Anda di halaman 1dari 12

DINAMIKA SPASIAL KOTA PADANG PASCA GEMPA-TSUNAMI ACEH 2004 DAN GEMPA PADANG 30 SEPTEMBER 2009 PENDAHULUAN Gempa

dan tsunami yang melanda Aceh pada tanggal 24 Desember 2004 lalu, dengan jumlah korban yang meninggal mencapai 283.100 jiwa1, ditambah dengan jumlah korban hilang, kehilangan tempat tinggal dan korban yang mengalami luka-luka serta yang mengalami trauma mendalam, sepertinya memberi efek untuk daerah lain disepanjang pantai barat Pulau Sumatera. Salah satu kota yang berada di tepi pantai barat Pulau Sumateradengan jumlah penduduk yang tergolong padat adalah Kota Padang. Sebagai sebuah kota yang berada di pesisir pantai barat, Kota Padang tidak luput dari kemungkinan akan terjadi tsunami seperti yang telah terjadi di Aceh. Minindak lanjuti kemungkinan terhadap isu tersebut, Pemerintah Kota Padang segera menyikapinya dengan mengeluarkan beberapa kebijakan yang tertuang dalam Perda No. 10 Tahun 2005 dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Padang (RTRW) sampai dengan tahun 2013, dimana orientasi pembangunan diarahkan ke daerah pinggiran. Implementasi kebijakan tersebut terlihat semakin meningkat pasca terjadinya gempa 30 September 2009 yang lalu di Kota Padang dengan jumlah korban meninggal 316 orang2. Periode singkat antara gempa aceh Desember 2004 dengan gempa Padang September 2009 tersebut memberikan efek kepanikan yang lebih tinggi bagi masyarakat Kota Padang. Fenomena tersebut terlihat dari pergerakan penduduk pada saat terjadi gempa dari arah pantai menuju daerah pegunungan yang berada di daerah timur Kota Padang. Di ruas jalan penghubung (jalur evakuasi) terjadi kemacetan yang membuat arus evakuasi menjadi terhambat, meskipun pada gempa September 2009 tersebut tidak menimbulkan tsunami. Pasca gempa 30 September 2009 yang lalu menyebabkan banyaknya ditemukan bangunan baru yang tampak tidak terkontrol di kawasan timur Kota Padangsepanjang Jalan By-Pass, karena bangunan tersebut bercampur mulai dari perumahan untuk permukiman, gudang, ruko untuk perdagangan dan perekonomian hingga bangunan pemerintahan seperti kantor BPS, Balai Kota dan bangunan pemerintahan lainnya3. Fenomena tersebut merupakan manifestasi dari isu tentang gempa dan tsunami yang akan melanda Kota Padang seperti yang dikemukakan oleh tim 9 yang terdiri dari ahli gempa dan ahli tsunami bentukan Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana (SKP BSB). Masyarakat yang mendengar berita bernada sedemikian, ditambah lagi dari sumber yang berlabel resmi tentu saja memberikan kecenderungan dalam pemilihan lokasi untuk bermukim yang jauh dari pantai (jauh dari pusat kota) yang selama ini merupakan daerah pinggiran kota. Dengan adanya kecenderungan tersebut daerah pinggiran yang dulunya memiliki kepadatan penduduk yang rendah menjadi pilihan untuk lokasi bermukim bagi masyarakat Padang. Fluktuasinya pun meningkat dengan adanya arah kebijakan pemerintah Kota Padang untuk merelokasi bangunan pemerintahan ke daerah pinggiran, serta pelaku bisnis yang mencari lokasi untuk pengembangan sektor ekonominya. Dengan dijadikannya wilayah timur pinggiran Kota Padang sebagai wilayah relokasi untuk memenuhi tujuan Kota Padang sebagai kota yang ramah bencana alam tersebut menimbulkan
1 2

United State Geological Survey Press Realease Pemko Padang, www.padang.go.id 3 Harian Padang Ekspres per Tanggal 2 Mei 2011, http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=2935.

1
fitriawan_dy@yahoo.com

beberapa fenomena sosial dan kependudukan. Adapun pembuatan paper ini adalah untuk memberikan gambaran terhadap fenomena spasial kependudukan yang terjadi di Kota Padang yang lebih difokuskan pada pasca isu bencana alam gempa dan tsunami yang akan melanda daerah itu. Fenomena spasial tersebut akan tertuang secara grafik, peta/gambaran spasial dan secara deskriptif, dengan beberapa item yaitu; perluasan pola pembangunan Kota Padang dengan menggunakan Citra Satelit Landsat ETM 7 tahun 2001 dan 2011, kecenderungan penduduk untuk bermukim di daerah yang jauh dari pantai yang tercermin dari perbandingan jumlah dan kepadatan penduduk per kecamatan tahun 2000 dan 2010, dan pemindahan kantor Walikota Padang ke Aie Pacah Kecamatan Koto Tangah. GAMBARAN UMUM WILAYAH KOTA PADANG Kota padang merupakan ibukota Provinsi Sumatera Barat yang terletak di pesisir pantai barat Pulau Sumatera. Secara geografis, Kota Padang terletak pada posisi 00 44-10 08 LS dan 1000 05-1000 34 BT dengan panjang pantai + 68,13 km. Adapun kondisi geografis dan administratif Kota Padang tertuang pada Peta disamping ini. Wilayah Kota Padang secara administratif memiliki batas-batas sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Padang Pariaman Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pesisir Selatan Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Solok Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kepulauan Mentawai

Sebagai kota yang berada di pantai barat Pulau Sumatera, kondisi geologi Pulau Sumatera juga 2
fitriawan_dy@yahoo.com

mempengaruhi Kota Padang. Hal ini tercermin pada Peta Kondisi Geologi Pulau Sumatera dibawah ini. Kondisi geologi Sumatera yang sedemikian rupa memberikan gambaran bahwa Kota Padang khususnya berpotensi untuk mengalami bencana alam geologi seperti gempa bumi, dan melihat posisinya yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia Kota Padang juga akan berpotensi tsunamiapabila lokasi episentrum gempa, skala kekuatan gempa dan terjadi disposisi di dasar laut yang memungkinkan terjadinya tsunami (lihat; lingkaran berwarna kuning). Bencana alam yang berpotensi dapat terjadi di Kota Padang secara umum tidak hanya bencana geologi, tetapi juga bencana alam lainnya seperti bencana sedimen, banjir, longsor, abrasi dan bencana-bencana lingkungan. Akan tetapi dalam tulisan kali ini lebih difokuskan pada fenomena spasial sosial ekonomi yang disebabkan oleh potensi bencana alam geologi yang mengancam wilayah Kota Padang. Kondisi sosial Kota Padang khususnya di sektor kependudukan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir yaitu dari tahun 2000-2010 tertuang dalam tabel dibawah ini. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 KECAMATAN Koto Tangah Pauh Lubuk Kilangan Bungus Teluk Kabung Lubuk Begalung Kuranji Padang Utara Nanggalo Padang Barat Padang Timur Padang Selatan Jumlah Penduduk 2000 120604 40975 38739 19646 83585 96432 66891 51154 59913 80632 54671 713242 Kepadatan 2000 524 248 460 235 2725 1801 8048 5839 11067 9366 4217 Luas KM2 230,2344 165,4093 84,1919 83,4702 30,6679 53,5435 8,3119 8,7614 5,4136 8,6095 12,9659 691,5796 Penduduk Kepadatan 2010 2010 162494 706 59075 357 49127 584 23200 278 106465 3472 126520 2363 68810 8279 57221 6531 45321 8372 77675 9022 57676 4448 833584

Sumber: BPS Kota Padang Tahun 2000 dan 2010, Diolah. Data jumlah penduduk terakhir yaitu tahun 2010 menunjukkan jumlah penduduk Kota Padang mencapai 833.584 jiwa, atau meningkat sebanyak 14,4367% dari tahun 2000. Jumlah penduduk yang terus meningkat ini menyebabkan kekhawatiran dari semua pihak terhadap bencana alam yang berpotensi melanda Kota Padang. Konsentrasi penduduk yang masih berada di daerah tepi pantai harus segera dicarikan solusi yang lebih baik, agar tingkat risiko bisa ditekan. ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KOTA PADANG

3
fitriawan_dy@yahoo.com

Kebijakan pembangunan Kota Padang menurut Direktorat Penataan Ruang Wilayah I sampai dengan tahun 2013 telah diarahkan ke daerah pinggiran. Hal ini sesuai dengan poin nomor 1 dalam Strategi Penataan Ruang Kota Padang yang berbunyi Mengarahkan

pengembangan kegiatan permukiman (terutama ke arah utara dan timur) untuk mengurangi tekanan perkembangan fisik dan arus lalu lintas di dan kawasan pusat kota. Disamping
pengembangan kegiatan permukiman, pada poin nomor 3 juga disebutkan

Mengembangkan kawasan perkantoran Pemerintahan Kota Padang di Kawasan Aie Pacah

untuk mengurangi arus pergerakan menuju kawasan pusat kota dan sekaligus mempermudah akses penduduk untuk memperoleh pelayanan di suatu kawasan4. Pada poin nomor 3 ini, hal
senada juga disampaikan langsung oleh Mahyeldi Ansharullah Wakil Walikota Padang pada tanggal 19 Januari 2010, bahwa program yang sangat mendesak adalah membangun kembali pusat perkantoran yang hancur pada gempa 30 September 2009 yang lalu, akan tetapi
4

Direktorat Penataan Ruang Wilayah I, Dirjen Penataan Ruang Dept PU, 2008.

4
fitriawan_dy@yahoo.com

pembangunan dilakukan di tempat lain. Pemindahan lokasi perkantoran itu selain terkait dengan alasan mitigasi bencana alam, sekaligus mengurangi tekanan lalu lintas ke kawasan pusat kota saat ini5. Tindak lanjut kebijakan Pemerintah Kota Padang dalam hal merelokasi pusat pemerintahan yang pada awalnya berlokasi di Kawasan Jalan Khatib Sulaiman dan Pasar Rayasebelum hancur dan rusak parah pasca gempa 30 September 2009, ke kawasan Aie Pacah By-Pass Padang yang berlokasi di Kecamatan Koto Tangah sudah tertuang dalam Perda No. 10 Tahun 2005 tentang Tata Ruang Wilayah Kota Padang Periode 2004-2013. Berdasarkan Perda tersebut, pemindahan gedung-gedung pemerintahan juga mengakibatkan inisiatif dari masyarakat untuk melakukan hal yang sama. Karena menurut RTRW tahun 2004-2013, arahan pengembangan permukiman juga berlokasi di By-Pass yang merupakan wilayah timur Kota Padang. Peta ketinggian Kota Padang diatas menunjukkan perbedaan ketinggian tanah diatas permukaan laut, dimana daerah yang merupakan arahan pengembangan lokasi pemerintahan, permukiman dan perdaganganseperti yang tercantum dalam RTRW, yaitu daerah utara dan timur ditunjukkan oleh lingkaran berwarna biru. Dengan demikian, pembangunan yang diarahkan ke wilayah timur dan utara yang topografinya lebih tinggi, disamping juga bertujuan untuk pemerataan pembangunanpengurangan kemacetan dan juga untuk menghindari potensi tsunami.

DINAMIKA SPASIAL KOTA PADANG Dengan adanya Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 10 Tahun 2005, RTRW Kota Padang Tahun 2007 dan merebaknya isu potensi gempa-tsunami yang mengancam Kota Padang, maka pola penggunaan ruang oleh Pemerintahan Kota, masyarakat dan pelaku bisnis mengalami perubahan. Perda dan RTRW tersebut mengatur pengembangan pembangunan diarahkan ke timur dan ke utara Kota Padang. Kebijakan dan isu tersebut menyebabkan beberapa fenomena yang ada di dalam ruang (spasial) Kota Padang yang memberikan cerminan dinamika dalam konteks spasial kependudukan. Adapun dinamika tersebut adalah sebagai berikut: A. Perluasan Pembangunan ke Arah Utara dan Timur Kota Padang Dalam rentang waktu antara 2001 dan 2011 (10 tahun) di Kota padang telah menunjukkan indikasi perluasan pembangunan ke arah Timur dan Utara. Hal ini dapat dibuktikan dengan menginterpretasi Citra Landsat ETM 7 time series dari tahun 2001 dan tahun 2011. Interpretasi dilakukan dengan melakukan kombinasi saluran (band) 7,4 dan 2. Kombinasi saluran 7,4 dan 2 mampu memberikan perbedaan antara objek yang memiliki vegetasi dan yang tidak memiliki vegetasi. Interpretasi ini dilakukan hanya untuk melihat perubahan pembangunan dalam konteks spasial di kawasan utara dan timur Kota Padang dalam waktu 10 tahun terakhir, dan tidak dilakukan untuk penghitungan yang lebih rinci. Hasil interpretasi mampu menjelaskan bahwa pola penggunaan tanah untuk non pertaniandalam hal ini adalah pembangunan (rumah, gedung pemerintah, pabrik dan pertokoan), mengalami perluasan ke arah timur. Daerah yang pada awalnya berupa sawah dan rawa, sudah mulai berubah menjadi area yang diasumsikan gedung, bangunan pemerintahan, pertokoan, pabrik dan timbunan sawah yang dilakukan sebelum mendirikan bangunan. Hal ini adalah asumsi dari konversi
5

Pemerintah Kota Padang, http://www.padang.go.id/v2/content/view/2540/1/

5
fitriawan_dy@yahoo.com

tanah dari pertanian menjadi non pertanian, yang ditunjukkan dengan warna yang berbeda dari hasil komposit citra.

Citra Satelit Landsat ETM7 Komposit Band 7,4,2. Pemotretan Tahun 2001

Citra Satelit Landsat ETM7 Komposit Band 7,4,2. Pemotretan Tahun 2011

Perbandingan 2 citra satelit dengan tahun yang berbeda diatas menunjukkan perluasan penggunaan tanah untuk bangunan. Lingkaran berwarna kuning menunjukkan lokasi perluasan yang sangat bisa dikenali. Warna merah menunjukkan objek tanah tanpa unsur vegetasi (bangunan, jalan, infrastruktur fisik dan tanah timbunan), warna biru menunjukkan objek tanah yang memiliki unsur air (sawah, rawa, kolam) dan warna hijau muda hingga tua adalah objek yang memiliki unsur vegetasi (lapangan bola, rumput, semak, hutan sekunder hingga hutan primer). Dari kedua citra diatas dapat diambil informasi bahwa pola pembangunan fisik di Kota Padang telah mengalami perluasan. Menurut konsep difusi, pola semacam ini digolongkan kepada difusi ekspansi, dimana daerah asal mengalami perluasan dalam dua waktu yang berbeda, yaitu tahun 2000 dan tahun 2010. Pola difusi yang dimaksudkan disini adalah pola secara umum perluasan konsentrasi penduduk yang dicerminkan dari kenampakan pembangunan dari arah barat menuju timur dan utara. B. Perubahan Jumlah Penduduk dan Konsentrasi Penduduk 6
fitriawan_dy@yahoo.com

Dalam perbandingan dua waktu yang berbeda yaitu tahun 2000 dan 2010, dinamika penduduk Kota Padang tercermin dalam pola penempatan lokasi tempat tinggal. Perubahan itu dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

Dari perbandingan grafik diatas, terlihat perbedaan jumlah penduduk dibeberapa kecamatan. Jumlah penduduk tertinggi dalam 10 tahun terakhir masih terdapat di Kecamatan Koto Tangah. Urutan jumlah penduduk tertinggi kedua di tahun 2000 adalah Kecamatan Kuranji dan masih bertahan hingga tahun 2010, begitu juga dengan Kecamatan Lubuk Begalung, Kecamatan Padang Timur, Kecamatan Padang Utara, Kecamatan Padang Selatan, dan Kecamatan Nanggalo. Perbedaan mulai terlihat pada Kecamatan Padang Barat yang awalnya di tahun 2000 berada di urutan ke 6, jauh merosot ke urutan 10 digantikan oleh Kecamatan Pauh. Sementara Kecamatan Pauh mengalami peningkatan menjadi keurutan ke 6 yang awalnya di urutan ke 9. Hal yang sama juga terjadi pada Kecamatan Lubuk Kilangan yang naik menjadi urutan ke 9 yang awalnya di urutan ke 10. Fenomena ini merupakan bukti bahwa dalam 10 tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah penduduk yang signifikan di kecamatan-kecamatan yang jauh dari pantai, sehingga terjadi peningkatan yang dirating pada skala tahunnya. Namun hal tersebut terbalik dengan kecamatan yang persis ada di tepi pantai yaitu Kecamatan Padang Barat, yang mengalami penurunan rating di tahun 2010 menjadi urutan yang ke 10. Untuk lebih jelasnya sebaran penduduk perkecamatan tersebut dapat dilihat pada peta perbandingan jumlah penduduk dari tahun 2000-2011 dibawah ini.

7
fitriawan_dy@yahoo.com

Kepadatan penduduk dari tahun 2000 hingga tahun 2010 juga menunjukkan perubahan. Pada tahun 2000 kepadatan penduduk paling tinggi terdapat di Kecamatan Padang Barat, sedangkan pada tahun 2010 kepadatan tertinggi terdapat di Kecamatan Padang Timur. Perubahan juga dialami kecamatan-kecamatan lainnya. Adapun kepadatan penduduk dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

8
fitriawan_dy@yahoo.com

Dari grafik diatas dapat diambil informasi bahwa pada tahun 2000 tingkat kepadatan penduduk tertinggi terdapat pada kecamatan Padang Barat yaitu sebanyak 11.067 orang per kilometer persegi, namun pada tahun 2010 mengalami penurunan menjadi 8.372 orang per kilometer persegi dan menempati urutan kedua. Sedikit berbeda dengan Kecamatan Padang Timur yang pada tahun 2000 menempati urutan kedua dengan 9.366 orang per kilometer persegi mengalami penurunan tingkat kepadatan pada tahun 2010 menjadi 9.022 orang per kilometer persegi, meskipun mengalami penurunan tingkat kepadatan, akan tetapi kecamatan ini merupakan kecamatan tertinggi pada tahun 2010. Fenomena ini menunjukkan konsentrasi penduduk di Kecamatan Padang Barat mengalami penurunan, namun tidak seluruhnya migrasi ke kecamatan Padang Timur, penyebaran menjadi lebih merata karena di tahun 2010 kepadatan penduduk di Kecamatan Padang timur justru mengalami penurunan yang sama. Berarti penyebaran penduduk mulai merata di hampir semua kecamatan. Dari grafik tahun 2010 hal ini sudah terbutki, karena perbedaan kepadatan antara satu kecamatan dengan kecamatan yang lain tidak begitu mengalami disparitas seperti yang terjadi pada tahun 2000. Secara spasial, fenomena tersebut tertuang pada peta kepadatan penduduk dibawah ini.

9
fitriawan_dy@yahoo.com

Penurunan kepadatan penduduk di Kecamatan Padang Barat dari tahun 2000 ke tahun 2010 merupakan bukti bahwa penduduk telah mulai meninggalkan daerah pantai. Meskipun perubahan kepadatan tersebut hanya terjadi di 2 kecamatan, namun secara umum hampir semua kecamatan yang berada di tepi pantai mengalami penurunan di tahun 2010. Beberapa kawasan permukiman yang berada di tepi pantai pasca gempa 30 September 2009 juga mengalami kerusakan. Hal ini juga merupakan faktor pendorong bagi masyarakat untuk mencari lokasi baru yang lebih aman. Sementara kawasan ByPass dan arah timur Kota Padang menjanjikan tanah yang masih cukup luas, sejuk dan lebih tinggi dari pantai. C. Relokasi Bangunan Kantor Walikota Pasca Gempa 30 September Konsentrasi Bangunan Pemerintahan Kota Padang pada awalnya berlokasi di kawasan Khatib Sulaiman dan dekat Pasar Raya. Pasca gempa 30 September banyak bangunan yang rusak berat hingga hancur total. Pemerintah setempat sepakat untuk merekonstruksi sekaligus merelokasi bangunan tersebut didaerah lain agar tidak mengalami efek yang sama dikemudian hari. Pemilihan lokasi yang tepat adalah

10
fitriawan_dy@yahoo.com

kawasan Aie Pacah Kecamatan Koto Tangah yang berada arah ke timur Kota Padang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada citra satelit dan peta di bawah ini.

Citra diatas bersumber dari Google Earth, dimana lokasi awal Kantor Walikota Padang hanya berjarak + 1 Km dari

bibir pantai. Kantor Walikota ini berada di Kecamatan Padang Barat persisnya di Kelurahan Kampung Jao. Pemindahan dilakukan ke arah timur dikawasan Aie Pacah seperti citra dan peta di bawah ini. Kelurahan Aie Pacah berada di Kecamatan Koto Tangah yang dilintasi oleh jalan By-Pass Kota Padang. Persisinya lokasi bangunan baru Kantor Walikota Padang memiliki jarak +5,3 Km dari bibir pantai (citra kiri). Citra diatas memperlihatkan relokasi kantor Walikota Padang yang terjadi pasca gempa 30 September 2009 yang lalu. Kesimpulan Kota Padang merupakan Ibukota Propinsi Sumatera Barat yang berada di tepi pantai barat Pulau Sumatera. Belajar dari bencana gempa dan tsunami di Aceh pada tahun 2004 yang lalu Pemerintah Kota Padang telah mengeluarkan kebijakan yang tertuang pada Perda No. 10 tahun 2005, yang juga ditindaklanjuti dengan RTRW Kota Padang Tahun 2007 yang pada intinya mengarahkan pembangunan permukiman, perdagangan dan kawasan pemerintahan ke arah timur dan utara. Konsep ini berlatar belakang karena konsentrasi permukiman penduduk yang terlalu padat di daerah barat yang merupakan kawasan yang sangat dekat dengan pantai. Pola konsentrasi yang memusat di kawasan barat tersebut dapat dilihat dengan menggunakan Citra Satelit Landsat ETM 7 dengan 2 tahun yang berbeda, yaitu tahun 2001 dan 2011 dengan menggunakan komposit band 7,4,2. Kombinasi ini mampu memberikan perbedaan antara objek yang memiliki unsur vegetasi dan bukan vegetasi, sehingga pola pembangunan dapat dilihat 11
fitriawan_dy@yahoo.com

dengan jelas. Penampakan spasial pada citra tersebut menunjukkan pola persebaran penduduk dan arahan pembangunan telah mengalami perluasan ke arah utara dan timur. Pola perluasan ini sesuai dengan konsep difusi spasial yang tergolong pada difusi ekspansi dengan rentang waktu 10 tahun. Fenomena spasial tersebut didukung oleh data kependudukan yaitu data jumlah dan kepadatan penduduk tahun 2000 dan 2010 yang juga menunjukkan penambahan jumlah penduduk di kecamatan yang jauh dari pantai, dan pengurangan jumlah penduduk yang dekat dengan pantai. Dari segi kepadatan penduduk juga mengalami dinamika, dimana pada tahun 2000 kepadatan tertinggi terdapat di Kecamatan Padang Barat yang merupakan kecamatan yang berbatasan langsung dengan pantai, sedangkan pada tahun 2010 kepadatan tertinggi terdapat di Kecamatan Padang Timur yang tidak berbatasan dengan pantai. Meskipun kepadatan penduduk pada tahun 2010 terdapat di Kecamatan Padang Timur, namun angka kepadatannya mengalami penurunan dari tahun 2000. Fenomena ini merupakan sebuah bukti bahwa penduduk telah mengalami penyebaran ke daerah lain untuk menghindari daerah pantai karena faktor bencana alam. Hal ini terbukti dari jumlah penduduk secara umum dari 10 tahun tersebut mengalami peningkatan. Kantor pemerintahan yang mengalami perpindahan adalah Kantor Walikota yang pada awalnya berada di Kecamatan Padang Barat, di tahun 2010 telah pindah ke Kecamatan Koto Tangah persisnya dijalan By-Pass yang merupakan kawasan timur Kota Padang. Fenomena ini merupakan difusi spasial yang tergolong relokasi. Referensi Badan Pusat Statistik Kota Padang, 2000, 2010. Direktorat Penataan Ruang Wilayah I, Dirjen Penataan Ruang Dept PU, 2008. Harian Padang Ekspres per Tanggal 2 Mei 2011, http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=2935. Press Realease Pemko Padang, www.padang.go.id Pemerintah Kota Padang, http://www.padang.go.id/v2/content/view/2540/1/ NASAs Landsat Program. TheLandsat7 Compositor, http://landsat.gsfc.nasa.gov/education/compositor

12
fitriawan_dy@yahoo.com

Anda mungkin juga menyukai