merupakan hal yang biasa terjadi. Bagi wilayah-wilayah di kawasan California, Texas, sampai di kawasan Asia seperti Korea dan Taiwan, bahaya angin topan merupakan bencana musiman. Tetapi bagi Indonesia baru dirasakan di pertengahan tahun 2007. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan iklim di Indonesia yang tak lain disebabkan oleh adanya gejala pemanasan global. Bahaya angin topan bisa diprediksi melalui foto satelit yang menggambarkan keadaan atmosfer bumi, termasuk gambar terbentuknya angin topan, arah, dan kecepatannya. Serangan angin topan (puting

beliung) dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup dalam bentuk: 1. Merobohkan bangunan. 2. Rusaknya areal pertanian dan perkebunan. 3. Membahayakan penerbangan. 4. Menimbulkan ombak besar yang dapat menenggelamkan kapal. Beberapa bentuk kerusakan lingkungan hidup karena faktor manusia, antara lain: 1. Terjadinya pencemaran (pencemaran udara, air, tanah, dan suara) sebagai dampak adanya kawasan industri. 2. Terjadinya banjir, sebagai dampak buruknya drainase atau sistem pembuangan air dan kesalahan dalam menjaga daerah aliran sungai dan dampak pengrusakan hutan. 3. Terjadinya tanah longsor, sebagai dampak langsung dari rusaknya hutan. Beberapa ulah manusia yang baik secara langsung maupun tidak langsung membawa dampak pada kerusakan lingkungan hidup antara lain: 1. Penebangan hutan secara liar (penggundulan hutan). 2. Perburuan liar. 3. Merusak hutan bakau. 4. Penimbunan rawa-rawa untuk pemukiman. 5. Pembuangan sampah di sembarang tempat. 6. Bangunan liar di daerah aliran sungai (DAS). 7. Pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan di luar batas.

Tekanan penduduk terhadap lahan diperbesar oleh bertambahnya luas lahan pertanian yang digunakan untuk keperluan lain, misalnya pemukiman, jalan, dan pabrik. Lahan yang dipakai untuk keperluan ini biasanya justru yang subur. Sebab di negara agraris pemukiman tumbuh di daerah yang subur. Pemukiman itu menjadi pusat pertumbuhan, dengan prasarana yang relatif baik dan dekat dengan pasar. Beberapa contoh ialah tumbuhnya pemukiman dan perindustrian di sekitar kota besar, seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya. Pesawahan yang subur makin tertelan habis. Yang serupa kita lihat di Lombok. Lombok Barat yang subur mengalami pertumbuhan yang cepat. Di daerah ini terdapat banyak sawah. Sebaliknya Lombok Timur yang kurang subur, pertumbuhannya lamban. Akibatnya di Lomboh sawah makin berkurang. Ironinya, orang desa pemilik sawah dan para buruh tani yang kehilangan sawahnya dan lapangan pekerjaannya, tidak banyak yang dapat menikmati pembangunan itu, oleh karena pendidikannya yang rendah dan tidak adanya ketrampilan. Para pemilik sawah masih agak lumayan, karena mereka menerima ganti rugi untuk lahannya. Mereka dapat membeli lahan lagi, namun pada gilirannya pembelian ini menggusur petani yang lain. Para buruh tani tidak mendapat ganti rugi apa-apa. Ketidakmampuan petani dan buruh tani untuk memanfaatkan pembangunan itu meruapkan juga faktor penting yang menyebabkan kenaikan tekenan penduduk terhadap lahan dengan menyempitkan lahan pertanian.

Pendangkalan sungai juga menghambat lalu lintas sungai. Pendangkalan ini mempersulit lalu lintas kapal besar, misalnya kapal tangker raksasa.
Pendangkalan waduk mengurangi umur waduk. Hal ini terjadi secara drastis di waduk Selorejo, Karangkates dan Wanagiri. Dengan berkurangnya umur waduk dari yang diperhitungkan semula, nisbah manfaat terhadap biaya akan menjadi lebih kecil, yang berarti merupakan kerugian ekonomi. Oleh karena di banyak tempat erosi menunjukkan kecenderungan yang meningkat, perhitungan umur dan nisbah manfaat terhadap biaya waduk tidak cukup dihitung dari laju erosi pada waktu waduk direncanakan , melainkan harus pula diperhatikan laju kenaikan erosi. Pedangkalan salurn pengairan mengakibatkan naiknya biaya pemeliharaan. Lumpur juga mengendap di petak sawah dan mempersulit masuknya air dari saluran ke sawah. Lumpur ini harus disingkirkan secara teratur. Tetapi dalam banyak hal lumpur itu tidak dapat dibuang dan terpaksa di tumpuk. Dan terjadilah petak tanah yang lebih tinggi yang ditanami dengan palawija di tengah petak sawah. Keadaan ini tentulah mengurangi produksi padi, walaupun produksi palawija meningkat. Hutan mempunyai fungsi perlindungan terhadap tanah. Tetesan hujan yang jatuh dari awan mempunyai energi tertentu, karena gerak jatuhnya. Energi gerak itu disebut energi kinetis, dengan energinya itu tetesan hujan memukul permukaan tanah dan melepaskan butir tanah. Hal ini dapat kita lihat, misalnya, pada tembok halaman yang bagian bawahnya setinggi 25-50 cm berwarna coklat karena tertutup oleh butiran tanah yang terlempar oleh kekuatan tetesan hujan. Ini disebut erosi percikan. Air hujan yang tidak meresap ke dalam tanah akan mengalir di atas permukaan tanah. Aliran air ini mempunyai juga energi tertentu. Makin curam dan panjang lereng tempat air mengalir, makin besar energinya. Energi kinetik aliran ini akan mengelupas permukaan tanah, yaitu yang disebut erosi permukaan. Aliran air permukaandapat pula menyebabkan terbetnuknya alur pada permukaan tanah, dan disebut erosi alur. Alur yang terbentukd apat kecil atau besar.

Anda mungkin juga menyukai