Anda di halaman 1dari 11

NAMA NPM KELOMPOK

: MIA INDAH SARI : 1102011162 : B-2

LO I MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ARTICULATIO COXAE LI I.1 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN MAKROSKOPIS

Artikulasi ini adalah joint enarthrodial atau bola-dan-socket, dibentuk oleh penerimaan dari kepala tulang paha ke dalam rongga berbentuk cangkir dari acetabulum. Kartilago artikular pada kepala femur, tebal di tengah daripada di lingkar, meliputi seluruh permukaan dengan pengecualian dari fovea capitis femoris, yang ligamentum teres terpasang, bahwa pada acetabulum membentuk cincin marjinal lengkap, permukaan bulan sabit. Dalam permukaan bulan sabit ada lingkaran depresi tanpa tulang rawan, diduduki dalam keadaan segar oleh massa lemak, ditutupi oleh membran sinovial. Ligamen sendi adalah: 2 Kapsul artikular. Pubocapsular The. The Iliofemoral. The Ligamentum teres femoris. Ischiocapsular The. The Labrum Glenoidal. The Acetabular Transverse Kapsul artikular (capsula articularis, ligamen kapsular).Kapsul artikular kuat dan padat di atas, itu melekat margin dari acetabulum 5 sampai 6 mm. luar labrum glenoidal belakang, tapi di depan, itu melekat ke margin luar labrum, dan, berlawanan dengan kedudukan di mana margin rongga kekurangan, yang terhubung ke ligamentum transversal, dan oleh beberapa serat untuk tepi foramen obturator. Ini mengelilingi leher femur, dan terpasang, di depan, dengan garis intertrochanteric, atas, ke pangkal leher, belakang, ke leher, sekitar 1,25 cm. di atas puncak intertrochanteric, di bawah, ke bagian bawah leher, dekat dengan trokanter mayor lebih rendah. Dari lampiran femoral yang beberapa serat tercermin ke atas sepanjang leher sebagai band longitudinal, retinacula disebut kapsul ini lebih tebal di atas dan bagian depan dari sendi, di mana jumlah terbesar dari resistensi diperlukan,. Belakang dan bawah, itu adalah tipis dan longgar. Ini terdiri dari dua set serat, melingkar dan longitudinal. Serat melingkar, zona orbicularis, yang paling melimpah di bagian bawah dan belakang kapsul dan membentuk sling atau kerah sekitar leher femur. Anterior mereka berbaur dengan permukaan dalam ligamentum iliofemoral, dan mendapatkan lampiran ke spina iliaka anterior inferior. Serat longitudinal terbesar dalam jumlah di bagian atas dan depan kapsul, di mana mereka diperkuat oleh band-band yang berbeda, atau ligamen aksesori, yang paling penting adalah ligamentum iliofemoral. The band aksesori lain yang dikenal sebagai pubocapsular dan ligamen ischiocapsular Permukaan eksternal dari kapsul kasar,. ditutupi oleh otot banyak, dan

dipisahkan di depan dari psoas utama dan Iliacus oleh bursa, yang tidak jarang berkomunikasi dengan aperture melingkar dengan rongga sendi. LI I.2 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN MIKROSKOPIS Jaringan tulang terdiri dari sel tulang (osteosit) dikelilingi oleh matriks tulang yang keras dan kaku. Matriks organik tulang terdiri dari substansi dasar berupa sialoprotein dan proteoglikan. Serat kolagen tertanam di dalam substansi dasar disertai endapan garam kalsium fosfat dalam bentuk Kristal hidroksi apatit yang membuat matriks tulang menjadi keras dan kaku. Ada dua jenis tulang, yaitu tulang kompakta (padat) dan tulang spongiosa (cancellous bone). Tulang kompakta dibentuk oleh matriks tulang yang tersusun berlapis-lapis disebut lamel. Lamel tersusun mengelilingi saluran Havers. Saluran Havers berserta lamel havers masingmasing disebut sistem Havers atau osteon. Diantara sistem Havers satu dan lainnya terdapat lamel yang iregular dan tidak disertai oleh saluran Havers, disebut lamel interstitial. Saluran Havers satu sama lain dihubungkan oleh saluran horizontal disebut saluran Volkman yang terisi pembuluh darah dan berhubungan dengan rongga sumsum tulang. Tulang spongiosa tersusun oleh balok-balok tulang yang bercabang-cabang dan saling berhubungan membentuk anyaman tulang. Diantara anyaman tulang ini terdapat ruang yang terisi sumsum tulang. Tulang dibungkus oleh jaringan ikat periosteum, di bawah periosteum terdapat lamel general luar. Di bagian dalam, dinding ruang sumsum tulang dilapisi oleh endosteum. Di bawah endosteum terdapat lamel general dalam. Periosteum dan endosteum mempunyai kemampuan osteogenesis. Sel tulang dapat dibagi 4 jenis : 1. Osteoblas Osteoblas yamg memproduksi matrik organik tulang.osteoblas terdpat pada permukaan balok tulang, disebut daerah osteogenesis. 2. Osteosit Osteoblas setelah membuat matriks tulang akan terperangkap di dalam matriks, menjadi osteosit. Terdapat kanal-kanal kecil menjulur keluar dari lakuna, yaitu kanalikuli yang mengandung cabang sitoplasma osteosit. Kanalikuli dari dua sel yang berdekatan saling berhubungan. Sistem kanalikuli menyalurkan nutrisi melalui matriks yang keras. 3. Osteoklas Osteoklas aktif berperan dalam destruksi atau absorbsi tulang, ditemukan pada lekukan permukaan tulang yang sedang mengalami resorbsi, disebut lakuna Howship. 4. Osteoprogenitor Merupakan sel jaringan penyambung yang terdapat pada permukaan tulang, berbentuk kumparan, berwarna pucat, tugas utamanya adalah bereproduksi, menghasilkan sel-sel yang akan terus bereproduksi atau berdifferensiasi khusus seperti osteoblas.

Penulangan/Ossifikasi

Terdapat dua macam proses penulangan, yaitu penulangan intramembranosa atau penulangan desmal, dan penulangan intrakartilaginosa atau penulangan endokondral. Penulangan intramembranosa/desmal Terjadi pada tulang-tulang tipis seperti tulang tengkorak, klavikula dan sebagian dari mandibula. Proses penulangan terjadi di dalam membran jaringan ikat mesenkim tanpa mengalami pembentukan model tulang rawan terlebih dahulu. Pada daerah penulangan terjadi peningkatan vaskularisasi dan sekelompok sel mesenkim berdifferensiasi menjadi osteoblas yang kemudian mulai mensekresi matriks organik tulang (osteoid), sehingga terbentuklah balok tulang (pusat pertulangan). Balok tulang meluas menyebar keluar secara radier dari pusat pertulangan. Pada bagian tengah balok tulang menebal dengan terbentuknya lamella. Bentuk balok tulang selalu mengalami perubahan karena ada bagian yang diresorbsi oleh aktivitas osteoklas. Penulangan intrakartilaginosa/endokondral Tulang-tulang panjang terbentuk melalui proses pembentukan model dari tulang rawan terlebih dahulu, kemudian diganti dengan tulang. Kerangka dari tulang rawan hialin ini terbentuk melalui pertumbuhan interstitial dan aposisional dari tulang rawan. Pusat pertulangan mula-mula timbul didaerah diafisis. Pada tempat ini terjadi hipertrofi kondrosit, sementara itu terjadi kalsifikasi matriks disertai disintegrasi kondrosit yang kemudian mati. Sementara itu di saat yang berdsamaan terjadi perubahan pada peikondrium. Sel-sel perikondrium dengan perubahan lingkungan menjadi osteogenik, sel-sel bagian dalam berubah menjadi sel osteoprogenitor untuk selanjutnya berdifferensiasi menjadi osteoblas. Osteoblas dengan cepat membuat matriks tulang dan membentuk suatu lapisan tulang tipismelingkari diafisis, disebut kerah tulang periosteal (periosteal collar bone). Dari belakang kerah tulang periosteal muncul pembuluh darah disertai berkas-berkas jaringan menerobos lobang-lobang pada kerah periosteal masuk ke tengah diafisis menggantikan tempat sel tulang rawan yang telah berdegenerasi. Berkas-berkas jaringan ini disebut kuncup-kuncup periostium. Sel-sel kuncup periostium , dalam lingkungan tersebut berdifferensiasi menjadi osteoblas dan mulai mensekresi matriks tulang sehingga terbentuklah balok-balok tulang. Daerah yang tadinya merupakan tulang rawan berubah menjadi pusat penulangan.Daerah tulang rawan pada penulangan endokonral dapat dibagi ,enjadi beberapa zona, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. zona istirahat zona proliferasi zona maturasi zona kalsifikasi zona degenerasi zona penulangan (osifikasi)

LI I.3 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN KINESIOLOGI Tulang : antara caput femoris dan acetabulum Jenis sendi : enarthrosis spheroidea

Penguat sendi : terdapat tulang rawan pada facies lunata

Kelenjar havers terdapat pada acetabuli Ligamentum iliofemoraleyang berfungsi mempertahankan art. Coxae tetap ekstensi, menghambat rotasi femur , mencegah batang badan berputar kebelakang pada waktu berdiri sehingga mengurangi kebutuhan kontraksi otot untuk mempertahankan posis tegak. Ligamentum ischiofemorale yang berfungsi mencegah rotasi interna. Ligamentum pubofemorale berfungsi mencegah abduksi , ekstensi dan rotasi externa. Selain itu diperkuat juga oleh ligamentum transversum acetabuli dan ligamentum capitisfemoris. Bagian bolong disebut zona orbicularis. LO II MEMAHAMI DAN MENJELASKAN FRAKTUR LI II.1 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN DEFINISI Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah . Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. LI II.2 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN KLASIFIKASI 1. Complete fracture (fraktur komplete), patah pada seluruh garis tengah tulang, luas dan melintang, biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang 2. Closed fracture (simple fracture), tidak menyebabkan robeknya kulit, integritas kulit masih utuh 3. Open fracture (compound fracture/komplikata/kompleks), merupakan fraktur dengan luka pada kulit (integritas kulit rusak dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit) atau membran mukosa sampai kepatahan tulang Frakur terbuka digradasi menjadi : Grade I : luka bersih, kurang dari 1 cm panjangnya Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif Grade III : sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif 4. Greenstick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok 5. Transbersal, fraktur sepanjang garis tengah tulang 6. Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang 7. Spiral, fraktur memuntir sepuntir batang tulang 8. Komunitif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragimen 9. Depresi, fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan wajah)

10. Kompresi, fraktur dengan dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang) 11. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, paget, metastasis tulang, tumor) 12. Avulsi, tertariknya fragimen tulang oleh ligamen/tendo pada perlekatannya 13. Episial, fraktur melalui epifisis 14. Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya

LI II.3MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ETIOLOGI Etiologi fraktur yang dimaksud adalah peristiwa yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur diantaranya peristiwa trauma(kekerasan) dan peristiwa patologis. Peristiwa Trauma (kekerasan) a) Kekerasan langsung Kekerasan langsung dapat menyebabkan tulang patah pada titik terjadinya kekerasan itu, misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil, maka tulang akan patah tepat di tempat terjadinya benturan. Patah tulang demikian sering bersifat terbuka, dengan garis patah melintang atau miring. b) Kekerasan tidak langsung Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam hantaran vektor kekerasan. Contoh patah tulang karena kekerasan tidak langsung adalah bila seorang jatuh dari ketinggian dengan Etiologi fraktur yang dimaksud adalah peristiwa yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur diantaranya peristiwa trauma(kekerasan) dan peristiwa patologis. Peristiwa Trauma (kekerasan) a) Kekerasan langsung Kekerasan langsung dapat menyebabkan tulang patah pada titik terjadinya kekerasan itu, misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil, maka tulang akan patah tepat di tempat terjadinya benturan. Patah tulang demikian sering bersifat terbuka, dengan garis patah melintang atau miring. b) Kekerasan tidak langsung Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam hantaran vektor kekerasan. Contoh patah tulang karena kekerasan tidak langsung adalah bila seorang jatuh dari ketinggian dengan LI II.4 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PATOFISIOLOGI Menurut Black dan Matassarin (1993) serta Patrick dan Woods (1989). Ketika p a t a h t u l a n g , a k a n t e r j a d i k e r u s a k a n d i k o r t e k s , p e m b u l u h d a r a h , s u m s u m t u l a n g d a n jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medulla antara tepi t u l a n g d i b a w a h p e r i o s t i u m d e n g a n j a r i n g a n t u l a n g y a n g m e n g a t a s i f r a k t u r . T e r j a d i n y a respon inflamasi akibat

sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari p l a s m a d a n leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan p r o s e s penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhantulang. Hematom yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsumtulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematom menyebabkndilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasihistamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk keinterstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndroma comportement. LI II.5 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN MANIFESTASI Manifestasi klinis fraktur adalah didapatkan adanya riwayat trauma, hilangnya fungsi, tandatanda inflamasi yang berupa nyeri akut dan berat, pembengkakan lokal, merah/perubahan warna, dan panas pada daerah tulang yang patah. Selain itu ditandai juga dengan deformitas, dapat berupa angulasi, rotasi, atau pemendekan, serta krepitasi. Apabila fraktur terjadi pada ekstremitas atau persendian, maka akan ditemui keterbatasan LGS (lingkup gerak sendi). Pseudoartrosis dan gerakan abnormal.Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan X-foto, yang harus dilakukan dengan 2 proyeksi yaitu anterior-posterior dan lateral. Dengan pemeriksaan X-foto ini dapat dilihat ada tidaknya patah tulang, luas, dan keadaan fragmen tulang. Pemeriksaan ini juga berguna untuk mengikuti proses penyembuhan tulang. Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut. Bila berdasarkan pengamatan klinis diduga ada fraktur, maka perlakukanlah sebagai fraktur sampai terbukti lain. LI II.6 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PEMERIKSAAN Sinar-X Pemeriksaan dengan sinar-X harus dilakukan. Perangkap-perangkap berikut ini harus dihindari. Dua pandangan Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X tunggal, dan sekurang-kurangnya harus dilakukan dua sudut pandang (anteroposterior dan lateral).Dua sendi Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur atau angulasi. Tetapi, angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang yang lain juga patah, atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-sendi di atas dan di bawah fraktur keduanya harus disertakan pada foto sinar-X.Dua tungkai Pada sinar-X tulang anak-anak, epifisis yang normal dapat mengacaukan diagnosa fraktur; foto pada tungkai yang tidak cedera akan bermanfaat.Dua cedera Kekuatan yang hebat serig menyebabkan cedera pada lebih dari satu tingkat. Karena itu, bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur, perlu juga diambil foto sinarX pada pelvis dan tulang belakang.Dua kesempatan Segera setelah cedera, suatu fraktur (misalnya pada skafoid karpal) mungkin sulit dilihat. Kalau ragu-ragu, sebagai akibat dari resorpsi tulang, pemeriksaan lebih jauh 10-14 hari kemudian dapat memudahkan diagnosis. Pencitraan khusus

Kadang-kadang fraktur atau keseluruhan fraktur tidak nyata pada sinar-X biasa. Tomografi mungkin berguna untuk lesi spinal atau fraktur kondilus tibia; CT atau MRI mungkin merupakan satu-satunya cara untuk meunjukkan apakah fraktur vertebra mengancam akan menekan medula spinalis; sesungguhnya, potret transeksional sangat penting untuk visualisasi fraktur secara tepat pada tempat yang sukar misalnya kalkaneus atau asetabulum, dan potret rekonstruksi tiga dimensi bahkan lebih baik. Scanning radioisotop berguna utuk mendiagnosis fraktur-tekanan yang dicurigai atau fraktur tak bergeser yang lain LI II.7 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING Diagnosis patah tulang dimulai dengan anamnesis : adanya trauma tertentu, seperti jatuh, terputar, tertumbuk, dan berapa kuatnya trauma tersebut. Dalam persepsi penderita trauma tersebut bisa dirasa berat meskipun sebenarnya ringan, sebaliknya bisa dirasa ringan meskipun sebenernya berat. Selain riwayat trauma, biasanya di dapati keluhan nyeri meskipun patah tulang yang fragmen patahannya stabil, kadang tidak menimbulkan keluhan nyeri. Banyak patah tulang mempunyai cedera yang khas. Pemeriksaan untuk menentukan ada atau tidaknya patah tulang terdiri atas empat langkah : tanyakan , lihat, raba, dan gerakkan .Pada pemeriksaan fisik mula-mula dilakukan inspeksi dan terlihat pasien kesakitan, mencoba melindungi anggota badannya yang patah, terdapat pembengkakan, perubahan bentuk berupa bengkok, terputar, pemendekan, dan juga terdapat gerakan yang tidak normal. Nyeri yang secara subjektif dinyatakan dalam anamnesis, didapat juga secara objektif pada palpasi. Nyeri itu berupa nyeri tekan yang sifatnya sirkuler dan nyeri tekan sumbu pada waktu menekan dan menarik dengan hati-hati anggota badan yang patah searah dengan sumbunya. Keempat sifat nyeri ini di dapatkan pada lokalisasi yang tepat sama. Gerakan antarfragmen harus dihindari pada pemeriksaan karena menimbulkan nyeri dan mengakibatkan cedera jaringan. Pemeriksaan gerak persendian aktif termasuk dalam pemeriksaan rutin patah tulang.Satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah pemeriksaan klinis untuk mencari akibat trauma, seperti pneumotoraks atau cedera otak, serta komplikasi vaskuler dan neurologis dari patah tulang yang bersangkutan. Pada pemeriksaan radiologis dengan pembuatan foto rontgen dua arah 90 di dapatkan gambaran garis patah. Pada patah yang fragmennya mengalami dislokasi, gambaran garis patah biasanya jelas. Dalam banyak hal, pemeriksaan radiologis tidak dimaksudkan untuk diagnostik karena pemeriksaan klinisnya sudah jelas, tetapi untuk menentukan pengelolaan yang tepat dan optimal. Foto rontgen harus memenuhi beberapa syarat, yaitu letak patah tulang harus di pertengahan foto dan sinar harus menembus tempat ini secara tegak lurus karena foto rontgen merupakan foto gambat bayangan. Pemeriksaan khusus seperti CT scan kadang diperlukan, misalnya dalam hal patah tulang vertebrata dengan gejala neurologis. Diagnosis banding dengan kelainan sebagai beikut : osteoitis pubis, slipped capital femoral epiphysisc, snapping hip syndrome. LI II.8 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PENATALAKSANAAN 1. Penatalaksanaan secara Umum

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto. 2. Penatalaksanaan Kedaruratan Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk meng-imobilisasi bagian tubuh segara sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut. Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang. Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menentukan kecukupan perfusi jaringan perifer. Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan di atas. Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. 3. Prinsip Penanganan Fraktur Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi 4, 6: a. Reduksi, yaitu : restorasi fragmen fraktur sehingga didapati posisi yang dapat diterima.6

Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan posisi anatomis normal.

Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi anatomik normalnya. Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka.4 Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mengalami penyembuhan.

Metode reduksi : 1. Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan Manipulasi dan Traksi manual. Sebelum reduksi dan imobilisasi, pasien harus dimintakan persetujuan tindakan, analgetik sesuai ketentuan dan bila diperlukan diberi anestesia. Ektremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ektremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar. 2. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. 3. Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, palt, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. b. Imobilisasi

Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi penyembuhan. Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat eksternal (bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna, traksi, balutan) dan alat-alat internal (nail, lempeng, sekrup, kawat, batang, dll).

c. Rehabilitasi

Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada bagian yang sakit. Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi adalah peninggian untuk meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan isometrik dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktifitas kembali secara bertahap dapat memperbaiki kemandirian fungsi. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutik.

LI II.9 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN KOMPLIKASI Komplikasi patah tulang dapat dibagi menjadi komplikasi segera, komplikasi dini, dan komplikasi lambat atau kemudian. Komplikasi segera terjadi pada saat terjadinya patah tulang atau segera setelahnya, komplikasi dini terjadi dalam beberapa hari setelah kejadian, dan komplikasi kemudian terjadi lama setelah patah tulang. Komplikasi segera Lokal Kulit abrasi, laserasi, penetrasi Pembuluh darah robek Sistem saraf : sumsum tulang belakang, saraf tepi motorik dan sensorik Otot Organ dalam : jantung, paru, hepar, limpa (pada fraktur kosta), kandung kemih (pada fraktur pelvis) Umum Rudapaksa multiple Syok : hemoragik, neurogenik Komplikasi dini Lokal Nekrosis kulit, gangren, sindrom kompartemen, trombosis vena, infeksi sendi, osteomielitisumum ARDS, emboli paru, tetanus Komplikasi lama Lokal Sendi : ankilosis fibrosa, ankilosis osal Tulang : gagal taut, distrofi refleks, osteoporosis pascatrauma, gangguan pertumbuhan, osteomielitis, patah tulang ulang. Otot/tendo : penulangan otot, ruptur tendon Saraf : kelumpuhan saraf lambat. Umum Batu ginjal (akibat imobilisasi lama ditempat tidur)

LI II.10 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PROGNOSIS Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis y a n g menakjubkan. Tidak seperti jaringan lainnya, tulang yan g m e n g a l a m i fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut. Pengertian tentang reaksi tulangyang hidup dan periosteum pada penyembuhan fraktur mulai terjadi segera s e t e l a h tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan u n t u k penyembuhan memadai smapai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis yang p e n t i n g s e p e r t i i m o b i l i s a s i f r a g m e n t u l a n g s e c a r a f i s i k s a n g a t p e n t i n g dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang juga merupakan suatufaktor yang sangat esensial dalam penyembuhan fraktur LI II.11 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PENCEGAHAN

Pencegahan fraktur dapat dilakukan berdasarkan penyebabnya. Pada umumnya fraktur disebabkan oleh peristiwa trauma benturan atau terjatuh baik ringan maupun berat. Pada dasarnya upaya pengendalian kecelakaan dan trauma adalah suatu tindakan pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang menyebabkan fraktur. Pencegahan Primer Pencegahan primer dapat dilakukan dengan upaya menghindari terjadinya trauma benturan, terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam melakukan aktifitas yang berat atau mobilisasi yang cepat dilakukan dengan cara hati hati, memperhatikan pedoman keselamatan dengan memakai alat pelindung diri. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder dilakukan untuk mengurangi akibat akibat yang lebih serius dari terjadinya fraktur dengan memberikan pertolongan pertama yang tepat dan terampil pada penderita. Mengangkat penderita dengan posisi yang benar agar tidak memperparah bagian tubuh yang terkena fraktur untuk selanjutnya dilakukan pengobatan. Pemeriksaan klinis dilakukan untuk melihat bentuk dan keparahan tulang yang patah. Pemeriksaan dengan foto radiologis sangat membantu untuk mengetahui bagian tulang yang patah yang tidak terlihat dari luar. Pengobatan yang dilakukan dapat berupa traksi, pembidaian dengan gips atau dengan fiksasi internal maupun eksternal. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier pada penderita fraktur yang bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi yang lebih berat dan memberikan tindakan pemulihan yang tepat untuk menghindari atau mengurangi kecacatan. Pengobatan yang dilakukan disesuaikan dengan jenis dan beratnya fraktur dengan tindakan operatif dan rehabilitasi. Rehabilitasi medis diupayakan untuk mengembalikan fungsi tubuh untuk dapat kembali melakukan mobilisasi seperti biasanya. Penderita fraktur yang telah mendapat pengobatan atau tindakan operatif, memerlukan latihan fungsional perlahan untuk mengembalikan fungsi gerakan dari tulang yang patah. Upaya rehabilitasi dengan mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi antara lain meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktivitas ringan secara bertahap.

Anda mungkin juga menyukai