Anda di halaman 1dari 2

TANPA MITIGASI BENCANA INDONESIA 2014 MASIH MENANGIS

Bencana alam di negeri Indonesia tidak bisa dihindari. Beragam bencana banjir, gempabumi, tsunami, tanah longsor, erupsi gunung api, iklim ekstrim, kebakaran hutan, dan lainnya akan terus menjadi pencuri di malam hari bagi negeri ini. Tidak ada seorangpun ilmuwan yang dapat memastikan bahwa Indonesia aman dari bencana sehari saja. Fakta ini membuktikan bahwa bencana alam mau tidak mau harus dikenal dan diwaspadai dampaknya, terkhusus kepada efek buruk yang berpotensi mengancam korban jiwa. Upaya awal yang umumnya dilakukan oleh masyarakat umum pra-bencana adalah melakukan mitigasi bencana. Kita ingat sejenak serangkaian duka yang pernah dialami ibu pertiwi. Masih teringat di ingatan megatsunami yang melanda Banda Aceh 26 Desember 2004 silam meluluhlantahkan sisi utara dan barat Negeri Serambi Mekah. Megatsunami tersebut merenggut ratusan ribu korban jiwa, puluhan ribu jiwa hilang dan kerugian hingga angka triliun. Megatsunami Aceh menjadi bencana tsunami terparah yang pernah dialami Indonesia akibat gempabumi tektonik. Tak hanya Indonesia, negara-negara tetangga seperti Thailand, India, Sri Lanka, Maladewa, bahkan sisi timur Afrika seperti Somalia merasakan efek buruk dari bencana tsunami tersebut. Dua tahun kemudian pada 27 Mei 2006 ibu pertiwi kembali menangis ketika rangkaian gempabumi kuat melanda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Gempabumi tersebut juga menghancurkan bangunan-bangunan strategis dan merenggut ribuan jiwa. Tidak hanya bencana bersumber dari dalam bumi, bencana banjir juga terjadi setiap tahunnya melanda negeri ini. Seringkali datangnya musim penghujan kurang ditanggapi secara kritis oleh masyarakat beresiko terutama penduduk DKI Jakarta. Cuaca ekstrim dalam bentuk datangnya hujan intensitas tinggi secara mendadak dalam waktu yang singkat sering ditemui di Indonesia dan sangat berpotensi menimbulkan banjir bagi wilayah yang kurang mewaspadai efek buruk dari musim penghujan tersebut. Banjir Wasior, Papua barat, pada 4 Oktober 2010 silam yang menyebabkan 410 orang meninggal menjadi pelajaran penting untuk mewaspadai bencana banjir.

Indonesia Negara Produsen Bencana


Secara geografis, Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, lempeng Filipina, dan lempeng Pasifik. Di selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari pulau Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah, sebagian didominasi oleh rawa-rawa. Kondisi tersebut sangat berpotensi berbagai bencana seperti erupsi gunung api, gempabumi, tsunami, banjir, dan tanah longsor. Data dari United States Geological Survey (USGS) menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki tingkat kegempaan tertinggi di dunia, 10 kali lipat tingkat kegempaan di Amerika Serikat. Seiring dengan berkembangnya teknologi, beragam bencana alam baru menjadi tinjauan khusus di Indonesia. Pemanasan global, perubahan iklim, badai magnet, dan penurunan kualitas udara menjadi bencana terbaru di abad 21. Rangkaian bencana tersebut kini belum terlalu dirasakan dampaknya, namun akan menjadi bencana besar ketika manusia tidak memahami dan mewaspadai hingga

menjadi bencana makro. Tidak dapat dipungkiri, segala upaya mitigasi bencana sangat perlu dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat di Indonesia.

Mitigasi Bencana Sebagai Tindakan Antisipatif


Mitigasi bencana adalah usaha untuk mengurangi atau meminimalisir bahkan meniadakan korban dan kerugian yang mungkin timbul akibat bencana, Titik berat diberikan pada tahap sebelum terjadinya segala jenis bencana, baik yang termasuk ke dalam bencana alam (natural disaster) maupun bencana sebagai akibat dari perbuatan manusia (man-made disaster). Bencana yang tidak bisa dihindari dan berpotensi menimbulkan banyak korban adalah bencana alam, diperkuat dengan data statistik tahun 1815-2013 yang dihimpun oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan bahwa bencana banjir, tanah longsor dan puting beliung mendominasi jumlah bencana yang pernah terjadi di negeri ini. Informasi dari Instansi terkait ada baiknya dimanfaatkan untuk langkah-langkah antisipatif meliputi adaptasi dan mitigasi bencana tektonik ataupun hidrometeorologis. Seperti Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memberikan pelayanan informasi cuaca hingga peta-peta potensi bencana banjir yang dapat diakses secara langsung melalui website resminya. Selain informasi cuaca, BMKG juga memberi informasi dini gempabumi dan tsunami yang dapat diakses dengan mudah melalui website atau pesan singkat via ponsel atau email. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) juga memberi informasi terkini aktivitas gunung api aktif di seluruh Indonesia. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga kini sangat baik dalam menjalankan tugas utamanya dalam fungsi penanggulangan. Namun alangkah lebih baik kita saling bekerjasama dengan pemerintah dalam melakukan fungsinya melakukan mitigasi. Banyak hal yang dapat dilakukan, seperti dalam rangka antisipasi banjir, pemerintah daerah dan masyarakat harus memperhatikan bangunan pengendali banjir (bendungan/dam atau sumur resapan) serta kondisi sungai. Untuk jangka pendek dapat kita lakukan pengerukan dan/atau pelebaran sungai sebagai langkah antisipatif. Dalam hal antisipasi bahaya kerusakan dan korban jiwa akibat gempabumi, pemerintah daerah dapat meninjau ulang konstruksi bangunan di masing-masing wilayah untuk dilakukan rekonstruksi menjadi bangunan tahan gempa. Begitu juga dalam hal antisipasi tsunami, masyarakat pesisir dapat diberikan sosialisasi sirine penanda tsunami serta dapat dicanangkan pembangunan penghalang tsunami seperti tembok besar, karang, atau hutan mangrove skala besar. Reboisasi dan Terasering juga dapat dilakukan untuk mencegah tanah longsor serta kebakaran hutan. Keduanya harus terus dilakukan dalam rangka menjaga keseimbangan ekosistem. Mitigasi berbasis kearifan lokal juga jangan diabaikan. Pembangunan rumah adat tahan gempa Omo Hada di lereng gunung api, interpretasi alam melalui aktivitas hewan dan tumbuhan lereng gunung serta tradisi Smong atau himbauan akbar dari pemuka adat untuk melarikan diri ke dataran tinggi juga merupakan prestasi mitigasi terbaik yang pernah dilakukan masyarakat Indonesia dahulu kala. Mari kita bersama memasuki tahun 2014 dengan memahami dan melakukan mitigasi bencana alam di negeri ini dalam rangka membangun kewaspadaan dan kesiapsiagaan untuk meminimalisir efek buruk bencana tersebut.

Anda mungkin juga menyukai