Anda di halaman 1dari 14

TUGAS KEDOKTERAN KELUARGA HIPERTENSI

Disusun oleh kelompok I: Amalya Nurdayani Frischa Faridha Mony Muhammad Iqbal Novi Italiana Octiara Gisca Amilia 1102007024 1102007113 1102007182 1102008178 1102008186

Pembimbing : Dr. Sugma Agung Prabowo, MARS

KEPANITERAAN KEDOKTERAN KELUARGA BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI JAKARTA 2013

Definisi dan Klasifikasi Hipertensi The Joint National Community on Preventation, Detection evaluation andtreatment of High Blood Preassure dari Amerika Serikat dan badan dunia WHO dengan International Society of Hipertention membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau lebih. The seventh Report of the Joint National Commite on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII) 2003 dan World Health OrganizationInternational Society of Hypertension (WHO-ISH) 1999 telah memperbaharui klasifikasi, definisi, serta stratifikasi risiko untuk menentukan prognosis jangka panjang.

Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik < 120 mmHg (dan) < 80 mmHg Normal (atau) 80-89 mmHg Pre-hipertensi 120-139 mmHg 140-159 mmHg (atau) 90-99 mmHg Stadium 1 >= 160 mmHg (atau) >= 100 mmHg Stadium 2 Tabel 2.1. Definisi dan Klasifikasi Tekanan Darah dari JNC-VII 2003

Penyebab Hipertensi Sembilan puluh persen sampai 95% hipertensi bersifat idiopatik (hipertensi esensial), yang memungkinkan umur panjang, kecuali apabila infark miokardium, kecelakaan serebrovaskular, atau penyulit lainnya. Selain itu terdapat pula jenis hipertensi lainnya yang disebut dengan hipertensi sekunder, yaitu hipertensi yang disebabkan oleh gangguan organ lainya. Gangguan ginjal yang dapat menimbulkan hipertensi yaitu, glomerulonefritis akut, penyakit ginjal kronis, penyakit polikistik, stenosis arteria renalis, vaskulitis ginjal, dan tumor penghasil renin. Gangguan pada sistem endokrin juga dapat menyebabkan hipertensi, dintaranya seperti hiperfungsi adrenokorteks (sindrom Cushing, aldosteronisme primer, hiperplasia adrenal kongenital, ingesti licorice), hormon eksogen (glukokortikoid, estrogen, makanan yang mengandung tiramin dan simpatomimetik, inhibitor monoamin oksidase), feokromositoma, akromegali, hipotiroidisme, dan akibat kehamilan. Gangguan pada sistem kardiovaskular seperti koarktasio aorta, poliarteritis nodosa, peningkatan volume intravaskular, peningkatan curah jantung, dan rigiditas aorta juga dapat menyebabkan hipertensi, begitu pula dengan gangguan neurologik seperti psikogenik, peningkatan intrakranium, apnea tidur, dan stres akut.

Faktor Resiko Hipertensi disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat dimodifikasi atau dikendalikan serta faktor yang tidak dapat dimodifikasi. a. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi atau dikendalikan
2

1. Genetik Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkankeluarga tersebut mempunyai resiko menderita hipertensi. Individu engan orangtua hipertensi mempunyai resiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada individu yang tidak mempunyai keluargadengan riwayat hipertensi. Pada 70-80% kasus Hipertensi primer,didapatkan riwayat hipertensi di dalam keluarga. Apabila riwayathipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka dugaan Hipertensi primer lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderitakembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderitaHipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya Hipertensi. 2. Umur Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan usia.Individu yang berumur di atas 60 tahun, 50-60% mempunyai tekanandarah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal itu merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya 3. Jenis Kelamin Laki-laki mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita hipertensilebih awal. Laki-laki juga mempunyai resiko yang lebih besar terhadapmorbiditas dan mortalitas kardiovaskuler. Sedangkan di atas umur 50tahun hipertensi lebih banyak terjadi pada perempuan 4. Etnis Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam daripada yang berkulit putih. Belum diketahui secara pasti penyebabnya, namun dalamorang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dansensitifitas terhadap vasopresin lebih besar. 5. Penyakit Ginjal 6. Obat-obataan Penggunaan obat-obatan seperti beberapa obat hormon (Pil KB),Kortikosteroid, Siklosporin, Eritropoietin, Kokain, dan Kayu manis(dalam jumlah sangat besar), termasuk beberapa obat antiradang (anti-inflammasi) secara terus menerus (sering) dapat meningkatkan tekanan darah seseorang.. Minuman yang mengandung alkohol juga termasuk salah satu faktor yang dapat menimbulkan terjadinya tekanan darah tinggi. b. Faktor yang dapat dimodifikasi atau dikendalikan 1. Stress
3

Stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatetik. Adapunstres ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi,dan karakteristik personal. Mekanisme hubungan antara stress denganHipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Saraf simpatis adalahsaraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas, saraf parasimpatis adalahsaraf yang bekerja pada saat kita tidak beraktivitas.Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti, akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal dikota. 2. Obesitas Penelitian epidemiologi menyebutkan adanya hubungan antara berat badan dengan tekanan darah baik pada pasien hipertensi maupun normotensi. Pada populasi yang tidak ada peningkatan berat badanseiring umur, tidak dijumpai peningkatan tekanan darah sesuai peningkatan umur. Obesitas terutama pada tubuh bagian atas dengan peningkatan jumlah lemak pada bagian perut. 3. Nutrisi Sodium adalah penyebab penting dari hipertensi esensial, asupan garamyang tinggi akan menyebabkan pengeluaran berlebihan dari hormon natriouretik yang secara tidak langsung akan meningkatkan tekanan darah.Asupan garam tinggi yang dapat menimbulkan perubahan tekanan darahyang dapat terdeteksi adalah lebih dari 14 gram per hari atau jika dikonversi kedalam takaran sendok makan adalah lebih dari dua sendok makan. 4. Merokok Penelitian terakhir menyatakan bahwa merokok menjadi salah satufaktor risiko hipertensi yang dapat dimodifikasi. Merokok merupakan faktor risiko yang potensial untuk ditiadakan dalam upaya melawan arus peningkatan hipertensi khususnya dan penyakit kardiovaskuler secaraumum di Indonesia. 5. Kurang olahraga Gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga) bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan yangditurunkan.

Mekanisme Hipertensi Tingkat tekanan darah merupakan suatu sifat kompleks yang ditentukan oleh interaksi berbagai faktor genetik, lingkungan dan demografik yang mempengaruhi dua variabel hemodinamik curah jantung dan resistansi perifer. Total curah jantung dipengaruhi oleh volume darah, sementara volume darah sangat bergantung pada homeostasis natrium. Resistansi perifer total terutama ditentukan di tingkat arteriol dan bergantung pada efek pengaruh saraf dan hormon. Tonus vaskular normal mencerminkan keseimbangan antara pengaruh vasokontriksi humoral (termasuk angiotensin II dan katekolamin) dan vasodilator (termasuk kinin, prostaglandin, dan oksida nitrat). Resistensi pembuluh juga memperlihatkan autoregulasi peningkatan aliran darah memicu vasokonstriksi agar tidak terjadi hiperperfusi jaringan. Faktor lokal lain seperti pH dan hipoksia, serta interaksi saraf (sistem adrenergik - dan -), mungkin penting. Ginjal berperan penting dalam pengendalian tekanan darah, melalui sistem renin-angiotensin, ginjal mempengaruhi resistensi perifer dan homeostasis natrium. Angiontensin II meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan resitensi perifer (efek langsung pada sel otot polos vaskular) dan volume darah (stimulasi sekresi aldosteron, peningkatan reabsorbsi natrium dalam tubulus distal). Ginjal juga mengasilkan berbagai zat vasodepresor atau antihipertensi yang mungkin melawan efek vasopresor angiotensin. Bila volime darah berkurang, laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate) turun sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi natrium oleh tubulus proksimal sehingga natrium ditahan dan volume darah meningkat. Sembilan puluh persen sampai 95% hipertensi bersifat idiopatik (hipertensi esensial). Beberapa faktor diduga berperan dalam defek primer pada hipertensi esensial, dan mencakup, baik pengaruh genetik maupun lingkungan. Penurunan ekskresi natrium pada tekanan arteri normal mungkin merupakan peristiwa awal dalam hipertensi esensial. Penurunan ekskresi natrium kemudian dapat menyebabkan meningkatnya volume cairan, curah jantung, dan vasokonstriksi perifer sehingga tekanan darah meningkat. Pada keadaan tekanan darah yang lebih banyak natrium untuk mengimbangi asupan dan mencegah retensi cairan. Oleh karena itu, ekskresi natrium akan berubah, tetapi tetap steady state (penyetelan ulang natriuresis tekanan). Namun, hal ini menyebabkan peningkatan stabil tekanan darah. Hipotesis alternatif menyarankan bahwa pengaruh vasokonstriktif (faktor yang memicu perubahan struktural langsung di dinding pembuluh sehingga resistensi perifer meningkat) merupakan penyebab primer hipertensi. Selain itu, pengaruh vasikonstriktif yang kronis atau berulang dapat menyebabkan penebalan struktural pembuluh resistensi. Faktor lingkungan mungkin memodifikasi ekspresi gen pada peningkatan tekanan. Stres, kegemukan, merokok, aktifitas fisik berkurang, dan konsumsi garam dalam jumlah besar dianggap sebagai faktor eksogen dalam hipertensi. Gejala Hipertensi Hipertensi diduga dapat berkembang menjadi masalah kesehatan yang lebih serius dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Seringkali hipertensi disebut sebagai silent killer karena dua hal, yaitu:

Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memilikigejala khusus. Gejala ringan seperti pusing, gelisah, mimisan, dan sakit kepala biasanya jarang berhubungan langsung dengan hipertensi. Hipertensi dapatdiketahui dengan mengukur tekanan darah secara teratur. Penderita hipertensi, apabila tidak ditangani dengan baik, akan mempunyairisiko besar untuk meninggal karena komplikasi kardiovaskular seperti stroke,serangan jantung, gagal jantung, dan gagal ginjal. Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut: Sakit kepala Kelelahan Mual Muntah Sesak nafas Gelisah Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,mata, jantung dan ginjal. Sering buang air kecil terutama di malam hari Telinga berdenging Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopatihipertensif, yang memerlukan penanganan segera.

Diagnosis Hipertensi Pemeriksaan pasien hipertensi memiliki tujuan, yaitu untuk menilai gaya hidup dan faktor risiko kardiovaskular lainnya atau bersamaan gangguan yang mungkin mempengaruhi prognosis dan pedoman pengobatan, untuk mengetahui penyebab tekanan darah tinggi, untuk menilai ada atau tidaknya kerusakan target organ dan penyakit kardiovaskular (National Institutes of Health, 2003). Pemeriksaan pada hipertensi menurut PERKI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia) (2003) terdiri atas: a. Riwayat penyakit 1. Lama dan klasifikasi hipertensi 2. Pola hidup 3. Faktor-faktor risiko kelainan kardiovaskular (Tabel 2.3) 4. Riwayat penyakit kardiovaskular 5. Gejala-gejala yang menyertai hipertensi
6

6. Target organ yang rusak 7. Obat-obatan yang sedang atau pernah digunakan b. Pemeriksaan fisik 1. Tekanan darah minimal 2 kali selang dua menit 2. Periksa tekanan darah lengan kontra lateral 3. Tinggi badan dan berat badan 4. Pemeriksaan funduskopi 5. Pemeriksaan leher, jantung, abdomen dan ekstemitas 6. Refleks saraf 7. Pemeriksaan laboratorium 8. Urinalisa 9. Darah : platelet, fibrinogen 10. Biokimia : potassium, sodium, creatinin, GDS, lipid profil, asam urat 11. Pemeriksaan tambahan 12. Foto rontgen dada 13. EKG 12 lead 14. Mikroalbuminuria c. Ekokardiografi Tekanan darah setiap orang sangat bervariasi. Pengukuran tunggal yang akurat adalah awal yang baik tetapi tidak cukup ukur tekanan darah dua kali dan ambil rata-ratanya. Hipertensi didiagnosis jika rata-rata sekurang-kurangnya 2 pembacaan per kunjungan diperoleh dari masing-masing 3 kali pertemuan selama 2 sampai 4 minggu diperoleh tekanan darah sistolik 140 mmHg atau 90 mmHg untuk diastolik.

Penatalaksanaan Farmakologi Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan oleh JNC 7 adalah: a. Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosteron Antagonist b. Beta Blocker (BB) c. Calcium Chanel Blocker atau Calcium antagonist (CCB) d. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACEI) e. Angiotensin II Receptor Blocker atau Areceptor antagonist/blocker (ARB) Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan target tekanan darah tercapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian
7

tekanan darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat tersebut, atau berpindah ke antihipertensif lain dengan dosis rendah. Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang harus diminum bertambah. Kombinasi obat yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah: a. CCB dan BB b. CCB dan ACEI atau ARB c. CCB dan diuretika d. AB dan BB e. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat

Kelas Obat Diuretika (Thiazide)

Indikasi Gagal jantung kongestif, usia lanjut, isolated systolic hypertension, ras Afrika Insufisiensi ginjal, gagal jantung kongestif Gagal jantung kongestif, pasca infark miokardium Angina pektoris, pasca infark miokardium, gagal jantung kongestif, kehamilan, takiaritmia Usia lanjut, isolated systolic hypertension, angina pektoris, penyakit pembuluh darah perifer, aterosklerosis karotis, kehamilan Angina pektoris, aterosklerotis karotis, takikardia supraventrikuler

Kontraindikasi Mutlak Tidak Mutlak Gout Kehamilan

Diuretika (Loop)

Diuretika (anti aldosteron) Penyekat

Gagal ginjal, hiperkalemia Asma, penyakit paru obstruktif menahun, A-V block (derajat 2 atau 3) Penyakit pembuluh darah perifer, intoleransi glukosa, atlit atau pasien yang aktif secara fisik Takiaritmia, gagal jantung kongestif

Calcium Antagonist

(dihydropiridine)

Calcium Antigonist (verapamil, diltiazem)

A-V block (derajat 2 atau 3), gagal jantung kongestif

Pengahambat ACE

Gagal jantung Kehamilan, kongestif, disfungsi hiperkalemia, ventrikel kiri, pasca stenosis arteri renalis infark miokardium, bilateral non-diabetik nefropati Angiotensin II Nefropati DM tipe 2, Kehamilan, receptor antagonist mikroalbuminuria hiperkalemia, (AT1-blocker) diabetik, proteinuria, stenosis arteri renalis hipertropi ventrikel bilateral kiri, batuk karena ACEI -Blocker Hiperplasia prostat Hipotensi ortostatis Gagal jantung (BPH), kongestif hiperlipidemia Tabel 2.5. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas Utama Obat Antihipertensi Menurut ESH (European Society of Hypertension) (2003).

Klasifikasi Tekanan darah

TDS (mmHg)

TDD (mmHg )

Normal <120 Prehipertensi 120-139

Dan <80 atau 80-89

Perbaikan Terapi Obat Awal pola hidup Tanpa Dengan Indikasi yang Indikasi Memaksa yang Memaksa Dianjurkan ya Tidak Obat-obatan untuk indikasi obat indikasi yang memaksa

Hipertensi derajat 1

140-159

atau 90-99

ya

Diuretika jenis Thiazide untuk sebagian besar kasus, dapat dipertimbang kan ACEI, ARB, BB, CCB atau kombinasi Kombinasi 2 obat untuk sebagian besar kasus umumnya diuretika jenis Thiazide

Obat-obatan untuk indikasi yang memaksa obat antihipertensi lain (diuretika, ACEI, ARB, BB, CCB) sesuai kebutuhan

Hipertensi derajat 2

160

Atau 100

Ya

dan ACEI atau ARB atau BB atau CCB Tabel 3. Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC VII Penatalaksanaan Non Farmakologi Pelaksanaan gaya hidup yang positif mempengaruhi tekanan darah memiliki implikasi baik untuk pencegahan dan pengobatan hipertensi. Promosi kesehatan modifikasi gaya hidup direkomendasikan untuk individu dengan pra-hipertensi dan sebagai tambahan terhadap terapi obat pada individu hipertensi. Intervensi ini untuk risiko penyakit jantung secara keseluruhan. Meskipun dampak intervensi gaya hidup pada tekanan darah akan lebih terlihat pada orang dengan hipertensi, dalam percobaan jangka pendek, penurunan berat badan dan pengurangan NaCl diet juga telah ditunjukkan untuk mencegah perkembangan hipertensi. Pada penderita hipertensi, bahkan jika intervensi tersebut tidak menghasilkan penurunan tekanan darah yang cukup untuk menghindari terapi obat, jumlah obat atau dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol tekanan darah dapat dikurangi. Modifikasi diet yang efektif menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan, mengurangi asupan NaCl, meningkatkan asupan kalium, mengurangi konsumsi alkohol, dan pola diet yang sehat secara keseluruhan. Mencegah dan mengatasi obesitas sangat penting untuk menurunkan tekanan darah dan risiko penyakit kardiovaskular. Rata-rata penurunan tekanan darah 6,3/3,1 mmHg diobseravsi setelah penurunan berat badan sebanyak 9,2 kg. Berolah raga teratur selama 30 menit seperti berjalan, 6-7 perhari dalam seminggu, dapat menurunkan tekanan darah. Ada variabilitas individu dalam hal sensitivitas tekanan darah terhadap NaCl, dan variabilitas ini mungkin memiliki dasar genetik. Berdasarkan hasil meta-analisis, menurunkan tekanan darah dengan membatasi asupan setiap hari untuk 4,4-7,4 g NaCl (75-125 meq) menyebabkan penurunan tekanan darah 3.7-4.9/0.9-2.9 mmHg pada hipertensi dan penurunan lebih rendah pada orang darah normal. Konsumsi alkohol pada orang yang mengkonsumsi tiga atau lebih minuman per hari (minuman standar berisi ~ 14 g etanol) berhubungan dengan tekanan darah tinggi, dan penurunan konsumsi alkohol dikaitkan dengan penurunan tekanan darah. Begitu pula dengan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) meliputi diet kaya akan buah-buahan, sayuran, dan makanan rendah lemak efektif dalam menurunkan tekanan darah.

Modifikasi Diet natrium

Rekomendasi Membatasi diet natrium tidak lebih dari 2400 mg/hari atau 100 meq/hari Menjaga berat badan normal; BMI = 18,524,9 kg/

Penurunan potensial TD sistolik 2-8 mmHg

Penurunan Berat Badan

5-20 mmHg per 10 kg penururnan berat badan

10

Olahraga aerobik

Olahraga aerobik secara 4-9 mmHg teratur, bertujuan untuk melakukan aerobik 30 menit Latihan sehari-hari dalam seminggu. Disarankan pasien berjalan-jalan 1 mil per hari di atas tingkat aktivitas saat ini Diet DASH Diet yang kaya akan 4-14 mmHg buah-buahan, sayuran, dan mengurangi jumlah lemak jenuh dan total Membatasi konsumsi Pria 2 minum per hari, 2-4 mmHg alkohol wanita 1 minum per hari Tabel 2.4. Modifikasi gaya hidup untuk mencegah dan mengatasi hipertensi Pencegahan Hipertensi dapat dicegah dengan pengaturan pola makan yang baik seperti konsumsi makanan kaya serat, kurangi konsumsi garam dan pola diet rendah lemak jenuh, total lemak dan kolesterol serta aktivitas fisik yang cukup. Hindari kebiasaan lainnya seperti merokok dan mengkonsumsi alkohol yang diduga berpengaruh dalam meningkatkan resiko hipertensi, walaupun mekanisme timbulnya belum diketahui pasti. Disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium. Sumber natrium/sodium yang utamaadalah natrium klorida (garam dapur), penyedap masakan (monosodium glutamat= MSG), dan sodium karbonat. Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh. Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih disebabkan oleh budaya masak-memasak masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan garam. Indra perasa kita sejak kanak-kanak telah dibiasakan untuk memiliki ambang batas yang tinggi terhadap rasa asin, sehingga sulit untuk dapat menerima makanan yang agak tawar. Konsumsi garam ini sulit dikontrol, terutama jika kita terbiasa mengonsumsi makanan di luar rumah (warung, restoran, hotel, dan lain-lain). Sumber natrium yang juga perlu diwaspadai adalah yang berasal dari penyedap masakan (MSG). Budaya penggunaan MSG sudah sampai pada taraf yang sangat mengkhawatirkan. Hampir semua ibu rumah tangga, penjualmakanan, dan penyedia jasa katering selalu menggunakannya. Penggunaan MSGdi Indonesia sudah begitu bebasnya, sehingga penjual bakso, bubur ayam, soto,dan lain-lain, dengan seenaknya menambahkannya ke dalam mangkok tanpa takaran yang jelas. Beberapa bentuk pencegahan penyakit hipertensi antara lain : a.Pencegahan primordial b. Promosi kesehatan c. Proteksi dini : kurangi garam sebagai salah satu faktor risiko
11

d. Diagnosis dini : screening, pemeriksaan/check-up e. Pengobatan tepat : segera mendapatkan pengobatan komperhensif dan kausalawal keluhan f. Rehabilitasi : upaya perbaikan dampak lanjut hipertensi yang tidak bisadiobati

PEMANTAUAN HIPERTENSI Pasien yang telah mulai mendapat pengobatan harus datang kembali untuk evaluasi lanjutan dan pengaturan dosis obat sampai target tekanan darah tercapai. Setelah tekanan darah tercapai dan stabil, kunjungan selanjutnya dengan interval 3-6 bulan, tetapi frekuensi kunjungan ini juga ditentukan oleh ada tidaknya komorbiditas seperti gagal jantung, penyakit yang berhubungan seperti diabetes, dan kebutuhan akan pemeriksaan laboratorium. Strategi untuk meningkatkan kepatuhan pada pengobatan : Empati dokter akan meningkatkan kepercayaan, motivasi dan kepatuhan pasien Dokter harus mempertimbangkan latar belakang budaya kepercayaan pasien serta sikap pasien terhadap pengobatan Pasien diberi tahu hasil pengukuran tekanan darah, target yang masih harus dicapai, rencana pengobatan selanjutnya serta pentingnya mengikuti rencana tersebut.

Penyebab hipertensi resisten : 1. 2. 3. 4. pengukuran tekanan darah yang tidak benar dosis belum memadai ketidak patuhan pasien dalam penggunaan obat antihipertensi ketidak patuhan pasien dalam memperbaiki pola hidup asupan alkohol berlebih kenaikan berat badan berlebih kelebihan volume cairan tubuh asupan garam berlebih terapi diuretika tidak cukup penurunan fungsi ginjal berjalan progresif adanya terapi lain masih menggunakan bahan/obat lain yang meningkatkan tekanan darah adanya obat lain yang mempengaruhi atau berinteraksi dengan kerja obat antihipertensi adanya penyebab hipertensi lain/sekunder Jika dalam 6 bulan target pengobatan (termasuk target tekanan darah) tidak tercapai, harus pertimbangkan untuk melakukan rujukan ke dokter spesialis atau subspesiais. Bila selain hipertensi ada kondisi lain seperti diabetes melitus atau penyakit ginjal, baik American diabetes association (ADA) maupun International society of nephrology (ISN) dan NKF
12

5.

6.

7.

menganjurkan rujukan kepada seorang dokter yang ahli jika laju filtrasi glomerulus mencapai < 60 ml/men/1,73m, atau jika ada kesulitan dalam mengatasi hipertensi atau hiperkalemia, serta rujukan kepada konsultan nefrologi jika laju filtrasi glomerulus mencapai < 30 ml/men/1,73m, atau lebih awal jika pasien berisiko mengalami penurunan fungsi ginjal yang cepat atau diagnosis dan prognosis pasien diragukan. Pengobatan antihipertensi umumnya untuk selama hidup. Penghentian pengobatan cepat atau lambat akan diikuti dengan naiknya tekanan darah sampai seperti sebelum dimulai pengobatan antihipertensi. Walaupun demikian, ada kemungkinan untuk menurunkan dosis dan jumlah obat antihipertensi secara bertahap bagi pasien yang diagnosis hipertensinya sudah pasti serta tetap patuh terhadap pengobatan nonfarmakologis. Tindakan ini harus disertai dengan pengawasan tekanan darah yang ketat.

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Corwin, E. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC 2. Kasim, F. 2007. ISO Indonesia, volume 44. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan 3. Majid, Abdul. 2004. Krisi Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan. Sumatera Utara : FK UNSU 4. Sudoyo, A. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed.4, Jilid III. Jakarta: FKUI 5. Suyono, S. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed.2, Jilid II. Jakarta: FKUI

14

Anda mungkin juga menyukai