Anda di halaman 1dari 11

Ekonomi Global 2014 Diprediksi dalam Kondisi Ketidakpastian

Kategori berita:Ekonomi Artikel dimuat pada: 18 Dec 2013, 00:27:00 WIB Jakarta, (Analisa). Ekonomi global pada tahun 2014 diprediksi bakal berada dalam kondisi ketidakpastian yang tinggi sehingga pemerintah diharapkan bisa membuat kebijakan yang tepat, efisien, dan efektif guna mengantisipasinya. Kondisi global masih dihadapkan pada kondisi ketidakpastian, khususnya prospek kebijakan moneter di Amerika Serikat, pemulihan ekonomi negara maju, perlambatan ekonomi China, dan fluktuasi harga komoditas dunia, kata Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi LIPI Maxensius Tri Sambodo dalam konferensi pers di Gedung Widya Graha LIPI, Jakarta, Selasa. Apalagi, ujar dia, beberapa lembaga dunia juga telah memberikan proyeksinya atas beberapa indikator makroekonomi termasuk untuk Indonesia. Ia mencontohkan Bank Dunia yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melemah pada tahun 2014 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sedangkan IMF melalui laporan bertajuk World Economic Outlook: Transition and Tension mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan sebesar 5,5 persen atau meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2013 yang berada di kisaran 5,3 persen. Dalam laporan tersebut, IMF menyebutkan dua hal yang akan memberikan dampak berarti dalam prospek ekonomi jangka pendek yaitu kebijakan moneter AS yang akan mencapai titik balik melalui kebijakan tapering, dan perekonomian China yang bakal melambat. Sementara organisasi OECD mengindikasikan kondisi ekonomi global negara berkembang akan melemah dan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi negara maju seperti di Eropa dan Jepang. LIPI menyimpulkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2014 akan berada dalam kisaran 5,3 persen hingga 6 persen. Jika diperhatikan rentang estimasinya masih cukup lebar. Hal ini mengindikasikan masih tingginya faktor ketidakpastian, baik yang bersumber dari dalam maupun luar negeri, katanya. Maxensius juga mengingatkan bahwa tahun 2014 merupakan tahun pemilu yang akan banyak diwarnai ketidakpastian politik sehingga pelaku bisnis cenderung bakal berhati-hati. Namun pada sisi lain, ujar dia, tahun politik seperti tahun 2014 mendatang juga diyakini dapat memberikan akselerasi terhadap pertumbuhan ekonomi.

Belanja logistik pemilu akan memberikan darah segar bagi geliat ekonomi lokal, regional, dan nasional, ujarnya

http://www.analisadaily.com/news/71152/ekonomi-global-2014-diprediksi-dalam-kondisiketidakpastian

Prospek Dan Tantangan Ekonomi Di 2014

Global growth is still weak, its underlying dynamics are changing, and the risks to the forecast remain to the downside IMF-World Economic Outlook, Oct 2013. Pernyataan Dana Moneter Internasional (IMF) ini mengindikasikan perkembangan ekonomi global masih rentan. IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global di 2014 akan mencapai 3,6% dari 2,9% di tahun 2013. Bahkan World Bank dan OECD juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi di negara maju di tahun 2014 akan mencapai 2,1% dan 2,3%, lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan di 2013 yang hanya 1,3% dan 1,2%. Bahkan di masa mendatang diperkirakan pendorong pertumbuhan ekonomi global akan lebih berasal dari ekonomi maju, sementara pertumbuhan ekonomi negara berkembang (emerging countries) diperkirakan melambat dalam lima tahun mendatang, seiring dengan melambatnya perekonomian China dan India. Kendati demikian down-side risk dari perkembangan ekonomi global masih tetap tinggi, khususnya di kawasan zona euro di mana pengangguran masih sangat tinggi di 12,2%, beban utang pemerintah juga masih sangat tinggi, jauh di atas batas aman 60% dari produk domestik bruto (PDB). Hal ini menyebabkan lembaga pemeringkat internasional terus menurunkan peringkat beberapa negara di kawasan itu, di antaranya yang terakhir di-down gradeadalah Prancis, menjadi AA dari sebelumnya AA+. Risiko lainnya adalah terkait dengan kebijakan tapering off atau kebijakan pengurangan stimulus

moneter yang akan dilakukan oleh negara maju seiring dengan membaiknya perekonomian mereka. Negara maju yang diperkirakan melakukan tapering off pertama kali adalah Amerika Serikat (AS) di awal kuartal I/ 2014. Implikasi dari kebijakan ini adalah likuiditas dolar akan berkurang sehingga dapat mengganggu stabilitas sektor keuangan dan juga menekan pemulihan ekonomi yang terjadi di negara maju tersebut. Implikasi dari membaiknya perekonomian negara maju, melambatnya pertumbuhan ekonomi negara berkembang dan berkurangnya likuiditas global adalah berkurangnya aliran modal ke negara berkembang secara keseluruhan. Akibatnya persaingan dalam memperebutkan aliran modal akan semakin ketat. Dalam hal ini kata kunci yang akan menjadi perhatian bersama bagi negara berkembang adalah meningkatkan daya saing. Bagaimana dengan prospek ekonomi Indonesia? Laporan terakhir yang dikeluarkan oleh Organization for Economic and Development (OECD) di bulan Oktober yang lalu memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuh dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 6% selama periode 20142018. Pertumbuhan ini merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan peers-nya di kawasan ASEAN, seperti Filipina yang diperkirakan tumbuh 5,8%, Malaysia 5,1%, Thailand 4,9%, dan Singapura yang diperkirakan tumbuh 3,1%. Namun, jika dibandingkan dengan prediksi yang dibuat setahun sebelumnya, prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami koreksi cukup dalam, yaitu 0,4 poin, dari 6,4% menjadi 6%. Bahkan World Bank dalam laporan terakhirnya di kuartal III/ 2013 merevisi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2014 menjadi hanya 5,3% dari prediksi sebelumnya 6,5%. Sementara Bank Mandiri pun juga merevisi pertumbuhan ekonomi 2014 menjadi 5,6% dari sebelumnya 5,9%. Hal ini ditunjukkan dengan Mandiri Leading Economic Index (MLEI) yang masih dalam tren penurunan sejak awal tahun 2013, sehingga mengindikasikan bahwa perekonomian masih dalam tren perlambatan hingga pertengahan 2014. Revisi yang terjadi pada pertumbuhan ekonomi Indonesia tentunya tidak terlepas dari masih adanya downside riskdari kondisi ekonomi global, namun juga disebabkan karena masih banyaknya masalah internal yang menahan laju pertumbuhan ekonomi. Beberapa tantangan domestik tersebut di antaranya adalah: Defisit neraca transaksi berjalan yang diperkirakan masih tinggi di 2014. Minimnya kebijakan pemerintah di sektor migas menyebabkan masih tingginya risiko di sektor ini. Kebijakan konversi biodiesel dalam campuran solar harus terus didukung dan bahkan mandatorykonversinya dapat ditingkatkan dari 10% menjadi 20% atau lebih agar impor solar dapat ditekan, sehingga mengurangi defisit neraca perdagangan yang hingga Januari-Oktober 2013 mencapai sekitar USD6,2 miliar. Belum optimalnya pengembangan industri pengolahan juga menjadi kunci kebijakan strategis untuk mengurangi defisit neraca transaksi berjalan. Bayangkan sekitar 76% dari impor bersifat bahan baku. Seiring dengan meningkatnya konsumsi masyarakat, maka kebutuhan akan barangbarang hasil industri juga meningkat. Sayangnya industri pengolahan kita tidak siap untuk menghadapi permintaan yang naik pesat tiga tahun belakangan ini. Kebijakan pemerintah dengan

pemberian insentif untuk industri strategis yang bersifat substitusi impor dan promosi ekspor harus terus secara intensif dan berkesinambungan menjadi prioritas. Dalam konteks kebijakan penanaman modal, pemerintah harus bisa menekan investor asing yang akan berinvestasi ke Indonesia tidak hanya memanfaatkan negara ini sebagai pasar, namun juga menempatkannya sebagai bagian dalam global production networkmereka. Dengan begitu, tidak hanya akan mengurangi ketergantungan impor bahan baku di masa datang, Indonesia pun dapat menikmati benefitpada saat pemulihan permintaan global terjadi. Pekerjaan rumah lainnya adalah diversifikasi produk ekspor yang saat ini didominasi oleh komoditas (62% dari total ekspor). Akibatnya pada saat permintaan global membaik dampaknya terhadap ekspor kita tidak akan terlalu signifikan, karena sifat dari permintaan global terhadap komoditas yang bersifat inelastis. Hal lain yang perlu menjadi perhatian pemerintah adalah meningkatkan stabilitas pasar keuangan kita. Dangkalnya pasar keuangan kita, khususnya pasar modal dan pasar valuta asing menyebabkan Indonesia sangat rentan terhadap gejolak di keuangan global. Lebih parah lagi apabila kita melihat volume transaksi valuta asing (valas) di pasar, yang dalam 10 tahun terakhir ini tidak mengalami peningkatan secara berarti, yaitu hanya sekitar USD1,9-2,2 miliar per hari. Padahal, kebutuhan valas (USD) untuk kegiatan impor dalam 10 tahun ini meningkat pesat, yaitu dari ratarata USD4 miliar per bulan di 2002 menjadi USD15 miliar di 2012. Oleh karena itu upaya BI dan pemerintah untuk meningkatkan kedalaman pasar valas patut diapresiasi dan perlu ditambah di masa datang. Hal lain yang dapat dilakukan oleh BI dan pemerintah dalam meningkatkan suplai valas adalah mewajibkan eksportir untuk menempatkan dana hasil ekspornya ke perbankan domestik. Kebijakan di pasar valas ini tentunya dapat membantu mengurangi fluktuasi di nilai tukar rupiah, yang saat ini sudah terdepresiasi hingga sekitar 24%. Tantangan selanjutnya adalah berkaitan dengan peningkatan produktivitas tenaga kerja. Bonus demografi yang dimiliki Indonesia yang dicerminkan dengan berlimpahnya penduduk usia produktif hingga 2030, jika tidak diimbangi dengan peningkatan pendidikan, produktivitas sekaligus penciptaan lapangan pekerjaan yang memadai, hanya akan mendorong tingginya angka pengangguran. Data angkatan tenaga kerja Indonesia saat ini yang berjumlah 118 juta jiwa menunjukkan bahwa 67% di antaranya ternyata berpendidikan SMP ke bawah, sementara yang lulusan tingkat akademi/universitas hanya 7%. Implikasinya adalah keterbatasan skill tenaga kerja kita. Terlepas dari beberapa tantangan yang akan dihadapi oleh Indonesia, dengan potensi besar yang dimilikinya maka saya melihat prospek pertumbuhan ekonomi di tahun 2014 masih cukup cerah. Perekonomian diperkirakan masih akan tumbuh 5,6%, dengan tingkat inflasi yang terkendali di tingkat 5,3%. Namun, downside riskmasih akan tinggi, khususnya apabila pekerjaan rumah tersebut di atas tidak diselesaikan dengan baik oleh pemerintah, dan juga apabila fluktuasi nilai tukar tidak dapat ditangani dengan baik. http://www.koran-sindo.com/node/351570

EKONOMI

IMF Proyeksikan Ekonomi Indonesia 2014 Tumbuh 5,5%


Selasa, 17 Desember 2013 | 16:42 WIB

MI/Atet Dwi Pramadia/fz TERKAIT


Pertumbuhan Ekonomi Harusnya Kurangi Kemiskinan Tapering Off Diprediksi Terjadi Maret 2014 Anggaran Pengamanan Pemilu Rp3,5 Triliun PKB Tetapkan Tiga Syarat untuk Calon Presiden KPU: Semua Pihak Harus Awasi Surat Suara tak Terpakai
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt

Metrotvnews.com, Jakarta: International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan melambat hingga 5-5,5%. Dalam jangka menengah, pertumbuhan bergerak naik ke level 6%, tapi masih lebih rendah dari proyeksi sebelumnya 6,5%-7%. Permintaan domestik masih akan menjadi sumber utama dari pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, Indonesia dinilai masih membutuhkan solusi untuk mengurangi hambatan struktural. "Perlambatan ekonomi yang temporer tersebut harus diimbangi dengan reformasi struktural agar ke depan ekonomi dapat tumbuh lebih stabil," ujar Kepala Perwakilan IMF Indonesia Benedict Bingham di kantor IMF Indonesia, Jakarta, Selasa (17/12).

Pertumbuhan ekonomi penting untuk menjaga angka pengangguran. Karenanya, reformasi struktural diperlukan bagi Indonesia. "Diversifikasi struktur ekspor dari berbasis komoditas ke value added untuk memperbaiki current account deficit," ulas dia. Ia mengungkapkan bahwa kondisi eksternal tahun depan sangat tidak pasti. Ini terkait dengan tekanan rencana pengurangan stimulus ekonomi di Amerika Serikat oleh The Fed dan penaikan suku bunga jangka pendek Amerika Serikat (T-Bills). Kondisi tersebut berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Karena itu, menurut dia, dalam jangka pendek diperlukan koordinasi kebijakan dari otoritas moneter, otoritas fiskal, dan nilai tukar yang fleksibel. "Untuk saat ini, kita tidak bisa berharap rupiah akan menguat. Ini karena tekanan ketidakstabilan masih tinggi, perlu nilai tukar yang fleksibel," ungkap dia. (Daniel Wesly Rudolf)

http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/12/17/2/201961/IMF-ProyeksikanEkonomi-Indonesia-2014-Tumbuh-55

Bank Dunia: pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat pada 2014


Senin, 16 Desember 2013 10:41 WIB | 3084 Views Pewarta: Satyagraha

Pekerja menyelesaikan proyek pembangunan gedung bertingkat di kawasan Dukuh Atas, Jakarta, Rabu (28/12). Bank Dunia memperkirakan ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5,3 persen tahun 2014.(FOTO ANTARA/Widodo S. Jusuf) Berita Terkait

Hatta optimistis pertumbuhan ekonomi 2014 capai enam persen Ekonomi Indonesia harus lebih siap 2014 BI perkirakan pertumbuhan ekonomi 5,7 persen Bank Dunia ingatkan peningkatan risiko pertumbuhan ekonomi Indonesia Bank Dunia perkirakan pertumbuhan Indonesia 5,6 persen

Galeri Terkait

Laporan Triwulanan Perekonomian Indonesia

Rekor Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Video Terkait

Ekonomi Indonesia Tumbuh 6,23 ... Jakarta (ANTARA News) - Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat dan hanya mencapai angka 5,3 persen pada 2014. "Bank Dunia memprediksikan pertumbuhan PDB Indonesia turun dari level 5,6 persen di 2013 menjadi 5,3 persen di 2014," kata Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, Rodrigo Chaves, dalam pemaparan

dalam laporan triwulan terbaru di Jakarta, Senin. Rodrigo menjelaskan Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat antara lain berdasarkan penurunan pertumbuhan investasi. Investasi Indonesia hanya tumbuh sebesar 4,5 persen pada triwulan III-2013, terutama untuk alat berat dan industri mesin. Selain itu, ada risiko dampak rencana penghapusan stimulus The Federal Reserve (Bank Sentral AS) yang diperkirakan membuat pasar modal dunia terus bergejolak dan menghambat akses Indonesia terhadap dana eksternal. "Pertumbuhan konsumsi domestik yang selama ini cukup tangguh juga diperkirakan akan melemah. Proyeksi keuangan juga terlihat rentan akibat belanja subsidi BBM," kata Rodrigo. Ia mengatakan, pemerintah Indonesia telah mengambil berbagai langkah untuk memperkuat stabilitas makro jangka pendek, terutama lewat penyesuaian kebijakan moneter dan nilai tukar rupiah. Namun, lanjut Rodrigo, untuk meningkatkan perdagangan dan merangsang laju pertumbuhan jangka panjang, yang diperlukan adalah reformasi struktural yang lebih luas. "Indonesia telah melewati tahun penuh tantangan dengan jatuhnya permintaan ekspor dan harga komoditas, selain pasar modal yang bergejolak dan sulitnya memperoleh dana eksternal. Namun, kebijakan moneter telah mendukung penyesuaian ekonomi," katanya. Ia menambahkan Indonesia akan menerima manfaat bila pemerintah fokus pada investasi yang bersifat jangka panjang karena Indonesia memerlukan lebih banyak investasi. "Langkah-langkah perbaikan terhadap iklim usaha sangat penting untuk menarik investasi. Membuat peraturan perdagangan dan logistik lebih sederhana juga dapat membantu meningkatkan ekspor," katanya. Dalam laporannya, Bank Dunia juga memperkirakan defisit neraca transaksi berjalan Indonesia akan menyusut dari 3,5 persen terhadap PDB (31 miliar dolar AS) pada 2013 menjadi 2,6 persen terhadap PDB (23 miliar dolar AS) pada 2014, akibat lemahnya pertumbuhan impor dan peningkatan permintaan ekspor moderat. Menurut Bank Dunia, upaya yang diperlukan untuk menyikapi defisit neraca transaksi berjalan dalam jangka panjang bukan menekan nilai impor, namun dengan menaikkan ekspor dan mengamankan ketersediaan dana eksternal, terutama melalui investasi asing langsung.
http://www.antaranews.com/berita/409711/bank-dunia-pertumbuhan-ekonomi-indonesia-melambatpada-2014

Anda mungkin juga menyukai