Anda di halaman 1dari 51

ISSN: 1693-8917

SAINTEK
Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Teknik dan Rekayasa

Volume 8, Nomor 2, Desember 2011

DAFTAR ISI (CONTENTS) Halaman (Page) 1. Perbandingan Penggunaan Kayu Bakar dan Briket Batu Bara pada Proses Penyulingan Minyak Nilam (Comparison Use of Fuel Wood and Coal Briquettes to Distillation Process the Patchouli Oil) Urip Prayogi, dan Bagiyo Suwasono ......................................................................................... Biosintesa Senyawa Antioksidan pada Fermentasi Substrat Cair Kulit Pisang dengan Bantuan Aspergillus Niger (Biosynthesis of Antioxidant Compounds in Banana Skin Liquid Substrate Fermentation by Aspergillus Niger Help) Gwynne Tjitradjaja, Kevin Yangga, Ery Susiany Retnoningtyas, dan Antaresti ................ Implementasi Adaptive Neuro Fuzzy Inference System sebagai Kontrol Kecepatan Motor Induksi Tiga Fasa Menggunakan Mikrokontroller AVR ATMEGA 16 (Implementation of Adaptive Neuro Fuzzy Inference System for Induction Motor Speed Control of Three Phase Using AVR Microcontroller ATMEGA 16) Suryadhi ...................................................................................................................................... Pengukuran Gaya Potong Pahat pada Mesin Bubut (Measurement of Tool Cutting Force at Turning Machine) Mochamad Masud .................................................................................................................... Aplikasi Kamera Pengawas untuk Deteksi dan Tracking Objek (Surveilance Camera Application for Detecting and Tracking Object) Gembong Edhi Setyawan, Meivi Kartikasari, dan Mukhlis Amien ...................................... Kajian Fisik dan Ekonomi Fungsi Hutan Tangkapan Air di Lereng Gunung Argopuro (Physical and Economy Tangkapan Air Jungle Function Study at Mount Argopuro) Soa Ariyani dan Teguh Hari Santosa ..................................................................................... Water Quality Examination Based on Benthic Macroinvertebrates on River of Prono Probolinggo os Indicators of Paper Manufactured Polution Leces Probolinggo (Pemeriksaan Kualitas Air Berdasarkan Makroinvertebrata Bentik di Sungai Prono Probolinggo os Indikator Pencemaran Produksi Kertas Leces Probolinggo) Rohatin and Umi Nurjanah ....................................................................................................... Optimalisasi Penggunaan Limbah Batu Kapur sebagai Pengganti Agregat Kasar terhadap Kuat Tekan Beton 17,5 Mpa dan Pengaruhnya terhadap Analisis Waktu dan Biaya di Banyuwangi (Optimizing the Use of Waste Limestone as Coarse Aggregate Substitute for Concrete Strength 17.5 MPa Press and Its Effect on Time and Cost Analysis in Banyuwangi) Heri Sujatmiko ...........................................................................................................................

4751

2.

5255

3.

5661

4.

6265

5.

6673

6.

7482

7.

8389

8.

9096

Dicetak oleh (printed by): Airlangga University Press. (135/09.11/AUP-A9E). Kampus C Unair, Jln. Mulyorejo Surabaya 60115, Indonesia. Telp. (031) 5992246, 5992247, Telp./Fax. (031) 5992248. E-mail:aupsby@rad.net.id; aup.unair@gmail.com Kesalahan penulisan (isi) di luar tanggung jawab AUP

47

Perbandingan Penggunaan Kayu Bakar dan Briket Batu Bara pada Proses Penyulingan Minyak Nilam
(Comparison Use of Fuel Wood and Coal Briquettes to Distillation Process the Patchouli Oil)
Urip Prayogi*, dan Bagiyo Suwasono** * Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan Universitas Hang Tuah, Jl. Arif Rahman Hakim 150 Surabaya ** Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan Universitas Hang Tuah, Jl. Arif Rahman Hakim 150 Surabaya

ABSTRAK

Ketergantungan sumber energi yang murah dalam mendukung keberlangsungan proses produksi akan memerlukan berbagai upaya esiensi energi dan efektivitas panas salah satunya penggunaan briket batubara dan kayu bakar pada proses penyulingan minyak nilam. Percobaan pertama dilakukan dengan sumber energi dari kayu bakar dan kedua dari briket batu bara. Pengambilan data proses dimulai dari pengukuran awal pemanasan hingga proses penyulingan. Parameter pengukuran meliputi tekanan uap, temperatur panas, waktu air mendidih, dan berat sumber energi. Hasil pengujian menunjukkan bahwa perbandingan awal pemanasan hingga air mendidih pada tekanan uap panas yang mencapai 0,1 kg/cm2 untuk batu bara memerlukan waktu lebih lama 30 menit dari kayu bakar yang mencapai 90 menit, tetapi kebutuhan batu bara hanya mencapai 15 kg dan kayu bakar mencapai 30 kg. Sedangkan perbandingan proses lanjut dari uap panas hingga proses penyulingan pada tekanan uap panas yang mencapai 0,7 kg/cm2 untuk batu bara memerlukan waktu lebih lama 20 menit dari kayu bakar yang mencapai 60 menit, tetapi kebutuhan batu bara hanya mencapai 10 kg dan kayu bakar mencapai 72 kg. Bentuk persamaan yang dihasilkan selama proses penyulingan minyak nilam adalah persamaan regresi polinomial dengan indikasi bahwa penggunaan kayu bakar lebih sesuai digunakan daripada briket batu bara. Kata kunci: kayu bakar, briket batu bara, uap panas, penyulingan, minyak nilam
ABSTRACT

A cheap source of energy dependence in supporting the sustainability of the production process will require the efforts of energy efciency and the effectiveness of heat one of them use coal briquettes and fuel wood in patchouli oil distillation process. The rst experiment performed with the energy source of fuel wood and the second of coal briquettes. Data retrieval process starts from the initial measurement of heating up to the distillation process. Measurement parameters include vapor pressure, heat temperature, time of boiling water, and heavy energy sources. Test results showed that the ratio of the initial heating in boiling water until steam pressure reached 0.1 kg/cm2 for coal takes longer than 30 minutes fuel wood which reached 90 minutes, but the need for coal and only reached 15 kg of fuel wood reached 30 kg. While the comparison process continued until the process of steam distillation on the steam pressure reaches 0.7 kg/cm2 for coal takes longer than 20 minutes fuel wood which reached 60 minutes, but the need for coal and only reached 10 kg of fuel wood reached 72 kg. Form of equations generated during the distillation process of patchouli oil is a polynomial regression equation with an indication that the use of fuel wood is more appropriate to use than coal briquettes. Key words: fuel wood, coal briquettes, steam heat, distillation, patchouli oil

PENDAHULUAN

Pada akhir dekade ini dunia sedang dalam gencarnya menyatakan krisis energi, hal ini dapat dilihat dengan semakin meroketnya harga minyak mentah di pasaran international. Komoditas energi ini memang selalu mengalami dinamika harga, namun lebih cenderung mengalami kenaikan. Hal ini secara directional membuat negara kita ikut merasakan krisis energi tersebut. Berbagai kebijakan pemerintah telah dikeluarkan untuk mengatasi kelangkaan minyak bumi. Hal ini berbanding terbalik dengan demand dari masyarakat Indonesia, yang mana kebutuhan akan energi sangatlah tinggi terutama para pemain sektor industri. Fakta ini membuat pemerintah

dan para pakar energi berpikir keras untuk melakukan diversikasi energi. Suplai minyak bumi sudah tidak dapat diandalkan untuk masa-masa mendatang dalam pemenuhan kebutuhan akan energi bagi masyarakat Indonesia. Di sisi lain persedian kayu bakar juga semakin menipis seiring dengan kebutuhan kayu yang sangat besar dan kayu bakar memerlukan waktu untuk menanam maupun mengeringkan. Salah satu sumber energi alternatif yang sangat prospek di masa mendatang adalah batubara. Sumber daya batubara di Indonesia masih sangatlah banyak. Dengan sedikit rekayasa batubara dapat langsung digunakan untuk pemenuhan kebutuhan energi baik pada skala ekonomi kecil, menengah maupun industri.

48

Jurnal Saintek, Vol. 8. No. 2 Desember 2011: 4751

Rekayasa tersebut yang paling sederhana yaitu briket batubara. Briket batubara merupakan hasil pengolahan batubara yang pada awalnya batubara dilembutkan lalu dicampur dengan perekat lalu dipadatkan dengan alat pencetak. Briket batubara sangat ekonomis dan dapat menghasilkan kalori pembakaran yang cukup panjang. Satu kilogram briket batubara dapat dipakai hingga 8 jam dengan pembakaran yang relatif konstan. Briket batubara ini sangat cocok untuk dipakai pada kebutuhan akan energi yang banyak dengan durasi pembakaran yang panjang contohnya seperti pada industri rumah tangga. Dengan demikian sudah saatnya kita melirik briket batubara ini, di mana harga bahan bakar minyak yang semakin mahal dan langka. Dengan adanya perhatian dari pemerintah, pemanfaatan briket batubara ini akan sangat optimal dan dapat dirasakan.1

pala, dan daun cengkeh. Beberapa daerah produksi minyak atsiri antara lain daerah Jawa Barat (sereh wangi, akar wangi, daun cengkeh, dan pala), Jawa Timur kenanga dan cengkeh, serta daerah Jawa Tengah, Bengkulu, Aceh atau Sumatera utara sebagai penghasil minyak nilam.2 Indonesia sebagai negara penghasil minyak nilam terbesar di dunia dengan kapasitas pasokan tiap tahun sekitar 75% dari kebutuhan dunia. Dari jumlah itu, 60% diproduksi di Nanggroe Aceh Darussalam dan sisanya berasal dari Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Jawa Tengah. Republik Rakyat Cina merupakan produsen minyak nilam terbesar kedua setelah Indonesia. Negaranegara lain yang memproduksi minyak nilam adalah Brasil, Malaysia, India, dan Taiwan.3 Hampir seluruh produksi minyak nilam Indonesia diekspor terutama ke Amerika Serikat, negara-negara Eropa Barat, dan Jepang. Komponen utama yang menentukan mutu minyak nilam adalah patchouli alcohol.4 Minyak nilam merupakan bahan utama untuk mengikat bahan pewangi pada industri parfum dan kosmetik. Selain itu, minyak nilam dapat digunakan untuk mengendalikan hama.5 Untuk itu perlu adanya penelitian mengenai batu bara sebagai bahan bakar pengganti kayu bakar pada alat penyuling minyak nilam sehingga dapat diketahui seberapa besar uap yang dihasilkan dari kedua bahan bakar tersebut.

METODE PENELITIAN

Gambar 1. Briket batubara

Pada saat ini briket batubara yang beredar di pasar adalah briket batubara karbonisasi dan briket batubara non karbonisasi. Di Indonesia briket ini dibuat dari bahan baku batubara yang di haluskan dan dicampur dengan bahan pengikat anorganik dari semen atau tanah liat, tapioka, dan uap air. Ada beberapa kelebihan briket dibandingkan dengan bahan bakar yang lain adalah: lebih hemat dan irit, panas lebih tinggi, nyala bara cukup lama dan tidak berjelanga sehingga peralatan masak tetap bersih, aman (tidak beracun dan tidak meledak), bekas pembakaran briket dapat dimanfaatkan sebagai pupuk, oleh karena itu briket merupakan bahan bakar yang aman untuk digunakan pada industri kecil dan menengah. Pada saat ini industri yang telah menggunakan briket adalah: industri makanan, rumah makan, catering, chiki, dodol, kripik pisang, gula aren, Industri bata dan genteng, minyak nilam, pesantren, rumah sakit,i batik, peternakan ayam, pengeringan: tembakau, karet, gabah, kopi. Indonesia merupakan negara beriklim tropis kaya akan beraneka ragam flora, berbagai jenis tanaman yang mempunyai banyak manfaat dapat tumbuh dengan mudah, salah satu di antaranya adalah tanaman yang dapat menghasilkan minyak atsiri. Indonesia memiliki potensi sebagai salah satu negara pengekspor minyak atsiri, seperti minyak nilam, kenanga, akar wangi, sereh wangi, cendana,

Metode percobaan yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tentang briket batu bara sebagai pengganti kayu bakar dalam menghasilkan uap panas pada proses penyulingan minyak nilam adalah persiapan percobaan dengan memotong dan mengeringkan daun nilam, kemudian menyiapkan kayu bakar dan briket batu bara. Setelah semua disiapkan dilaksanakan pengisian ketel dengan air, menyalakan api. Percobaan pertama dilakukan dengan menggunakan kayu bakar. Percobaan kedua dilanjutkan menggunakan bahan bakar briket batu bara. Pada saat memasukkan ke dalam tungku kayu bakar dan bricket batu bara ditimbang beratnya. Pengukuran data percobaan dimulai awal pemanasan hingga air mendidih dengan bahan bakar kayu kemudian dilanjutkan dengan bricket batu bara. Masing masing bahan bakar dilakukan pengukuran tekanan dan temperatur pada alat ukur yang terpasang pada sistem dimulai dari 0 menit sampai dengan 120 menit (air dalam keadaan sudah mendidih).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengukuran data percobaan-0 dari awal pemanasan hingga air mendidih dengan bahan bakar dari kayu maupun bricket batu bara dapat dilihat pada tabel 1.

Prayogi: Perbandingan Penggunaan Kayu Bakar dan Briket Batu Bara

49

(0) Awal pemanasan Air mendidih


Gambar 2. Bagian dari komponen yang diukur

(1) Uap panas Penyulingan nilam

Tabel 1. Data awal percobaan-0 dengan bahan bakar kayu bakar dan bricket batu bara
No 1 2 3 4 5 6 7 Item Pengukuran-0 Waktu percobaan Berat kg. Kondisi Harga Rp. Humadity lingkungan % Temperatur lingkungan C Kapasitas air m3 Bricket Batu Bara 3 Oktober 13 Oktober 2009 2009 30 15 agak kering konsumsi industri 24.000 19.500 69 40 24,5 30 250 250 Kayu Bakar

Tabel 2. Data pengukuran percobaan-0 dengan bahan bakar kayu


Parameter Uji-0 T1 ( C) T2 ( C) T3 ( C) P0 (kg/cm) 30 350 56 0 0 Interval Waktu (menit) 45 60 90 429 465 498 60 70 80 0 0 96 0 0 0.1 120 >500 82 100 0.3

hasil sebagai berikut: Berat minimum bricket batu bara mencapai 15 kg atau Rp. 19.500,-. Sedangkan berat kayu bakar mencapai 30 kg atau Rp. 24.000,-. Tekanan uap panas (P0) untuk bahan bakar dari kayu bakar mencapai 0,1 kg/cm 2 memerlukan waktu minimal 90 menit, temperatur panas di tungku api (T1) mencapai 498 C, temperatur panas di gas buang (T2) mencapai 80 C, dan temperatur uap panas (T3) mencapai 96 C. Tekanan uap panas (P0) untuk bahan bakar dari bricket batu bara mencapai 0,1 kg/cm2 memerlukan waktu minimal 120 menit, temperatur panas di tungku api (T1) mencapai 495 C, temperatur panas di gas buang (T2) mencapai 70 C, dan temperatur uap panas (T3) mencapai 96 C. Pengukuran data percobaan-1 dari uap panas hingga proses penyulingan nilam dengan bahan bakar dari kayu maupun bricket batu bara adalah sebagai berikut. Tabel 4. Data awal percobaan-1 dengan bahan bakar kayu bakar dan bricket batu bara
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Item Pengukuran-1 Waktu percobaan Berat kg. Kondisi Harga Rp. Humadity lingkungan % Temperatur lingkungan C Temperatur tungku api C Temperatur akhir cerobong asap C Berat daun nilam scraping kg Bricket Batu Bara 3 Oktober 2009 13 Oktober 2009 72 10 kering konsumsi industri 33.000 13.000 87 87 Kayu Bakar 20,5 > 500 50 49 20,5 > 500 50 49

Tabel 3. Data pengukuran percobaan-0 dengan bahan bakar briket batu bara
Parameter Uji-0 T1 ( C) T2 ( C) T3 ( C) P0 (kg/cm) 30 350 50 0 0 Interval Waktu (menit) 45 60 90 429 450 479 60 60 66 0 0 0 0 0 0 120 495 70 96 0.1

Dari tabel 2 hingga tabel 3 untuk kondisi percobaan-0 dari awal pemanasan hingga air mulai mendidih diperoleh

50

Jurnal Saintek, Vol. 8. No. 2 Desember 2011: 4751

Tabel 5. Data pengukuran percobaan-1 dengan bahan bakar kayu


Interval waktu (menit) Parameter Uji-1 30 60 80 85 90 95 100 T1 ( C) 82 82 84 84 84 83 82 100 100 100 100 100 100 100 T2 ( C) 98 98 98 98 98 98 98 T3 ( C) 100 100 100 100 100 100 100 T4 ( C) P1 (kg/cm) 0.3 0.7 0.7 0.5 0.35 0.25 0.2 105 81 100 98 100 0.1 110 80 99 97 99 0

Buka kran pembangkit uap kondisi

Tabel 6. Data pengukuran percobaan-1 dengan bahan bakar briket batu bara
Interval waktu (menit) Parameter Uji-1 30 60 80 85 90 95 100 105 110 T1 (C) 80 82 84 84 84 83 82 81 80 T2 (C) 100 100 100 100 100 100 100 100 99 T3 (C) 98 98 98 98 98 98 98 98 97 T4 (C) 0 0 96 100 100 100 100 100 100 P1 (kg/cm) 0.1 0.3 0.7 0.5 0.35 0.25 0.2 0.1 0
Buka kran pembangkit uap kondisi

Dari data pengukuran percobaan untuk mengetahui beberapa hal dari performansi kemampuan ketel uap hasil inovasi rancang bangun penyulingan minyak nilam dengan ketel pemulih kalor limbah pipa kalor komersial untuk meningkatkan proses pemanasan ketel dapat dilihat pada gambar 3. Gambar 3 menunjukkan regresi polinomial derajad 2 untuk tungku api dari kayu bakar dan briket batu bara memiliki korelasi baik dengan koesien determinasi lebih dari 90%. Persamaan kayu bakar ykb = -0,0041x2 + 1,9183x + 335,8 dan persamaan batu bara ybb = -0,0032x2 + 1,7358x + 328,65. Interpretasi dari kedua regresi polinomial tersebut adalah untuk penggunaan bahan baku tungku api dapat menggunakan kayu bakar, briket batu bara atau kombinasi keduanya.

Dari tabel 5 hingga tabel 6 untuk kondisi percobaan-1 dari uap panas hingga proses penyulingan nilam dengan kondisi buka kran diperoleh hasil sebagai berikut: Berat minimum bricket batu bara mencapai 10 kg atau Rp. 13.000,-. Sedangkan berat kayu bakar mencapai 72 kg atau Rp. 33.000,-. Tekanan uap panas (P1) untuk bahan bakar kayu bakar mencapai 0,7 kg/cm2 memerlukan waktu tambahan minimal 60 menit, temperatur panas gas buang (T1) mencapai 82 C, temperatur uap panas (T2) mencapai 100 C, temperatur panas output superheater (T3) mencapai 98 C, dan temperatur panas output penyulingan (T4) mencapai 100 C. Tekanan uap panas (P1) untuk bahan bakar bricket batu bara mencapai 0,7 kg/cm2 memerlukan waktu tambahan minimal 80 menit, temperatur panas gas buang (T1) mencapai 84 C, temperatur uap panas (T2) mencapai 100 C, temperatur panas output superheater (T3) mencapai 98 C, dan temperatur panas output penyulingan (T4) mencapai 96 C.

Gambar 4. Regresi polinomial untuk gas buang dengan kayu bakar batu bara

Gambar 4 menunjukkan regresi polinomial derajad 2 untuk gas buang dari kayu bakar dan briket batu bara memiliki korelasi baik dengan koefisien determinasi lebih dari 90%. Persamaan kayu bakar ykb = -0,0015x2 + 0,4945x + 43,31 dan persamaan batu bara y bb = -0,0009x2 + 0,4092x + 38,1. Interpretasi dari kedua regresi polinomial tersebut adalah pengaruh panas dari hasil gas buang dari kayu bakar lebih besar daripada briket batu bara.

Gambar 5. Regresi polinomial untuk uap panas dengan kayu bakar batu bara Gambar 3. Regresi polinomial untuk tungku api dengan kayu bakar batu bara

Gambar 5 menunjukkan regresi polinomial derajad 2 untuk uap panas dari kayu bakar dan briket batu bara

Prayogi: Perbandingan Penggunaan Kayu Bakar dan Briket Batu Bara

51

memiliki korelasi baik dengan koesien determinasi lebih dari 80%. Persamaan kayu bakar ykb = -0,5787x2 + 2,027x 70,063 dan persamaan batu bara ybb = -0,0034x2 + 1,4787x 61,301. Interpretasi dari kedua regresi polinomial tersebut adalah uap panas yang dihasilkan dari tungku api kayu bakar lebih besar daripada briket batu bara.

Gambar 7. Regresi polinomial untuk tekanan uap panas dengan kayu bakar = batu bara

Gambar 6. Regresi polinomial untuk output superheater dengan kayu bakar batu bara

Gambar 6 menunjukkan regresi polinomial derajad 2 untuk output superheater dari kayu bakar dan briket batu bara memiliki korelasi baik dengan koesien determinasi lebih dari 80%. Persamaan kayu bakar ykb = -0,0056x + 1,9864x 68,659 dan persamaan batu bara y bb = -0,0033x + 1,4489x 60,068. Interpretasi dari kedua regresi polinomial tersebut adalah pengaruh panas dari output superheater yang dihasilkan dari tungku api kayu bakar lebih besar daripada briket batu bara. Gambar 7 menunjukkan regresi polinomial untuk kayu bakar memiliki derajad 2 dan batu bara derajad 3, di mana kedua persamaan korelasi baik dengan koesien determinasi lebih dari 80%. Persamaan kayu bakar ykb = -0,0000008x3 + 0,0003x2 0,0255x + 0,5925 dan persamaan batu bara ybb = -0,00000001x4 + 0,000004x3 0,0007x2 + 0,0378x 0,6891. Interpretasi dari kedua regresi polinomial tersebut adalah tekanan uap panas yang dihasilkan dari kayu bakar untuk proses penyulingan daun nilam lebih stabil daripada briket batu bara

mencapai 0,7 kg/cm2 untuk batu bara memerlukan waktu lebih lama 20 menit dari kayu bakar yang mencapai 60 menit, tetapi kebutuhan batu bara hanya mencapai 10 kg dan kayu bakar mencapai 72 kg. Bentuk persamaan yang dihasilkan selama proses penyulingan minyak nilam adalah persamaan regresi polinomial dengan indikasi bahwa penggunaan kayu bakar lebih sesuai digunakan daripada briket batu bara.

UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian No: 118/SP2H/PP/DP2M/IV/2009 dan Bapak Budtomo selaku pemilik Bengkel Teknik Utomo dengan alamat Dusun Sumbersari RT. 05 RW. 01 Desa Giripurno Kecamatan Bumiaji Kota Batu.

DAFTAR PUSTAKA
1. Indriyatmoko, Hutabarat. 2010. Prospek penggunaan briket batubara sebagai bahan bakar pengganti minyak dan gas. Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke-9 Palembang, 1315 Oktober 2010. Manurung TB. 2003. Usaha pengolahan dan perdagangan minyak atsiri Indonesia dan permasalahannya dalam menghadapi era perdagangan global, sosialisasi temu usaha peningkatan mutu bahan olah industri minyak atsiri, Dirjend Industri Kimia Agro dan Hasil Hutan, Jakarta. Tasma IM, Hamid. 1989. Hasil penelitian dan pengembangan tanaman minyak atsiri Indonesia, Prosiding Simposium I Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Buku VII. Tanaman Minyak Atsiri, hlm. 1075-1082, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Bogor. Walker GT. 1968. The structure and synthesis of patchouly alcohol, manufacturing chemist and aerosol News. p. 2728. Yusron M, Wiratno. 2001. Budidaya tanaman nilam, circular (3). Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor.

2.

KESIMPULAN

Hasil pengujian menunjukkan bahwa perbandingan awal pemanasan hingga air mendidih pada tekanan uap panas yang mencapai 0,1 kg/cm2 untuk batu bara memerlukan waktu lebih lama 30 menit dari kayu bakar yang mencapai 90 menit, tetapi kebutuhan batu bara hanya mencapai 15 kg dan kayu bakar mencapai 30 kg. Sedangkan perbandingan proses lanjut dari uap panas hingga proses penyulingan pada tekanan uap panas yang

3.

4. 5.

52

Biosintesa Senyawa Antioksidan pada Fermentasi Substrat Cair Kulit Pisang dengan Bantuan Aspergillus Niger
(Biosynthesis of Antioxidant Compounds in Banana Skin Liquid Substrate Fermentation by Aspergillus Niger Help)
Gwynne Tjitradjaja, Kevin Yangga, Ery Susiany Retnoningtyas, dan Antaresti Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

ABSTRAK

Limbah kulit pisang adalah sampah organik yang masih dapat dimanfaatkan melalui proses fermentasi untuk menghasilkan antioksidan dengan bantuan mikroorganisme. Aspergillus niger adalah salah satu kapang yang dapat menghasilkan antioksidan dengan aktivitas yang tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh kombinasi ekstrak kulit pisang dan penambahan (NH4)2SO4 pada proses fermentasi untuk memproduksi antioksidan. Aktitas tertinggi dari antioksidan diperoleh dari Aspergillus niger yang tumbuh dalam substrat 1,5189 mg/mL glukosa (berasal dari 500 g/L ekstrak kulit pisang) dan penambahan 0,25% (b/v) (NH4)2SO4. Kata kunci: aspergillus niger, antioksidan, kulit pisang
ABSTRACT

Banana peel is an organic waste disposal that could be used in fermentation process to produce antioxidant with the aid of microorganisms. Aspergilus niger is mold that can produce high activity of antioxidant from organic waste disposal, in this case the banana kepok peel. This study is to learn and examine the effect of combinations of varied liquid banana peel extract and added (NH4)2SO4 concentrate in fermentation process to produce high activity of antioxidant. The highest degree of antioxidant is obtained from Aspergillus niger that grow in 1,5189 mg/ml glucose (from 500 g/L extracted banana peel) and added 0,25% (w/v) (NH4)2SO4. Key words: aspergillus niger, antioxidant, banana peel

PENDAHULUAN

digunakan A. niger untuk bahan penunjang pertumbuhan atau Growth factor. [6, 7]
Antioksidan

Dewasa ini, dengan semakin berkembangnya jaman dan teknologi, semakin banyak pula masalah-masalah yang timbul bagi lingkungan dan manusia. Masalah ditimbulkan dari polusi udara jalanan, baik yang ditimbulkan oleh pabrik maupun kendaraan bermotor, radiasi sinar ultraviolet dan ruangan ber-AC dapat menimbulkan efek radikal bebas. Karena itu, banyak orang berlomba-lomba untuk mencari zat yang berfungsi untuk mencegah radikal bebas yaitu zat antioksidan.

TINJAUAN PUSTAKA

Aspergillus niger Aspergillus niger merupakan salah satu spesies paling umum dan mudah diidentikasi yang dapat menghasilkan berbagai macam enzim dan zat antioksidan. Substrat fermentasi Aspergillus niger memerlukan tambahan mineral seperti (NH4)2SO4, KH2PO4, MgSO4, urea, CaCl 2.7H 2O, FeSO 4, MnSO 4.H 2O untuk dilakukan proses fermentasi. Mineral-mineral inilah yang dapat merangsang produksi senyawa antioksidan. Penurunan bahan organik sebagai sumber karbon dan nitrogen

Antioksidan adalah zat atau bahan yang melindungi sel-sel dari kerusakan akibat molekul tidak stabil yang dikenal sebagai radikal bebas yang dapat ditemukan pada tanaman maupun pada mikroorganisme. Untuk mencapai kestabilan atom atau molekul, radikal bebas akan bereaksi dengan molekul disekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron. Radikal bebas bersifat destruktif, sangat reaktif dan mampu bereaksi dengan makromolekul sel, seperti: protein, lipid, karbohidrat, atau DNA dan bila tidak dihentikan akan menyebabkan berkembangnya sel kanker, arthritis, katarak, dan penyakit degeneratif lainnya. Sumber radikal bebas bisa berasal dari dalam tubuh manusia sendiri (endogen), bisa pula berasal dari luar tubuh (eksogen). Sumber dari luar tubuh terbentuk dari polusi udara, obat-obatan, pestisida, sinar ultraviolet.2,4,5,9
Uji Aktivitas Penangkap Radikal

Radikal bebas yang umumnya digunakan sebagai model dalam penelitian antioksidan atau peredam radikal bebas adalah 1,1 difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). Radikal

Tjitradjaja, dkk.: Biosintesa Senyawa Antioksidan pada Fermentasi Substrat Cair Kulit Pisang

53

DPPH adalah suatu senyawa organik yang mengandung nitrogen tidak stabil dengan absorbansi kuat pada max 500600 nm dan berwarna ungu gelap. Setelah bereaksi dengan senyawa antioksidan, DPPH tersebut akan tereduksi dan warnanya akan berubah menjadi kuning. Perubahan tersebut dapat diukur dengan spektrofotometer, dan diplotkan terhadap konsentrasi.1,5,8
Fermentasi

Tahap Ekstraksi Antioksidan3

Fermentasi dibagi menjadi 2 yaitu fermentasi substrat padat dan fermentasi substrat cair. Kulit pisang dapat digunakan sebagai substrat padat maupun cair. Agar dapat menjadi substrat cair, kulit pisang dilakukan treatment awal yaitu proses ekstraksi kulit pisang. Untuk mengambil ekstrak kulit pisang tersebut dilakukan dengan proses pemblenderan kulit pisang dengan menggunakan air sebagai pelarutnya.

Setengah gram biomassa dimasukkan dalam tabung Erlenmeyer 20 mL. Di dalam tabung Erlenmeyer , ditambahkan 10 mL ethanol dengan kadar 75% dan dihilangkan gelembung udaranya dengan shaker selama 60 menit. Didinginkan sampai suhu 4 C kemudian dicentrifuge pada kecepatan 3000 rpm. Disaring dengan menggunakan corong Buchner dan supernatan dikumpulkan. Ekstraksi diulang tiga kali dan semua hasilnya digabung dengan dicampurkan dalam 50 mL etanol 75%.
Tahap Analisis dengan Menggunakan Metode DPPH

METODE PENELITIAN

Tahap Persiapan

Disiapkan suspensi biakan A. niger yang telah berumur 7 hari, kemudian ekstrak kulit pisang disiapkan dengan memblender 500 g kulit pisang/L air dan 1000 g kulit pisang/L air. Ke dalam labu Erlenmeyer 250 ml, disiapkan ltrat (ekstrak kulit pisang) sebanyak 100 mL dan ditambahkan sebanyak (NH4)2SO4 sesuai dengan variasi percobaan. Kemudian dicampur dengan KH2PO4 (0,2 gram) dan MgSO4.7H2O (2,5 gram). Setelah itu dilakukan pengadukan agar larutan homogen dan pH media cair diatur dengan HCl hingga pH = 5. Erlenmeyer yang telah berisi substrat dan suspensi diinkubasi didalam inkubator pada suhu 30 C dan sesekali (tiap sehari sekali) diaerasi dengan menggunakan shaker selama 4 jam. Sampel diambil dan diuji setiap 24 jam sekali dan dilakukan selama 7 hari.

Sebanyak 5 ml substrat dimasukkan dalam labu ukur 25 ml dan ditambahkan etanol hingga tanda batas. Sebanyak 0,001 gr DPPH dimauskkan ke dalam labu ukur 50 ml dan ditmabahkan pelarut etanol. Sebanyak 4 ml tiap substrat dan 2 ml larutan DPPH dimasukan kedalam erlenmeyer, kemudian dishaker 30 menit dan diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS Shimadsu 1240 pada max 514 nm. Setiap sampel diukur secara triplo.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktitas antioksidan didapat dari analisa biomassa yang diekstrak setiap selang waktu 24 jam. Pada analisa ini, ekstrak biomassa dicampur (direaksikan) dengan larutan DPPH. Larutan DPPH awal yang mempunyai electron yang tidak berpasangan (tidak stabil) berwarna ungu gelap. Ketika dicampurkan dengan ekstrak biomassa yang mengandung antioksidan, warna larutan (campuran ekstrak biomassa dengan larutan DPPH) menjadi berwarna kuning karena DPPH akan tereduksi oleh antioksidan yang terkandung dalam ekstrak biomassa tersebut.

(a)

(b)

Gambar 1. Pengaruh Aktitas Antioksidan pada Ekstrak Biomassa Terhadap Waktu Fermentasi: (a) Variasi Konsentrasi Glukosa 1,5189 mg/mL; (b) Variasi Konsentrasi Glukosa 3,5016 mg/mL.

54

Jurnal Saintek, Vol. 8. No. 2 Desember 2011: 5255

(a)

(b)

Gambar 2. Kurva Pertumbuhan A. niger terhadap Waktu Fermentasi; (a) Variasi Konsentrasi Glukosa 1,5189 mg/mL; (b) Variasi Konsentrasi Glukosa 3,5016 mg/mL

(a)

(b)

Gambar 3. Konsentrasi Glukosa pada Media Fermentasi (Fase Cair) terhadap Waktu Fermentasi: (a) Variasi Konsentrasi Glukosa 1,5189 mg/mL; (b) Variasi Konsentrasi Glukosa 3,5016 mg/mL

(a)

(b)

Gambar 4. Konsentrasi N (nitrogen) pada Media Fermentasi (Cairan) terhadap Waktu Fermentasi; (a) Variasi Konsentrasi Glukosa 1,5189 mg/mL; (b) Variasi Konsentrasi Glukosa 3,5016 mg/mL

Tjitradjaja, dkk.: Biosintesa Senyawa Antioksidan pada Fermentasi Substrat Cair Kulit Pisang

55

Pada gambar 1. (a) dan (b), maka dapat dilihat bahwa aktitas antioksidan maksimum yang didapatkan pada hari yang berbeda-beda untuk setiap variasi. Bila dihubungkan dengan gambar 4.2 (a) dan (b), maka dapat dilihat bahwa makin banyak spora yang dihasilkan oleh A. niger pada saat proses fermentasi, maka makin banyak pula aktitas antioksidan yang didapatkan. Oleh karena itu, spora terbanyak yang dihasilkan oleh A. niger pada saat variasi substrat konsentrasi glukosa 1,5189 mg/mL dengan (NH4)2SO4 konsentrasi 0,25% dimana pada konsentrasi ini, didapatkan spora terbanyak (pertumbuhan A. niger maksimum). Spora yang terbanyak ini ditandai dengan berkurangnya glukosa dan nitrogen dari hari ke hari. Secara umum pada gambar 4.3 (a) dan (b) serta 4.4 (a) dan (b) terlihat bahwa konsentrasi glukosa dan %N sisa fermentasi makin bertambahnya hari makin menurun. Hal ini disebabkan karena glukosa dan %N yang berasal dari (NH4)2SO4 digunakan untuk metabolisme pertumbuhan A. niger. Komposisi glukosa dan (NH4)2SO4 saling berpengaruh pada metabolisme pertumbuhan A. niger.

DAFTAR PUSTAKA
1. Andarwulan N, Fardiaz D, Wattimena GA, and Shetty K. 1999. Antioxidant Activity Associated with Lipid and Phenolic Mobilization during Seed Germination of Pangium edule Reinw. J. Agric. Food Chem. 47: 31583163. Chairote EO, Chairote G, Lumyong S. 2009. Red Yeast Rice Prepared from Thai Glutinous Rice and the Antioxidant Activities. Chiang MaiJ. Sci. 2009; 36(1): 4249. www.science.cmu.ac.th/journal-science/ josci.html. Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 2003. Komposisi Kulit Pisang. Direktorat Jendral Industri dan Dagang Kecil Menengah Departmen Perindustrian dan Perdagangan. Liao KL and Yin MC. 2000. Individual and combined antioxidant effects of seven phenolic agents in human erythrocyte membrane ghosts and phosphatidylcholine liposome systems: Importance of the partition coefcient. J. Agric.I and food chem. 48: 22662270. Prakash A. 2001. Antioxidant Activity. Medallion Laboratories: Analithycal Progres, 2001, 19(2): 14. Saadah Z. 2010. Produksi Enzim Selulase oleh Aspergillus niger dengan Substrat Jerami Padi. Retrieved 27 Juni 2011. From: http:// eprints.undip.ac.id/13064/1/BAB_I_-_V.pdf Samson RA, Houbraken J, Summerbell RC, Flannigan B, Miller JD. 2001. Common and important species of fungi and actinomycetes in indoor environments. In: Microogranisms in Home and Indoor Work Environments. New York: Taylor & Francis. Hal. 287292. Trevino L, Contretas-Esquivel JC, Rodriguez-Herrera R, Aguilar CN. 2007. Effects of polyurethane matrices on fungal tannase and gallic acid production under solid state culture. J Zhejiang Univ Sci 8(10): 7716. Universitas Pendidikan Indonesia. Retrieved 15 Juli 2011. From: http://repository.upi.edu/operator/upload/s_d535_0611019_chapter3. pdf.

2.

3. 4.

5. 6. 7.

8.

KESIMPULAN
Makin banyak spora, maka makin tinggi pula aktitas antioksidan. Aktitas antioksidan tertinggi didapat pada fermentasi pada variasi glukosa 1,5189 mg/mL glukosa dengan penambahan 0,25% (b/v) (NH4)2SO4.
9.

56

Implementasi Adaptive Neuro Fuzzy Inference System Sebagai Kontrol Kecepatan Motor Induksi Tiga Fasa Menggunakan Mikrokontroller AVR ATMEGA 16
(Implementation of Adaptive Neuro Fuzzy Inference System for Induction Motor Speed Control of Three Phase Using AVR Microcontroller ATMEGA 16)
Suryadhi Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan, Universitas Hang Tuah Surabaya, Jl. Arief Rachman Hakim 150 Surabaya 60111 E-mail: soerjaa@yahoo.com

ABSTRAK

Motor Induksi atau Motor AC asinkron merupakan motor yang banyak digunakan pada dunia industri dibanding motor jenis lain. Motor ini memiliki kemampuan yang baik pada kecepatan putar, di samping itu konstruksinya sederhana dan kokoh, harga yang relatif murah serta perawatan yang mudah. Adapun kelemahan dari motor ini adalah pada saat terjadinya perubahan torsi beban, kecepatan motor akan berubah. Untuk itu digunakan sistem pengaturan kecepatan motor induksi dengan metode kontrol Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS) yang menggunakan mikrokontroler AVR sebagai sistem pemrosesan kontrol. Atmel AVR adalah jenis mikrokontroler yang banyak digunakan untuk aplikasi kendali maupun otomasi. Kontrol berbasis mikrokontroler dapat beradaptasi jika perubahan input secara tiba-tiba, karena dilengkapi dengan metode pembelajaran yang digunakan untuk parameter Fuzzy dalam metode ANFIS. Diharapkan dapat memberikan respons yang cepat dan akurat pada saat terjadinya perubahan torsi beban sehingga motor akan kembali pada kedudukan setpoint dengan cepat. Kata kunci: motor induksi, ANFIS, mikrokontroller
ABSTRACT

Induction motors or AC motors asynchronous motors are widely used in industry compared to other types of motors. This motor has good ability on the rotational speed, in addition to simple and sturdy construction, the price is relatively cheap and easy maintenance. The weaknesses of this motor is at the time of the change in load torque, motor speed will change. For that use the system settings with the induction motor speed control method of Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS) using AVR microcontroller as the control processing system. Atmel AVR microcontroller is a type that is widely used for control and automation applications. Microcontroller-based control can adapt if the changes to the input of a sudden, it comes with the learning methods used for fuzzy parameters in the ANFIS method. Expected to provide rapid response and accurate at the time of the change in load torque so the motor will return to the position setpoint quickly. Key words: induction motors, ANFIS, microcontroller

PENDAHULUAN

Motor induksi merupakan motor arus bolak balik (AC) yang paling luas digunakan terutama pada industriindustri.5 Pada pemakaian di industri paling banyak motor induksi 3 phasa sedangkan pada rumah tangga paling banyak motor induksi 1 phasa. Faktor yang menyebabkan hal tersebut karena motor induksi memiliki beberapa kelebihan antara lain: harga lebih murah, mudah dalam perawatan, konstruksi sederhana dan kokoh.1 Namun motor ini memiliki kelemahan yakni motor ini tidak dapat mempertahankan kecepatannya dengan konstan bila terjadi perubahan torsi beban.3 Seiring dengan perkembangan teknologi pengontrolan sistem atau yang disebut kontroler, semakin diperlukan penggunaannya dan dikembangkan sesuai dengan

kebutuhan. Salah satu metode pengontrolan yang dapat digunakan untuk menunjang kerja sistem adalah kontroler dengan metode Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System (ANFIS). Mungkin perkembangannya pada industri belum begitu menonjol untuk saat ini tetapi sesuai dengan perkembangan kebutuhan yang ada ANFIS dapat menjadi alternatif yang baik untuk dijadikan kontroler suatu sistem. Pada penelitian ini akan menggunakan metode ANFIS untuk mengontrol kecepatan putaran motor induksi yang merupakan pengembangan dari sistem kontroler yang sebelumnya sehingga menjadi harapan agar sistem respon dari kinerja motor induksi yang dihasilkan akan semakin lebih baik. Kontroler ANFIS sebenarnya memiliki banyak keunggulan dalam penerapannya. Kontroler ini dapat

Suryadhi: Implementasi Adaptive Neuro Fuzzy Inference System

57

beradaptasi jika terjadi perubahan input sistem secara tiba-tiba, karena dilengkapi dengan metode pembelajaran. Metode pembelajaran ini adalah metode pembelajaran untuk parameter fuzzy, yang digunakan dalam metode ANFIS.2 Dengan memanfaatkan mikrokontroler AVR sebagai alat untuk pemrosesan sistem kontrol utama. Atmel AVR adalah jenis mikrokontroler yang banyak digunakan untuk aplikasi kendali maupun otomasi, mulai dari sistem yang sederhana hingga sistem yang kompleks. Seperti halnya sistem pengaturan motor induksi, mikrokontroler akan mengontrol sistem dengan metode kontrol ANFIS.

berputar. Selanjutnya putaran motor tersebut disensor masuk ke dalam mikrokontroler dengan nama Present value (PV) dan nilai tersebut dibandingkan dengan setting point (SP), sehingga didapat nilai error dan delta error. Error dan delta error tersebut diproses pada ANFIS dalam sistem pembelajaran. Setelah nilai error antara hasil dari pembelajaran dan target mengecil atau waktu learning selesai maka sistem

METODE PENELITIAN

Secara umum gambaran sederhana dari sistem kerja pengaturan motor induksi 3 phasa dengan menggunakan ANFIS adalah:

Gambar 1. Blok diagram kongurasi sistem

Pada prinsipnya dalam pengaturan motor induksi 3 phasa dengan menggunakan kontrol ANFIS yaitu memberikan penyulutan pada inverter agar dapat mengatur putaran motor induksi 3 phasa, di mana penyulutan inverter tersebut didapat dari nilai magnitude dari output kontrol ANFIS. Pertama kali, mikrokontroler memberikan sinyal ajar ke motor agar motor dapat

Gambar 3. Flowchart proses learning

Gambar 2. Jaringan sistem fuzzy

Gambar 4. Flowchart Proses Running

58

Jurnal Saintek, Vol. 8. No. 2 Desember 2011: 5661

pada ANFIS masuk ke proses running. Nilai keluaran ANFIS adalah nilai out.
Algoritma Kontrol ANFIS

Secara diagramatik sistem fuzzy adaptif dapat ditunjukkan pada Gambar 2.


Flowchart Sistematika Kontrol ANFIS

Flowchart untuk proses Learning dan proses Running dari kontrol ANFIS dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3. Proses ini diawali dengan mengirim sinyal ke motor dengan nilai sembarang sebesar nilai dari sinyal ajar yang terdapat pada ANFIS. Kemudian sinyal tersebut akan memberikan suatu nilai tegangan ke Inverter untuk dapat menggerakkan rotor pada Motor Induksi. Untuk mendapatkan nilai error dan delta error sebagai masukan dari kontrol ANFIS maka dapat dicari dari persamaan sebagai berikut: Errorn = setpoint Id Derror = Errorn Errorn 1 Setelah nilai error dan delta error didapatkan selanjutnya masuk ke nilai Parameter ANFIS, dilanjutkan dengan Learning Error. Learning error tersebut merupakan metode untuk mendapatkan Y, X, . Lama proses learning tergantung dari jumlah Epoch yang diinginkan, tergantung pada seberapa besar kemampuan memory mikrokontroler ATMEGA 16. Ketika proses pembelajaran selesai maka proses selanjutnya akan melakukan proses running. Proses running tersebut sama dengan proses learning akan tetapi tanpa memerlukan error dan learning Y, X, . Keluaran ANFIS sebagai Id yang terkontrol.
Algoritma Backpropagation

Di mana : M = Banyaknya aturan fuzzy N = Banyaknya Masukan = Titik tengah fungsi keanggotaan = Lebar fungsi keanggotaan = Titik tengah fungsi keanggotaan di keluarannya = Diasumsikan sama dengan 1 f(x) = Keluaran system fuzzy tersebut

Proses penurunan teknik propagation bentuk fungsi Gaussian digunakan: .........................................(1) Di mana l = 1,2,3M, k=0,1,2 = konstanta pembelajaran. Dari persamaan dapat dilihat bahwa f (demekian pula hanya melalui a, di mana f = a/b e) tergantung pada dan a adalah sebagai berikut: a = ................................................................(2)

Dan b adalah sebagai beikut: b = Dan z1 = ........................................................(4) ...................................................................(3)

Teknik pembelajaran Back Propagation lebih sering digunakan untuk fungsi output sigmoid karena dinilai lebih mendekati cara kerja sistem syaraf manusia. Metode ini mampu memperbaiki hsil keluaran hingga didapatkan kesesuaian dengan harga set point. Cara kerja teknik pembelajaran ini dalah sinyal masukan dari lapisan input setelah diboboti maka akan diteruskan ke lapisan keluaran sebagai output jaringan. Apabila hasil keluaran output jaringan ini ternyata tidak sesuai dengan nilai set point, maka sinyal akan menyebar ke belakang menuju lapisan-lapisan tersembunyi dan kembali ke lapisan input. Di sini dilakukan perbaikan terhadap proses pembobotan. Proses ini berlangsung terus-menerus hingga didapatkan hasil keluaran jaringan yang sesuai dengan set point. Pada sistem logika fuzzy menggunakan pendefuzzkasian rata-rata tengah (Center of Average), aturan penalaran produk ( Product Inference Rule), fuzzikasi singleton dan fungsi keanggotaan gaussian yang dinyatakan dalam bentuk:

Perancangan Sistem Hardware

Mikrokontroler AVR ini memiliki arsitektur RISC (Reduce Instruction Set Computing) 8 bit, di mana semua instruksi dikemas dalam kode 16-bit (16 bits word) dan sebagian besar instruksi dieksekusi dalam 1 (satu ) siklus clock.4 Dalam perencanaan sistem kerja pengaturan motor induksi 3 phase yang menggunakan kontroler logika ANFIS, diperlukan perancangan sistem hardware sebagai penunjang kerja sistem kontrol, sistem hardware tersebut di antaranya: 1. Mikrokontroller AT MEGA16 2. ADC internal pada mikrokontroler ATMEGA16 3. DAC 08 4. Operational Amplier (Op Amp) sebagai penguatan. 5. Inverter 6. Tachometer. 7. Motor Induksi 3 phase. 8. Beban.

Suryadhi: Implementasi Adaptive Neuro Fuzzy Inference System

59

Gambar 5. Rangkaian Minimum Sistem AVR

Rangkaian skematik DAC 08 adalah sebagai berikut:

Gambar 6. Rangkaian DAC 0808

60
HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Saintek, Vol. 8. No. 2 Desember 2011: 5661

Pengujian Motor Induksi 3 Fasa

Motor yang digunakan adalah motor Induksi 3 fasa. Dalam pengujian motor dilakukan dengan beberapa tahap yaitu Pengujian Motor dengan pengaturan Inverter, Pengujian Motor yang dihubungkan dari Mikrokontroler, kemudian pengujian motor yang dihubungkan dengan Komputer melalui komunikasi serial. Pengaturan kecepatan putaran motor Induksi 3 fasa dilakukan dengan pengaturan frekuensi pada Inverter. Dari Tabel 1 dapat dianalisa bahwa semakin dinaikkan frekuensi Inverter maka kecepatan motor semakin bertambah. Motor tersebut dalam kondisi tanpa beban dan tidak disambungkan dengan Generator AC sehingga kecepatan putarannya mencapai 1495 rpm atau maksimal. Data hasil pengujian tersebut terlihat pada tabel 1. Tabel 1. Hasil pengujian
Data ADC (Hexa) 5 53 109 132 158 184 210 236 255 V DAC (V) 0.8 1 2.08 2.52 3.02 3.54 4.02 4.52 4.88 V Op Amp (V) 0.15 1.88 3.9 4.73 5.68 6.63 7.55 8.99 9.16 Inverter (Hz) 0.8 10.0 20.6 25.0 30.0 35.2 40.0 44.9 48.4 Motor (rpm) 230 560 693.2 848 1000 1142 1281 1065

20000 rpm menghasilkan tegangan sebesar 2 Volt. Hasil pengujian ini terlihat pada tabel 2. Dalam pengujian ini karena putaran motor hanya berkisar sampai 1000 rpm, maka tegangan yang bisa dikeluarkan tachometer sangat kecil sekitar 0,100,11 Volt. Semakin besar putaran motor maka tegangan yang dihasilkan tachometer semakin besar pula.
Hasil Pengujian Motor Menggunakan Kontrol ANFIS

Tabel 1 dapat dianalisa, masukan ADC yang berupa Hexa kemudian diubah menjadi tegangan analog oleh DAC dan dikuatkan agar bisa menyuplai Inverter serta menggerakkan motor. Hasil yang didapat ternyata linier dan sesuai dengan fungsi masing-masing blok dari hardware yang telah dibuat.
Pengujian Tachometer

Kontrol ANFIS akan dimulai dengan pemberian harga set point sebesar 235 desimal atau dalam konversi tegangan sebesar 4,6 Volt yang dikirim ke Inverter melewati Penguatan untuk menjalankan motor. Frekuensi yang diterima oleh Inverter sebesar 48,4 Hz mampu menjalankan motor secara maksimal dengan kecepatan 1065 rpm. Waktu untuk mencapai set point cukup cepat sekitar 20 detik. Dengan kecepatan motor seperti itu mampu menggerakkan Generator AC sehingga menghasilkan tegangan AC sebesar 110 Volt. Selama proses ANFIS berlangsung, maka kita akan mencoba kontrol ANFIS dengan pemberian beban. Beban yang pertama berupa lampu pijar dengan daya 25 watt yang dinyalakan ketika sistem berjalan. Hasilnya memang putaran motor turun yang semula dari 1065 rpm menjadi 1050 rpm, tetapi frekuensi di Inverter tetap konstan meskipun putaran motor turun akibat pembebanan lampu 25 watt. Kemudian beban yang kedua berupa lampu pijar 25 watt dinyalakan selama proses kontrol ANFIS berjalan. Dan ternyata kecepatan motor turun lagi setelah dibebani lampu yang pertama, kecepatannya menjadi 1048 rpm. Tetapi frekuensi di Inverter masih tetap konstan 48,4 Hz, meskipun dibebani dengan 2 lampu yang masing-masing lampu berdaya 25 watt.

KESIMPULAN

Tachometer yang digunakan adalah sebagai pengganti sensor kecepatan serta sebagai pengumpan balik dari sistem. Nilai yang dihasilkan dari tachometer berupa nilai rpm motor dan tegangan analog. Karena memang tachometer ini didesain agar bisa mengkonversikan putaran rpm ke tegangan analog. Dengan nilai konversi Tabel 2. Hasil pengujian
Kecepatan (Rpm) 259 543 840 1001 1159 1065 Teg. out Tacho (V) 0.3 0.6 0.9 0.10 0.12 0.11

Dari hasil pengujian pengaturan kecepatan motor induksi 3 fasa menggunakan metode Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS) dalam aplikasi mikrokontroler AVR ATMEGA16 dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Dengan diberikan nilai setting point maksimum 255 atau FF H maka tegangan yang dikeluarkan oleh DAC sekitar 4,88 Volt dan menghasilkan kecepatan sebesar 1065 rpm. 2) Waktu yang diperlukan untuk mencapai setpoint sebesar 20 detik, baik ketika tanpa beban maupun dengan beban. Karena proses yang dilakukan membutuhkan waktu yang cukup panjang. 3) Dalam aplikasinya, kontroler ANFIS ternyata mempunyai keunggulan dalam memperbaiki suatu sistem kontrol, karena terdapat proses Learning atau pembelajaran oleh Neural Network. 4) Pemilihan type IC mikrokontroler menjadi salah satu faktor penentu dalam pengaplikasian suatu sistem

Suryadhi: Implementasi Adaptive Neuro Fuzzy Inference System

61
Pramudijanto Jos, Effendi Nurul Iman, Purnomo Mauridhi Hery, Implementasi adaptive neuro fuzzy inference system (ANFIS) pada pengaturan kecepatan servomotor MS50DC, Prosiding EIS 2001. Putri Ratna Ika, Penerapan adaptive fuzzy pada pengaturan kecepatan motor induksi tiga fasa , Jurnal Teknik Gelagar, Vol. 18, No. 1, April 2007. Wardhana Lingga, Mikrokontroler AVR seri atmega8535 simulasi, hardware, dan aplikasi, CV ANDI OFFSET, Yogyakarta, 2006. Zuhal, Dasar teknik tenaga listrik dan elektronika daya , PT Gramedia, Jakarta, 1999.

kontrol. Karena ANFIS memerlukan ruang yang cukup besar, maka harus memperhatikan kapasitas memory mikrokontroler.

2.

3.

DAFTAR PUSTAKA
1. Asyari Hasyim, Rakhmadi Aris, Pengendalian kecepatan putar motor induksi satu phasa, Jurnal Teknik Elektro dan Komputer Emitor, Vol. 4, No. 1, Maret 2004.

4. 5.

62

Pengukuran Gaya Potong Pahat pada Mesin Bubut


(Measurement of Tool Cutting Force at Turning Machine)
Mochamad Masud Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Yudharta Pasuruan

ABSTRAK

Dalam proses bubut, terdapat gaya pemotongan (cutting force), yaitu Gaya Radial (gaya pada ke dalaman potong), Gaya Tangensial (gaya pada kecepatan potong), dan Gaya Longitudinal (gaya pada pemakanan). Faktor yang memengaruhi gaya potong di antaranya yaitu ke dalaman pemotongan (depth of cut), gerak pemakanan (feed rate), dan kecepatan pemotongan (cutting speed). Penelitian ini mengukur gaya potong pada pahat mesin bubut dengan menggunakan alat ukur Dial Indikator. Material yang digunakan adalah baja ST 37, baja ST 60 dan baja VCN dengan ke dalaman potong sebesar 2 mm, serta gerak pemakanan sebesar 0,08 mm/rev. Angka pada alat ukur dial indikator menunjukkan besarnya deeksi pahat, digunakan untuk mencari besarnya gaya potong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai Unit Horse Power (UHP) yang diperoleh dari percobaan dengan acuan nilai pembebanan 100 gr ditunjukkan pada dial indikator sebesar 0.53 mm. UHP yang dihasilkan rata-rata 0,58, Maka kita jadikan acuan untuk memastikan dial indikator bisa digunakan untuk menghitung besarnya gaya potong. Kata kunci: gaya pemotongan, dial indikator, unit horse power
ABSTRACT

In the process of bubut (lathe), there is a style of cutting (cutting force), namely Radial force (the force on the depth of cut), tangential force (the force on cutting speed), and Longitudinal force (the force on the Ingestion). Factors that inuence the style of such pieces of cutting depth (depth of cut), motion Ingestion (feed rate), and cutting speed. This study measures the force on the tool cutting lathe by using a measuring instrument Dial Indicator. The material used is steel ST 37, ST 60 steel and steel VCN with depth of cut of 2 mm, and the feed rate of 0.08 mm/rev. Numbers on the dial gauge indicator shows the amount of deection tool, used to nd the magnitude of cutting force. The results showed that the value of Units Horse Power (UHP) obtained from experiments with a reference value of 100 gr loading is shown on the dial indicator at 0,53 mm. UHP produced an average of 0.58, then we make a reference to ascertain whether the dial indicator can be used to calculate the magnitude of cutting force. Key words: cuting forces, dial indicator, units horse power (UHP).

PENDAHULUAN

Perkembangan proses pemotongan logam dalam meningkatkan hasil proses produksi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan permasalahan didunia permesinan. Untuk itu dalam menangani proses produksi sangat dibutuhkan pengetahuan tentang gaya pemotongan. Kekuatan dan kekakuan dari mesin perkakas maupun benda kerja adalah sangat penting untuk mengurangi deformasi yang diakibatkan oleh gayagaya yang terjadi sewaktu pemotongan. Lenturan yang terjadi pada benda kerja ataupun bagian-bagian mesin lainnya akan mengurangi ketelitian dari produk. Dengan semakin luasnya tuntutan produksi logam ini, maka perancang desain dan proses pemesinan untuk mampu mengoperasikan mesin sesuai dengan bahan benda kerja dan pahat yang digunakan. PT Mativenga, UMIST (2003) menyebutkan adanya pengaruh pada gaya-gaya pemotongan terhadap ketelitian suatu produk. Pada pahat potong, diketahui bahwa resultan gaya terdiri atas tiga komponen dasar, yaitu FT = Gaya Tangensial/Gaya potong, dalam arah sumbu y (N), Fr = Gaya Radial/Gaya ke dalaman potong, dalam arah sumbu

x (N) dan Ft = Gaya Longitudinal/Gaya makan, dalam arah sumbu z (N) Gaya tangensial ini adalah gaya yang paling tinggi dari ketiga gaya tersebut.

Gambar 1. Gaya-gaya pemotongan

Penelitian ini dilakukan untuk mengukur gaya potong pada pahat bubut dengan cara mencari besarnya nilai unit horse power (UHP) pada setiap material dengan alat ukur dial indicator.

Masud: Pengukuran Gaya Potong Pahat


MATERI DAN METODE PENELITIAN

63

Penelitian ini dilakukan di laboratorium proses produksi ITN Malang. Penelitian ini adalah eksperiment dengan melakukan percobaan pada pada benda kerja baja ST 37 (AISI 1010), baja ST 60 (AISI 1030) dan baja VCN (AISI 1050). Dengan diameter 40 mm, dengan panjang 150 mm. (sebagaimana terlihat pada gambar 2).

Gambar 2. Penampang benda kerja

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah Dial Indicator; Merk Teclock Made in Japan dengan Ketelitian: 0.01 mm, Mesin Bubut Merk: Engine Lathe, No Mesin: 837 N BC 87087. Berikut ini adalah diagram alur yang dipakai sebagai acuan dalam pelaksanaan penelitian:

benda kerja pada posisi center pada kepala lepas saat pembubutan berlangsung. (2) Pengesetan alat, Benda kerja yang telah diberi lubang dengan center drill, dipasang pada mesin bubut untuk dilakukan pemodelan Alat. Dial indicator dipasang di atas pahat yang telah terpasang pada tool post. Kemudian dial indicator diatur sedemikian rupa sehingga ujung dial indicator benarbenar menyentuh pahat dan usahakan sedekat mungkin dengan mata pahat. Untuk mengetahui keakuratan dari Dial Indicator maka dilakukan percobaan dengan cara memberikan beban pada ujung jarum dial indicator. Apabila jarum dial indicator yang telah diberi beban bergerak, maka angka yang ditunjukkan jarum tersebut kita pakai sebagai acuan untuk menentukan massa pada deeksi tersebut. Jika telah selesai dalam pengesetan dial indicator, gerakkan pahat yang telah ada di toll post untuk melakukan pemakanan, maka angka yang ada pada dial indicator akan menunujukkan besarnya deeksi yang terjadi. Angka deeksi inilah yang kita gunakan dalam perbandingan dengan angka yang ditunjukkan dial indicator pada saaat pembebanan tadi. Dari perbandingan ini kita bisa memperoleh nilai gaya pemotongan dengan menggunakan rumus: F= mv2 R

Di mana
F m v R : Gaya, Newton (N) : Massa, kg : Kecepatan Spindel, m/mnt : Jari-jari Benda Kerja, meter

Gambar 3. Diagram alur penelitian

Parameter penelitian ini meliputi: Variabel bebas yaitu ke dalaman potong (a), gerak pemakanan (f), kecepatan potong (v) dan putaran spindel (n). Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: (1) Mempersiapkan bahan benda kerja dengan panjang 150 mm. Kemudian pada ujungnya dibuat lubang dengan center drill menggunakan mesin bubut. Maksud dari pembuatan lubang ini adalah untuk meletakkan

Gambar 4. Jarum dial indicator menunjukkan besarnya deeksi pada saat proses bubut berlangsung

Perlu kita ketahui bahwa alat yang bernama dial indicator adalah alat untuk mengukur kerataan suatu permukaan benda kerja. Alat ini sangat sensitif sekali terhadap sentuhan. Oleh karena itu, dalam percobaan pembebanan untuk memperoleh data yang akan dijadikan acuan, perlu dilakukan beberapa kali percobaan.

64
HASIL DAN ANALISIS DATA

Jurnal Saintek, Vol. 8. No. 2 Desember 2011: 6265

Pada penelitian ini menggunakan penelitian eksperimen dengan pembebanan dengan alat ukur dial indicator dengan beban 100 gr. Adapun yang dihasilkan adalah: Tabel 1. Data hasil penelitian pembebanan pada dial indicator dengan Beban 100gr
Percobaan Beban yang diberikan (gr) 1 100 100 2 100 3 100 4 100 5 100 6 100 7 100 8 100 9 100 10 Total Deeksi pahat (mm) 0,51 0,51 0,55 0,52 0,53 0,51 0,55 0,51 0,56 0,51 5,26

Dari data yang diperoleh berdasarkan tabel di atas, maka kita dapat mencari angka rata-rata yang ditunjukkan oleh jarum pada dial indicator, yaitu: Drata-rata = Deeksi Total n 5,26 = 10 = 0,526

Ini merupakan sebagai acuan untuk perbandingan dengan angka yang ditunjukkan dial indicator artinya bahwa benda dengan massa 100 gr, pada dial indicator menunjukkan sebesar 0,526. Untuk hasil percobaan selanjutnya disajikan pada tabel 25. Dari hasil percobaan yang telah dilaksanakan dengan acuan nilai pembebanan 100 gr ditunjukkan pada dial indicator sebesar 0,53 mm, maka kita bisa memperoleh data bahwa pengaruh ke dalaman pemotongan (depth of cut) sebesar 0,079 in, pada kondisi kecepatan potong (cutting speed) yang sama yaitu 96,84 ft/min, dengan percobaan sebanyak lima kali, diperoleh hasil nilai

Tabel 2. Hasil perhitungan unit horse power untuk material ST 37 (AISI 1010)
a (in) 0,079 0,079 0,079 0,079 f (in/rad) 0,0031 0,0031 0,0031 0,0031 v (ft/min) 96,84 96,84 96,84 96,84 Deeksi (mm) 0,04 0,05 0,04 0,045 m (kg) 0,0075 0,0094 0,0075 0,0085 F (lb) 73,91 92,39 73,91 83,15 Cu (in/min) 0,29 0,29 0,29 0,29 Daya (hp) 0,22 0,27 0,22 0,24 C 1,5 1,5 1,5 1,5 Uhp 0,50 0,62 0,50 0,56

Tabel 3. Hasil perhitungan unit horse power untuk material ST 60 (AISI 1030)
a (in) 0,079 0,079 0,079 0,079 f (in/rad) 0,0031 0,0031 0,0031 0,0031 v (ft/min) 96,84 96,84 96,84 96,84 Deeksi (mm) 0,045 0,05 0,04 0,05 m (kg) 0,0085 0,0094 0,0075 0,0094 F (lb) 73,91 92,39 73,91 83,15 Cu (in/min) 0,29 0,29 0,29 0,29 Daya (hp) 0,24 0,27 0,22 0,27 C 1,5 1,5 1,5 1,5 Uhp 0,56 0,63 0,50 0,63

Tabel 4. Hasil perhitungan unit horse power untuk material VCN (AISI 1050)
a (in) 0,079 0,079 0,079 0,079 f (in/rad) 0,0031 0,0031 0,0031 0,0031 v (ft/min) 96,84 96,84 96,84 96,84 Deeksi (mm) 0,04 0,045 0,06 0,05 m (kg) 0,0075 0,0085 0,0113 0,0094 F (lb) 73,91 83,15 110,9 92,39 Cu (in/min) 0,29 0,29 0,29 0,29 Daya (hp) 0,22 0,24 0,33 0,27 C 1,5 1,5 1,5 1,5 Uhp 0,5 0,56 0,75 0,63

Tabel 5. Hasil pengujian kekerasan ketiga material


Benda Uji ST 37 ST 60 VCN 3,8 8,5 11,5 3,8 8,7 11,3 Kekerasan HRC 3,7 3,6 8,7 8,6 11,2 11,3 3,7 8,5 11,2 Rata-rata HRC 3,7 8,6 11,3 Konversi HB 162,19 181,27 192,16 Standart Deviasi 0,10 0,10 0,10

Masud: Pengukuran Gaya Potong Pahat

65

Gambar 5. Grak hubungan ke dalaman pemotongan dengan gaya potong pada ketiga material

Gambar 6. Grak hubungan kecepatan potong dengan gaya potong pada ketiga material

UHP yang bervariasi. Unit Horse Power (UHP) yaitu kekuatan yang digunakan untuk menghilangkan sebesar 1cu (in per menit). Dalam penelitian ini Uhp kita jadikan acuan untuk memastikan apakah dial indicator ini bisa digunakan untuk menghitung besarnya gaya potong. Dari tabel hasil percobaan di atas, kita peroleh nilai Uhp rata-rata dan nilai kekerasan dari setiap material, yaitu: 1. Baja ST 37, Uhp = 0,54 dan BHN = 162,19 2. Baja ST 60, Uhp = 0,58 dan BHN = 181,27 3. Baja VCN, Uhp = 0,61 dan BHN = 192,16

untuk menghitung besarnya gaya potong. Saran-saran pada penelitian berikutnya hendaklah lebih dikembangkan dan lebih diperluas ruang lingkupnya, bukan hanya pada kondisi bahan material tiga jenis itu saja, Akan tetapi bisa dikembangkan dengan mengetahui umur pahat.

DAFTAR PUSTAKA
1. 2. Avner. H, Sidney, Introduction to phisical metallurgy, Singapore, Exclusif Rights ByMcGraw-Hill Book Co, 1974. Darmawan. W, Loa, Kontruksi baja 1, Jakarta Selatan, Badan Penerbit Pekerjaan Umum,1984. Donaldson Cyrll, Tool design , New York Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited, 1983. Freedman. A, Roger, Young. D, Hugh, Fisika untuk Universiatas, Jakarta, Erlangga, 2000. Marsyahyo, Eko, Mesin perkakas pemotongan logam, Malang,Toga Mas, 2003. Rochim Tauq, Teori & teknologi proses pemesinan, Jakarta, Proyek Higher Education Development Support Project,1993. Syamsudin. R, 1997, Teknik bubut, Jakarta, Puspa Swara, 1997. Vliet, van G.L.J., Both ,W., Teknologi untuk bangunan mesin bahan-bahan 1, Jakarta, Erlangga, 1983.

KESIMPULAN DAN SARAN

3. 4. 5. 6. 7. 8.

Berdasarkan hasil penelitian ini maka diperoleh kesimpulan bahwa Pengukuran Gaya-Gaya Pemotongan pahat mesin bubut menghasilkan Unit horse power (UHP) rata-rata 0,58 pada benda kerja dari bahan material baja (AISI 1010), baja (AISI 1030), dan baja (AISI 1050). Berarti dalam penelitian ini Uhp kita jadikan acuan untuk memastikan apakah dial indicator ini bisa digunakan

66

Aplikasi Kamera Pengawas untuk Deteksi dan Tracking Objek


(Surveilance Camera Application for Detecting and Tracking Object)
Gembong Edhi Setyawan, Meivi Kartikasari, Mukhlis Amien STIKI, Malang E-mail: gembong@stiki.ac.id, meivi.k@stiki.ac.id, amien@stiki.ac.id

ABSTRAK

Salah satu aplikasi dalam bidang teknologi informasi dan telekomunikasi adalah membangun suatu sistem pengawas yang berbasis kamera. Dalam penelitian ini akan membahas perancangan kamera yang dapat mengikuti objek bergerak terutama untuk mendeteksi objek bergerak dan menentukan kontroler sebagai pengendali untuk menggerakkan kamera agar kamera dapat melakukan tracking terhadap objek. Aplikasi ini mengembangkan pergerakan kamera agar dapat bergerak secara otomatis baik secara vertikal maupun horisontal pada saat menangkap sebuah objek yang bergerak. Pada sistem ini digunakan komputer untuk mengolah citra dari objek, untuk mendeteksi objek bergerak, menentukan titik pusat objek dan menentukan titik pusat lensa kamera sebagai sensor posisi. Selanjutnya informasi pengolahan citra digunakan sebagai data untuk menggerakkan kamera. Selain komputer dibutuhkan rangkaian mikrokontroler AT89S51, Rangkaian DAC, Pengkondisi Sinyal, Driver Motor, Motor Servo dan Web Kamera. Untuk mengendalikan posisi kamera digunakan kontroler PID digital dengan metode penalaan Zieger Nichols. Hasil terbaik yang didapat untuk kontrolernya adalah kontroler proporsional dengan nilai parameter Kp = 3,5. Kata kunci: pengolahan citra digital, mik rok ontroler, PID, zieger - nichols, image processing
ABSTRACT

The eld of information technology and telecommunications was to build a camera-based regulatory system. In the present study will discuss the design of camera that can follow moving object was mainly to detect moving objects and dene the controller as a controller to move camera so the camera can do tracking of the object. This application was developed in order to move the camera movement was automatically either vertically or horizontally when capturing moving object. In this system used computer to process image of the object, to detect moving objects, determine the center point of the object and determine the center point of the camera lens as a sensor position. Further information was used as the image processing data to move the camera. In addition required computer AT89S51 microcontroller circuit, DAC circuit, Tire Signals, Driver Motor, Servo Motor and Web Camera. To control the camera position was used with digital PID controller tuning method Zieger Nichols. The best results were obtained for the controller was proportional controller with parameter values Kp = 3.5. Key words: digital image processing, ceramics ontroler skirt, PID, zieger - Nichols, image processing

PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi saat ini sangatlah pesat baik pada bidang perangkat keras maupun perangkat lunak. Kebutuhan akan informasi yang bersifat cepat dan akurat dewasa ini sangatlah diperlukan. Salah satu alasan merancang kontroler kamera yang dapat mengikuti objek bergerak secara otomatis adalah karena dapat diterapkan untuk pengawasan ataupun keamanan guna diaplikasikan dalam lingkungan perusahaan, perkantoran atau perumahan sebagai pemantauan aktivitas karyawan, mesin-mesin produksi, keamanan dan lain-lain. Dengan adanya aplikasi ini diharapkan pihak-pihak yang bertanggung jawab dapat memantau suatu lokasi secara terus-menerus hanya dengan menggunakan komputer. Pemanfaatan kamera sebagai pengawas telah banyak diimplementasikan di antaranya oleh Azikin (2005), yang merancang pengawas kamera dalam jaringan komputer di mana kamera dapat digerakkan dan sebagai penggeraknya adalah motor stepper. Pergerakan kamera ini masih secara manual karena menunggu input melalui komputer oleh

seorang operator. Alves (2004) juga telah merancang kamera pengawas yang memiliki pergerakan kamera yang lebih kompleks dengan menggunakan robot tangan sehingga dapat bergerak secara vertikal dan horisontal dan penggerak kameranya menggunakan motor servo. Akan tetapi pergerakan kamera juga masih membutuhkan input dari operator. Pergerakan kamera yang masih membutuhkan input dari operator tentu saja bukanlah sebuah kamera pengawas yang bagus karena operator harus selalu menunggu di depan komputer untuk mengamati apa yang ditangkap oleh kamera.1,2 Untuk itu dalam penelitian ini akan dibuat kamera pengawas yang dapat mengikuti pergerakan objek secara otomatis sehingga untuk menggerakkan kamera sudah tidak tergantung lagi pada operator komputer. Sebagai penggerak dalam penelitian ini akan menggunakan motor servo sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Alves (2004), karena penggunaan motor stepper (Azikin, 2005) ketepatan dan kecepatan kamera mengikuti objek masih sangat diragukan. Untuk mekanik penggerak kamera dalam penelitian ini juga

Setyawan, dkk.: Aplikasi Kamera Pengawas untuk Deteksi

67

diharapkan seperti Alves (2004) yang dapat bergerak secara vertikal dan horisontal karena dengan bergerak secara vertikal dan horisontal luas daerah yang dapat ditangkap oleh kamera dapat lebih luas. Agar kamera dapat mengikuti objek yang bergerak akan diterapkan sistem kendali posisi dengan menggunakan sistem loop tertutup. Penggunaan sistem loop tertutup sangat berfungsi untuk menjaga kestabilan dan ketepatan posisi kamera dalam menangkap objek yang sedang bergerak, karena hasil awal dari suatu sistem akan diumpanbalikkan untuk dibandingkan dengan inputnya. Pembandingan dengan input ini bertujuan untuk mengetahui masih adanya suatu kesalahan posisi atau tidak dengan hasil yang diinginkan, jika masih ada kesalahan maka besarnya kesalahan ini akan dikirimkan ke sinyal kendali untuk diperbaiki, keadaan ini akan terus diulang sampai posisinya sesuai dengan yang diinginkan atau kesalahannya adalah nol.6 Kontroler yang digunakan adalah menggunakan sistem kendali digital PID ( Proporsional Integral Differential). Pemilihan sistem kendali digital PID ini bukanlah tanpa alasan, sudah banyak para ahli yang mencoba memperkenalkan alternatif lain sebagai terbukti bahwa ketiga unsur itu masih tetap yang terbaik dan mampu menjawab tantangan sistem pengendalian. 4 Penggunaan sistem kendali digital PID dalam aplikasinya akan dapat diprogram sesuai kebutuhan apakah sebagai pengendali P, PI atau PID, sehingga software dari aplikasi ini mempunyai kelebihan karena bisa diterapkan ke dalam sistem kendali posisi yang lain yang mungkin menggunakan spesikasi produk motor yang berbeda atau menggunakan jenis kamera yang berbeda yang mengakibatkan beban dari sistem berbeda pula. Sistem kendali digital artinya bahwa sistem kendali ini akan dikerjakan oleh perangkat digital, misalkan saja adalah komputer, sehingga sinyal-sinyal di dalam pengendali juga dikerjakan di dalam bahasa komputer. Penggunaan bahasa komputer untuk sistem kendali digital tentu saja mempunyai manfaat akan lebih menghemat hardware yang diperlukan dalam mengendalikan posisi kamera. Di dalam mengendalikan sesuatu, selalu diinginkan bahwa keluaran/output haruslah sama dengan referensi/inputnya, akan tetapi dalam dunia nyata keadaan ideal seperti ini tidak pernah tercapai sepenuhnya. Walaupun demikian, orang akan berusaha mencari cara agar sedekat mungkin mencapai keadaan ideal. Upaya utama yang dilakukan orang adalah dengan menyetel sistem atau melakukan penalaan pada sistem. Di dalam sistem kendali loop tertutup, telah dijelaskan bahwa dibutuhkan sinyal umpan balik untuk dibandingkan dengan inputnya. Agar sinyal umpan balik ini dapat dibandingkan dengan inputnya maka besaran sinyal umpan balik harus sama dengan inputnya. Untuk menyamakan besaran ini dibutuhkan suatu sensor. Karena

Gambar 1. Diagram blok perencanaan alat

ouput dari sistem adalah posisi, maka akan dibutuhkan sensor posisi. Dalam penelitian ini sebagai sensor posisi digunakan pengolahan citra untuk mencari titik tengah dari suatu objek.

SISTEM MODEL

Penelitian ini bertujuan agar kamera dapat mengikuti objek yang bergerak dan yang terutama adalah menentukan jenis kontroler apa yang cocok digunakan dalam aplikasi. Diagram blok perangkat dapat ditunjukkan pada gambar 1. Berdasarkan diagram blok perangkat, sistem kerja dari aplikasi ini adalah sebagai berikut: Pertama kali kamera akan menangkap sinyal gambar di lokasi di mana sudut pandang kamera dapat menjangkau suatu objek, selanjutnya sinyal gambar ini akan dikirimkan ke komputer untuk diolah menggunakan sistem pengolahan citra digital. Hasil dari software sistem pengolahan citra digital ini yang pertama adalah akan mendeteksi jika ada objek yang ditangkap oleh kamera. Hasil dari software ini akan berperan sebagai input untuk menentukan posisi kamera. Selanjutnya motor akan menyesuaikan agar kamera tepat pada posisi fokus objek. Lalu jika objek tersebut bergerak, software pengolahan citra digital akan menganalisis pergerakan objek tersebut untuk menentukan posisi dari objek. Kemudian untuk mengatur pergerakkan motor secara otomatis perlu adanya suatu kontroler, di sini digunakan desain sistem kontroler PID. Algoritma kontroler ini dilakukan oleh software komputer secara digital dan diharapkan bahwa posisi motor untuk menggerakkan kamera tepat pada posisi titik tengah dari objek yang bergerak. Berdasarkan diagram blok dan cara kerja perangkat, maka yang harus dirancang di antaranya adalah rangkaian mikrokontroler AT89S51, kabel RS232 to TTL, rangkaian DAC dan pengkondisi sinyal, rangkaian driver motor dan perancangan software yang meliputi kontroler PID digital dengan metode penalaan zieger-nichols, interface antara mikrokontroler dan kamera dan pengolahan citra digital untuk deteksi objek.

68

Jurnal Saintek, Vol. 8. No. 2 Desember 2011: 6673

Gambar 2. Rangkaian mikrokontroler AT89S51

Gambar 5. Driver motor

Kabel RS232 to TTL

Komunikasi dengan port serial komputer dilakukan menggunakan standar RS232. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah antarmuka RS232 sebagai perantara antara port serial Mikrokontroler AT89S51 dan port serial komputer. Data serial dikirimkan oleh komputer melalui port serialnya dalam bentuk RS232 dan diubah menjadi level TTL oleh antarmuka RS232 selanjutnya data dapat diterima oleh port serial AT89S51. Rangkaian kabel RS232 to TTL ditunjukkan pada gambar 3.
Rangkaian DAC R-2R Ladder dan Pengkondisi Sinyal

Gambar 3. Antar muka Port serial komputer dengan AT89S51.5 Rangkaian Mikrokontroler AT89S51

Pada aplikasi ini digunakan mikrokontroler AT89S51 di mana rangkaian mikrokontroler ini akan berfungsi untuk komunikasi data antara komputer dengan DAC melalui port serial RS232. Rangkaian mikrokontroler ditunjukkan pada gambar 2.

Gambar 4. Rangkaian DAC dan Pengkondisi sinyal

Rangkaian DAC R-2R ladder mengkonversikan 8 bit data digital menjadi tegangan analog. Apabila semua bit data berlogika 1 (FFH) maka tidak ada arus Io yang mengalir sehingga tegangan output (Vo) = 5 V dan jika semua bit data = 0 (0H) maka mengalir arus Io dan tegangan output = 10 V. Pada bagian ini ada suatu level DC 5 Volt yang harus dihilangkan agar output DAC berayun antara 0 sampai 5 V. Untuk menghilangkan level DC 5 volt ini ini menggunakan rangkaian pengkondisi sinyal penguat membalik seperti pada rangkaian di mana nantinya akan menghasilkan output DAC 0 5 Volt saja. Karena tegangan output ini dibutuhkan untuk menggerakkan motor dengan kebutuhan tegangan maksimal sebesar 12 volt maka output tegangan dari 05 Volt tadi dihubungkan dengan rangkaian pengkondisi sinyal penguat tidak membalik, agar output tegangan dapat berayun dari 012 volt sesuai kebutuhan yang akan digunakan untuk menggerakkan motor. Perlu diketahui bahwa ouput maksimal dari OP-AMP tergantung dari tegangan supplynya, dan besarnya output maksimal 1,5 Volt di bawah tegangan supply positifnya. Di sini digunakan tegangan supply 12 volt berarti output maksimal sekitar 10,5 volt. Jika digunakan R sebesar 10 K, maka dengan rumus.

Setyawan, dkk.: Aplikasi Kamera Pengawas untuk Deteksi

69

Vo = 1+

Rf R

.Vi

Jadi diketemukan Rf sebesar 11 K agar menghasilkan tegangan 12 V. di sini digunakan Rf sebesar 100 K sehingga hasil keluaran tegangan dapat diatur sesuai dengan keperluan. Rangkaian DAC R-2R Ladder secara lengkap dengan rangkaian pengkondisi sinyal ditunjukkan pada gambar 4.
Driver Motor DC

Langkah-langkah penentuan konstanta pengendali PID adalah sebagai berikut.4 1. Menghubungkan semua perangkat keras. 2. Membuat software yang dapat menampilkan data dari ADC secara grak. Grak ini merupakan grak tegangan terhadap waktu. 3. Memberikan nilai konstanta proporsional dan menyetel Ti = dan Td = 0. Nilai konstanta proporsional diubah secara bertahap hingga tanggapan sistem (tampilan grafis pada software) berosilasi secara kontinyu. Mengamati dan mencatat nilai ultimate gain Ku dan ultimate period Tu.
Deteksi Objek Bergerak

Dalam aplikasi ini motor DC digunakan untuk menggerakkan kamera, yang dapat bergerak searah jarum jam atau sebaliknya. Karena tegangan yang keluar dari DAC dan rangkaian pengkondisi sinyal adalah positif, maka diperlukan sebuah rangkaian yang dapat mengubah arah putaran motor. Untuk mengubah arah putaran motor yang diperlukan adalah rangkaian yang dapat mengubah arah arus yang mengalir melalui motor tersebut. Pada prinsipnya untuk mengubah putaran motor adalah dengan mengubah polaritas tegangan motor. Pengubahan polaritas tegangan dapat dilakukan dengan menggunakan transistor seperti rangkaian yang ditunjukkan pada gambar 5.
Kontroler PID Digital

Prinsip dasar deteksi gerakan (motion detection) adalah dengan membandingkan antara dua buah citra f(x,y,t1) dan f(x,y,t2) sehingga dihasilkan citra baru r(x,y) yang memiliku nilai 0 (putih) atau 1 (hitam) dengan kriteria sebagai berikut.3 r(x,y) = 1 0 jika f (x,y,t1) f (x,y,t2) > 4 .................(4) untuk nilai lainnya

Algoritma PID bermaksud untuk melakukan penjumlahan dari proses-proses penguatan, pengintegralan dan penurunan nilai error dan mengeluarkan hasil perhitungan sebagai sinyal kontrol. Algoritma pengolahan data pengendali PID memiliki bentuk persamaan transformasi Z sebagai berikut. K Ki.T / 2.(Z + 1) G(Z ) = Kp + + D (1-Z1..................(2) T Z1 Untuk merealisasikan Persamaan (2) dalam perangkat lunak (sofware), terlebih dulu persamaan itu diubah ke dalam persamaan pecahan polinomial z. Kemudian dari persamaan z didapatkan persamaan beda yang ditunjukkan pada persamaan (3). m(k ) = a1.m(k1) + b1 .e(k ) + b1.e(k1) + b2 .e(k2) ....... (3) dengan: k = 0, 1, 2, 3,.....
m(k) m(k-1) e(k) e(k-1) = keluaran PID saat ini = keluaran PID sebelum saat ini = error masukan saat ini = error masukan sebelum saat ini

Dengan T adalah nilai threshold yang besarnya tergantung dengan kepekaan terhadap perubahan yang diinginkan. Citra dari pembanding ini akan mengandung objek yang bergerak. Objek akan ditandai dengan warna hitam, dan latar belakangnya akan ditandai dengan warna putih.
Deteksi Titik Tengah Objek

Berdasarkan persamaan (4) bahwa objek yang bergerak ditandai dengan warna hitam. Untuk menentukan titik tengah objek dilakukan dengan cara memberi kotak pada objek yang berwarna hitam tersebut kemudian dicari titik tengah dari kotak tersebut dan dianggap itu adalah titik tengah objek.
Menentukan Fokus Kamera

Penalaan Kontroler PID

Penalaan kontroler PID digunakan untuk menentukan parameter pengendali yang mana dalam aplikasi ini menggunakan metode Zieger Nichols.7 Nilai konstanta pengendali sistem ditentukan dengan menggunakan metode osilasi. Pada metode osilasi, pertama ditentukan nilai konstanta pengendali proporsional. Setelah nilai konstanta pengendali proporsional diketahui, ditentukan nilai konstanta pengendali integral dan diferensial.

Dalam aplikasi fokus kamera ini berfungsi untuk menentukan posisi kamera yang akan dipakai sebagai sinyal umpan balik di mana dibutuhkan untuk pengolahan PID digital. Resolusi ini dibutuhkan untuk menentukan besarnya data gambar (citra) yang akan diolah oleh komputer. Semakin besar resolusinya akan semakin besar data yang diolah atau diidentikasi oleh kontroler sehingga program akan bekerja lebih lama. Selain berpengaruh terhadap lamanya proses, semakin besar resolusi akan mengakibatkan perpindahan posisi kamera/ motor akan semakin lembut karena data posisi yang diolah semakin besar/banyak. Besarnya fokus kamera adalah setengah dari besarnya resolusi.
Mekanik Penggerak Kamera

Gerakan yang diperlukan untuk aplikasi ini adalah relatif pelan dan lembut. Jika kamera dihubungkan

70

Jurnal Saintek, Vol. 8. No. 2 Desember 2011: 6673

Gambar 5. Mekanik untuk masing-masing motor (vertikal dan horisontal)

dengan poros motor langsung akan menghasilkan perpindahan kamera yang cepat dan tidak lembut. Hal ini tentu tidak sesuai dengan tujuan dari aplikasi ini. Untuk itu diperlukan cara transmisi daya motor agar sesuai dengan kebutuhan. Salah satu metodenya adalah menggunakan sistem gear. Sistem transmisi gear yang digunakan adalah hubungan gear-belt. Desain mekanik dari aplikasi ini lebih bersifat trial and error dalam menentukan besarnya gear yang dibuat. Trial and error ini memperhatikan beberapa hal, yaitu: 1. Pergerakan yang dihasilkan harus selembut mungkin. 2. Kecepatan respons untuk menggerakkan kamera sesuai dengan yang diharapkan tidak terlalu lambat dan tidak terlalu cepat. (Jika terlalu lambat akan kehilangan objek yang ditangkap, jika terlalu cepat akan merusak gambar yang ditangkapnya) 3. Pergerakan kamera tidak merusak gambar yang ditangkapnya. Dari hasil trial and error diperoleh desain mekanik untuk masing-masing motor (vertikal dan horisontal) ditunjukkan pada gambar 5.
Perangkat Lunak (Software)

Gambar 6. Flowchart perangkat lunak

dan Ki ditentukan di mana nilai-nilai parameter ini akan digunakan untuk alogoritma PID. Kemudian menentukan set point, yang menjadi set point di sini adalah titik fokus dari objek tersebut yang sudah ditentukan lewat software pengolah citra tadi. Posisi titik fokus ini nantinya akan diterjemahkan ke level tegangan dan nilai ini akan dikirimkan ke DAC lewat mikrokontroler AT89S51 untuk menggerakan motor. Akibat dari berputarnya motor fokus kamera pun akan ikut berubah terhadap fokus objek. Dengan analisis menggunakan software pengolah citra perubahan fokus kamera akan dijadikan sinyal umpan balik untuk dibandingkan dengan set point. Selisih dari hasil perbandingan ini yang dinamakan error .
Software Komunikasi dengan AT89S51 pada Komputer

Komputer dilengkapi dengan perangkat lunak agar data masukan setiap periode pencuplikan dapat dibaca dan dibandingkan dengan harga yang diinginkan. Data eror itu dihitung dengan berdasarkan algortima pengendali. Hasil perhitungan itu kemudian dikirim ke mikrokontroler melalui RS232 untuk dilanjutkan ke rangkaian DAC. Diagram alir algoritma perangkat lunak ditunjukkan oleh gambar 6. Saat software dijalankan, yang pertama dilakukan adalah melakukan inisialisasi. Yang dimaksud inisialisasi di sini adalah software dapat menangkap sinyal gambar dari kamera selanjutnya dengan software pengolahan citra dapat mendeteksi adanya gerakan objek dan menentukan titik fokus dari objek. Selanjutnya setelah melakukan inisialisasi parameter-parameter Kp, Kd

Aplikasi ini membutuhkan komunikasi data antara komputer dengan AT89S51 melalui port serial RS232. Data yang dikirimkan dari komputer ke AT89S51 berasal dari algoritma PID, selanjutnya dari mikrokontroler data ini dikirimkan ke DAC untuk menggerakkan motor. Sedangkan data yang diterima oleh komputer merupakan sinyal umpan balik yang berasal dari sensor kamera dengan software pengolahan citra digital untuk menentukan fokus kamera
Software pada Mikrokontroler AT89S51

Software pada mikrokontroler merupakan interface untuk mengirimkan data dari komputer ke DAC (Digital Analog to Converter).

Setyawan, dkk.: Aplikasi Kamera Pengawas untuk Deteksi


HASIL DAN PEMBAHASAN

71

Bagian ini membahas tentang data hasil percobaan dan pengujian alat yang telah dibuat dengan tujuan supaya antara perancangan dan pembuatan alat sesuai dengan teori dan praktek. Pengujian ini meliputi pengujian perangkat keras dan perangkat lunak kontroler dan sistem secara keseluruhan. Pengujian perangkat keras dilakukan agar dapat mengetahui apabila terjadi kesalahan dalam penggunaan komponen. Sedangkan pengujian perangkat lunak untuk mengetahui apakah program dapat berjalan dengan baik sesuai dengan yang diinginkan. Pengujian perangkat lunak meliputi penalaan kontroler PID dan sistem secara kesuluruhan.
Rangkaian DAC R-2R Ladder

rata-rata kesalahan 1,044%. Dengan rata-rata kesalahan kurang dari 5% maka DAC ini bisa dikatakan berjalan dengan baik pada aplikasi yang direncanakan.
Rangkaian Pengkondisi Sinyal

Hasil pengujian rangkaian pengkondisi sinyal terlihat kesalahan data berkisar dari 1,786% sampai dengan 4,522% dengan rata-rata kesalahan 2,732%. Dengan rata-rata kesalahan kurang dari 5% maka rangkaian ini bisa dikatakan berjalan dengan baik pada aplikasi yang direncanakan.
Driver Motor DC

Berdasarkan hasil pengujian DAC terlihat kesalahan data berkisar dari 0,340% sampai dengan 3% dengan

Hasil pengujian driver motor terlihat kesalahan data berkisar dari 0,223% sampai dengan 1,349% dengan rata-rata kesalahan 0,753%. Dengan rata-rata kesalahan kurang dari 5% maka driver motor ini bisa dikatakan berjalan dengan baik pada aplikasi yang direncanakan.

Gambar 7. Tampilan software (GUI)

72

Jurnal Saintek, Vol. 8. No. 2 Desember 2011: 6673

Tabel 1. Hasil penalaan parameter PID dengan metode osilasi


Pengatur Kp Ti Td P 3.5 PI 3.2 3.33 PID 4.2 2 0.5 Gambar 10. Respons sistem dengan Kp = 3,2 dan Ti = 2

Gambar 8. Hasil saat respons berosilasi (T/Div = 1,5s)

Gambar 11.

Respons sistem dengan Kp = 4,2,Ti = 2 dan Td = 0,5

satu hasil respons sistem untuk pengendali proporsional dengan Kp = 3,5. Dari hasil respons sistem dapat diketahui waktu tunda (td) = 0,6s, Waktu naik (tr) = 0,9s, waktu puncak 1,8s dan lewatan maksimum = 66,67%
Gambar 9. Respons sistem dengan Kp = 3,5 Software Kontroler PI

Software Interface dengan pengguna (Graphical User Interface/GUI) merupakan bentuk tampilan software untuk berinteraksi dengan pengguna. Gambar 7 adalah tampilan saat melakukan setting PID (Setting PID aktif).
Penalaan Kontroler PID

Penalaan kontroler PID ini bertujuan untuk menentukan parameter pengendali proporsional, integral dan differential dengan menggunakan metode ziegernichols. Langkah awal adalah dengan membuat sistem berosilasi konstan yang ditunjukkan berdasarkan hasil percobaan seperti pada gambar 8. Dari gambar hasil percobaan ini memberikan nilai ultimate gain Ku sebesar 7 dan ultimate period Tu sebesar 4s. Nilai yang diperoleh digunakan untuk menghitung nilai parameter pengendali proporsional, integral dan diferensial. Hasil perhitungan ini ditunjukkan oleh Tabel 1.
Kontroler P

Penalaan kedua bertujuan mengamati pengaruh pengubahan parameter integral Ti pada pengendali PI terhadap spesikasi sistem. Karakteristik pengendali PI diperoleh dengan menyetel Td = 0. Gambar 10 menunjukkan hasil untuk Kp = 3,2 dan Ti = 3,33. Dari hasil respon sistem dapat diketahui waktu tunda (td) = 0,6s , waktu naik (tr) = 1,5s, waktu puncak (tp) = 2,1s dan lewatan maksimum (Mp) = 100%.
Kontroler PID

Pada pengujian pertama, Sistem kontrol posisi menggunakan pengendali proporsional (P). Karakteristik pengendali P diperoleh dengan menyetel parameter integral Ti = dan parameter diferensial Td = 0. Pengamatan perilaku sistem didasarkan pada spesikasi waktu sistem: waktu naik, waktu tunda, waktu puncak dan lewatan maksimum. Gambar 9 menunjukkan salah

Hasil pengujian respons sistem yang menggunakan pengendali PID ditunjukkan oleh Gambar 11 untuk pengendali Kp = 4,2, Ti = 2 dan Td = 0,5. Dari hasil Respon Sistem dapat diketahui waktu tunda (td) = 0,6s, waktu naik (tr) = 2,7s , waktu puncak (tp) = 3,6s dan lewatan maksimum (Mp) = 100%. Dari semua pengujian Respons sistem yang memuaskan diperlihatkan oleh pengendali proporsional. a. Analog dengan rata-rata kesalahan sebesar 1,044%. b. Rangkaian pengkondisi sinyal dapat bekerja dengan baik dengan rata-rata kesalahan sebesar 2,732% c. Rangkaian driver motor yang digunakan dapat bekerja dengan baik dengan rata-rata kesalahan sebesar 0,753% d. Parameter pengendali PID berupa Kp, Ti, Td ditentukan melalui metode penyetelan ZieglerNichols. Nilai penguatan yang didapat dari percobaan besarnya adalah

Setyawan, dkk.: Aplikasi Kamera Pengawas untuk Deteksi

73

Untuk kontroler proporsional Kp = 3,5 Untuk kontroler proporsional plus integral Kp = 3,2; Ti = 3,33 Untuk kontroler proporsional plus integral plus diferensial Kp = 4,2; Ti = 2; Td = 0,5 e. Respons sistem yang memuaskan diperlihatkan oleh kontroler proporsional.

b. Perangkat lunak digunakan untuk pengolahan citra dari kamera, pengolahan kontrol digital PID dan untuk antar muka dengan pengguna. c. Rangkaian DAC R-2R yang digunakan mampu mengubah data digital menjadi data

DAFTAR PUSTAKA KESIMPULAN


1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Alves RJ, 2004. Grasp2 teleoperated robotic arm with feedback live camera feed, http://zodiak.f2o.org. Azikin AST, 2005. Kamera pengawas berbasis open source, PT Elex Media Komputindo, Jakarta. Gonzales CR, Woods ER, 2002. Digital image processing, 2nd edition, Prentice Hall. Gunterus F, 1994. Falsafah dasar: sistem pengendalian proses, PT Elex Media Komputindo, Jakarta. Nalwan PA, 2003. Teknik antarmuka dan pemrograman mikrokontroler AT89C51, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Pitowarno E, 2006. Robotika desain, kontrol dan kecerdasan buatan, ANDI Offset, Yogyakarta. Ziegler JG, dan Nichols NB, 1942. Optimal settings for automatic controllers, Trans. ASME, 64: 759768. http://www.delta-electronic.com

Kesimpulan yang dapat diambil setelah melakukan penelitian, perancangan, pembuatan alat, dan pengujian alat adalah: a. Perancangan kontroler kamera yang dapat mengikuti objek bergerak ini menggunakan perangkat keras rangkaian DAC R-2R Ladder, pengkondisi sinyal, motor servo dan mikrokontroler AT89S51 untuk antar muka komputer melalui port serial.

74

Kajian Fisik dan Ekonomi Fungsi Hutan Tangkapan Air di Lereng Gunung Argopuro
(Physical and Economy Tangkapan Air Jungle Function Study at Mount Argopuro)
Soa Ariyani* dan Teguh Hari Santosa** *) Dosen Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Jember **) Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Jember

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis peran serta masyarakat secara sik terhadap fungsi hutan tangkapan air Lereng Gunung Argopuro. (2) Menganalisis fungsi hutan tangkapan air Lereng Gunung Argopuro melalui pembandingan antara nilai ekonomi atau manfaatnya dengan biaya yang dikeluarkan. Penelitian ini berlangsung selama 6 bulan pada Tahun 2010. Sampel diambil dengan cara proporsional random sampling, dan dengan jumlah sampel representantif, yakni dari 2 desa di Kecamatan Panti, Kabupaten Jember, masing-masing diambil 30 responden. Proporsional didasarkan pada karakteristik pekerjaan penduduk (petani jagung, kacang tanah dan padi). Analisis data menggunakan tabulasi silang, penskoran dan BC rasio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Peran serta masyarakat secara sik di kawasan hutan tangkapan air di lereng gunung Argopuro Kabupaten Jember tergolong kategori sangat tinggi yakni dengan nilai rata-rata 91,3% yang meliputi: menjaga tegakan pohon utama dan memanfaatkan lahan di antara pohon utama dengan menanam tanaman tahunan (Kopi Robusta). (2) Hasil kajian ekonomi menunujukkan bahwa selama kurun waktu 6 tahun tersebut secara nansial belum layak, namun program melestarikan hutan layak untuk dilanjutkan mengingat fungsi hutan dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup. Kata kunci: peran masyarakat sangat tinggi
ABSTRACT

The purpose of this study were: (1) analyze the role of the community physically against the forest catchment slopes Argopuro. (2) To analyze the function of the forest catchment slopes Argopuro through a comparison between the economic value or benets to the costs incurred. The study lasted for 6 months in the year 2010. Samples were taken by proportional random sampling, and the number of samples representantif, ie from 2 villages in Panti Subdistrict, Jember, each taken 30 respondents. Proportionally based on job characteristics of the population (farmers corn, peanuts and rice). The Analysis data was using cross tabulation, scoring and BC ratio. The results showed: (1) Public participation in physical catchment forest on the slopes Argopuro Jember classied category is very high, with an average value of 91.3% which include: keeping the main tree stands and use the land in between the main trees with annual crops (Robusta coffee). (2) The results of economic studies showed that during the period of 6 years was not nancially feasible, but the forest preserve viable program to continue considering the functions of forests in conserving the environment. Key words: the role of society is very high

PENDAHULUAN

Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika juga berfungsi sebagai paruparu dunia dan sistem penyangga kehidupan sehingga kelestariannya harus dijaga dan dipertahankan dengan pengelolaan hutan yang tepat. Kondisi hutan, dilihat dari penutupan lahan/vegetasi, mengalami perubahan yang cepat dan dinamis, sesuai perkembangan pembangunan dan perjalanan waktu. Banyak faktor yang mengakibatkan perubahan tersebut antara lain pertambahan penduduk, dan pembangunan di luar sektor kehutanan yang sangat pesat memberikan pengaruh besar terhadap meningkatnya kebutuhan akan lahan dan produk-produk dari hutan serta ketidakjelasan

institusi pengelola kawasan hutan tersebut. Kondisi demikian diperparah dengan adanya perambahan hutan dan terjadinya kebakaran hutan yang mengakibatkan semakin luasnya kerusakan hutan alam tropika di Indonesia. Berdasarkan data yang ada luas hutan produksi di Indonesia adalah 57,7 juta ha dan yang dikelola oleh pemegang ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu seluas 37,58 ha serta sisanya seluas 20,12 ha tidak terdapat pengelolanya. Hal ini menunjukan bahwa hanya 65,13% dari luas hutan produksi yang dikelola sedangkan sisanya atau 34,87% dari luas hutan produksi tidak dikelola (Pusat Wilayah Pembentukan Kawasan Hutan, 2006). Pada kawasan yang tidak terdapat pengelolanya maka pemerintah dan pemerintah daerah harus mengambil peran dalam pengelolaan hutan tersebut, hal ini telah diamanahkan pada UU No. 41 Tahun 1999 tentang

Ariyani dan Santosa: Kajian Fisik dan Ekonomi Fungsi Hutan Tangkapan Air

75

Kehutanan. Dalam rangka untuk memberi kejelasan terhadap institusi pengelola hutan, maka Menteri Kehutanan telah mencanangkan bahwa pada tahun 2009 diharapkan telah terbentuk 1 unit Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) sebagai wujud riil pengelolaan hutan di tingkat tapak di setiap provinsi dan sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap penyelenggaraan kepengurusan hutan yang meliputi perencanaan pengelolaan, pengorganisasian, pelaksanaan pengelolaan, pengendalian dan pengawasan. Menurut LSM lingkungan hidup, Dinas Kehutanan Kabupaten Jember tetap melanjutkan Program PHBM tersebut dengan pertimbangan hutan mempunyai fungsi ekologi, pengatur tata air dan pengatur sedimentasi. Sementara itu, rasa memiliki masyarakat atas sumber daya hutan belum tumbuh optimal, kebersamaan belum terbangun dan konflik kepentingan sektoral masih mendominasi daripada kepentingan bersama. Fenomena ini menarik untuk diteliti lebih lanjut, terutama tentang kajian sosial dan ekonominya dalam rangka meningkatkan pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan dan lereng gunung serta sebagai salah satu upaya menjaga kelestarian hutan secara berkesinambungan. Tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis peran serta masyarakat secara fisik terhadap fungsi hutan tangkapan air Lereng Gunung Argopuro. (2) Menganalisis fungsi hutan tangkapan air Lereng Gunung Argopuro melalui pembandingan antara nilai ekonomi atau manfaatnya dengan biaya yang dikeluarkan.

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis rencana penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan lama penelitian selama 6 bulan pada Tahun 2010. Sampel diambil dengan cara proporsional random sampling, dan dengan jumlah sampel representantif, yakni dari 2 desa di Kecamatan Panti, Kabupaten Jember, masing-masing diambil 30 responden. Proporsional didasarkan pada karakteristik pekerjaan penduduk (petani jagung, kacang tanah dan padi). Pengumpulan data dilakukan melalui pendakatan beberapa metode yaitu: pengamatan dan wawancara. Pengumpulan data dengan wawancara dilakukan untuk memperoleh data dan persepsi petani terhadap kegiatan rehabilitasi yang telah dilakukan. Pencatatan dan pengamatan dilakukan untuk mendapatkan data luas garapan, pertumbuhan tanaman pokok, serta jenis tanaman pangan yang ditanam. Teknik sampling yang digunakan untuk menentukan responden yang akan dijadikan sampel adalah random sampling. Sampel ditentukan sebanyak 30 orang berasal dari petani penggarap yang terlibat dalam program PHBM. Macam data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer

diperoleh dari wawancara dan pengamatan langsung di lapangan. Data primer yang diambil antara lain, data keadaan sik daerah penelitian, jumlah dan jenis kegiatan ekonomi penduduk, jumlah dan jenis ora dan fauna yang terkait dengan kegiatan ekonomi penduduk, biaya penyelenggaraan kegiatan PHBM dan lainnya. Data sekunder yang diambil antara lain, jumlah dan jenis tegakan hutan, banyaknya kejadian pencurian kayu bakar dari hutan, keadaan sosial ekonomi desa dan data lainnya yang terkait dengan penelitian. Analisis dilakukan dengan menggunakan teknik analisis kuantitatif dan teknik analisis kualitatif. Teknik analisis kuantitatif dilakukan sebagai berikut: 1. Untuk menganalisis tujuan penelitian 1 (peran serta masyarakat dalam program PHBM di kawasan hutan RPH Arjasa di lereng gunung Argopuro Kecamatan Arjasa BKPH lereng yang timur. Kabupaten Jember menggunakan analisis tabel dan deskriftif kualitatif (Dajan, 2001). Dalam hal ini dilakukan penskoran sebagai berikut: Skor 10 jika 81100% ada peran serta masyarakat dalam program PHBM (merencanakan, menanam, memelihara, menjaga dan melindungi) dan kegiatan ekonomi yang mendukung program PHBM. Skor 8 jika 4180% ada peran serta masyarakat dalam program PHBM (merencanakan, menanam, memelihara, menjaga dan melindungi) dan kegiatan ekonomi yang mendukung program PHBM. Skor 6 jika 1140% ada peran serta masyarakat dalam program PHBM (merencanakan, menanam, memelihara, menjaga dan melindungi) dan kegiatan ekonomi yang mendukung program PHBM. Skor 4 jika 10% ada peran serta masyarakat dalam program PHBM (merencanakan, menanam, memelihara, menjaga dan melindungi) dan kegiatan ekonomi yang mendukung program PHBM. Skor 0 jika tidak ada peran serta masyarakat dalam program PHBM (merencanakan, menanam, memelihara, menjaga dan melindungi) dan kegiatan ekonomi yang mendukung program PHBM. Untuk mengambil keputusan terhadap peran serta masyarakat dalam program PHBM di kawasan hutan RPH Arjasa di lereng gunung Argopuro Kecamatan Arjasa BKPH lereng yang timur (LYT). Kabupaten Jember ditentukan sebagai berikut: a) Peran serta masyarakat dalam program PHBM di kawasan hutan RPH Arjasa di lereng gunung Argopuro Kecamatan Arjasa BKPH-LYT. Kabupaten Jember dikatakan tidak ada, jika skor peran serta 0. b) Peran serta masyarakat dalam program PHBM di kawasan hutan RPH Arjasa di lereng gunung Argopuro Kecamatan Arjasa BKPH-LYT. Kabupaten Jember dikatakan rendah, jika skor peran serta 4. c) Peran serta masyarakat dalam program PHBM di kawasan hutan RPH Arjasa di lereng gunung

76

Jurnal Saintek, Vol. 8. No. 2 Desember 2011: 7482

Argopuro Kecamatan Arjasa BKPH-LYT. Kabupaten Jember dikatakan sedang, jika skor peran serta 6. d) Peran serta masyarakat dalam program PHBM di kawasan hutan RPH Arjasa di lereng Gunung Argopuro Kecamatan Arjasa BKPH-LYT dikatakan tinggi, jika skor peran serta 8. e) Peran serta masyarakat dalam program PHBM di kawasan hutan RPH Arjasa di lereng gunung Argopuro Kecamatan Arjasa BKPH-LYT. Kabupaten Jember dikatakan sangat tinggi, jika skor peran serta 10. 2. Untuk menganalisis tujuan penelitian 2 (program PHBM di kawasan hutan RPH Arjasa di lereng gunung Argopuro Kecamatan Arjasa BKPH-LYT. Kabupaten Jember dengan membandingkan nilai ekonomi dengan biayanya) dilakukan analisis biaya dan manfaat, menggunakan kriteria NPV dan Gross Benet Cost Ratio (Gross B/C) karena penerimaan terjadi pada masa yang lalu maka rumus mengalami modikasi menjadi: a) Net Present Value NPV = (B C) (1 + i)t Keterangan: NPV = net present value (nilai neto sekarang) B = manfaat (benet) C = biaya (cost) i = tingkat bunga bank yang berlaku t = tenggang waktu antara terjadinya manfaat dan biaya dengan proses analisis Kriteria yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan apabila: NPV > 0 maka program PHBM tersebut dapat dilaksanakan. NPV 0 maka program PHBM tersebut tidak dapat dilaksanakan. b) Gross Benet Cost Ratio (Gross B/C) [Bt (1 + i)t] BCR = [Ct (1 + i)t] Keterangan: B/C = benet cost ratio i = tingkat bunga bank yang berlaku. t = tenggang waktu antara terjadinya manfaat dan biaya dengan proses analisis. Kriteria yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan apabila: B/C > 1 maka program PHBM tersebut dapat dilaksanakan. B/C 1 maka program PHBM tersebut tidak dapat dilaksanakan.

Teknik analisis kualitatif dilakukan untuk memperkuat deskripsi terhadap hasil analisis kuantitatif dengan memperhatikan hubungan di antara data-data yang diperoleh.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peran Serta Petani LMDH Dormas terhadap Program PHBM

Peran serta petani LMDH dormas dalam rangka pelaksanaan program PHBM berdasarkan survei yang diakukan pada 30 orang petani (terlampir hasil survei), menunjukkan adanya peran serta yang sangat tinggi secara keseluruhan. Hasil survei menunjukkan nilai rata-rata peran serta petani LMDH pada pelaksanaan program PHBM sebesar 91,3%. Angka ini berdasarkan analisis tabel secara deskriptif kualitatif mendapat skor 10 artinya peran serta masyarakat sangat tinggi dalam pelaksanaan program PHBM seperti yang terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Persentase peran serta petani Desa Kemuning Lor Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember
No 1 2 3 4 5 Jenis Merencanakan Menanam Memelihara Menjaga Melindungi Jumlah Persentase 11 20 20 20 20 91

Sumber: Analisis Data Primer (2010)

Pelaksanaan program PHBM dalam rangka penanaman tanaman tegakan ini meliputi: merencanaan, menanam, memelihara, menjaga dan melindungi. Dari Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa petani LMDH sangat berperan aktif dengan nilai rata-rata masing-masing sebesar 20%, hanya pada perencanaan terlihat kurang aktif yakni nilai rata-rata 11%, hal ini disebabkan karena kurangnya wawasan tentang komoditi tanaman yang cocok ditanam di wilayah tersebut dan pada saat awal pelaksanaan tanaman tegakan jumlah anggota petani LMDH masih sedikit karena kurangnya informasi tentang manfaat dan tujuan program PHBM.
Biaya Penyelenggaraan dan Pelaksanaan Program PHBM

Biaya yang dikeluarkan dalam penyelenggaraan program PHBM ini meliputi biaya pembentukan LMDH, sosialisasi dan pelaksanaan tanaman tegakan oleh perhutani serta biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani LMDH dalam pemanfaatan program PHBM.

Ariyani dan Santosa: Kajian Fisik dan Ekonomi Fungsi Hutan Tangkapan Air

77

Tabel 2. Biaya pembentukan LMDH Dormas RPH Arjasa Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember oleh Perhutani
No Jenis biaya 2002 (RP) 1.080.000 540.000 200.000 500.000 500.000 2.820.000 2003 (RP) 1.170.000 630.000 500.000 2.300.000 Tahun 2004 2005 (RP) (RP) 1.260.000 1.350.000 720.000 720.000 500.000 500.000 2.480.000 2.570.000 2006 (RP) 1.350.000 810.000 500.000 2.660.000 2007 (RP) Jumlah (Rp) 6.120.000 3.420.000 200.000 2.500.000 500.000 12.830.000

1. Konsumsi 2. Snack 3. Sound System 4. Transport 5. Pembuatan Akta Notaris Jumlah


Sumber: Analisis Data Primer (2010)

Adapun biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perhutani dapat ditunjukkan pada Tabel 2. Pada Tabel 2 terlihat bahwa perhutani mengeluarkan total biaya sebesar Rp12.830.000,- biaya tersebut untuk pembentukan LMDH dan sosialisasi program PHBM, terlihat dari adanya biaya untuk sound system dan pembuatan akta notaris. Pada tahun selanjutnya (2003 2007) untuk sosialisasi dan evaluasi pelaksanaan program PHBM biaya sound system dan pembuatan akta notaris sudah tidak ada hanya biaya untuk konsumi, snack dan transport bagi para petani anggota LMDH. Dengan diadakannya pendekatan masyarakat sekitar hutan melalui sosialisasi program PHBM, harapan perhutani agar masyarakat desa sekitar hutan mengerti akan manfaat dan tujuan dari program PHBM dan mendukung serta ikut berperan serta dalam pelaksanaan program PHBM. Selain biaya pembentukan, sosialisasi dan evaluasi PHBM perhutani juga mengeluarkan biaya lain yaitu biaya pelaksanaan PHBM yang terkait dengan biaya penanaman tanaman tegakan. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa hanya pada tahun 2002 saja perhutani mengeluarkan biaya yaitu pada awal pelaksanaan penanaman tanaman tegakan dengan total biaya sebesar Rp. 183.204.000,-. Biaya terbesar adalah untuk pembelian bibit sebesar Rp. 103.200.000,dengan luas wilayah 690.90 ha, jenis tanaman tegakan yang ditanam yaitu mahoni. Pada tahun 2003 s/d 2007 perhutani tidak mengeluarkan biaya apa pun karena pemberian pupuk untuk tanaman mahoni cukup dilakukan hanya satu kali sedangkan pemeliharaan tanaman tegakan

(mahoni) menjadi tanggung jawab masing-masing petani peserta LMDH. Dalam pelaksanaan program PHBM ini petani LMDH memanfaatkan lahan di sela-sela tanaman tegakan dengan menanam tanaman tahunan (kopi robusta), tujuannya untuk mendapatkan manfaat selain memelihara tanaman tegakan yang menjadi tangggung jawabnya. Adapun biaya yang dikeluarkan petani LMDH meliputi: biaya pembelian bibit, pemupukan, panen, pascapanen dan juga sharing yang disetorkan kepada pihak perhutani. Pada Tabel 4 ditunjukkan bahwa rata-rata total biaya yang dikeluarkan petani LMDH adalah sebesar Rp. 5.696.220,- dan biaya tebesar yakni kebutuhan pembelian pupuk Rp.827.534,- yang merupakan kebutuhan terpenting, harga pupuk yang semakin meningkat dan langka mengakibatkan biaya yang dikeluarkan oleh petani juga semakin besar. Pengeluaran besar lainnya adalah pada biaya pasca panen (penjemuran dan penggilingan) sebesar Rp. 921.999,- menyusul berikutnya biaya tenaga kerja Rp. 374.167,-. Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan dihitung dari jumlah tenaga kerja yang mengerjakan dan diupah sesuai HOK (Hari orang kerja) yang diberikan di Desa Kemuning Lor tersebut. Selain mengeluarkan biaya dari penanaman sampai dengan pascapanen petani LMDH juga mengeluarkan biaya sharing untuk perhutani sebesar 15% dari jumlah hasil penjualan kopi robusta, adapun jumlah sharing rata-rata Rp. 2.767.220,-, besarnya sharing diberikan sesuai dengan kesepakatan pada awal rencana penanaman kopi robusta yang telah disepakati

Tabel 3. Investasi perhutani dalam rangka pelaksanaan program PHBM di LMDH Dormas RPH Arjasa Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember
No Jenis Biaya 2002 103.200.000 20.640.000 37.152.000 540.000 21.672.000 183.204.000 2003 Tahun (Rp) 2004 2005 2006 2007 Total (Rp) 103.200.000 20.640.000 37.152.000 540.000 21.672.000 183.204.000

1. Pembelian bibit 2. Pembuatan ajir dan lubang tanam 3. Biaya pikul 4. Biaya angkut 5. Pemupukan Jumlah total
Sumber: Analisis Data Primer (2010)

78

Jurnal Saintek, Vol. 8. No. 2 Desember 2011: 7482

Tabel 4. Biaya yang dikeluarkan untuk penanaman kopi robusta oleh petani LMDH Dormas RPH Arjasa Desa Kemuning Lor Kabupaten Jember
Tahun No 1 2 3 4 Jenis biaya 2002 (Rp) 30.000 88.367 0 0 0 0 0 0 118.367 2003 (Rp) 0 100.000 0 0 0 0 0 0 100.000 2004 (Rp) 0 119.100 74.667 0 0 0 0 0 193.767 2005 (Rp) 0 148.467 0 100.000 89.833 100.000 273.933 837.050 1.549.450 2006 (Rp) 0 173.933 0 124.167 100.000 99.667 298.833 889.300 1.685.900 2007 (Rp) 0 197.667 90.267 150.000 120.000 100.000 349.233 1.041.570 2.048.737 Jumlah (Rp) 30.000 827.534 164.934 374.167 309.833 299.667 921.999 2.767.920 5.696.220

Pembelian bibit Pemupukan Pembersihan gulma Biaya panen: Tenaga kerja Angkut Lain-lain 5 Pasca panen 6 Sharing Jumlah
Sumber: Analisis Data Primer (2010)

oleh petani LMDH sebagai pengelola dan perhutani sebagai pemilik lahan dengan tidak mengubah kawasan hutan, fungsi hutan dan status tanah perusahaan.
Manfaat dari Program PHBM

ditinjau dari manfaat yang diterima oleh perhutani maupun petani LMDH sendiri adalah sebagai berikut.
1. Manfaat yang diperolah perhutani

Manfaat program PHBM di LMDH Dormas Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember Tabel 5. Manfaat yang diterima Perhutani dari pelaksanaan program PHBM di LMDH Dormas RPH Arjasa Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember
No Tahun 1 2002 2 2003 3 2004 4 2005 5 2006 6 2007 Jumlah total Rata-rata/petani
Sumber: Analisis Data Primer (2010)

Jumlah (Rp) 0 0 0 25.111.500 26.679.000 31.247.100 83.037.600 2.767.920

Perhutani sebagai penyelenggara program PHBM secara garis besar yang terpenting adalah terciptanya sinergitas antarpihak dalam rangka mewujudkan hutan lestari dan masyarakat mandiri. Dengan implementasi PHBM yang benar dan konsisten berarti pula akan berlangsung pengelolaan hutan yang baik sehingga kelestarian sumber daya hutan terjaga, contoh dampak langsung dari PHBM adalah peningkatan persen tumbuh tanaman hutan, efisiansi dalam proses penebangan, penurunan ganggaun keamanan hutan baik dari pencurian, penggembalaan, bibrikan/perambahan maupun kebakaran hutan. Perhutani maupun petani LMDH akan mendapatkan manfaat dari tanaman tegakan dalam jangka waktu yang panjang, karena mahoni dapat dipanen berumur antara 2530 tahun. Oleh karena itu perhutani memberikan peluang kepada petani LMDH untuk menanam di sela-sela tanaman tegakan. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa perhutani mendapatkan sharing dari hasil tanaman kopi robusta yang ditanam oleh petani

Tabel 6. Manfaat (benet) yang diterima oleh petani peserta LMDH dari pelaksanaan program PHBM di LMDH Dormas RPH Arjasa Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Jumlah Manfaat 0 0 0 5.580.333 5.928.667 6.943.800 18.452.800 Biaya Langsung dikeluarkan petani 118.367 100.000 193.767 712.400 796.600 1.007.167 2.928.301 Total 118.367 100.000 193.767 1.549.450 1.685.900 2.048.737 5.696.221 Manfaat bersih (118.367) (100.000) (193.767) 4.030.883 4.242.767 4.895.063 12.756.579

Sharing 0 0 0 837.050 889.300 1.041.570 2.767.920

Sumber: Analisis Data Primer (2010)

Ariyani dan Santosa: Kajian Fisik dan Ekonomi Fungsi Hutan Tangkapan Air

79

Tabel 7. Jumlah total biaya yang dikeluarkan oleh perhutani RPH Arjasa BKPH LYT dan petani LMDH Dormas Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Jumlah Pembentukan LMDH 2.820.000 2.300.000 2.480.000 2.570.000 2.660.000 0 12.830.000 Perhutani Tanaman tegakan 183.204.000 0 0 0 0 0 183.204.000 Total 186.024.000 2.300.000 2.480.000 2.570.000 2.660.000 0 196.034.000 Petani 118.367 100.000 193.767 1.549.450 1.685.900 2.048.737 5.696.220 Total biaya 186.142.367 2.400.000 2.673.767 4.119.450 4.345.900 2.048.737 201.730.221

Sumber: Analisis Data Primer (2010)

LMDH disela-sela tanaman tegakan (mahoni) sebesar 15% dari hasil penjualan kopi robusta. Dari Tabel 5 terlihat bahwa pada tahun 2002 s/d 2004 perhutani tidak mendapatkan sharing, hal ini disebabkan karena penanaman kopi robusta baru dilaksanakan tahun 2002 dan baru dapat berproduksi setelah berumur 3 tahun, sehingga perhutani baru mendapatkan sharing dari tanaman kopi robusta pada tahun 2005 s/d 2007 rata-rata sebesar Rp. 2.767.920 dengan luas wilayah tanaman 32 ha. Pengelolaan sumber daya hutan bersama masyarakat dilaksanakan dengan tidak mengubah status kawasan hutan, fungsi hutan dan status tanah perusahaan.
2. Manfaat yang diperoleh petani LMDH

program PHBM selain dapat meningkatkan peningkatan pendapatan petani LMDH juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya sumber daya hutan dan terbangunnya daya tangkal internal masyarakat atas gangguan terhadap hutan (Timbul rasa memiliki atas keberadaan kawasan hutan dan manfaatnya).
3. Analisis Manfaat dan Biaya (NPV dan BCR)

Berdasarkan sub pembahasan yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat diketahui bahwa: 1. Jumlah total biaya (cost) yang dikeluarkan oleh perhutani dan petani anggota LMDH dalam pelaksanaan program PHBM terlihat pada Tabel 7. Tabel 8. Jumlah total manfaat yang diperoleh perhutani RPH Arjasa BKPH LYT dan Petani LMDH Dormas Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember dari pelaksanaan program PHBM
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Jumlah Manfaat (Rp) Perhutani Petani 0 0 0 0 0 0 837.050 4.743.283 889.300 5.039.367 1.041.570 5.902.230 2.767.920 15.684.880 Jumlah (Rp) 0 0 0 5.580.333 5.928.667 6.943.800 18.452.800

Pelaksanaan program PHBM sangat bermanfaat bagi petani LMDH terutama dalam bidang ekonomi. Dengan adanya program PHBM dapat meningkatkan pendapatan ekonomi dan juga mengurangi tenaga pengangguran. Seperti yang terlihat pada Tabel 6 terlihat adanya peningkatan pendapatan petani LMDH dari hasil tanaman kopi robusta. Pada Tabel 6 dapat disimpulkan bahwa besarnya manfaat yang diperoleh petani LMDH dari tanaman kopi robusta rata-rata sebesar Rp.12.756.579. terlihat tahun 2002 s/d 2004 petani belum mendapatkan manfaat hal ini disebabkan karena tanaman kopi robusta belum berproduksi akan tetapi pada masa-masa mendatang petani mendapatkan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan biaya pengeluaran, seperti yang terlihat pada Tabel 6.6 manfaat yang diperoleh dari tahun 2005 s/d 2007 semakin meningkat. Pelaksanaan Tabel 9. Perhitungan Net Present Value (NPV)
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Jumlah Benet (B) 0 0 0 5.580.333 5.928.667 6.943.800 18.452.800 Cost (C) 186.142.367 2.400.000 2.673.767 4.119.450 4.345.900 2.048.737 201.730.221

Sumber: Analisis Data Primer (2010)

CF (i = 15%) 1,75 1,6 1,45 1,3 1,15 1

B-C -186.142.367 -2.400.000 -2.673.767 1.460.883 1.582.767 4.895.063 -183.277.421

NPV -325.749.142 -3.840.000 -3.876.962 1.899.148 1.820.182 4.895.063 -324.851.711

Sumber: Analisis Data Primer (2010)

80

Jurnal Saintek, Vol. 8. No. 2 Desember 2011: 7482

Tabel 10. Perhitungan Gross Benet Cost Ratio (B/C)


Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Jumlah Benet (B) 0 0 0 5.580.333 5.928.667 6.943.800 18.452.800 Cost (C) 186.142.367 2.400.000 2.673.767 4.119.450 4.345.900 2.048.737 201.730.221 CF (i = 15%) 1,75 1,60 1,45 1,30 1,15 1 B ( 1 + I )t 0 0 0 7.254.432,90 6.817.967,05 6.943.800,00 21.016.199,95 C ( 1 + I )t 325.749.142,25 3.840.000,00 3.876.962,15 5.355.285,00 4.997.785,00 2.048.737,00 345.867.911,40 BCR

0,06

Sumber: Analisis Data Primer (2010)

Tabel 11. Perkiraan arus kas program PHBM di Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember Tahun 2002 s/d 2025
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 s/d 2025 2025 Benet 0 0 0 5.580.333 5.928.667 6.943.800 124.988.400* 285.800.000 Cost - 186.142.367 - 2.400.000 - 2.673.767 4.119.450 4.345.900 2.048.737 36.877.266** 16.120.000 Net Benet - 186.142.367 - 2.400.000 - 2.673.767 1.460.883 1.582.767 4.895.063 88.111.134 269.680.000 Net Benet Kumulatif - 186.142.367 - 188.542.367 - 191.216.134 - 189.755.251 - 188.172.484 - 183.277.421 - 95.166.287 -174.513.713***

Keterangan: * Perkiraan Benet kumulatif dari tanaman kopi robusta selama 18 tahun dengan asumsi benet Rp. 6.943.800,-/tahun ** Perkiraan Cost kumulatif dari tanaman kopi robusta selama 18 tahun dengan asumsi cost Rp. 2.048.737,-/tahun *** Perkiraan Benet bersih dari panen mahoni oleh Perhutani

2. Jumlah total manfaat ( benefit ) yang diperoleh perhutani dan para petani anggota LMDH Dormas untuk penanaman kopi robusta di bawah tegakan mahoni dapat dilihat pada Tabel 8. Dari Tabel 7 dan Tabel 8 dapat dilakukan dua analisis pengujian hipotesis dengan menggunakan dua indikator kriteria investasi yaitu: (1) Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) adalah selisih antara present value benet dengan present value biaya pada discount rate tertentu. Dalam perhitungan analisis ini suku bunga yang kami pergunakan adalah suku bunga Bank Permata Cabang Jember tahun 2009 sebesar 15% per tahun. Adapun perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan perhitungan pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa hasil pengujian NPV < 0, maka program PHBM selama 6 (enam) tahun terakhir (20022007) di LMDH Dormas RPH Arjasa BKPH LYT Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember pada kurun waktu 6 (enam) tahun tersebut secara nansial belum layak, namum program tersebut tetap dilanjutkan dan membutuhkan waktu sampai titik kelayakan secara ekonomi terlewati. (2) Gross Benet Cost Ratio (Gross B/C) Gross B/C adalah perbandingan (ratio) antara jumlah present value benet (PV Benet) dengan present value biaya (PV Cost). Adapun perhitungannya dapat

dilihat pada Tabel 10. Berdasarkan perhitungan pada Tabel 10 dapat diketahui bahwa hasil pengujian gross B/C < 1, maka program PHBM selama 6 (enam) tahun terakhir (20022007) di LMDH Dormas RPH Arjasa BKPH LYT Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember pada kurun waktu 6 (enam) tahun tersebut secara nansial belum layak. Meskipun berdasarkan hasil analisis Gross B/C hingga tahun 2007 program PHBM belum layak namun bukan berarti program ini tidak layak untuk dilanjutkan, karena masih ada sumber penerimaan dari tanaman tegakan yaitu mahoni yang diperkirakan akan di panen pada tahun 2025. Perkiraan manfaat dan biaya program PHBM di RPH Arjasa BKPH LYT hingga tahun 2025 dapat dilihat pada Tabel 11. Perkiraan arus kas program PHBM menggunakan analisis Payback Periods yang diartikan sebagai jangka waktu kembalinya investasi yang telah dikeluarkan melalui keuntungan yang diperoleh dari suatu proyek. Pada Tabel 11. Perkiraan arus kas program PHBM dari Tahun 2002 s/d 2025 diketahui bahwa hasil perkiraan panen tanaman tahunan (kopi robusta) tahun 2008 s/d 2025 belum mendapatkan manfaat (manfaat yang diperoleh masih di bawah biaya yang dikeluarkan) yakni Rp.95.166.287 akan tetapi setelah mahoni dipanen pada tahun 2025 oleh perhutani manfaat yang diperoleh yakni sebesar Rp. 174.513.713/Ha atau Rp. 43.628.428/Unit, sehingga manfaat yang diperoleh

Ariyani dan Santosa: Kajian Fisik dan Ekonomi Fungsi Hutan Tangkapan Air

81

dari hasil panen mahoni dapat mengembalikan seluruh biaya yang telah dikeluarkan selama pelaksanaan program PHBM dan bahkan memperoleh manfaat bersih sebesar Rp. 174.513.713,-/ha. Dari hasil analisis Payback periods ini dapat disimpulkan bahwa program PHBM layak untuk dilanjutkan. Pelaksanaan program PHBM di RPH Arjasa BKPH LYT dari hasil analisis NPV < 0 dan hasil analisis Gros B/C < 1 dapat disimpulkan bahwa secara nansial pada kurun waktu 6 (enam) tahun tersebut belum layak, hal ini disebabkan karena pelaksanaan program PHBM masih berjalan 6 (enam) tahun sehingga belum mendapatkan manfaat, akan tetapi program PHBM tetap layak untuk dilanjutkan karena pada masa-masa mendatang petani LMDH maupun perhutani akan memperoleh manfaat yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengeluarannya seperti yang ditunjukkan pada Tabel 11. Pada tahun 2002 s/d 2004 tidak ada manfaat (benet) hal ini disebabkan karena tanaman tahunan kopi robusta baru dapat berproduksi dan dipanen sekitar umur 34 tahun, secara materi petani LMDH maupun perhutani memang belum mendapatkan manfaat akan tetapi dari non-materi petani LMDH maupun perhutani sudah memperolah manfaat yakni antara lain kelestarian hutan terjaga, mengurangi terjadinya penjarangan, mengurangi tenaga pengangguran dan mencegah terjadinya penebangan liar atau pencurian kayu yang dapat menyababkan terjadinya bencana alam serta adanya penambahan fasilitas transportasi seperti pembangunan jembatan sehingga memperlancar hubungan antar-desa. Manfaat yang diperoleh oleh masing-masing petani LMDH/unit dengan luas wilayah yang sama berbedabeda hal ini disebabkan karena tingkat perawatan terhadap tanaman kopi robusta berbeda antara lain penggunaan jenis pupuk dan ukuran yang berbeda sangat memengaruhi hasil produksi tanaman kopi robusta yang dihasilkan selain itu jenis tanah wilayah tanaman yang berbeda juga berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kopi. Agar manfaat yang diperoleh melimpah dan semakin meningkat maka kesuburan tanaman kopi robusta harus dijaga dan dipelihara. Kendala utama petani dalam pemeliharaan tanaman kopi robusta ini yaitu pupuk selain harganya yang mahal dan selalu naik juga sangat langka, oleh sebab itu beberapa petani menggunakan pupuk organik untuk perawatan tanaman kopi robusta. Upaya perhutani membantu petani LMDH dalam pemeliharaan tanaman kopi robusta ini dengan melakukan penyuluhan tentang bagaimana cara menanam dan memelihara tanaman kopi robusta yang benar sehingga dapat menghasilkan mutu kopi yang bagus, manfaat yang diperoleh tinggi dan tanaman kopi dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama ( 15 tahun). Tata letak tanaman mahoni dan kopi robusta pada program PHBM di Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember terlihat pada gambar 2.

Keterangan: 1. Tanaman kopi robusta berumur 3 tahun. 2. Tanaman mahoni berumur 15 tahun

Gambar 2. Tanaman kopi robusta dan mahoni di Desa Kemuning Lor RPH Arjasa BKPH LYT Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember

Keterangan: Tanaman kopi robusta umur 4 tahun

Gambar 3. Tanaman kopi robusta di Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang kajian sosial dan ekonomi program PHBM di kawasan hutan tangkapan air lereng gunung argopuro ini sebagai berikut: 1. Peran serta masyarakat dalam program PHBM di kawasan hutan tangkapan air di lereng gunung

82

Jurnal Saintek, Vol. 8. No. 2 Desember 2011: 7482

memanfaatkan lahan di antara pohon utama dengan menanam tanaman tahunan (Kopi Robusta). 2. Hasil kajian ekonomi tentang program PHBM selama 6 (enam) tahun terakhir di kawasan hutan tangkapan air di lereng gunung Argopuro Kabupaten Jember dapat diketahui bahwa nilai NPV < 0 dan BCR < 1 artinya program PHBM di kawasan hutan tangkapan air lereng gunung Argopuro pada kurun waktu 6 (enam) tahun tersebut secara nansial belum layak, namun program tersebut layak untuk dilanjutkan karena masih membutuhkan waktu sampai titik kelayakan secara ekonomi terlewati dan memperoleh keuntungan.
Saran

Keterangan: Tanaman kopi robusta berumur 5 tahun

Gambar 4. Tanaman kopi robusta di Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember

Program PHBM di kawasan hutan tangkapan air di lereng gunung Argopuro dapat terus dilanjutkan, nilai manfaat program PHBM yang lebih kecil daripada biayanya terjadi karena pelaksanaan program PHBM masih berjalan 6 (enam) tahun, untuk terciptanya kekuatan dan kemampuan petani yang mandiri hendaknya perhutani memberikan pendamping petugas dari perhutani sendiri dengan tujuan mengembangkan kemampuan potensi yang dimiliki oleh petani LMDH.
DAFTAR PUSTAKA
1. 2. Dajan A, 2001. Pengantar metode statistik, Jilid I dan Jilid II. LP3ES. Jakarta. David and Moran, 2004. Conseved to death: are Tropical Forests being over Protected from people. Land Use Policy, 12(12): 115135. Dinas Kehutanan Kabupaten Jember, 2006. Kebijakan kehutanan, pengelolaan hutan di Kabupaten Jember. Makalah Seminar dan Program Aksi Lingkungan, DPD LDII Jember. Dinas Kehutanan Kabupaten Jember, 2006. Kebijakan pengelolaan hutan di Kabupaten Jember. Perhutani Jember. 20052008. Program PHBM di Kabupaten Jember. Santosa TH, 2005. Survei kehutanan di kawasan lereng Gunung Raung. Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Jember. Santosa TH, 2006. Survei kegiatan ekonomi di kawasan Lereng Gunung Raung. Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Jember. Suku bunga Bank Permata bulan Mei 2009.

3.

Keterangan: Tanaman mahoni berumur 3 tahun

4. 5. 6.

Gambar 5. Tanaman mahoni di Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember

Argopuro Kabupaten Jember tergolong kategori sangat tinggi yakni dengan nilai rata-rata 91,3% yang meliputi: menjaga tegakan pohon utama dan

7.

8.

83

Water Quality Examination Based on Benthic Macroinvertebrates on River of Prono Probolinggo os Indicators of Paper Manufactured Polution Leces Probolinggo
(Pemeriksaan Kualitas Air Berdasarkan Makroinvertebrata Bentik di Sungai Prono Probolinggo os Indikator Pencemaran Produksi Kertas Leces Probolinggo)
Rohatin and Umi Nurjanah* *) Lecturer at Faculty of Teach and Education Science, University of Jember

ABSTRAK

Sungai merupakan ekosistem air yang sangat diperlukan oleh semua organisme hidup maupun manusia dalam aktivitasnya sehari-hari. Dengan aktivitas tersebut dapat menurunkan kualitas air sungai. Makroinvertebrata bentik adalah salah satu hewan air yang dapat digunakan untuk pemantauan kualitas air. Selain makroinvertebrata bentik, pengukuran faktor kimia air juga sering digunakan sebagai pemantau kualitas air. Penelitian tentang pengaruh kualitas air sungai terhadap keberadaan makroinvertebrata bentik di Sungai Prono Leces Kabupaten Probolinggo telah dilakukan pada bulan JuliAgustus 2010, untuk mengetahui kualitas air, kekayaan dan keanekaragaman jenis makroinvertebrata bentik serta pengaruh kualitas air terhadap keberadaan makroinvertebrata bentik. Metode yang digunakan adalah metode plot yang peletakannya dilakukan secara sistematis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH, DO dan BOD Sungai Prono masih bagus karena masih memenuhi kriteria baku mutu air yang ditetapkan oleh pemerintah, terdapat 11 jenis makroinvertebrata bentik di seluruh stasiun penelitian, H` makroinvertebrata bentik semua stasiun di bawah satu (0.240.66). Hasil analisis menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata antar stasiun untuk analisis faktor kimia dan indeks keanekaragaman jenis makroinvertebrata, tetapi ada beda nyata untuk kekayaan jenis makroinvertebrata bentiknya. Kualitas air sungai Prono tidak dipengaruhi oleh limbah Pabrik Kertas Leces yang masuk dan tidak berpengaruh terhadap keberadaan makroinvertebrata bentik di Sungai Prono. Kata kunci: kualitas air, kekayaan spesies, keragaman spesies, Sungai Prono
ABSTRACT

River represents as ecosystem of water which is very needed by all living organism and human being in their daily activities. These activities are possible to degrade the quality of water river. Benthic macroinvertebrates is one of the water animal that be used to monitor the quality of water. Besides benthic macroinvertebrates, measurement of water chemical factor often used as indicator for water quality. Research about inuence quality of water on the river to existence of benthic macroinvertebrates in River of Prono Leces District of Probolinggo have been conducted in JulyAugust 2010. The aim is that observing the quality of water, type and properties of benthic macroinvertebrates and the inuence of water quality to existence of benthic macroinvertebrates. Method that used is plot method which is conducted systematically. Result of research indicates that pH, DO and BOD of Prono River are still good enough because it still fulll standard quality of water specied by government. There are 11 types of benthic macroinvertebrates in all research station. H of benthic macroinvertebrates in all station below one (0.240.66). The result of analysis shows that a marked difference inexistence between station for the analysis of chemical factor and type variety index of benthic macroinvertebrates. Quality of water river of Prono does not give an effect to the existence of benthic macroinvertebrates. Key word: water quality, species richness, species of diversity, River of Prono

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sungai merupakan ekosistem terbuka yang selalu mendapat masukan energi dan materi dari ekosistem yang ada di sekitarnya.7 Bentuk materi yang masuk ke sungai dapat berupa materi organik maupun anorganik. Materi yang masuk ke sungai dapat menyebabkan pencemaran ataupun tidak, tergantung dari kadarnya. Untuk mendeteksi keberadaan dan konsentrasi materi yang masuk ke sungai, dapat menggunakan analisa kimia air.12 Hedianto dkk. (2002) menyatakan bahwa setiap cekaman

terhadap ekosistem perairan dapat berpengaruh pada organisme yang hidup dalam ekosistem itu, termasuk makroinvertebrata bentik, sehingga dapat digunakan sebagai bioindikator lingkungan air. Sungai Prono merupakan sungai yang mendapat tambahan debit air dari limbah Pabrik Kertas Leces yang telah diolah terlebih dahulu. Walaupun limbah cair ini sudah diolah, dimungkinkan masih dapat memengaruhi kualitas air sungai Prono. Jika hal tersebut terjadi maka kehidupan organisme di dalamnya dapat mengalami gangguan; sawah-sawah yang mendapatkan pasokan air dari sungai akan sangat menjadi terganggu, mau

84

Jurnal Saintek, Vol. 8. No. 2 Desember 2011: 8389

tidak mau dampak lingkungan tersebut dapat merugikan masyarakat di sekitar sungai tersebut, baik dari segi ekonomis maupun dari segi kesehatan, mengingat masyarakat di sepanjang sungai Prono masih banyak yang mandi dan cuci baju serta alat-alat rumah tangga dengan memanfaatkan air sungai tersebut selain itu mereka juga menggunakan aliran air dari sungai prono untuk pengairan sawah-sawah mereka. Berdasar kondisi tersebut maka perlu dilakukan uji kualitas air Sungai Prono ditinjau dari faktor kimia (pH, DO, dan BOD), mengetahui kekayaan dan keanekaragaman jenis makroinvertebrata bentik Sungai Prono, dan mengetahui pengaruh kualitas air sungai Prono terhadap kekayaan dan keanekaragaman jenis makroinvertebrata bentik yang hidup di dalamnya.
Tujuan dan Manfaat Penelitian

lima stasiun. Stasiun 1 terletak di perairan yang belum tercampur limbah pabrik kertas, stasiun 2 bertepatan pada pembuangan limbah Pabrik Kertas Leces, stasiun 3 terletak pada titik temu air sungai dengan air limbah Pabrik Kertas yang telah mengalir ke persawahan terlebih dahulu (Budi wawancara pribadi, Maret 2009), stasiun 4 terletak di perairan yang merupakan pertemuan antara air sumber dengan perairan yang sudah tercampur limbah pabrik dan stasiun 5 merupakan stasiun kontrol yaitu daerah sumber yang airnya belum tercampur dengan limbah pabrik kertas yang berada di Desa Sumber Kedawung.
Cara Kerja

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan. Secara rinci tujuan tersebut adalah: 1. Mengetahui kualitas air Sungai Prono Leces Probolinggo ditinjau dari faktor kimia yaitu pH, DO, dan BOD. 2. Mengetahui kekayaan dan keanekaragaman jenis makroinvertebrata bentik Sungai Prono Leces Probolinggo. 3. Mengetahui pengaruh kualitas air sungai Prono terhadap kekayaan dan keanekaragaman jenis makroinvertebrata bentik yang hidup di dalamnya. 4. Mengetahui ada tidaknya perbedaan kualitas air sumber yang ada di sekitar sungai prono dengan air sungai yang sudah mendapat tambahan debit air dari hasil pengolahan limbah pabrik kertas Leces? Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi peneliti, menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang biologi. 2. Bagi lembaga, menambah informasi tentang kualitas Sungai Prono Leces Probolinggo yang telah ditambahi debit air dari limbah pabrik kertas Leces. 3. Bagi masyarakat, menambah informasi tentang kualitas air Sungai Prono Leces Probolinggo yang telah ditambahi debit air dari limbah pabrik kertas Leces sehingga bisa memonitoring kondisi lingkungan air sungai Prono. 4. Bagi peneliti lain yang sebidang, dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

Pengukuran data kualitas air di lapangan, pengambilan sampel air dan pengambilan makroinvertebrata bentik dilakukan di dalam plot berukuran 1 1 m.14 Pada setiap stasiun diletakkan enam plot. Posisi peletakan plot adalah di tepi kiri, tengah dan tepi kanan sungai.
Sampling Data di Sungai Prono

Sampel air untuk pengukuran BOD dan pH di laboratorium diambil dengan botol berwarna gelap yang telah disterilkan. Pengukuran DO menggunakan Handylab OX1. Pengambilan makroinvertebrata bentik dengan jaring makroinvertebrata. Semua jenis yang terkumpul dicuci bersih dan ditentukan jenisnya dengan diberi kode dan disimpan dalam larutan alkohol 70%.3,19
Analisis di Laboratorium

Awetan makroinvertebrata bentik tersebut kemudian diidentikasi dan dihitung setiap jenisnya di laboratorium dengan bantuan mikroskop dan dipandu dengan pustaka yang mendukung identifikasi.5,11,13 Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui nama jenis makroinvertebrata bentik. Selanjutnya berdasarkan nama jenis tersebut dapat ditentukan kekayaan dan komposisi jenis makroinvertebrata bentik. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Pengukuran BOD diperoleh dari hasil pengurangan nilai DO pada saat pengambilan sampel dan nilai DO pada hari kelima pengambilan sampel. Nilai BOD diperoleh dari hasil pengurangan DO hari ke-0 dengan DO hari kelima.19
Analisis Data

1. Menentukan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H) H= pi ln pi


i=1 s

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat pengambilan sampel adalah di Sungai Prono yang terletak di Kecamatan Leces Kabupaten Probolinggo. Sampel air dan makroinvertebrata bentik diambil pada

keterangan: s = jumlah jenis pi = perbandingan jumlah individu jenis i (ni) dibagi jumlah total individu seluruh jenis yang ada (N).10 2. Analisis Varians atau Anova (Analysis of Variance) dan Uji Tukey

Rohatin dan Nurjanah: Water Quality Examination Based on Benthic Macroinvertebrates

85

Uji ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat perbedaan pada masing-masing stasiun. Uji Tukey dilakukan setelah melakukan uji anova, untuk melihat seberapa besar perbedaan yang terjadi pada masingmasing stasiun.20 3. Regresi Sederhana Regresi sederhana digunakan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Variabel terikat (Y) terdiri dari Y1dan Y2; kekayaan jenis dan indeks keanekaragaman jenis, dan variabel bebas (X) yang terdiri dari X1, X2, dan X3; secara berturut-turut adalah pH, DO, BOD.18

Pabrik Kertas Leces karena limbah yang dikeluarkan oleh pabrik kertas Leces sudah diolah terlebih dahulu dan sudah memenuhi persyaratan baku mutu lingkungan.2
2. DO

Kandungan oksigen setelah dihitung di laboratorium tampak seperti pada gambar 2.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas Air Sungai Prono Leces Probolinggo Berdasarkan Faktor Kimia 1. pH Gambar 2. Diagram batang DO rata-rata seluruh stasiun

Hasil pengukuran pH pada sampel yang diambil diperoleh data seperti terlihat pada gambar 1.

Gambar 1. Diagram batang pH rata-rata seluruh stasiun

Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata pH tertinggi terletak pada stasiun 4 sebesar 7,37 sedangkan pH terkecil pada stasiun 5 yaitu 7,09. Berdasarkan analisis varians terhadap pH, diperoleh nilai F hitung sebesar 2,235 < F tabel 3,478 pada signikansi () 0,05, yang artinya pada tingkat kepercayaan 95% semua stasiun tidak memiliki perbedaan pH. Pada uji Tukey juga tidak ada perbedaan yang nyata pada masing-masing pasangan stasiun. Menurut Alabaster dan Lloyd (1980) dalam Abel (1989) nilai pH untuk air tawar yang dinyatakan tidak berpolusi berada pada interval 3 sampai 11; pada interval tersebut yang sangat mendukung terhadap jumlah perbedaan spesies yang besar ada pada interval 5 sampai 9. pH merupakan merupakan faktor yang sangat penting bagi pola penyebaran hewan air, sebagaimana yang telah dilakukan dalam penelitian terhadap komonitas spesies sungai yang tidak terpolusi (Sutcliffe & Carrick, 1973 dalam Abel (1989). Berdasarkan baku mutu yang ditetapkan, pH normal adalah antara 69 (PPRI No. 82 tahun 2001).1 Nilai pH pada semua stasiun masih berkisar pada nilai pH 7 dan tidak berbeda nyata pada semua stasiun ini dapat diartikan bahwa pada sungai Prono nilai pHnya tidak terpengaruh oleh adanya masukan limbah dari

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata DO tertinggi terletak pada stasiun 4 sebesar 4,06 sedangkan DO terkecil pada stasiun 1 sebesar 3,64. Pada stasiun 1 dan 3 terlihat bahwa nilai DO tampak menurun dibandingkan dengan pada stasiun yang lainnya. Hal ini dikarenakan pada stasiun 1 merupakan stasiun yang memiliki bagian tengah dan kiri lebih dalam dibandingkan dengan stasiun lain sehingga DO pada perairan stasiun ini lebih rendah. Hal tersebut sesuai dengan Kennish (1994) yang menyatakan bahwa konsentrasi oksigen terlarut berkurang seiring dengan bertambahnya ke dalaman.9 Sedangkan stasiun 3 merupakan stasiun yang paling banyak mendapatkan masukan limbah dari pabrik Kertas Leces sehingga polusi organiknya dimungkinkan lebih tinggi dari pada stasiun yang lainnya. Walaupun demikian, perbedaan nilai DO pada semua stasiun tidak memberikan makna yang berarti bagi perubahan kualitas air sungai Prono karena menurut Ryadi (1984) secara alamiah terdapat suatu mekanisme keseimbangan kandungan oksigen melalui re-oksigenasi dalam kondisi-kondisi yang masih wajar selama titik kritis belum dilampaui.17 Uji varian terhadap DO diperoleh hasil yang tidak jauh berbeda dengan uji pada pH di mana nilai F test sebesar 2,962 < dari F tabel (3,478) yang artinya secara keseluruhan pada tingkat kepercayaan 95% semua stasiun tidak memiliki perbedaan bermakna atau homogen. Uji Tukey untuk masing-masing pasangan stasiun juga menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna. Data oksigen terlarut pada semua stasiun baik pada air sungai yang belum teraliri limbah Pabrik Kertas Leces maupun stasiun yang sudah teraliri air limbah pabrik menunjukkan hasil yang tidak beda nyata. Nilai DO pada semua stasiun normal, masih sesuai dengan standard baku mutu yaitu DO 3.15 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kualitas air di Sungai Prono berdasarkan jumlah oksigen terlarutnya menunjukkan kualitas yang baik atau

86

Jurnal Saintek, Vol. 8. No. 2 Desember 2011: 8389

belum terindikasi pencemaran, karena masih memenuhi standar baku mutu lingkungan. Hal tersebut dikarenakan limbah yang dikeluarkan oleh pabrik kertas Leces sudah diolah terlebih dahulu dan sudah memenuhi persyaratan baku mutu lingkungan, sehingga tidak memberikan pengaruh yang berarti pada faktor DO Sungai Prono.2
3. BOD

Kebutuhan oksigen biologi (BOD) setelah dihitung di laboratorium tampak seperti pada gambar 3. Ratarata BOD terendah terdapat di stasiun 1 sebesar 0.57, sedangkan BOD tertinggi pada stasiun 5 sebesar 1.12. Nilai rata-rata yang diperoleh pada semua stasiun ternyata masih berada di bawah batas standard baku mutu tertinggi yang ditetapkan yaitu 6.15 Hal itu menunjukkan bahwa oksigen yang digunakan atau dibutuhkan oleh organisme detritus untuk menguraikan zat-zat organik berjumlah sedikit.

Setelah dilakukan uji Tukey ternyata tidak ada perbedaan yang nyata pada masing-masing pasangan stasiun. Rata-rata BOD untuk masing-masing stasiun dari kadar rendah ke kadar tinggi adalah 0,572; 0,868; 0,883; 1,023; 1,117. Tidak ada beda yang nyata artinya nilai BOD pada semua stasiun baik yang belum tercampur maupun yang sudah teraliri limbah pabrik kertas Leces tersebut tidak memengaruhi kualitas air sungai Prono karena nilai tersebut masih pada batasan baku mutu yang ditetapkan pemerintah dan dikarenakan pula limbah pabrik yang dialirkan sudah diolah terlebih dahulu sehingga sudah memenuhi persyaratan untuk dikeluarkan ke lingkungan. Dengan nilai BOD pada sungai Prono pada penelitian ini menunjukkan bahwa air di Sungai Prono mempunyai kualitas yang masih tergolong bagus, karena tidak terlalu banyak mengalami pencemaran oleh bahan-bahan organik.
Kekayaan dan Keanekaragaman Jenis Makroinvertebrata Bentik Sungai Prono Leces Probolinggo 1. Kekayaan Jenis

Gambar 3. Diagram batang BOD rata-rata seluruh stasiun

BOD dapat digunakan untuk menentukan jumlah material organik yang ada dalam air. Hal ini terlihat pada stasiun 2 yang mendapatkan aliran limbah pabrik Kertas Leces lebih tinggi dari stasiun 1, begitu pula dengan stasiun 3 yang mempunyai nilai BOD lebih tinggi dari stasiun 1,2 dan 4 karena stasiun ini lebih banyak mendapatkan aliran limbah, sedangkan untuk stasiun 5 yang merupakan stasiun yang nilai BOD-nya tertinggi karena pada stasiun ini banyak dijumpai sampah organic yaitu serasah daun bambu yang berasal dari pohon bambu yang tumbuh di sepanjang aliran sungai dari sumber air.

Dari hasil penelitian, kekayaan jenis makroinvertebrata bentik yang ada di sungai Prono Leces dapat kita lihat pada tabel 1. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa kekayaan jenis makroinvertebrata bentik yang ada di sungai Prono ada 11 jenis. Secara berurutan jumlah jenis/ kekayaan jenis dari yang tertinggi sampai yang terendah adalah 8, 8, 5, 4 dan 4 (stasiun 5, 4, 2, 3 dan yang terakhir stasiun 1). Beberapa jenis makroinvertebrata bentik dapat dijumpai di semua stasiun dan beberapa yang lain hanya dijumpai di beberapa stasiun dan bahkan hanya ada pada satu stasiun saja. Jenis Hydrobia, Melanoides dan Goniobasis, dijumpai hampir pada semua stasiun. Hal ini berarti bahwa ketiga jenis ini dapat hidup di berbagai kondisi air terbukti dari jumlah individunya yang banyak dan dijumpai di seluruh stasiun. Ketiga jenis makroinvertebrata tersebut banyak dijumpai menempel pada batu besar dan pada tepi sungai yang berdinding. Kondisi stasiun 1 adalah bagian yang paling dalam dan mempunyai substrat pada dasarnya yaitu berupa lumpur

Tabel 1. Kekayaan jenis makroinvertebrata bentik di Sungai Prono


No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Jenis Hydrobia sp. Melanoides sp. Goniobasis sp. Chironomus sp. Parathelphusa sp. Hesperagrion sp. Viviparus sp. Progomphus sp. Achatina sp. Pheretima sp. Stratiomys sp. Stasiun 1 0 0 0 0 2 3 0 1 0 2 0 Stasiun 2 2 3 2 4 0 0 0 0 0 1 0 Stasiun 3 19 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 Stasiun 4 6 8 34 0 12 1 0 1 0 1 1 Stasiun 5 69 1 49 0 3 2 3 1 6 0 0

Rohatin dan Nurjanah: Water Quality Examination Based on Benthic Macroinvertebrates

87

sehingga kondisi ini tidak disukai, untuk stasiun 2 dan stasiun 3 walaupun agak dalam tetapi mempunyai dinding beton di sebelah tepi kiri sedangkan stasiun 4 dan 5 lebih dangkal serta dasar sungai berbatu. Crustacea Parathelphusa sp. ditemukan pada stasiun 1, 4, dan 5 tetapi tidak ditemukan pada stasiun 2 dan 3. Hal ini dikarenakan Crustacea biasanya ditemukan pada air dangkal yang berbatu sehingga memudahkan Crustacea untuk bersembunyi. Pada stasiun 2 tidak ditemukan bebatuan karena bagian tengah dan tepi kanan agak dalam, walaupun ditepi kiri dangkal tetapi substratnya tanah yang tidak berbatu. Pheretima sp. dijumpai pada stasiun 1, 2 dan 4 karena habitatnya adalah daerah yang berlumpur dan ini hanya dijumpai pada stasiun ini. Pada stasiun 4 ini mempunyai substrat berupa lumpur berpasir, dengan bebatuan. Di stasiun 3 dan stasiun 6 ditemukan jenis Achatina sp, pada kedua stasiun ini didapati adanya serasah daun. Di antara lima stasiun penelitian, kekayaan jenis makroinvertebrata bentik yang tertinggi berada di stasiun empat dan lima dengan jumlah 8 jenis, di mana pada stasiun tersebut merupakan aliran air sumber dan titik temu air sungai yang sudah bercampur dengan limbah pabrik dengan air dari sumber. Tingginya kekayaan jenis pada stasiun tersebut dimungkinkan karena limbah organik yang masuk ke stasiun ini lebih banyak dan memberikan kontribusi yang baik terhadap makanan yang dibutuhkan makroinvertebrata bentik tersebut dibandingkan dengan stasiun yang lainnya, tetapi bisa juga disebabkan oleh faktor lingkungan sik lainnya seperti substat dan ke dalaman. Uji varians yang dilakukan pada jumlah jenis secara keseluruhan pada semua stasiun terdapat perbedaan yang cukup besar di mana F hitung > F tabel (8,662 > 3,478) pada signifikansi 0.05. Ini berarti apabila dipandang secara bersama-sama ternyata kekayaan jenis pada semua stasiun dianggap berbeda nyata. Untuk mengetahui letak perbedaannya dilakukan uji lanjut Tukey. Berdasarkan

uji tersebut ternyata beda rata-rata sangat tampak pada pasangan untuk stasiun 1, 2 dan 3 (kelompok 1) dengan stasiun 4 dan 5 (kelompok 2). Nilai beda rata-rata pada dua kelompok 1, dapat diartikan bahwa pada ketiga stasiun ini dengan masuknya limbah pabrik Kertas Leces ke stasiun ini memberikan pengaruh yang nyata pada kekayaan jenis karena stasiun ini merupakan stasiun yang dekat dan yang telah mendapatkan masukan limbah. Limbah pabrik kertas Leces tersebut mengandung materi organik yaitu materi yang berasal dari sisa-sisa makhuk hidup, berupa nitrit (NO2), Sianida dan Phenol.2,6 Bila dilihat dari kandungan organiknya seharusnya dengan masuknya limbah organik dari pabrik kertas tersebut memberikan pengaruh yang baik bagi makanan makroinvertebrata bentik yang ada sehingga dapat berkembang dengan baik.
2. Indeks Keanekaragaman Jenis

Indeks keanekaragaman jenis makroinvertebrata bentik yang ada di Sungai Prono dari hasil penelitian ini, dapat dilihat pada tabel 2. Nilai Indeks keanekaragaman jenis (H) yang paling besar adalah pada stasiun dua yaitu 0,66, kemudian pada urutan berikutnya adalah stasiun empat (0,60), stasiun satu (0,57), stasiun lima (0,50) dan yang paling kecil adalah stasiun tiga (0,24). Nilai indeks keanekaragaman tersebut semuanya adalah rendah karena semua stasiun mempunyai indeks keanekaragaman jenis yang kurang dari satu. Uji varian terhadap indeks keragaman diperoleh nilai F test sebesar 0,746 < dari F tabel (3,478) yang artinya secara keseluruhan semua stasiun tidak memiliki perbedaan bermakna atau semua stasiun dianggap homogen pada tingkat kepercayaan 95%. Uji Tukey untuk masing-masing pasangan stasiun juga menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna pada signikansi 0,05. Tidak terdapat perbedaan yang nyata dikarenakan semua pada stasiun mempunyai nilai indeks keanekaragaman jenis yang kurang dari satu.

Tabel 2. Keanekaragaman jenis makroinvertebrata bentik di Sungai Prono


Jenis Hydrobia sp. Melanoides turolosa Goniobasis sp. Gynacantha sp. Chironomus sp. Hesperagrion sp. Viviparus sp. Musculium sp. Progomphus sp. Pheretima sp. Stratiomys sp. Jumlah (H) Stasiun1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.15 0.16 0.00 0.11 0.00 0.15 0.00 0.57 Stasiun 2 0.13 0.15 0.13 0.16 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.09 0.00 0.66 Stasiun 3 0.05 0.06 0.06 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.06 0.00 0.00 0.24 Stasiun 4 0.10 0.11 0.15 0.00 0.14 0.03 0.00 0.03 0.00 0.03 0.03 0.60 Stasiun 5 0.15 0.02 0.16 0.00 0.04 0.03 0.04 0.02 0.06 0.00 0.00 0.50

88 Pengaruh Kualitas Air Sungai Prono terhadap Kekayaan dan Keberadaan Makroinvertebrata Bentik 1. Analisis pengaruh kualitas air terhadap kekayaan jenis

Jurnal Saintek, Vol. 8. No. 2 Desember 2011: 8389

Uji varians dari analisa regresi diperoleh nilai F hitung sebesar 0,769 dengan signifikansi 0,663; F hitung < F tabel (0,769 < 215,707) yang berarti bahwa secara keseluruhan (simultan) perbedaan nilai pH, DO, dan BOD tidak memberikan pengaruh signikan terhadap kekayaan jenis di semua stasiun. Ini artinya bahwa perbedaan nilai pada variabel bebas di mana pada uji sebelumnya diasumsikan dianggap homogen, tidak memberikan pengaruh pada kekayaan jenis. Walaupun pada uji Tukey pada kekayaan jenis menunjukkan beda yang nyata namun itu bukan dikarenakan oleh kualitas air Sungai Prono (pH, DO, dan BOD), tetapi lebih disebabkan oleh faktor lingkungan lainnya di luar faktor yang diujikan. Berdasarkan uji t atau uji parsial diperoleh nilai t untuk pH sebesar 0,051; untuk DO sebesar 0,842; BOD sebesar 0,006 sedangkan t tabel 3,1824. Karena t hitung < dari t tabel untuk keseluruhan variabel terikat maka hipotesis nol diterima artinya secara parsial perbedaan nilia pH, DO, dan BOD tidak memberikan pengaruh yang signikan terhadap kekayaan jenis makroinvertebrata bentik. Apabila dilihat pengujian secara parsial maupun pengujian secara simultan dengan uji t dan uji F diperoleh nilai t hitung dan F hitung yang lebih kecil dari t dan F tabel, ini menunjukkan bahwa kualitas air (pH, DO dan BOD) tidak berbeda nyata sehingga keberadaannya tidak berpengaruh terhadap kekayaan jenis makroinvertebrata bentik yang ada di Sungai Prono dan masih pada rentangan toleransi hewan makroinvertebrata bentik terhadap perubahan kondisi faktor lingkungan.
2. Analisis Pengaruh Kualitas Air terhadap Indeks Keragaman Jenis Makroinvertebrata Bentik

dan F hitung yang lebih kecil dari t dan F tabel, ini menunjukkan bahwa dalam persamaan regresi, dalam taraf kepercayaan 95% tidak memberikan pengaruh yang diberikan oleh masing-masing variabel pH, DO, dan BOD terhadap indeks keanekaragaman jenis artinya karena pada semua stasiun nilai pH, DO, dan BODnya tidak berbeda sehingga tidak memengaruhi indeks keanekaragaman jenis makroinvertebrata bentik di Sungai Prono Leces Probolinggo.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah kualitas air Sungai Prono Leces Probolinggo ditinjau dari faktor kimia yaitu pH, DO dan BOD tidak terpengaruh adanya limbah Pabrik Kertas Leces yang masuk. Kekayaan jenis makroinvertebrata bentik di sungai ini ada 11 jenis yaitu; Hydrobia sp., Melanoides sp., Goniobasis sp., Parathelphusa sp., Chironomus sp., Hesperagrion sp . , Viviparus sp., Achatina sp., Progomphus sp., Pheretima sp., Stratiomys sp. Tidak terpengaruhnya kualitas air sungai Prono dengan masuknya limbah tersebut maka tidak berpengaruh pula terhadap kekayaan dan indeks keanekaragaman jenis makroinvertebrata bentik di Sungai Prono. Kualitas air Sungai Prono tidak ada perbedaan antara stasiun yang sudah teraliri limbah ataupun yang belum tercampur dengan limbah Pabrik Kertas Leces.

DAFTAR PUSTAKA
1. Abel PD, 1989. Water pollution biology. New York: Ellis Horwood Limited. 2. Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular. 2005. Laporan hasil pengujian air limbah industri PT Kertas Leces. Probolinggo: Kapedalda. 3. Borror DJ, Triplehorn CA, and Johnson NF, 1996. Pengenalan pelajaran serangga. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 4. Budi. Wawancara pribadi dilaksanakan pada Agustus 2005. 5. Dharma B, 1988. Siput dan kerang Indonesia, (Indonesian shells). Jakarta: PT Sarana Graha. 6. Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga. 2005. Sertikat hasil pengujian air limbah industri PT Kertas Leces. Probolinggo: Kapedalda. 7. Dirdjosoemarto S, 1986. Buku materi pokok ekologi lanjutan. Jakarta: Karunika. 8. Hedianto YE, Elis L, dan Erma N, 2002. Konsep biomonitoring dan ekotoksikologik: upaya pelestarian sumber daya alam secara swadaya dari dan untuk masyarakat. Http://www.iptek.net.id/ind/ index.php. Diakses 16 Mei 2005. 9. Kennish MJ, 1994. Marine science. Tokyo: CRC Press Inc. 10. Krebs JC, 1989. Ecological methodology. New York: Harper Collins Publisher. 11. Merit RW and Kenneth WC, 1996. An introduction to the aquatic insects of North Amerika. Iowa: Kendall/Hunt Publishing Company. 12. Miller GT, 1998. Living in the environment, tenth edition. USA: Wadsworth Publishing Company. 13. Needham JG dan Needham PR, 1962. A guide to the study of freshwater biology. San Fransisco: Holden-Day Inc.

Dari analisis regresi diperoleh F hitung < F tabel (0,040 < 215,707) yang berarti bahwa secara keseluruhan (simultan) perbedaan nilai pH, DO, dan BOD tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap indeks keragaman jenis di semua stasiun. Ini artinya bahwa perbedaan nilai pH, DO, dan BOD di mana pada uji sebelumnya diasumsikan dianggap homogen pada semua stasiun, tidak memberikan pengaruh pada indeks keragaman jenis. Untuk uji t atau uji parsial diperoleh nilai t untuk pH sebesar 0,003; untuk DO sebesar 0,026; BOD sebesar 0,236 sedangkan t tabel 3,1824. Karena t hitung < dari t tabel untuk keseluruhan variabel terikat maka hipotesis nol diterima artinya secara parsial perbedaan nilia pH, DO, dan BOD tidak memberikan pengaruh yang signikan terhadap indeks keragaman jenis Pengujian secara parsial maupun pengujian secara simultan dengan uji t dan uji F diperoleh nilai t hitung

Rohatin dan Nurjanah: Water Quality Examination Based on Benthic Macroinvertebrates


14. Payne AI, 1986. The ecology of tropical lakes and rivers. New York: John Wiley & Sons. 15. PPRI No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. 16. Ryadi S, 1981. Ilmu lingkungan: dasar-dasar dan pengertiannya. Surabaya: Usaha Nasional.

89

17. Ryadi S, 1984. Pencemaran air: dasar-dasar dan pokok-pokok penanggulangannya. Surabaya: Karya Anda. 18. Sudjana, 1992. Metode statistika. Bandung: Tarsito. 19. Suin NM, 1999. Metoda ekologi. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 20. Zar HA, 1996. Biostatistical analysis: third edition. Singapore: Simon & Schuster Asia Pte. Ltd.

90

Optimalisasi Penggunaan Limbah Batu Kapur sebagai Pengganti Agregat Kasar terhadap Kuat Tekan Beton 17,5 Mpa dan Pengaruhnya terhadap Analisis Waktu dan Biaya di Banyuwangi
(Optimizing the Use of Waste Limestone as Coarse Aggregate Substitute for Concrete Strength 17.5 MPa Press and Its Effect on Time and Cost Analysis in Banyuwangi)
Heri Sujatmiko Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi

ABSTRAK

Deposit batu kapur di daerah Grajagan Kabupaten Banyuwangi cukup banyak. Hal ini dikarenakan pada penambangan di sana disamping menghasilkan kapur sebagai bahan bangunan juga terdapat hasil limbah batu kapur yang cukup besar jumlahnya. Sehingga apabila tidak dimanfaatkan, maka akan berdampak terhadap pencemaran lingkungan. Pada penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan membuat campuran beton yang terdiri dari butiran agregat kasar, agregat halus dan semen portland serta air dengan perbandingan berat. Sebagai pengganti agregat kasar yaitu limbah batu kapur yang berasal dari penambangan kapur di Grajagan Banyuwangi. Populasi yang dijadikan obyek dalam penelitian adalah populasi tak hingga yang terdiri dari produk beton dan sampel yang dipakai dalam penelitian ini diambil secara acak dan bertahap atau berlapis dalam setiap perlakuannya (acak berstrata). Jumlah sampel yang diambil terdiri dari 15 buah silinder beton dengan masing-masing diberikan perlakuan faktor air semen (0,55 dan 0,60). Jadi total sampel yang dibutuhkan adalah 30 buah silinder beton berdiameter 150 mm dengan tinggi 300 mm. Analisa kualitatif terhadap gradasi agregat halus dan kausan agregat kasar memenuhi persyaratan Standar Industri Indonesia SII 0052-80 (Modulus Kehalusan (FM) agregat halus = 3,09 dan Keausan agregat kasar = 43,88%). Untuk analisa kuantitatif terhadap data hasil uji kuat tekan beton digunakan uji statistik dengan hipotesis pengertian maksimum untuk mengetahui perbedaan suatu variabel dengan suatu konstanta hipotesa dan uji hipotesis Kesamaan Dua Rata-rata (Uji Dua Pihak) untuk mengetahui perbedaan yang nyata/signikan antar kelompok perlakuan. Di mana hipotesis yang dikemukakan adalah: 1) Nilai rata-rata kuat tekan beton hasil uji lebih dari 17,5 Mpa, berarti Limbah Batu Kapur memenuhi syarat sebagai agregat kasar pada beton, 2) Nilai rata-rata kuat tekan beton antar kelompok perlakuan pemakaian faktor air semen tidak sama, berarti ada hubungan antara kekuatan tekan beton yang dihasilkan terhadap pemakaian faktor air semen yang berbeda. Dari hasil analisa data dapat dijelaskan bahwa kuat tekan beton yang menggunakan limbah batu kapur sebagai agregat kasar lebih tinggi dari persyaratan yang dimiliki beton kelas II, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa limbah batu kapur dapat digunakan sebagai agregat kasar pada campuran beton. Disamping itu dengan pembuktian statistik dapat diketahui pula bahwa faktor air semen (FAS) berpengaruh terhadap kuat tekan beton yang dihasilkan, di mana dengan faktor air semen yang lebih tinggi akan menurunkan kuat tekan yang dimiliki oleh beto. Disamping itu dengan memanfaatkan pecahan batu kapur sebagai agregat kasar pada beton dapat menurunkan biaya produksi per m beton sebesar Rp 28.478,- atau penghematan biaya 7,4%. Kata kunci: Batu Kapur, faktor air semen (FAS), penghematan biaya 7,4%.
ABSTRACT

Deposits of limestone in the area pretty much Grajagan Banyuwangi. This is because the mining of limestone produced there as well as building materials also present the results of limestone waste a considerable amount. So if not utilized, it will have an impact on environmental pollution. In this study using experimental methods to make concrete mixtures consisting of grains of coarse aggregate, ne aggregate and portland cement and water with weight ratio. In lieu of coarse aggregate is limestone waste from mining limestone in Grajagan Banyuwangi. Population is used as the object of research is an innite population of concrete products and samples used in this study were drawn randomly and plated or coated in any treatment (stratied random). The number of samples taken consisted of 15 concrete cylinders with each given water cement factor (0.55 and 0.60). So the total sample required was 30 concrete cylinder 150 mm in diameter and height of 300 mm. Qualitative analysis of the ne aggregate and coarse aggregate wear eligible Indonesia SII 0052 Industry Standard-80 (Modulus of Smoothness (FM) ne aggregate = 3.09 and the wear of coarse aggregate = 43.88%. For the quantitative analysis of test results of compressive strength data of concrete used statistical test with a maximum sense hipotensis to know the difference of a variable with a constant hypothesis and test hypotheses Equality Two average (Test Two Parties) to know the real difference/signicantly between treatment groups. Where is the hypothesis put forward is: 1) The average value of compressive strength of concrete test results of more than 17.5 Mpa, mean waste limestone qualify as coarse aggregate in concrete. 2) The average value of compressive strength of concrete between the treatment groups were not the same consumption of cement water, meaning there is a relationship between the compressive strength of concrete produced with the use of different cement water factor. From the analysis of data describing the compressive strength of concrete using limestone waste as coarse aggregate is higher than the requirements of the concrete class II owned, so it can be concluded that the waste limestone can be used as coarse aggregate in concrete mixes. Besides,

Sujatmiko: Optimalisasi penggunaan limbah batu kapur

91

with statistical evidence can also be shown that the water cement factor (FAS) inuence on the compressive strength of concrete produced, which is owned by Beto. In addition to utilizing fragments of limestone as coarse aggregate in concrete can reduce the production cost per m of concrete equal to Rp 28,000,- or the cost savings of 7.4%. Key words: Limestone, water cement factor (FAS), or the cost savings of 7.4%

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Pembangunan prasarana infrastruktur seperti jembatan, bangunan gedung, dermaga, jalan raya dan bangunan air masih banyak menggunakan bahan beton. Dengan semakin banyaknya penggunaan beton sebagai bahan konstruksi, maka kebutuhan material yang dibutuhkan sebagai bahan penyusun beton, seperti agregat dan semen juga semakin meningkat pula. Di sisi lain bahan-bahan pembentuk beton tersebut merupakan material yang tidak bisa diperbaharui (non reneable material resources), maka pengguna-annya harus diusahakan seesien mungkin. Dewasa ini makin lama semakin sulit untuk mendapatkan agregat kasar (seperti: kerikil alam, batu pecah). Sungai yang tadinya merupakan sumber penghasil kerikil alam dan batu persediaannya mulai menipis. Begitu juga dengan bukit batu yang tadinya banyak bertebaran di kabupaten Banyuwangi mulai jarang ditemukan, karena sudah habis di gali dan beralih fungsi sebagai lahan perumahan. Sementara itu kebutuhan material agregat kasar sebagai bahan konstruksi terus meningkat. Untuk memenuhi keterbatasan penyediaan agregat kasar untuk beton, perlu dicari alternatif pengganti dari agregat kasar tersebut. Salah satunya adalah dengan mengganti batu pecah dengan pecahan batu kapur sebagai agregat kasar untuk campuran beton. Batu Kapur (limestone) dihasilkan dari penambangan galian kelas C yang tersebar di seluruh Indonesia. Khusus wilayah Jawa Timur keberadaan bahan tambang Batu Kapur tersebar di 17 kabupaten (Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Ponorogo, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Nganjuk, Jember, Bondowoso, Banyuwangi, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep, Gresik) dengan total cadangan 1.259.438.298 m. Sedangkan

sampai dengan tahun 2010 kapasitas penambangan Batu Kapur yang ada di wilayah Banyuwangi Selatan (Grajagan) mencapai 8.100 m per tahun. Dari hasil penambangan tersebut dihasilkan Batu Kapur mati yang kemudian di olah menjadi Batu Kapur hidup. Pada proses pengolahan tersebut banyak menghasilkan pecahanpecahan berukuran kecil kurang dari 5 cm yang disebut dengan Deposit Batu Kapur. Deposit tersebut dianggap sebagai limbah yang tidak dimanfaatkan, bahkan keberadaannya semakin lama semakin menggunung dan berdampak terhadap pencemaran lingkungan. Dengan melihat ukuran dari deposit tersebut, maka sangat cocok digunakan sebagai agregat kasar yang ada pada campuran beton. Apalagi Batu Kapur merupakan batuan fosfat yang sebagian besar tersusun oleh mineral Kalsium Karbonat (CaCo3), bahkan bahan tambang ini biasa digunakan untuk bahan baku dalam pembuatan semen dan industri keramik. Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian tentang penggunaan pecahan Batu Kapur sebagai pengganti agregat kasar pada beton. Diharapkan dari penelitian ini dapat diperoleh kajian yang kongkrit terhadap alternatif penggunaan pecahan Batu Kapur sebagai pengganti agregat kasar baik dari segi teknis maupun ekonomis.
Rumusan Masalah

Semakin lama semakin sulit untuk mendapatkan bahan agregat yang sesuai standar yang telah ditetapkan, sehingga diperlukan bahan non-standar yang masih dapat dipakai sebagai bahan campuran beton dengan tetap menghasilkan beton yang sesuai mutu dan memiliki kekuatan yang dipersyaratkan. Dengan pertimbangan tersebut, maka dalam penelitian ini dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah limbah Batu Kapur di Grajagan Banyuwangi dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengganti agregat kasar pada campuran beton? 2. Apakah limbah Batu Kapur di Grajagan Banyuwangi ini dapat memenuhi syarat sebagai agregat kasar pada beton? 3. Adakah hubungan antara kekuatan tekan beton yang dihasilkan terhadap pemakaian faktor air semen yang berbeda? 4. Seberapa besar pengaruh penggunaan Limbah Batu Kapur terhadap nilai ekonomis/biaya beton yang dihasilkan?
Tujuan Penelitian

Gambar 1. Deposit Batu Kapur yang tampak menggunung

Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan yang ada, maka penelitian ini diharapkan dapat mancapai tujuan sebagai berikut.

92

Jurnal Saintek, Vol. 8. No. 2 Desember 2011: 9096

1. Membuktikan apakah penggunaan limbah batu kapur yang ada di Grajagan Banyuwangi dapat menghasilkan beton yang mempunyai tingkat kekuatan sesuai dengan yang diharapkan. 2. Mengetahui apakah ada pengaruh tentang pemakaian faktor air semen (FAS) yang berbeda terhadap karakteristik kuat tekan beton yang dihasilkan. 3. Sejauh mana dalam penelitian Limbah Batu Kapur ini mempunyai pengaruh terhadap kekuatan, waktu dan biaya.
Hipotesis Penelitian

Untuk analisa data dalam menjawab rumusan masalah yang ada dalam penelitian dapat dikemukakan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Hipotesis Pengertian Maksimum: H0 : 17,5; Nilai rata-rata kuat tekan beton hasil uji kurang atau sama dengan 17,5 Mpa, berarti Limbah Batu Kapur tidak memenuhi syarat sebagai agregat kasar pada beton. H1 : > 17,5; Nilai rata-rata kuat tekan beton hasil uji lebih dari 17,5 Mpa, berarti Limbah Batu Kapur memenuhi syarat sebagai agregat kasar pada beton. 2. Hipotesis Kesamaan Dua Rata-rata (Uji Dua Pihak): H0 : 1 = 2; Nilai rata-rata kuat tekan beton antar kelompok perlakuan sama, berarti tidak ada hubungan antara kekuatan tekan beton yang dihasilkan terhadap pemakaian faktor air semen yang berbeda H1 : 1 2; Nilai rata-rata kuat tekan beton antar kelompok perlakuan tidak sama, berarti ada hubungan antara kekuatan tekan beton yang dihasilkan terhadap pemakaian faktor air semen yang berbeda.

KAJIAN PUSTAKA

Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang pemanfaatan Batu Kapur sudah pernah dilakukan oleh beberapa orang, salah satunya telah dilakukan oleh I Nyoman Widana Negara dan Tjokorde Gede Suwarsa Putra dengan judul Potensi Batu Kapur Nusa Penida sebagai Agregat Perkerasan Jalan. Penelitian ini untuk mengetahui apakah sifat sik dan mutu Batu Kapur memenuhi standar mutu Bina Marga sebagai bahan perkerasan jalan. Sampel Batu Karang diolah menjadi agregat kasar berbutir sedang dan halus pada pemecah batu PT Sumber Alam Karisma Jaya, Tabanan. Metode yang digunakan adalah Analisis Perbandingan Diskriptif. Hasil analisis penelitian tersebut memperlihatkan bahwa gradasi agregat kasar dan halus memenuhi standar baku mutu Bina Marga, walaupun agregat sedang cenderung agak kasar. Sifat sik agregat batu kapur yaitu

berat jenis bulk (semu) berkisar antara 2,42,5 gr/cm dan berat jenis apparent (nyata/effective) berkisar 2,54 2,60 gr/cm masih dalam batas baku mutu 2,5 kg/cm cukup memenuhi standar mutu. Sedangkan dari aspek penyerapan berkisar 1,772,70% mendekati standar mutu 3% dan dari aspek kekerasan sangat baik dengan nilai abrasi 27% lebih kecil dari 40% standar Bina Marga. Gambaran tersebut jelas memperlihatkan bahwa Batu Kapur Nusa Penida dapat digunakan untuk bahan konstruksi dan perkerasan jalan. Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Kiki Chrisbianto dengan judul Studi Perbandingan Penggunaan Agregat Batu Kapur di Jawa Timur Bagian Utara Sebagai Campuran HRS B. Dalam penelitian ini digunakan Batu Kapur yang berasal dari tiga wilayah Jawa Timur bagian utara, yaitu Gresik, Lamongan dan Tuban. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sifat-sifat yang terbaik Batu Kapur dari wilayah Jawa Timur bagian utara pada campuran HRS B dan mengetahui agregat yang lebih baik antara batu kali dengan batu kapur. Pada penelitian ini yang pertama dilakukan adalah mencari aspal optimum dari batu kali sebagai pembanding terhadap batu kapur. Hasil aspal optimum yang diperoleh dari masing-masing wilayah yaitu: Gresik = 7,47%, Lamongan = 7,73%, Tuban = 7,63%, Batu Kali = 7,62%, selanjutnya dari tiap-tiap kadar aspal optimum dibuat benda uji sebanyak 20 buah, sehingga total benda uji yang dibutuhkan sebanyak 90 benda uji berbentuk silinder dengan diameter 10 cm, tinggi 7 cm dengan volume 1.200 gram. Berdasarkan penelitian batu kali merupakan agregat terbaik untuk campuran HRS B dengan Stabilitas = 1181,69 kg (spesikasi 5501.250 kg), Flow = 2,58 mm, Marshall Quotient = 4,56 kN/mm (spesikasi 1,85), Air Void = 3,46% (spesikasi 36). dan batu kapur Tuban menghasilkan sifat-sifat yang baik dibanding batu kapur wilayah lain dengan Stabilitas = 1048,16 kg (spesikasi 5501.250 kg), Flow = 2,55 mm, Marshall Quotient = 4,30 kN/mm (spesikasi 1,85). Marshall Quotient = 4,56 kN/mm (spesikasi 1,85). Penelitian lain tentang Batu Kapur dengan lebih menekankan pada pengaruh debu yang dihasilkan pada proses pengolahan Batu Kapur dilakukan oleh Edy Sucipto yang mengambil judul Hubungan Pemaparan Partikel Debu Pada Pengolahan Batu Kapur Terhadap Penurunan Kapasitas Fungsi Paru (Studi Kasus di Desa Karangdawa Kecamatan Margasari Kabupaten Tegal). Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat pemaparan partikel debu, tingkat penurunan kapasitas fungsi paru dan hubungan pemaparan partikel debu pada pengolahan batu kapur terhadap penurunan kapasitas fungsi paru. Tipe penelitian ini adalah penelitian penjelasan (explanatory research), Metode pendekatan adalah Cross Sectional. Populasinya adalah pekerja, pemilik dan masyarakat di sekitar pengolahan batu kapur, pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling, jumlah sampel sebanyak 84 orang, analisis yang digunakan bivariate

Sujatmiko: Optimalisasi penggunaan limbah batu kapur

93

dengan uji Chi-Square dan Analisis multivariate dengan uji statistic Discriminant Analysis. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa: Ratarata TSP sebesar 1.167 gr/m3 telah melebihi ambang batas. Berdasarkan uji statistik Chi-Square dengan nilai = 5%, ternyata ada hubungan yang bermakna antara pemaparan partikel debu (letak tobong) dengan penurunan kapasitas fungsi paru. Sedangkan fungsi diskriminannya Z Score = (-5,589) + (-3,936 Letak tobong) menunjukkan setiap ada satu tobong letaknya tidak terpisah dengan pemukiman penduduk dapat menurunkan kapasitas fungsi organ paru sekitar 4 orang (pekerja, pemilik dan penduduk). Untuk itu disarankan membuat lter udara pada cerobong asap untuk menangkap abu maupun partikel debu, sehingga udara yang keluar dari cerobong asap telah lebih bersih. Dengan mengacu pada beberapa hasil penelitian tersebut di atas, ternyata batu kapur merupakan agregat yang baik untuk bahan campuran perkerasan jalan, walaupun pada proses pengolahannya terkadang menghasilkan limbah berupa pecahan dan debu batu kapur yang membahayakan kehidupan manusia. Untuk meminimalisasi keberadaan limbah tersebut, terutama yang ada di lokasi penambangan batu kapur di daerah Grajagan Banyuwangi perlu dilakukan penelitian pemanfaatan terhadap limbah yang dihasilkan. Dalam penelitian ini digunakan limbah berupa pecahan batu kapur yang akan digunakan sebagai bahan pengganti agregat kasar pada campuran beton.

sampel beton berdasarkan perlakuan tertentu. Setelah sampel yang sudah dibuat berumur 14 hari dilakukan pengujian di laboratorium.
Teknik dan Jumlah Sampling

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara acak dan bertahap atau berlapis dalam setiap perlakuannya (acak berstrata). Jumlah sampel yang diambil terdiri dari 15 buah silinder beton dalam setiap tahap perlakuan terhadap faktor air semen (0,55 dan 0,60). Jadi total sampel yang dibutuhkan adalah 30 buah silinder beton berdiameter 150 mm dengan tinggi 300 mm.
Variabel Penelitian

Penelitian ini berangkat dari suatu hipotesis statistik yang ingin diuji kebenarannya. Untuk itu perlu didenisikan masing-masing variabel sebagai berikut: 1. Variabel Independen (Variabel X) Variabel independen dalam penelitian ini berupa perlakuan komposisi agregat kasar dan penggunaan factor air semen. Karena dalam penelitian ini menggunakan komposisi agregat kasar sama untuk semua benda uji, maka variabel independen hanya diberlakukan untuk factor air semen saja, yang mempunyai dua nilai yaitu 0,55 dan 0,60. 2. Variabel Dependen (Variabel Y) Adapun yang menjadi variabel dependen adalah hasil pengujian kuat tekan beton pada umur benda uji 14 hari.
Instrumen Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN

Rancangan Penelitian Desain Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan dan hipotesis yang dikemukakan, maka penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan membuat campuran beton yang terdiri dari butiran agregat kasar, agregat halus dan semen portland serta air dengan perbandingan berat. Sebagai pengganti agregat kasar yaitu limbah batu kapur yang berasal dari penambangan kapur di Grajagan Banyuwangi. Sedangkan untuk agregat halus berupa pasir sungai yang berasal dari Sungai Bomo Desa Bomo Kecamatan Rogojampi. Sebagai perekat digunakan Semen Gresik (Type I) yang banyak terjual dipasaran. Sedangkan perbandingan campuran dengan berpedoman pada berat masing-masing.
Populasi dan Sampel Jumlah Populasi

Instrumen penelitian yang dipergunakan pada penelitian ini berupa peralatan yang digunakan untuk mengukur material atau bahan serta benda uji. Peralatan tersebut antara lain: 1. Saringan Pasir, digunakan untuk pemeriksaan analisa saringan agregat halus dan kasar. 2. Timbangan Digital Kecil, digunakan untuk pemeriksaan berat isi, berat jenis, penyerapan, kadar air, kadar lumpur agregat halus dan kasar. 3. Penggaris atau Roll Meter, digunakan untuk mengukur tinggi slump. 4. Mesin Los Angeles, digunakan untuk pemeriksaan ketahanan abrasi agregat kasar. 5. Mesin Press, digunakan untuk pemeriksaan kuat tekan benda uji.
Pengumpulan Data Jenis dan Sumber Data

Populasi yang dijadikan obyek dalam penelitian adalah populasi tak hingga yang terdiri dari produk campuran beton. Kemudian dari campuran tersebut dibuat sejumlah

Sumber data merupakan data primer yang diperoleh dari hasil uji laboratorium terhadap material yang digunakan sebagai campuran beton. Data tersebut meliputi sifat-sifat material beton dan kuat tekan beton yang dihasilkan.

94 Metode Pengambilan Data

Jurnal Saintek, Vol. 8. No. 2 Desember 2011: 9096

Tabel 2. One-Sample T-Test

Data merupakan faktor utama dalam penelitian. Untuk itu keberadaannya sangat wajib dalam penelitian ini. Diperlukan cara-cara tertentu untuk memenuhi terkumpulnya suatu data yang memenuhi persyaratan dan akurat untuk dijadikan bahan kajian. Beberapa metode yang digunakan adalah: 1. Observasi Merupakan pengamatan yang dilakukan secara langsung baik di lokasi pengolahan dan pengambilan pecahan batu kapur (Grajagan), pemeriksaan material beton dan pengujian kuat tekan terhadap benda uji atau sampel beton di laboratorium. 2. Interview Dilakukan langsung pada penambang batu kapur di Grajagan, mulai dari pekerja sampai dengan pengusaha guna mendapatkan data primer. Mulai dari proses penggalian, pengangkutan, pengolahan serta penyimpanan kapur. 3. Studi Pustaka Merupakan kegiatan penggalian data baik melalui buku-buku di perpustakaan maupun informasi melalui dunia maya.
Pengujian Hipotesis

Sig. FAS 0,55 47,705 FAS 0,60 5,316 14 14 ,000 ,000

Mean 6,7480 1,9593

95% Conf. Interval 6,4446 1,1688 7,0514 2,7499

Sumber Data: Perhitungan dengan SPSS

Hipotesis: H0 : Nilai rata-rata kuat tekan beton hasil uji kurang atau sama dengan 17,5 Mpa. H1 : Nilai rata-rata kuat tekan beton hasil uji lebih dari 17,5 Mpa. Dengan menggunakan fungsi IDF.T (,df) pada fasilitas menu Compute Variable pada SPSS, maka dengan menggunakan input tingkat kepercayaan tertentu, taraf nyata () dan derajat bebas (df), diperoleh angka t tabel sebagai berikut: - = 0,05 t tabel (0,95; 14) = 1,76 - = 0,01 t tabel (0,99; 14) = 2,62 Dari data di atas dapat dibuat grak distribusi normal pengujian sebagai berikut:

Untuk pembuktian terhadap hipotesis yang sudah dikemukakan digunakan bantuan program komputer SPSS. Dengan melihat hasil data pengujian yang diperoleh, maka pengujian ini digolongkan pada analisis perbandingan rata-rata. Untuk uji Hipotesis pengertian maksimum digunakan Uji T (One-Sample T Test) untuk mengetahui perbedaan suatu variabel dengan suatu konstanta hipotesa dan uji Hipotesis Kesamaan Dua Rata-rata (Uji Dua Pihak) digunakan Uji F (One-Way Anova) untuk mengetahui perbedaan yang nyata/signikan antar kelompok. Adapun tahapan langkah yang dilakukan dalam pembuktian hipotesis secara statistik tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Pembuktian Hipotesis Pengertian Maksimum

Gambar 2. Hasil Distribusi Normal Penguji T

Data dimasukkan ke dalam jendela SPSS Data Editor dengan dua variabel perlakuan (FAS 0,55 dan FAS 0,60), kemudian pilih menu: Analyze Compare Mean One-Sample T Test dan masukkan Kedua variabel yang ada pada kotak Test Variable dan isi kotak Test Value dengan angka konstanta hipotesa (17,5). Pada menu Option isi kotak condence Interval dengan angka 95%. Setelah itu klik Continue dan OK, maka akan muncul tampilan tabel pada jendela SPSS Viewer sebagai berikut: Tabel 1. One-Sample Statistics

Dari grak distribusi normal terlihat bahwa pada taraf signikasi 95% dan 99% H0 tidak terpenuhi (ditolak), sebaliknya H1 diterima. Maka sesuai hipotesis yang sudah dikemukakan di atas maka dapat dijelaskan bahwa kedua kelompok perlakuan menghasilkan kuat tekan beton yang lebih tinggi dari persyaratan (17,5 Mpa).
Pembuktian Hipotesis Pengertian Rata-rata

FAS 0,55 FAS 0,55

15 15

24,2480 19,4593

,54784 1,42751

,14145 ,36858

Sumber Data: Perhitungan dengan SPSS

Data yang sudah dimasukkan ke dalam jendela SPSS Data Editor diubah posisinya (sedikit modikasi) dengan dua variabel kelompok (FAS dan Nilai Kuat Tekan Beton), kemudian pilih menu: Analyze Compare Mean One-Way Anova dan masukkan variabel Kuat Tekan ke dalam kotak Dependent List dan variabel FAS ke dalam kotak Factor. Pada menu Option ambil pilihan descriptive dan Homogeneity of varian test. Setelah itu klik Continue dan OK, maka akan muncul tampilan tabel pada jendela SPSS Viewer sebagai berikut.

Sujatmiko: Optimalisasi penggunaan limbah batu kapur

95

Tabel 3. Descriptives of Data


N Mean 95% Condence Std. Interval for Mean Error Lower Upper ,5478 ,14145 23,9446 24,5514 1,428 ,36858 18,6688 20,2499 2,657 ,48508 20,8616 22,8458 Std. Dev. Min Max

,55 15 24,25 ,60 15 19,46 Total 30 21,85

22,72 24,9 18,42 23,1 18,42 24,9

Dari grak distribusi normal terlihat bahwa pada taraf signikasi 95% dan 99% Ho tidak terpenuhi (ditolak), sebaliknya H1 diterima. Maka sesuai hipotesis yang sudah dikemukakan di atas maka dapat dijelaskan bahwa kedua kelompok perlakuan (FAS 0,55 dan FAS 0,60) menghasilkan kuat tekan beton yang berbeda.
Analisa Waktu dan Biaya Pembuatan Beton

Tabel 4. Test of Homogeneity of Variances


4,106 1 28 ,052

Waktu Pembuatan Beton

Sumber Data: Perhitungan dengan SPSS

Dari tabel di atas terlihat bahwa dengan nilai Faktor Air Semen (FAS) yang lebih besar pada pemakaian Pecahan Batu Kapur sebagai agregat kasar pada beton menyebabkan nilai kuat tekan beton cenderung menurun. Sebaliknya, nilai standar deviasi justru semakin besar. Nilai signikasi (0,052) > (0,05 atau 0,01), hal ini mengindikasikan varian antar kelompok cenderung sama: Tabel 5. Anova
Between Groups Within Groups Total Sum of 171,985 32,731 204,716 Mean 1 171,985 147,126 28 1,169 29 ,000

Dari hasil perhitungan sebelumnya diketahui bahwa nilai rata-rata kuat tekan beton hasil pengujian pada umur 14 hari adalah: - FAS 0,55 = 21,34 Mpa - FAS 0,60 = 17,12 MPa Sedangkan untuk beton normal pada umur 14 hari, sesuai ketentuan yang berlaku (0,88%) kuat tekan yang dihasilkan adalah: f'c = P 175 10001 = 0,88 = 8,72 Mpa A 0,0176625

Sumber Data: Perhitungan dengan SPSS

Hipotesis: Ho = Kedua kelompok memiliki nilai rata-rata yang sama Hi = Kedua kelompok memiliki nilai rata-rata yang berbeda Dengan menggunakan fungsi IDF.F (, df1, df2) pada fasilitas menu Compute Variable pada SPSS, maka dengan menggunakan input tingkat kepercayaan tertentu, taraf nyata () dan derajat bebas (df1 dan df2), diperoleh angka Ftabel sebagai berikut: - = 0,05 Ftabel (0,95 ; 1 ; 28) = 4,20 - = 0,01 Ftabel (0,99 ; 1 ; 28) = 7,64 Dari data di atas dapat dibuat grak distribusi normal pengujian F sebagai berikut:

Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa pada umur 14 hari, beton hasil uji menunjukkan kuat tekan beton yang lebih tinggi (21,34 MPa atau 17,12 MPa lebih besar dari 8,72 MPa). Secara persentase waktu pengeringan beton hasil pengujian dibanding dengan beton normal adalah: (8,72/17,12) 100% = 51,93 %. Jika digunakan kekuatan beton normal pada umur 14 hari sebagai patokan, maka beton hasil pengujian akan dapat mencapai kekuatan yang sama dengan kekuatan beton normal pada umur: 51,93% 14 hari = 7,13 hari Berarti pada umur 8 hari kekuatan beton (f'c) hasil pengujian sudah melampaui angka 8,72 Mpa.
Deskripsi Tujuan Penelitian

Grak 4.3. Hasil Distribusi Normal Pengujian F

Limbah batu kapur dari daerah Grajakan Banyuwangi merupakan pecahan batu kapur dengan gradasi ukuran sampai dengan 5 cm. Dari berbagai ukuran tersebut dapat dikelompokkan dengan dengan cara pemisahan menggunakan saringan pasir atau agregat. Agregat yang lolos pada ukuran saringan 1 merupakan agregat yang cocok digunakan untuk campuran beton sebagai agregat kasar. Pada proses pembuatan campuran beton pecahan batu kapur yang sudah terseleksi dengan ukuran 12,5 cm dapat menggantikan fungsi agregat kasar (batu pecah 23) dengan komposisi 100%. Kekuatan beton yang dihasilkan juga cukup baik, lebih tinggi dari persyaratan mnimum dari ketentuan beton kelas I (17,5 MPa). Dilihat dari kebutuhan biaya pembuatan beton dengan perbandingan beton K 100 memakai analisa SNI yang menggunakan agregat batu pecah murni, ternyata biaya untuk membuat 1 m beton dengan memakai pecahan batu kapur sebagai agregat kasar lebih rendah

96

Jurnal Saintek, Vol. 8. No. 2 Desember 2011: 9096

dibandingkan dengan pembuatan beton dengan memakai batu pecah (koral) murni. Biaya untuk membuat 1 m beton dengan memakai pecahan batu kapur sebagai agregat kasar sebesar Rp. 358.622,-. Biaya pembuatan beton dengan memakai batu pecah (koral) murni sebesar Rp. 387.100,-. Ada penurunan biaya sebesar Rp. 28.478,atau penghematan biaya 7,4%. Biaya tersebut merupakan angka yang cukup signikan, apalagi dengan volume pekerjaan dalam sebuah proyek biasanya cukup yang besar. Secara garis besar perbandingan beton normal dengan beton hasil pengujian dapat disajikan dalam tabel berikut:
No. Variabel Beton Normal 8,72 14 hari 387.100,Beton dengan Batu Kapur 17,1221,34 8 hari 358.622,-

kesimpulan bahwa limbah batu kapur dapat digunakan sebagai agregat kasar pada campuran beton. Disamping itu dengan pembuktian statistik dapat diketahui bahwa faktor air semen (FAS) juga berpengaruh terhadap kuat tekan beton yang dihasilkan, di mana dengan faktor air semen yang lebih tinggi akan menurunkan kuat tekan yang dimiliki oleh beton. Waktu proses pengeringan beton dengan memakai pecahan batu kapur sebagai agregat beton lebih baik (lebih cepat 6 hari) dibandingkan dengan beton yang memakai batu pecah (koral) murni. Kebutuhan biaya untuk produksi 1 m beton dengan menggunakan limbah batu kapur lebih kecil daripada menggunakan agregat batu pecah

1. Kuat Tekan Umur 14 hari (MPa) 2. Waktu Pengeringan (Pembongkaran Begisting) 3. Biaya Pembuatan (Rp)
Sumber: Tabel 4.10, 4.15, 4.16

Saran

Di samping dengan melihat hasil perbandingan di atas, sebenarnya kita dapat melihat penelitian ini dari segi manfaat lain, yaitu lingkungan. Dengan penelitian ini dapat memberikan manfaat ikut menjaga kelestarian lingkungan, dikarenakan jumlah limbah batu yang ada akan semakin berkurang.

Dari hasil penelitian ini mungkin masih banyak permasalahan yang dapat digali dan dicarikan solusinya, untuk itu kami memberikan saran-saran sebagai berikut: Diperlukan kecermatan dalam memilih kualitas pasir yang digunakan, usahakan pasir sungai yang bebas dari lumpur. Diperlukan Crusher untuk mengubah gradasi pecahan batu kapur lebih besar (2,55 cm) menjadi gradasi yang lebih kecil (berkisar antara 12,5 cm) sehingga dapat dimanfaat untuk agregat kasar campuran beton.

DAFTAR PUSTAKA KESIMPULAN DAN SARAN


1. Widana, Negara, Nyoman. Suwarsa, Putra, Gede. 2010. Potensi batu kapur nusa penida sebagai agregat perkerasan jalan. Bali: Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, Volume 14. 2. Chrisbianto, Kiki. 2004. Studi perbandingan penggunaan agregat batu kapur di jawa timur bagian utara sebagai campuran HRS B. Malang: Universitas Muhammadiyah. 3. Sucipto, Edy. 2007. Hubungan pemaparan partikel debu pada pengolahan batu kapur terhadap penurunan kapasitas fungsi paru (studi kasus di Desa Karangdawa Kecamatan Margasari Kabupaten Tegal). Semarang: Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. 4. Murdock. 1986. Bahan dan praktek beton. Jakarta: Erlangga. 5. SII 0024.80. 1998. Persyaratan umum bahan bangunan di Indonesia, Bandung: Departemen Pekerjaan Umum. 6. Nugraha, Paulus. 1998. Teknologi beton dan antisipasi terhadap pedoman beton. Surabaya: Universitas Kristen Petra. 7. Samekto, Wuryati. Rahmawati, Candra. 2003. Teknologi beton. Yogyakarta: Komisius. 8. Subekti, Aman. 1991. Teknologi beton dalam praktek. Surabaya: Laboratorium Beton Jurusan Teknik Sipil FTSP-ITS. 9. Trihendradi, Cornelius. 2005. Analisis data statistik: step by step SPSS 13. Yogyakarta: Penerbit Andi, Edisi Kesatu. 10. Shahab, Hamid. 1996. Menata pengertian keamanan dan pengamanan struktur jembatan. Jakarta. 11. Lembaga Penelitian ITS. 1993. Petunjuk pelaksanaan pengelolaan penelitian di ITS. Surabaya. 12. Sudjana. 1992. Metode statistika. Bandung: Penerbit Tarsito, Edisi Kelima.

Kesimpulan

Dari penelitian pemanfaatan Limbah Batu Kapur di daerah Grajagan Banyuwangi sebagai agregat kasar pada campuran beton dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Agregat halus yang dipakai memiliki gradasi yang sesuai dengan persyaratan Standar Industri Indonesia SII 0052-80, di mana angka Modulus Kehalusan (FM) yang dicapai 3,09 dan kadar lumpurnya 1,52% (di bawah 5%). Agregat kasar yang berupa batu kapur memiliki keausan yang sesuai dengan persyaratan Standar Industri Indonesia SII 0052-80, di mana angka keausan yang dicapai adalah 43,88% (Beton Kelas I). Dari hasil analisa kuat tekan beton rata-rata yang dihasilkan dapat dijelaskan bahwa kuat tekan beton dengan menggunakan limbah batu kapur sebagai agregat kasar lebih tinggi dari persyaratan yang dimiliki beton kelas II, sehingga dapat diambil

Anda mungkin juga menyukai