Anda di halaman 1dari 43

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Desa Kalibaru

1.

Letak Geografis Secara geografis, Desa Kalibaru memiliki luas wilayah 98,625 ha/m2, terdiri dari luas pemukiman 12,520 ha/m2, luas persawahan 78,440 ha/m2, luas kuburan 0,500 ha/m2, luas perkantoran 0,915 ha/m2, luas pekarangan 6,250 ha/m2. Desa kalibaru juga memiliki luas tanah sawah sebesar 20,185 ha/m2 diantaranya 12,085 ha/m2 sawah irigasi teknis, 8,100 ha/m2 sawah irigasi teknis. Serta memiliki batas wilayah yaitu sebelah Utara adalah Desa Jatimerta Kecamatan Gunung Jati, sebelah Selatan Desa Batembat Kecamatan Tengah Tani, sebelah Timur Desa Dawuan Kecamatan Tengah Tani, sebelah Barat Desa Kalitengah Kecamatan Tengah Tani.

2.

Topografi Desa Kalibaru secara Topografi termasuk desa dataran rendah dengan ketinggian 10 m dari permukaan laut dan suhu udara rata-rata 28 350C.

3.

Demografi Desa Kalibaru memiliki 23 RT dan 6 RW. Jumlah penduduk Desa Kalibaru sampai dengan akhir tahun 2011 sebanyak 2.904 jiwa dengan komposisi jumlah penduduk menurut jenis kelamin laki-laki sebanyak 1.996 jiwa dan perempuan sebanyak 4.023 jiwa.

4.

Sumber Daya Air Sumber air bersih di Desa Kalibaru berasal dari sumur gali, sumur pompa dan depot isi ulang. Kondisi terakhir sungai di sekitar Desa Kalibaru pada tahun 2011 tercatat dalam profil desa adalah tercemar, keruh, pendangkalan/pengendapan lumpur yang tinggi.

2.2 Sungai

1.

Pengertian dan Fungsi Sungai Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 pasal 1 ayat 1 tentang sungai, sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan. Sungai berasal dari sebuah mata air. Mata air adalah tempat air keluar memancar dari dalam bumi. Aliran air pada mata air akan

membentuk sungai kecil yang berkelok-kelok. Pada sungai kecil ini air

mengalir dengan cepat. Sungai kecil ini dapat bertemu dengan sungai lainnya membentuk sungai besar. Daerah asal aliran sungai disebut hulu. Pada bagian hulu ini sungai mengalir melalui daerah yang terjal atau curam sehingga air mengalir dengan cepat. Semakin ke arah bawah atau daerah hilir sungai, aliran airnya akan semakin lambat karena sungai melalui daerah yang lebih datar. Kelokan pada sungai juga akan menjadi semakin besar. Sungai pada akhirnya akan bertemu dengan lautan. Tempat

pertemuan air sungai dengan laut disebut muara. Pada bagian muara sungai terkadang dapat dijumpai sebidang daratan yang dihasilkan dari batuan dan pasir yang mengendap saat dibawa oleh aliran air sungai. Daratan ini dinamakan delta (Juwita, 2002). Menurut Wardiyatmoko, (2004) sungai adalah air tawar yang mengalir dari sumbernya di daratan menuju dan bermuara di laut, danau, atau sungai yang lebih besar. Aliran sungai merupakan aliran yang

bersumber dari 3 limpasan, yaitu: limpasan yang berasal dari hujan, limpasan dari anak-anak sungai, dan limpasan dari air tanah. Penurunan kualitas air sungai dapat ditunjukkan dengan adanya perubahan kadar parameter tertentu seperti kadar pH, kebutuhan oksigen

biokimia/Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan kebutuhan oksigen kimiawi/Chemical Oxygen Demand (COD).

Sungai mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, misalnya sebagai berikut: a. Sungai banyak mengandung bahan-bahan bangunan seperti pasir, batu kali, dan kerikil b. Sungai dapat memberikan mata pencarian penduduk seperti pengambilan pasir, batu-batu, pencarian bijih emas, intan, timah aluvial, dan perikanan c. Air terjun sungai dapat digunakan sebagai sumber pembangkit tenaga listrik d. Sungai dapat digunakan untuk kepentingan pengairan, misalnya dengan dibuat waduk e. Untuk menambah kesuburan tanah karena sungai banyak

mengandung mineral yang banyak dibutuhkan suatu tanaman f. Hasil pengendapan sungai dapat menghasilkan dataran aluvial yang subur g. Sungai mempunyai peranan yang penting bagi kelangsungan suatu industri yang banyak memerlukan air, misalnya industri bata, genting, dan lain-lain h. Sungai untuk lalu lintas air.

10

2.

Sungai Cipager Sungai Cipager berada di Kabupaten Cirebon yang berhulu di Gunung Ciremai dan berhilir di Pekik Desa Jatimerta Kebupaten Cirebon. Sungai Cipager merupakan salah satu sungai besar di Kabupaten Cirebon (Anonimous 2). Air sungai Cipager sebelum

akhirnya mengalir ke laut melalui beberapa kecamatan, yakni Kecamatan Plered, Tengah Tani, hingga Gunung Jati. Desa Kalibaru termasuk ke dalam desa yang dilalui oleh sungai Cipager karena berada di Kecamatan Tengah Tani Kabupaten Cirebon. Air sungai sebelum

mengalir ke Desa Kalibaru, terlebih dahulu air sungai tersebut mengalir melalui Desa Batembat, setelah itu air sungai kemudian mengalir ke Desa Dawuan Kecamatan Tengah Tani Kabupaten Cirebon, dimana Desa Batembat dan Dawuan berbatasan langsung dengan Desa Kalibaru. Menurut keterangan Kabid Pemulihan Kerusakan Lingkungan, Iwan Rizki, tujuh sungai di Kabupaten Cirebon yang diteliti Dinas Lingkungan Hidup terindikasi tercemar limbah industri dan domestik, sehingga hanya layak dimanfaatkan industri. Sungai di Kabupaten

Cirebon terdapat 18, tujuh di antaranya sudah diteliti dan baku mutunya sudah masuk kelas empat, dari tujuh sungai itu, tiga di antaranya sedang ditangani secara intensif dengan berbagai program, yakni sungai Cipager, sungai Jamblang dan sungai Cimanis (Gatra News, 2010).

11

2.3 Indusri Industri secara garis besar dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Kristanto, 2004): 1. Industri dasar atau hulu Industri hulu memiliki sifat sebagai berikut: padat modal, berskala besar, menggunakan teknologi maju dan teruji. Lokasinya

selalu dipilih dekat dengan bahan baku yang mempunyai sumber energi sendiri, dan pada umumnya lokasi ini belum tersentuh pembangunan. 2. Industri hilir Industri hilir ini merupakan perpanjangan proses industri hulu. Industri ini mengolah bahan setengah jadi menjadi barang jadi, lokasinya selalu diusahakan dekat pasar, menggunakan teknologi madya dan teruji, padat karya. 3. Industri kecil Industri kecil banyak berkembang di pedesaan dan perkotaan, memiliki perlatan sederhana. Walaupun hakikat produksinya sama

dengan industri hilir, tetapi sistem pengolahannya lebih sederhana. Sesuai dengan program pemerintah, untuk lebih memudahkan pembinaannya, industri dasar dibagi menjadi industri kimia dasar dan industri mesin dan logam dasar, sedangkan industri hilir sering juga disebut dengan aneka industri.

12

2.4 Limbah

1.

Bentuk Limbah Menurut Suripin, (2004) bentuk limbah dapat dikelompokkan menjadi limbah domestik, limbah industri, limbah pertanian, sedimen, polusi laut dan pembangkit nuklir. a. Limbah domestik Buangan saniter meliputi semua air dari toilet, dapur, restoran, hotel, RS, londry, dan lain-lain yang dibuang ke sistem drainase dan atau sungai. Air buangan ini terutama terdiri dari bahan organik, termasuk bakteri yang berbahaya serta deterjen. Bahan

organik pada umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme. Pembuangan bahan organik ke badan air dapat meningkatkan populasi mikroorganisme sehingga tidak tertutup kemungkinan meningkatnya bakteri patogen. Adanya bahan deterjen dan sejenisnya (sabun, shampo, dan bahan pembersih lainnya) yang berlebihan di dalam air ditandai dengan adanya buihbiuh di permukaan air. Kehadiran deterjen dan sejenisnya di dalam air akan (1) menaikkan pH air sehingga mengganggu kehidupan mikroorganisme air, (2) mematikan kehidupan organisme air, khususnya deterjen atau sabun yang mengandung antiseptik, (3) merusak lingkungan, mengingat ada bahan sabun atau deterjen yang tidak dapat didegradasi oleh mikroorganisme.

13

b.

Limbah Pertanian Aliran permukaan dari lahan pertanian dapat menyebabkan polusi air karena pemakaian pupuk, pestisida, dan herbisida pada tanaman. Bahan pestisida di dalam air sulit untuk dipecah oleh mikro-organisme, kalaupun bisa hal itu akan memakan waktu yang cukup lama. Waktu degradasi oleh mikro-organisme dapat

berlangsung dari beberapa minggu sampai beberapa tahun. Polusi dari kegiatan pertanian juga berupa kotoran hewan, sisa makanan ternak dan polutry. c. Sedimen/Lumpur Lumpur yang berasal dari erosi tanah yang terbawa aliran permukaan sampai ke saluran/sungai atau badan air lainnya dapat menyebabkan polusi, kemurnian air berkurang dan air menjadi keruh. Kekeruhan ini akan menghalangi penetrasi sinar matahari ke dalam air. Akibatnya proses fotosintesis tumbuhan di dalam air tidak dapat berlangsung. Kandungan karbondioksida dalam air meningkat, dan sebaliknya kandungan oksigennya menurun. Penurunan

kandungan oksigen akan mempengaruhi kehidupan hewan air.

14

d.

Limbah Industri Industrialisasi telah menyebabkan polusi udara dan air. Limbah industri sering mengandung bahan-bahan kimia yang berlebihan seperti asam, alkali, minyak, vaselin, phenol, dan mercury (bahan radio aktif) yang dapat masuk atau diserap ke dalam rantai makanan tumbuhan dan hewan air dan dapat sampai ke tubuh manusia. Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat

digolongkan menjadi tiga bagian (Kristanto, 2004): e. Limbah cair Limbah cair merupakan gabungan atau campuran dari air dan bahan-bahan pencemar yang terbawa oleh air, baik dalam keadaan terlarut maupun yang tersuspensi yang terbuang dari domestik (perkantoran, perumahan, dan perdagangan), sumber industri dan pada saat tertentu tercampur dengan air tanah, air, permukaan, atau air hujan (Suparman dan Suparmin, 2001). Industri yang menghasilkan limbah cair diantaranya adalah industri pulp dan rayon, pengolahan crumb rubber, besi dan baja, kertas, minyak goreng, tekstil, elektroplating, plywood dan lain-lain. f. Limbah gas dan partikel Jenis industri yang menjadi sumber pencemaran udara diantarnaya adalah : Industri besi dan baja, industri semen, industri kendaraan bermotor, industri pupuk, industri aluminium, industri

15

pembangkit tenaga listrik, industri kertas, industri kilang minyak, indsutri pertambangan. g. Limbah padat Secara garis besar limbah padat dapat diklasifikasikan sebagai berikut: limbah padat yang mudah terbakar, limbah padat yang sukar terbakar, limbah padat yang mudah membusuk, debu, lumpur, limbah yang dapat di daur-ulang.

2.

Komposisi Air Limbah Komposisi air limbah bervariasi sesuai dengan sumber asalnya, Secara umum zat-zat yang terdapat di dalam air limbah dapat dikelompokkan seperti pada skema berikut ini :
Air limbah Air (99,9%) Organik : Protein (65%) Karbohidrat (25%) Lemak (10%) Bahan padat (0,1%) Anorganik : Butiran Garam Metal

Gambar 2. Skema pengelompokan bahan yang terkandung di dalam air limbah (Sumber : Sugiharto, 1997)

16

3.

Indikator Air Limbah Menurut Mulia, (2005) dalam air limbah terdapat parameterparameter yang perlu untuk diketahui. Parameter tersebut dapat

menentukan kualitas dan karakteristik dari air limbah tersebut. Beberapa parameter tersebut dantaranya: a. BOD 5 BOD 5 adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau miligram/liter (mg/lt) yang diperlukan untuk menguraikan benda organik oleh bakteri pada suhu 200C selama 5 hari. Biasanya dalam waktu 5 hari, sebanyak 60-70% kebutuhan terbaik karbon dapat tercapai. BOD hanya menggambarkan kebutuhan oksigen untuk penguraian bahan organik yang dapat dikomposisikan secara biologis (biodegradable). b. COD COD menggambarkan jumlah total oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan organis secara kimiawi, baik yang dapat didekomposisi secara biologis (biodegradable) maupun yang sukar didekomposisi secara biologis (non biodegradable). Oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang diperlukan untuk mengoksidasi air sampel.

17

c.

Oksigen terlarut (DO) DO adalah banyaknya oksigen yang terkandung di dalam air dan diukur dalam satuan miligram per liter. Oksigen terlarut ini digunakan sebagai tanda derajat pengotoran limbah yang ada. Semakin besar oksigen terlarut, maka menunjukkan derajat pengotoran yang relatif kecil.

d.

Kesadahan Kesadahan adalah gambaran kation logam divalen (valensi 2) yang terdapat dalam air. Kation-kation ini dapat bereaksi dengan sabun membentuk endapan (presipitasi) maupun dengan anion-anion yang terdapat didalam air membentuk endapan atau karat pada peralatan logam.

e.

Settleable Solid Settleable Solid adalah lumpur yang mengendap dengan sendirinya pada kondisi yang tenang selama satu jam secara gaya beratnya sendiri.

f.

TSS (Total Suspended Solid) TSS adalah jumlah berat dalam mg/L kering lumpur yang ada di dalam air limbah setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron. Suspended Solid (material tersuspensi) dapat dibagi menjadi zat padat dan koloid. Selain Suspended Solid ada juga istilah dissolved solid (padat terlarut).

18

g.

MLSS (Mixed Liquor Suspended Solid) MLSS adalah jumlah TSS yang berasal dari bak pengendap lumpur aktif setelah dipanaskan pada suhu 1030 - 1050 C.

h.

MLVSS (Mixed Liquor Volatile Suspended Solid) MLVSS adalah kandungan organic metter yang terdapat dalam MLSS. Didapat dari pemanasan MLSS pada suhu 6000C, benda volatile menguap disebut MLVSS.

i.

Kekeruhan (turbidity) Kekeruhan adalah ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk mengukur keadaan air sungai, kekeruhan ini disebabkan oleh adanya benda tercampur atau benda koloid dalam air.

4.

Dampak Buruk Air Limbah Air limbah tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak buruk bagi makhluk hidup dan lingkungannya. dampak buruk tersebut sebagai berikut (Sumantri, 2010) : a. Gangguan kesehatan Air limbah dapat mengandung bibit penyakit yang dapat menimbulkan penyakit bawaan air (waterborne disease). Penyakitpenyakit ini dapat menyebar bila mikroba penyebabnya dapat masuk ke dalam sumber air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan jenis mikroba yang dapat menyebar lewat air antara lain, bakteri, protozoa dan Beberapa

19

metazoa. Selain itu, di dalam air limbah mungkin juga terdapat zatzat berbahaya dan beracun yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi makhluk hidup yang mengonsumsinya. Air limbah yang tidak dikelola dengan baik juga dapat menjadi sarang vektor penyakit (misalnya, nyamuk, lalat, kecoa, dan lain-lain).

Tabel I. Beberapa Penyakit Bawaan Air dan Agennya

Agen Virus Rotavirus Virus Hepatitis A Virus Poliomyelitis Bakteri Vibrio cholerae Escherichia coli Enteropatogenik Salmonella typhi Salmonella paratyphi Shigella dysentriae Protozoa Entamoeba histolytica Balantidium coli Giardia lamblia Metazoa Ascaris lumbricoides Clonorchis sinensis Diphyllobothrium latum Taenia saginata/solium Schistosoma Virus Rotavirus
(Sumber : Budiman, 2012)

Penyakit Diare pada anak Hepatitis A Polio (myelitis anterior acuta) Cholera Diare/disentri Typhus abdominalis Paratyphus disentri Disentri amoeba Balantidiasis Giardiasis Ascariasis Clonorchiasis Diphylobothriasis Taeniasis Schistosomiasis Diare pada anak

20

b.

Penurunan kualitas lingkungan Air limbah yang langsung dibuang ke air permukaan (misalnya, sungai dan danau) dapat mengakibatkan pencemaran permukaan air, sebagai contoh bahan organik yang terdapat dalam air limbah bila dibuang langsung ke sungai dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) di dalam sungai tersebut. Oleh karena itu, akan menyebabkan kehidupan di dalam air yang membutuhkan oksigen akan terganggu, dalam hal ini akan mengurangi perkembangannya dan adakalanya air limbah juga dapat merembes ke dalam air tanah, sehingga menyebabkan pencemaran air tanah. Bila air tanah tercemar, maka kualitasnya akan menurun sehingga tidak dapat lagi digunakan sesuai peruntukannya.

c.

Gangguan terhadap keindahan Adakalanya air limbah mengandung polutan yang tidak mengganggu kesehatan dan ekosistem, tetapi mengganggu

keindahan. Contoh sederhana adalah air limbah yang mengandung pigmen warna yang dapat menimbulkan perubahan warna pada badan air penerima. d. Gangguan terhadap kerusakan benda Air limbah mengandung zat-zat yang dapat dikonversi oleh bakteri anaerobik menjadi gas yang agresif seperti H2S. Gas ini dapat mempercepat proses perkaratan pada benda tebuat dari besi

21

(misalnya, pipa saluran air limbah) dan buangan air kotor lainnya. Dengan cepat rusaknya air tersebut, maka biaya pemeliharaan akan semakin besar juga, yang berarti akan menimbulkan kerugian material. Untuk menghindarkan terjadinya gangguan-gangguan tersebut, air limbah yang dialirkan ke lingkungan harus memenuhi ketentuan seperti yang disebutkan dalam baku mutu air limbah. Apabila air limbah tidak memenuhi ketentuan ini, maka perlu dilakukan pengolahan air limbah sebelum mengalirkannya ke lingkungan.

5.

Pengolahan Air Limbah Menurut Sumantri, (2010) pengolahan air limbah dengan bantuan peralatan biasanya dilakukan pada Instalasi Pengolahan Air

Limbah/IPAL (Waste Water Treatment Plant/WWTP). Biasanya di dalam IPAL proses pengolahan dikelompokan sebagai pengolahan pertama (Primary traetment), pengolahan kedua (secondary treatment), dan pengolahan lanjutan (tertiary treatment). a. Primary Treatment Pengolahan pertama (primary treatment) bertujuan untuk memisahkan padatan dari air secara fisik. Hal ini dapat dilakukan dengan melewatkan air limbah melalui saringan (filter) dan atau bak sedimentasi (sedimentation tank).

22

b.

Secondary Treatment Pengolahan kedua (secondary treatment) yang bertujuan mengkoagulasikan dan menghilangkan koloid serta untuk

menstabilkan zat organik dalam air limbah. Khusus untuk limbah domestik utamanya ialah mengurangi bahan organik dan dalam banyak hal juga menghilangkan nutrisi seperti nitrogen dan fosfor. Proses penguraian bahan organik dilakukan oleh mikroorganisme secara aerobik atau anaerobik. c. Tertiary Treatment Pengolahan ketiga (tertiary treatment) yang merupakan kelanjutan dari pengolahan kedua, umumnya pengolahan ini untuk menghilangkan nutrisi/unsur hara khususnya nitrat dan posfat, selain itu dapat dilakukan pemusnahan mikroorganisme patogen dengan penambahan klor pada air limbah.

2.5 Pencemaran Air

1.

Definisi dan Sumber Pencemaran Air Definisi pencemaran air mengacu pada definisi lingkungan hidup yang ditetapkan dalam UU tentang Lingkungan Hidup yaitu UU No. 23/1997. Dalam PP Menurut No. 20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran air didefinisikan sebagai: Pencemaran air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air

23

menurun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagisesuai dengan peruntukannya (Sumantri, 2010). Pencemaran sungai dan air tanah terutama dari kegiatan domestik, industri, dan pertanian. Limbah cair domestik terutama berupa BOD, COD, dan zat organik. Limbah cair industri menghasilkan BOD, COD, zat organik dan berbagai pencemar beracun. Limbah cair dari kegiatan pertanian datang dari pupuk kimia dan pestisida. Penyebab pencemaran air dapat dikategorikan sebagai sumber pencemar langsung dan tidak langsung. Sumber langsung antara lain limbah cair yang dibuang oleh industri, TPA sampah (Tempat Pembuangan Akhir sampah), Rumah Tangga, dan sebagainya. Sumber pencemar tidak langsung datang dari tanah, air tanah atau hujan yang telah tercemar, maka air yang keluar dari tanah juga dapat meracuni makhluk hidup. Pupuk kimia dan pestisida yang terkandung di dalam tanah dapat menjadi racun pada makhluk hidup. Zat pencemar yang turun dari langit bersama hujan berasal dari pencemaran udara yang menghasilkan hujan asam (Juwita, 2002).

24

Pengaruh bahan pencemar yang berupa gas, bahan terlarut, dan partikulat terhadap lingkungan perairan dan kesehatan manusia dapat ditunjukkan secara sistematik sebagai berikut:

Sumber Pencemaran

Komponen Lingkungan

KesehatanManusia

Atmosfer Gas Pencemar

Biota Akuatik

Biota Terestial

Sumber Pencemaran

Bahan Pencemar Terlarut

Badan Air

Kesehatan Manusia

Bahan Pencemar Partikular

Tanah

Gambar 3. Bagan Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Pencemar Terhadap Lingkungan Perairan (Sumber, Sumantri 2010)

2.

Komponen Pencemaran Air Komponen (Wardhana, 2004): a. Bahan buangan padat Bahan buangan padat yang dimaksudkan disini adalah bahan buangan yang berbentuk padat, baik yang kasar (butiran besar) pencemar air dikelompokkan sebagai berikut

25

maupun yang halus (butiran kecil). Kedua macam bahan buangan padat tersebut apabila dibuang ke air lingkungan (sungai) maka kemungkinan yang dapat terjadi adalah : pelarutan bahan buangan padat oleh air, pengendapan bahan buangan padat di dasar air, pembentukan koloidal yang melayang di dalam air. b. Bahan buangan organik Bahan buangan organik pada umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme. Bahan buangan organik yang dapat membusuk atau terdegradasi maka akan sangat bijaksana apabila bahan buangan yang termasuk kelompok ini tidak dibuang ke air lingkungan karena akan dapat menaikkan populasi mikroorganisme di dalam air. mikroorganisme di dalam air maka Bertambahnya populasi tidak tertutup pula

kemungkinannya untuk ikut berkembangnya bakteri patogen yang berbahaya bagi manusia. Bahan buangan organik sebaiknya

dikumpulkan untuk diproses menjadi pupuk buatan (kompos) yang berguna bagi tanaman. Pembuatan kompos ini berarti mendaur ulang limbah organik yang tentu saja akan berdampak positif bagi lingkungan hidup manusia. c. Bahan buangan anorganik Bahan buangan anorganik pada umumnya berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit didegradasi oleh

mikroorganisme. Apabila bahan buangan anorganik ini masuk ke air

26

lingkungan maka akan terjadi peningkatan jumlah ion logam di dalam air. Bahan buangan anorganik biasanya berasal dari industri yang melibatkan penggunaan unsur-unsur logam seperti Timbal (Pb), Arsen (As), Kadmium (Cd), Air Raksa (Hg), Kroom (Cr), Nikel (Ni), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Kobalt (Co) dan lainlain. Industri elektronika, elektroplating dan industri kimia banyak menggunakan unsur-unsur tersebut di atas. d. Bahan buangan olahan bahan makanan Sebenarnya bahan buangan olahan bahan makanan dapat juga dimasukkan ke dalam kelompok bahan buangan organik, namun dalam hal ini sengaja dipisahkan karena bahan buangan olahan bahan makanan seringkali menimbulkan bau busuk yang menyengat hidung. Bahan buangan ini bersifat organik, maka mudah

membusuk dan dapat terdegradasi oleh mikroorganisme. e. Bahan buangan cairan berminyak Minyak tidak dapat larut di dalam, melainkan akan mengapung di atas permukaan air. Bahan buangan cairan berminyak yang dibuang ke air lingkungan akan mengapung menutupi permukaan air. Jika bahan buangan cairan berminyak mengandung senyawa yang volatil maka akan terjadi penguapan dan luasan permukaan minyak yang menutupi permukaan air akan menyusut.

27

f.

Bahan buangan zat kimia Bahan buangan zat kimia banyak ragamnya, tetapi yang dimaksudkan dalam kelompok ini adalah bahan pencemar air yang berupa sabun (deterjen, sampo, dan bahan pembersih lainnya), bahan pemberantas hama (insektisida), zat warna kimia, larutan penyamak kulit, zat radioaktif. Keberadaan bahan buangan zat kimia tersebut di dalam air lingkungan jelas merupakan racun yang mengganggu dan bukan dapat mematikan hewan air, tanaman air dan mungkin juga manusia. Secara umum, pencemar air dapat dikategorikan sebagai berikut

(Mulia, 2005) : a. Infectious Agents Bahan pencemar yang paling sering menyebabkan gangguan kesehatan manusia adalah mikroorganisme patogen. Penyakit-

penyakit bawaan air umumnya disebabkan pencemar air yang berasal dari kategori ini. Sumber utama mikroorganisme patogen berasal dari excreta manusia dan hewan yang tidak dikelola dengan baik. Untuk mendeteksi keberadaan mikroorganisme patogen dalam air, biasanya digunakan bakteri Coliform sebagai organisme petunjuk (indicator organism).

28

b.

Zat-zat pengikat oksigen Jumlah oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) dalam air merupakan indikator yang baik untuk menentukan kualitas air dan kehidupan di alam air. Masuknya bahan organik seperti sisa

makanan menyebabkan peningkatan mikroorganisme pengurai di dalam air. Mikroorganisme pengurai ini mengkonsumsi oksigen yang terlarut dalam air untuk proses respirasinya. Sebagai akibatnya terjadi penurunan kadar oksigen dalam air sehingga terjadi kepunahan sebagian besar makhluk hidup di dalam air. c. Sedimen Sedimen meliputi tanah dan pasir yang umumnya masuk ke badan air akibat erosi atau banjir. Sedimen dapat mengakibatkan pendangkalan badan air (misalnya sungai). Disamping itu, dapat menyebabkan peningkatan kekeruhan air. d. Nutrisi/unsur hara Nutrisi/unsur hara, khususnya Nitrat dan Posfat dapat mengakibatkan peningkatan produktivitas primer perairan.

peningkatan produktivitas primer perairan sebagai akibat pengayaan (Enrichment) air dengan nutrien/unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan disebut Eutrofikasi. Eutrofikasi tersebut menyebabkan pertumbuhan tumbuhan air, khususnya algan dan bakteri secara melimpah. Hal ini menyebabkan badan air menjadi keruh dan bau.

29

e.

Pencemar anorganik Beberapa jenis logam seperti Merkuri, Timbal, Cadmium, Nickel, dengan konsentrasi yang relatif kecil sudah dapat membahayakan makhluk hidup. Logam merupakan zat yang sangat persisten sehingga dapat berakumulasi pada rantai makanan dan menyebabkan dampak kumulasi pada manusia.

f.

Zat kimia organik Ribuan zat kimia organik digunakan di dalam industri kimia untuk membuat pestisida, plastik, produk farmasi, pigmen dan produk lain yang kita gunakan setiap hari. Banyak dari zat kimia organik ini memiliki toksisitas yang tinggi. Kontaminasi air permukaan dan air tanah dengan zat kimia organik dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia. Sumber utama zat kimia organik berbahaya adalah limbah industri dan rumah tangga yang tidak dikelola dengan semestinya.

g.

Zat radioaktif Pembuangan sisa zat radioaktif ke air lingkungan secara langsung tidak diperbolehkan. Akan tetapi mengingat bahwa

aplikasi teknologi nuklir yang menggunakan zat radioaktif pada berbagai bidang sudah begitu banyak, seperti pada pertanian, peternakan, kedokteran, hidrologi, farmasi, pertambangan, industri dan lain sebagainya, maka tidak tertutup kemungkinana bahwa zat radioaktif ikut terbawa ke air lingkungan (Wardhana, 2004).

30

h.

Energi panas Perubahan kecil pada temperatur air lingkungan bukan saja dapat menghalau ikan atau spesies lainnya, namun juga akan mempercepat proses biologis pada tumbuhan dan hewan bahkan dapat akan menurunkan oksigen dalam air. Akibatnya akan terjadi kematian pada ikan atau akan terjadi kerusakan ekosistem.

Tabel II. Pencemar-pencemar air utama

No. A. 1. 2.

Kategori

Contoh

Sumber Excreta manusia dan hewan Industri, rumah tangga dan pertanian

Penyebab gangguan kesehatan Infectious Bakteri, Virus, Agents Parasit Pestisida, plastik, Zat kimia deterjen, minyak, organik bensin

3.

4.

1. 2.

3.

4.

Air limbah industri, Pencemar Asam, basa, garam, bahan pembersih anorganik logam rumah tangga, air limpahan Pertambangan dan pengolahan mineral Uranium, thorium, alam, pembangkit Zat radioaktif cesium,iodine, listrik, produksi radon senjata, sumber alamiah B. Penyebab gangguan ekosistem Sedimen Tanah, lumpur Erosi daratan Pupuk pertanian, Nutrisi/unsur Nitrat, Posfat, pembuangan kotoran, hara Ammonium pupuk Pembuangan kotoran, Zat-zat Pupuk kandang dan limpasan pertanian, pengikat residu tumbuhan pabrik kertas, oksigen pemrosesan makanan Pembangkit listrik, air Energi panas Panas pendingin industri

(Sumber : Mulia, 2005)

31

3.

Indikator Pencemaran Air Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati dan digolongkan menjadi (Sumantri, 2010): a. Pengamatan secara fisik, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya perubahan warna, bau dan rasa. b. Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut, perubahan pH. c. Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, terumata ada tidaknya bakteri patogen. Indikator yang umum diketahui pada pemeriksaan pencemaran air adalah pH atau konsentrasi ion hydrogen, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO), kebutuhan oksigen biokimia (Biochemical Oxygen Demand, BOD), serta kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand, COD). a. Aspek Kimia-Fisika Pencemaran Air Sifat-sifat kimia-fisika air yang umum diuji dan dapat digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran air adalah (Kristanto,2004): 1) Nilai pH, keasaman dan dan alkalinitas 2) Suhu

32

3) Oksigen terlarut 4) Karbondioksida bebas 5) Warna dan kekeruhan 6) Jumlah padatan 7) Nitrat 8) Amoniak 9) Fosfat 10) Daya hantar listrik 11) Klorida

Tabel III. Hubungan antara sumber limbah dan karakteristiknya

KARAKTERISTIK Fisika : Warna Bau Padatan Suhu Kimia : Organik : Karbohidrat Minyak dan Lemak Pestisida Penol Anorganik : Alkali Klorida Logam berat

SUMBER LIMBAH Bahan organik, limbah industri dan domestik. Penguraian limbah industri. Sumber air, limbah industri dan domestik. Limbah industri dan domestik

Limbah industri, perdagangan dan domestik. Limbah industri, perdagangan dan domestik. Limbah hasil pertanian. Limbah industri. Sumber air, limbah domestik, infiltrasi air tanah, buangan ketel. Sumber air, limbah industri, pelemahan air. Limbah industri.

33

KARAKTERISTIK Nitrogen pH Posfor Sulfur Bahan Beracun Biologi : Virus


(Sumber : Kristanto, 2004)

SUMBER LIMBAH Limbah pertanian dan domestik. Limbah industri. Limbah industri, domestik, dan alamiah. Limbah industri, domestik. Perdagangan, limbah industri.

Limbah domestik

b.

Aspek Biokimia Pencemaran Air Kehidupan mikroorganisme, seperti ikan dan hewan air lainnya, tidak terlepas dari kandungan oksigen yang terlarut di dalam air, tidak berbeda dengan manusia dan makhluk hidup lainnya yang ada di darat, yang juga memerlukan oksigen dari udara agar tetap dapat bertahan. Air yang tidak mengandung oksigen tidak akan

memberikan kehidupan bagi mikroorganisme, ikan dan hewan air lainnya oksigen yang terlarut di dalam air sangat penting artinya bagi kehidupan. Salah satu cara untuk menilai seberapa jauh air lingkungan telah tercemar adalah dengan melihat kandungan oksigen yang terlarut di dalam air. Dengan melihat kandungan oksigen yang terlarut di dalam air dapat ditentukan seberapa jauh tingkat pencemaran air lingkungan yang telah terjadi (Wardhana, 2004).

34

1) DO (Dissolved Oxygen) Tanpa adanya oksigen terlarut, banyak mikroorganisme dalam air tidak dapat hidup karena oksigen terlarut digunakan untuk proses degradasi senyawa organik dalam air. Oksigen dapat dihasilkan dari atmosfer atau dari reaksi fotosintesis algae. Oksigen yang dihasilkan dari reaksi fotosintesis algae tidak efisien, karena oksigen yang terbentuk akan digunakan kembali oleh algae untuk proses metabolisme pada saat tidak ada cahaya. Kelarutan oksigen dalam air tergantung pada temperatur dan tekanan atmosfer. Kadar oksigen terlarut yang tinggi tidak menimbulkan pengaruh fisiologis bagi manusia. Ikan dan mikroorganisme akuatik lain membutuhkan oksigen terlarut dengan jumlah cukup banyak. Kebutuhan oksigen ini bervariasi antar-

organisme. Keberadaan logam berat yang berlebihan di perairan akan memengaruhi sistem respirasi organisme akuatik, sehingga pada saat kadar oksigen terlarut rendah dan terdapat logam berat dengan konsentrasi tinggi, organisme akuatik menjadi lebih menderita. Pada siang hari, ketika matahari bersinar terang, pelepasan oksigen oleh proses fotosintesis yang berlangsung intensif pada lapisan eufotik lebih besar daripada oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi. Kadar oksigen terlarut dapat

35

melebihi kadar oksigen jenuh, sehingga perairan mengalami supersaturasi. Adapun pada malam hari, tidak ada fotosintesis, tetapi respirasi terus berlangsung. Pola perubahan kadar oksigen ini mengakibatkan fluktuasi harian oksigen pada lapisan eufotik perairan. Kadar oksigen maksimum terjadi pada sore hari dan minimum pada pagi hari (Sumantri, 2010). 2) BOD (Biochemical Oxygen Demand) BOD menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air. BOD tidak menunjukkan jumlah bahan Jadi nilai yang

organik

sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut. Jika konsumsi oksigen tinggi, yang ditunjukkan

dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut di dalam air, maka berarti kandungan bahan buangan yang membutuhkan oksigen adalah tinggi. Organisme hidup yang bersifat aerobik membutuhkan oksigen untuk proses reaksi biokimia, yaitu untuk mengoksidasi bahan organik, sintesis sel, dan oksidasi sel (Kristanto,2004). BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam lingkungan air untuk memecah

36

(mendegradasi) bahan buangan organik yang ada dalam air menjadi karbondioksida dan air (Sumantri, 2010). Air yang bersih (jernih) biasanya mengandung

mikroorganisme yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan air yang telah tercemar oleh bahan buangan. Air lingkungan yang telah tercemar oleh bahan buangan yang bersifat antiseptik atau bersifat racun, seperti phenol, kreolin, deterjen, asam sianida, insektisida dan sebagainya, jumlah mikroorganismenya juga relatif sedikit. Untuk keadaan seperti ini perlu penambahan mikroorganisme yang telah menyesuaikan (beradaptasi) dengan bahan buangan tersebut. mikroorganisme yang memerlukan oksigen untuk memecah bahan buangan organik sering disebut dengan bakteri aerobik. Sedangkan mikroorganisme yang tidak memerlukan oksigen, disebut dengan bakteri anaerobik. Proses penguraian bahan buangan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme atau oleh bakteri aerobik adalah sebagai berikut (Wardhana, 2004): CnHaObNc + (n + a/4 b/2 -3c/4) O2 Bahan organik Oksigen ------------------ Bakteri aerobik

n CO2 + (a/2 3c/2) H2O + c NH3 Seperti tampak pada reaksi di atas, bahan buangan organik dipecah dan diuraikan menjadi menjadi gas CO2, air dan gas NH3. Timbulnya gas NH3 inilah yang menyebabkan bau

37

busuk pada air lingkungan yang tercemar oleh bahan buangan organik (Wardhana, 2004). Pemeriksaan BOD tersebut dianggap sebagai suatu prosedur oksidasi dimana organisme hidup bertindak sebagai medium untuk menguraikan bahan organik menjadi CO2 dan H2O. Reaksi oksidasi selama pemeriksaan BOD merupakan hasil dari aktifitas biologis dengan kecepatan reaksi yang berlangsung sangat dipengaruhi oleh jumlah populasi dan suhu. Karenanya selama pemeriksaan BOD, suhu harus diusahakan konstan pada 20C yang merupakan suhu yang umum di alam. Secara teoritis, waktu yang diperlukan untuk proses oksidasi yang sempurna sehingga bahan organik terurai menjadi CO2 dan H2O adalah tidak terbatas. Dalam prakteknya dilaboratoriurn, biasanya berlangsung selama 5 hari dengan anggapan bahwa selama waktu itu persentase reaksi cukup besar dari total BOD (Salmin, 2005). Nilai BOD 5 hari merupakan bagian dari total BOD dan selama lima hari masa inkubasi, diperkirakan 70% 80% bahan organik telah mengalami oksidasi (Sumantri, 2010). Penentuan waktu inkubasi adalah 5 hari, dapat

mengurangi kemungkinan hasil oksidasi ammonia (NH3) yang cukup tinggi. Sebagaimana diketahui bahwa, ammonia sebagai hasil sampingan ini dapat dioksidasi menjadi nitrit dan nitrat,

38

sehingga dapat mempengaruhi hasil penentuan BOD. Reaksi kimia yang dapat terjadi adalah: 2NH3 + 3O2 --- 2NO2- + 2H+ + 2H2O 2NO2 + O2 --- 2NO3Oksidasi nitrogen anorganik ini memerlukan oksigen terlarut, sehingga perlu diperhitungkan. Berikut ini adalah tabel nilai DO dan BOD untuk tingkat pencemaran perairan (Salmin, 2005):

Tabel IV. Tingkat pencemaran perairan berdasarkan nilai BOD

Tingkat Pencemaran Rendah Sedang Tinggi


(Sumber : Salmin, 2005)

BOD 0-10 10-20 25

Tabel V. Bahan buangan yang dapat dioksidasi dengan uji COD atau BOD

Jenis Bahan Buangan Bahan buangan organik yang termasuk biodegradable. Contoh : protein, gula, karbohidrat, dll. Serat sintetik, selulosa, dll. Bahan buangan yang termasuk nonbiodegradable. Contoh : NO2-, Fe2+, S2-, Mn3+, dll. N bebas. Contoh : NH4 Hidrokarbon rantai dan aromatik
(Sumber : Wardhana, 2004)

Dapat dioksidasi dengan uji COD BOD Ya Ya Ya Tidak ya Ya Tidak Tidak Ya tidak

39

Apabila kandungan oksigen dalam air lingkungan menurun maka kemampuan bakteri aerobik untuk memecah bahan buangan organik akan menurun pula. Bahkan mungkin pula apabila oksigen yang terlarut sudah habis maka bakteri aerobik akan mati semua. Dalam keadaan seperti ini bakteri anaerobik akan mengambil alih tugas untuk memecah bahan buangan yang ada di dalam air lingkungan. Hasil pemecahan bahan buangan oleh mikroorganisme yang memerlukan oksigen (kondisi aerobik) dan tanpa oksigen (kondisi anaerobik) hasilnya akan berbeda seperti terlihat berikut ini: Kondisi Aerobik: C --- CO2 N --- NH3 + HNO3 S --- H2SO4 P ---- H3PO4 Hasil pemecahan Kondisi anaerobik: C --- CH4 N --- NH3 + amin S --- H2S P --- PH3 + komponen posfor pada kondisi anaerobik pada

umumnya berbau tidak enak. Sebagai contoh, amin berbau amis dan anyir, sedangkan H2S dan komponen posfor akan berbau busuk. Mengingat hal ini air lingkungan yang aerobik jangan sampai berubah menjadi anaerobik (Wardhana, 2004). Makin besar kadar kadar BOD merupakan indikasi bahwa perairan tersebut telah tercemar, contohnya adalah kadar maksimum BOD5 yang diperkenankan untuk kepentingan

40

air minum dan menopang kehidupan organisme akuatik adalah 3,0 6,0 mg/L berdasarkan UNESCO / WHO / UNEP, 1992 (Sumantri, 2010). Uji BOD mempunyai beberapa kelemahan, di

antaranya adalah: a) Dalam uji BOD ikut terhitung oksigen yang dikonsumsi oleh bahan-bahan organik atau bahan-bahan tereduksi lainnya, yang tersebut juga Intermediate Oxygen Demand. b) Uji BOD membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu lima hari. c) Uji BOD yang dilakukan selama lima hari masih belum dapat menunjukkan nilai total BOD, melainkan + 68% dari total BOD. d) Uji BOD tergantung dari senyawa penghambat di dalam air tersebut, misalnya germisida seperti klorin yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang

dibutuhkan untuk merombak bahan organik, sehingga hasil BOD kurang teliti. 3) COD (Chemical Oxygen Demand) Chemical Oxygen Demand atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia (Wardhana, 2004). Bahan buangan organik akan

41

dioksidasi oleh kalium bikromat atau K2Cr2O7 yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O serta sejumlah ion chrom. Reaksinya sebagai berikut: CaHbOc + Cr2O72- + H+ ------- CO2 + H2O + Cr3+ Reaksi tersebut perlu pemanasan dan juga penambahan katalisator perak sulfat (Ag2SO4) untuk mempercepat reaksi. Apabila dalam bahan buangan organik diperkirakan ada unsur klorida yang dapat mengganggu reaksi maka perlu ditambahkan merkuri sulfat untuk menghilangkan gangguan tersebut. klorida dapat mengganggu karena akan ikut teroksidasi oleh kalium bikromat sesuai dengan reaksi berikut: 6Cl- + Cr2O72- + 14H+ ---- 3Cl + 2Cr3+ + 7H2O Apabila dalam larutan air lingkungan terdapat klorida, maka oksigen yang diperlukan pada reaksi tersebut tidak menggambarkan keadaan sebenarnya. Seberapa jauh tingkat pencemaran oleh bahan buangan organik tidak dapat diketahui secara benar. Penambahan merkuri sulfat adalah untuk

mengikat ion klor menjadi merkuri klorida mengikuti reaksi berikut ini : Hg2+ + 2Cl- --- HgCl2 Warna larutan air lingkungan yang mengandung bahan buangan organik sebelum reaksi oksidasi adalah kuning. Setelah reaksi oksidasi selesai maka akan berubah menjadi hijau.

42

Jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan organik sama dengan jumlah kalium bikromat yang dipakai pada reaksi tersebut diatas. Makin banyak kalium bikromat yang dipakai pada reaksi oksidasi, berarti makin banyak oksigen yang diperlukan. Ini berarti bahwa air

lingkungan makin banyak tercemar oleh bahan-bahan buangan organik. Dengan demikian maka seberapa jauh tingkat

pencemaran air lingkungan dapat ditentukan (Wardhana, 2004). Jika pada perairan terdapat bahan organik yang resisten terhadap degradasi biologis, misalnya tanin, fenol, polisakarida, dan sebagainya maka lebih cocok dilakukan pengukuran COD daripada BOD. Kenyataannya hampir semua zat organik dapat dioksidasi oleh oksidator kuat seperti kalium permanganat dalam suasana asam, diperkirakan 95% - 100% bahan organik dapat dioksidasi. Seperti pada BOD, perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD, pada perairan yang tidak tercemar

biasanya kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan yang tercemar dapat lebih dari 200 mg/L dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/L (Sumantri, 2010).

43

2.6 Pengendalian Pencemaran Air Pada dasarnya pencemaran air dapat dikendalikan atau dikontrol. Teknologi yang tersedia mampu mengeluarkan polutan maupun bakteri dari dalam air. Secara umum pengendalian pencemaran dapat dilakukan melalui tindakan utama, yaitu penanggulangan teknis dan non teknis (Suripin, 2004). 1. Penanggulangan teknis Dapat dilakukan secara preventif maupun kuratif. Tindakan preventif dapat ditujukan untuk menjaga rejim sungai, dimana limbah buangan yang masuk ke dalamnya dalam kondisi baik. Beberapa tindakan preventif yang dapat dilakukan untuk menangani pencemaran air meliputi : pengolahan air limbah (effluent treatment) baik limbah domestik maupun industri, lokasi industri (industri-industri yang membuang air limbah cukup besar akan lebih baik ditempatkan pada lokasi dimana biaya sosialnya rendah), penjadwalan waktu operasi industri, pemakaian ulang (recycling), penempatan lokasi buangan yang tepat. 2. Penanggulangan non teknis Usaha untuk mengurangi dan menanggulangi pencemaran dengan membuat peraturan perundangan yang dapat merencanakan, mengatur, dan mengawasi segala macam bentuk kegiatan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi pencemaran lingkungan. Peraturan perundangan yang dimaksudkan hendaknya dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kegiatan yang akan dilaksanakan di suatu tempat. Disamping pembuatan

44

peraturan

perundangan,

yang

tak

kalah

pentingnya

adalah

pelaksanaannya serta penanaman perilaku disiplin bagi semua lapisan masyarakat. Segenap lapisan masyarakat dituntut untuk berdisiplin, bertanggung jawab pada lingkungan, tidak membuang sampah secara sembarang yang dapat menimbulkan pencemaran. Penanaman perilaku disiplin ini harus dimulai disini, sekarang, dan masing-masing dari kita. 3. Peraturan Perundangan tentang Pencemaran Air Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 tahun 1990 tentang pengendalian pencemaran air mendefinisikan peristilahan sebagai berikut (PP No.20/1990 pasal 1 dalam Effendi 2003): a. Air, meliputi semua air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber air yang terdapat di atas permukaan tanah. Air yang terdapat di bawah permukaan tanah dan air laut tidak termasuk dalam pengertian ini. b. Kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat energi, atau komponen lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut, dan sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam, dan sebagainya), dan parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri, dan sebagainya). c. Pencemaran air, yaitu masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang

45

menyebabkan peruntukannya. d.

air

tidak

dapat

berfungsi

sesuai

dengan

Baku mutu limbah cair adalah batas kadar dan jumlah unsur pencemaran yang ditenggang adanya dalam limbah cair untuk dibuang dari satu jenis kegiatan tertentu.

e.

Beban pencemaran adalah jumlah suatu parameter pencemaran yang terkandung dalam sejumlah air atau limbah.

f.

Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada sumber air menerima beban pencemaran limbah tanpa

mengakibatkan turunnya kualitas air sehingga melewati baku mutu air yang ditetapkan sesuai dengan peruntukannya. g. Pengendalian adalah upaya pencegahan dan atau penanggulangan da atau pemulihan. h. Baku Mutu Air Sungai Baku mutu air pada sumber air adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di dalam air, tetapi air tersebut tetap dapat digunakan sesuai dengan kriterianya (Kristanto, 2004). Klasifikasi kriteria dan mutu air mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang

Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yang menetapkan mutu air ke dalam 4 (empat) kelas (Anonimous 3):

46

a.

Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

b.

Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

c.

Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

d.

Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang

mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Pembagian kelas ini berdasarkan pada tingkatan baiknya mutu air berdasarkan berdasarkan kemungkinan penggunaannya bagi suatu peruntukan air (designated beneficial water uses). Peruntukan lain yang dimaksud dalam kriteria kelas air di atas, misalnya kegunaan air untuk proses produksi dan pembangkit tenaga listrik, asalkan kegunaan tersebut dapat menggunakan air sebagaimanakriteria mutu air dari kelas yang dimaksud.

47

2.7 Penentuan Lokasi dan Titik Pengambilan Sampel Air Sungai

1.

Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel Langkah awal dalam menentukan lokasi pengambilan sampel air sungai adalah mengetahui keadaan geografi sungai dan aktivitas di sekitar daerah aliran sungai (Hadi, 2005). Pada umumnya, lokasi pengambilan meliputi: a. Daerah hulu atau sumber alamiah, yaitu lokasi yang belum tercemar. Lokasi itu berperan untuk identifikasi kondisi asal atau base line sistem tata air. b. Daerah pemanfaatan air sungai, yaitu lokasi dimana air sungai dimanfaatkan untuk bahan baku air minum, air untuk rekreasi, industri, perikanan, pertanian, dan lain-lain. Tujuannya adalah untuk mengetahui kualitas air sebelum dipengaruhi oleh suatu aktivitas. c. Daerah yang potensial terkontaminasi, yaitu lokasi yang mengalami perubahan kualitas air oleh aktivitas industri, pertanian, domestik, dan sebagainya. Lokasi itu dipilih untuk mengetahui hubungan

antara pengaruh aktivitas tersebut dan penurunan kualitas air sungai. d. Daerah pertemuan dua sungai atau lokasi masuknya anak sungai. Lokasi itu dipilih apabila terdapat aktivitas yang mempunyai pengaruh terhadap penurunan kualitas air sungai. e. Daerah hilir atau muara, yaitu daerah pasang surut yang merupakan pertemuan antara air sungai dan air laut. Tujuannya untuk mengetahui kualitas air sungai secara keseluruhan.

48

2.

Penentuan Jumlah Titik Pengambilan Sampel Apabila lokasi pengambilan telah ditetapkan, langkah selanjutnya adalah menentukan titik pengambilannya. Jumlah titik tersebut sangat tergantung pada debit rata-rata tahunan dan klasifikasi sungai. Semakin banyak titik pengambilan sampel, semakin tergambarkan kualitas air sungai sesungguhnya. Dalam praktiknya, jumlah titik tersebut sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi air sungai. Tabel berikut

menunjukkan jumlah titik pengambilan sampel air sungai berdasarkan klasifikasi dan debit rata-rata tahunan.

Tabel VI. Jumlah titik pengambilan sampel air sungai sesuai klasifikasinya

Debit rata-rata tahunan (m3/detik) <5 5 - 150 150 - 1000

Klasifikasi sungai Kecil Sedang Besar Sangat besar

Jumlah titik pengambilan sampel 2 4 6 Minimum 6 seperti pada sungai besar jumlah titik tambahan tergantung pada sungainya, kenaikan ditambah dengan faktor 2

>1000

(Sumber : Hadi, 2005)

Anda mungkin juga menyukai