Anda di halaman 1dari 7

Istilah Bangunan Rumah Panggung Sunda Di Pesisir Selatan Tasikmalaya Oleh Fiana Abdurahman

Abstrak Dalam seni bina, pembinaan, kejuruteraan, dan pembangunan harta tanah, bangunan merujuk kepada mana-mana struktur binaan manusia yang digunakan atau diduduki manusia sehari-hari. Pada dasarnya, bangunan merupakan kebutuhan bagi manusia sebagai tempat berlindung dari cuaca dan ancaman lainnya. Dalam peradaban masyarakat Sunda, rumah yang mereka tinggali memiliki bahan beragam, dengan bentuk yang khas, kontruksi dan proses pembuatan yang terstruktur dengan berbagai sebutan atau istilah baik pada alat,bahan maupun pada bagian- bagiannya. Gaya atau arsitektur bangunan sunda memiliki keunikan tersendiri,meskipun dapat dinyatakan bentuk arsitektur bangunan masyarakat sunda yang otentik dan abadi tidak ada dan selalu bersifat adaptif sesuai dengan perubahan kebudayaan masyarakatnya namun pola struktur bangunannya tetap dapat terlihat. Berangkat dari hal tersebut, struktur bangunan di Pesisir Selatan Tasikmalaya adaftif terhadap lingkungan alam sekitar namun memiliki ciri khas yang berbeda dengan daerah lainnya di Jawa Barat. Kata kunci: Bangunan, Tasikmalaya, Rumah Panggung Sunda, Struktur Bangunan, Makna Acuan, Frase, Istilah Bangunan.

Pendahuluan Istilah apa saja yang terdapat pada bangunan Rumah Panggung Sunda di pesisir selatan Tasikmalaya? Makna acuan apa saja yang terdapat dalam istilah bangunan rumah panggung Sunda di pesisir selatan Tasikmalaya?

Mahasiswa S1 Fakultas Ilmu Budaya Univ. Padjadjaran, Sastra Sunda.

Bahasa memiliki interaksi sosial yang luas. Sebagai konsekuensinya bahasa memiliki hubungan dengan aspek-aspek sosial tersebut. Oleh karena itu dalam suatu bahasa terdapat berbagai ragam bahasa. Variasi atau ragam bahasa dapat timbul karena berbagai faktor, salah satunya adalah fungsi pemakaian. Ragam yang dilakukan dari berbagai ranah kehidupan, di dalam berbagai jenis situasi, disebut laras bahasa (Moeliono, 1998:159) Variasi bahasa memiliki pola-pola bahasa yang sama, pola-pola tersebut dapat dianalisis secara deskriptif, dan pola-pola tersebut dibatasi oleh makna yang dipergunakanoleh penuturnya untuk berkomunikasi (Pateda, 1990:52). Pateda lebih lanjut menjelaskan bahwa variasi bahasa dapat dilihat dari (a) tempat, (b) waktu, (c) pemakai, (d) situasi, (e) dialek yang dihubungkan dengan sapaan, (f) status dan (g) pemakainya. Variasi bahasa dapat dilihat dari segi tempat, dalam artian tempat dibatasi oleh air, gunung atau hutan. Varisi ini menghasilkan apa yang disebut dengan dialk. Dialk merupakan perbedaan dalam kesatuan dan kesatuan dalam perbedaan (Meilet,1967:70 dalam Ayatrohendi,1985:30). Selain itu, dialk memiliki ciri lain, yaitu (1) seperangkat bentuk ujaran setempat yang berbedabeda, yang memiliki ciri-ciri umum dan masing-masing lebih mirip sesamanya dibandingkan dengan ujaran lain dari bahasa yang sama, dan (2) dialk tidak harus mengambil semua bentuk ujaran dari sebuah bahasa. Di samping dialk, masih ada lagi jenis bahasa lain yang dihubungkan dengan tempat, yaitu bahasa daerah, kolikal, dan vernakular. Bahasa daerah adalah bahasa yang dipakai oleh penutur bahasa yang tinggal di daerah tertentu, misalnya bahasa Sunda dan bahasa Jawa. Bahasa daerah sering dihubungkan dengan suku bangsa. Kolikal adalah bahasa yang dipakai sehari-hari oleh masyarakat yang tinggal di daerah tertentu. Vernakular adalah bahasa lisan yang berlaku sekarang pada daerah atau wilayah tertentu. Variasi bahasa dapat dilihat dari segi waktu yang dikenal dengan adanya dialk temporal. Dialk ini merupakan dialk yang berlaku pada kurun waktu tertentu.

Variasi bahasa dapat pula berhubungan dengan pemakai. Dari segi ini variasi bahasa dapat dibedakan atas glosolalia, idiolk, kelamin, monolingual, rol, status sosial, dan umur. Glosolalia adlah ujaran yang dituturkan ketika orang kesurupan. Idiolk merupakan ciri bahasa perseorangan yang berhubungan dengan aksn, intonasi dan lain-lain. Berdasar jenis kelamin, dikenal dengan adanya ragam bahasa laki-laki dan perempuan. Monolingual adalah penutur bahasa yang hanya menggunakan satu bahasa. Rol adalah peranan yang dimainkan seorang pembicara dalam interaksi sosial. Rol mempengaruhi suasana pembicaraan dan pilihan kata serta struktur kalimat yang digunakan. Variasi bahasa yang dihubungkan dengan status sosial pemakai bahasa, yaitu kedudukan yang dihubungkan dengan tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan. Variasi lain menyangkut umur. Faktor umur dapat mempengaruhi bahsa yang digunakan. Semantik adalah bagian dari ilmu bahasa yang mempelajari makna, sedangkan makna adalah pertautan yang ada diantara unsur bahasa itu sendiri, terutama kata-kata, (Djajasudarma, 1993 :5). Makna sebagai penghubung bahasa dengan dunia luar sesuai dengan kesepakatan dengan para pemakainya sehingga dapat saling mengerti. Makna memiliki tiga tingakan keberbedaan, yakni : 1. Makna menjadi suatu bentuk kebahasaan. 2. Menjadi isi kebahasaan. 3. Menjadi komunikasi yang mampu membuahkan informasi tertentu. Wittgenstein (1953) dan Nida (1975) dalam Djajasudarma (1999:1) berpendapat bahwa makna dapat ditinjau dari pendekatan analitik atau referensial, yakni pendekatan yang mencari esensi makna dengan cara menguraikannya atas unsur-unsur utama. Makna juga dapat dipelajari oleh pendekatan operasional, yaitu pendekatan yang mempelajari kata dalam penggunaannya, menekankan bagaimana kata secara operasional. Nida (1975:22) mengungkapkan adanya pendekatan ekstensional dan intensional. Pendekatan ekstensional adalah pendekatan yang memusatkan perhatian pada penggunaan kata di dalam konteks,

sedangkan pendekatan intensional adalah pendekatan yang memusatkan perhatian pada struktur-struktur konseptual yang berhubungan dengan satuan-satuan utama. Kata memiliki berbagai jenis makna, diantaranya makna sempit, makna luas, makna kognitif, makna konotatif dan emotif, makna referensial, makna kontruksi, makna leksikal dan gramatikal, makna idesional, makna proposisi, makna pusat, makna piktorial, dan makna ideomatik (Djajasudarma, 1993 :6).

Pembahasan Dapat dinyatakan bentuk arsitektur bangunan masyarakat sunda yang otentik dan abadi tidak ada dan selalu bersifat adaptif sesuai dengan perubahan kebudayaan masyarakatnya Dalam penelitian ini saya mencoba menganalisis mengenai Bagaimana Struktur Istilah Bangunan Rumah Panggung Sunda di Pesisir Selatan Tasikmalaya. Dalam hal ini saya mencoba mengklasifikasikan struktur istilah bangunan berdasar proses pembentukan kata (morfem). Struktur kosakata dan frase bangunan rumah panggung Sunda di Pesisir Selatan Tasikmalaya yang saya temukan adalah kosakata yang merupakan kata dasar dan terdiri dari satu morfem (monomorfemis), banyak morfem atau gabungan dari dua morfem atau lebih berupa pengulangan dan komposisi. Frase adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat non predikatif atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis didalam kalimat (Chaer, 2003: 22). Sedangkan menurut Djajasudarma dan Abdulwahid (1986: 59), frase adalah unsur sintaksis yang terdiri atas dua unsur atau lebih yang tidak predikatif. Predikatif untuk membedakan dari klausa, karena klausa termasuk unsur sintaksis, yang terdiri dari dua unsur atau lebih yang predikatif. Frase termasuk unsur yang membentuk klausa.

Berdasarkan distribusinya, frase dibedakan menjadi dua, yaitu frase endosentris dan frase eksosentris (Ramlan, 1981: 154).

Makna referensial adalah makna yang berhubungan langsung dengan kenyataan atau referent , Djajasudarma (1999:11), makna referensial disebut juga makna kognitif, karena memiliki acuan. Misalnya (1) Orang 1 membunuh orang 2, dan (2) Orang itu membunuh dirinya sendiri. Pada data (1) orang 1 berbeda dengan orang 2, orang 1 menunjukan pelaku dan orang 2 menunjukan korban, makna referensial mengacu pada konsep yang sama ( orang = manusia). Data yang kedua memiliki makna yang sama yaitu orang yang sama.

(Bangunan khas Pesisir Selatan Tasikmalaya)

(Bagian-bagian bangunan Sunda)

Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini saya mengambil simpulan yang merupakan jawaban dari identifikasi masalah. Struktur kosakata dan frasa pada bangunan rumah panggung Sunda di pesisir Selatan Tasikmalaya ada yang berbentuk kata dasar dan ada yang berbentuk kata turunan. Untuk kata turunan dibagi lagi kedalam dua kelompok yaitu kata ulang dan komposisi. Untuk kata ulang itu sendiri dibagi menjadi kata ulang utuh dan kata ulang sebagian. sedangkan untuk bentuk komposisinya terbagi kedalam dua kelompok, yaitu

gabungan antara dua unsur kata dan komposisi yang terdiri dari tiga unsur pembentuk kata. Dalam kosakata dan frasa pada bangunan rumah panggung Sunda di pesisir Selatan Tasikmalaya dapat disimpulkan bahwa kosakata istilah bangunan Sunda memiliki makna referensial mengacu pada bentuk atap bangunan, bagian ruang bangunan, bahan pembuatannya, bagian tubuh, mengacu pada hewan, fungsi dan pola yang ada. Dalam penelitian istialah bangunan rumah panggung Sunda di Pesisir Selatan Tasikmalaya ini hanya dibahas mengenai jenis, struktur pembentuk kata, dan makna berdasar pada bentuk atap bangunan, bagian ruang bangunan, bahan pembuatannya, bagian tubuh, mengacu pada hewan, fungsi dan pola tertentu. untuk penilitian selanjutnya diharapkan mengkaji mengenai asal muasal kata tersebut dan fungsi bangunan yang ada,karena bila kita kaji lebih mendalam,bangunanbangunan tradisional sunda memiliki filosofi dan pemikiran yang sangat baik sehingga dapat beradaptasi dan bertahan. Juga tidak tertutup kemungkinan dilakukan penelitian lanjutan dengan meneliti perbandingan antara kosakata istilah bangunan Sunda di Pesisir Selatan Tasikmalaya dengan daerah lainnya.

Daftar Sumber: http://id.Wikipedia.com/Bangunan.htm Salura, Purnama. 2005. Menelusuri Arsitektur Masyarakat Sunda. Bandung: PT. Cipta Sastra Salura Arsitektur Rumah dan Pemukiman Tradisional di Jawa Barat.2011, Bandung: DISPARBUD Provinsi Jawa Barat

Anda mungkin juga menyukai