Anda di halaman 1dari 19

KONSEP DASAR KINERJA Secara umum beberapa pendapat menyatakan tentang kinerja, salah satunya adalah Mangkunegara (2004:

67) yang mendefinisikan kinerja adalah hasil kerja yang secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Selain itu Sulistiyani dan Rosidah (2003: 223) menyatakan kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Dalam Institusi Sektor Publik pengertian kinerja sendiri adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang hendak atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur. Kinerja sektor publik bersifat multidimensional, sehingga tidak ada indikator tunggal yang dapat digunakan untuk menunjukan kinerja secara komprehensif. Berbeda dengan sektor swasta, karena sifat output yang dihasilkan sektor publik lebih banyak intangible output, maka ukuran finansial saja tidak cukup untuk mengukur kinerja sektor publik. Oleh karena itu, perlu dikembangkan ukuran kinerja non- finansial.

EVALUASI KINERJA Pengukuran kinerja adalah alat untuk menilai kesuksesan organisasi. Dalam konteks organisasi sektor publik, kesuksesan organisasi itu akan digunakan untuk mendapatkan legitimasi dan dukungan publik. Masyarakat akan menilai kesuksesan organisasi sektor publik melalui kemampuan organisasi dalam memberikan pelayanan publik yang relatif murah dan berkualitas. Pelayanan publik tersebut menjadi bottom line dalam organisasi sektor publik. Berdasarkan hasil-hasil perhitungan formulir PKK, dilakukan evaluasi terhadap pencapaian setiap indikator kinerja kegiatan untuk memberikan penjelasan lebih lanjut tentang hal-hal yang mendukung keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan suatu kegiatan. Evaluasi bertujuan agar diketahui pencapaian realisasi, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam rangka pencapaian misi, agar dapat dinilai dan dipelajari guna perbaikan pelaksanaan program/kegiatan di masa yang akan datang.

Pengukuran kinerja sektor publik digunakan untuk menilai prestasi manajer dan unit organisasi yang dipimpinnya. Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai Akuntabilitas organisasi dan manajer dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Sistem pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and punishment system.

Pengukuran kinerja sektor publik yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2004:121) dalam buku Akuntansi Sektor Publik , bahwa: Pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud: 1. Pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membantu memperbaiki kinerja pemerintah. Ukuran kinerja yang dimaksusdkan untuk dapat membantu pemerintah berfokus kepada tujuan dan sasaran program unit kerja. Hal ini pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik. 2. Ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan. 3. Ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagan. Dalam melakukan evaluasi kinerja, perlu juga digunakan pembandinganpembandingan antara: kinerja nyata dengan kinerja yang direncanakan. kinerja nyata dengan kinerja tahun-tahun sebelumnya. kinerja suatu instansi dengan kinerja instansi lain yang unggul dibidangnya ataupun dengan kinerja sektor swasta. kinerja nyata dengan kinerja di negara-negara lain atau dengan standar internasional.

Tujuan khusus dari kegiatan evaluasi kinerja: Meningkatkan motivasi.

Harapan terhadap promosi jabatan. Perbaikan kualitas insentif. Perencanaan sumber daya manusia. Dorongan kesadaran manajerial. Kesadaran bawahan. Kegiatan pemindahan dan hukuman.

INDIKATOR KINERJA Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang

menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja kegiatan yang akan ditetapkan dikategorikan ke dalam kelompok; a. Masukan (Inputs) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dan program dapat berjalan atau da!am rangka menghasilkan output, misalnya sumber daya manusia, dana, material, waktu, teknologi, dan sebagainya; b. Keluaran (Outputs) adalah segala sesuatu berupa produk/jasa (fisik dan/atau non fisik) sebagai hasil langsung dari pelaksanaan suatu kegiatan dan program berdasarkan masukan yang digunakan; c. Hasil (Outcomes) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah. Outcomes merupakan ukuran seberapa jauh setiap produk/jasa dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat;. d. Manfaat (Benefits) adalah kegunaan suatu keluaran (outputs) yang dirasakan langsung oleh masyarakat. Dapat berupa tersedianya fasilitas yang dapat diakses oleh publik; e. Dampak (Impacts) adalah ukuran tingkat pengaruh sosial, ekonomi, lingkungan atau kepentingan umum lainnya yang dimulai oleh capaian kinerja setiap indikator dalam suatu kegiatan. Indikator-indikator tersebut secara langsung atau tidak langsung dapat mengindikasikan sejauh mana keberhasilan pencapaian sasaran. Daiam hubungan

ini, penetapan indikator kinerja kegiatan merupakan proses identifikasi, pengembangan, seleksi dan konsultasi tentang indikator kinerja atau ukuran kinerja atau ukuran keberhasilan kegiatan dan program-program instansi. Penetapan indikator kinerja kegiatan harus didasarkan pada perkiraan yang realistis dengan memperhatikan tujuan dan sasaran yang ditetapkan serta data pendukung yang harus diorganisasi. Indikator kinerja dimaksud hendaknya 1. Spesifik dan jelas 2. Dapat diukur secara obyektif 3. Relevan dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai 4. Tidak bias. Terdapat beberapa teknik penentuan Indikator kinerja antara lain: 1. Indikator Kinerja Strategis Indikator kinerja strategis mengacu pada sasaran yang akan dicapai dan telah ditepankan dalam renstra (rencana strategis). Selanjutnya akan dilakukan identifikasi sasaran-sasaran mana yang akan diwujudkan dalam tahun bersangkutan beserta indikator dan rencana capaiannya (target) 2. Indikator Kinerja Program Program-program yang ditetapkan merupakan program-program yang berada dalam lingkup kebijakan tertentu sebagaimana dituangkan dalam strategi yang diuraikan pada dokumen perencanaan srategis, selanjutnya perlu diidentifikasi dan ditetapkan program-program yang akan dilaksanakan pada tahun berjalan, sebagai cara untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan 3. Indikator Kinerja Kegiatan Kegiatan adalah tindakan nyata dalam jangka waktu tertentu yang dilakukan oleh instansi pemerintah sesuai dengan kebijakan dan program yang telah ditetapkan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mencapai sasaran dan tujuan tertentu. Dalam komponen kegiatan ini perlu ditetapkan indikator kinerja kegiatan dan rencana capaiannya.

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH Peraturan perundang-undangan yang mendasari adanya Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) diantaranya adalah: 1. Inpres No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2. SK Kepala LAN No. 239 Tahun 2003 tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 3. SE MenPAN No. 31 Tahun 2004 tentang Penetapan Kinerja 4. PermenPAN No. 9 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah 5. PermenPAN No. 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Evaluasi AKIP merupakan alat dalam rangka peningkatan kinerja dan penguatan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, evaluasi AKIP diperlukan bagi setiap instansi pemerintah dalam rangka mempertanggungjawabkan kinerjanya sebagaimana yang telah diperjanjikan dalam perencanaan

organisasinya. Evaluasi AKIP pada dasarnya dilakukan dengan tujuan: a. Mengidentifikasi berbagai kelemahan dalam penerapan sistem

akuntabilitas kinerja, di lingkungan instansi pemerintah (SAKIP). b. Memberikan saran perbaikan atau rekomendasi untuk peningkatan kinerja dan penguatan akuntabilitas instansi pemerintah. c. Menyusun pemeringkatan hasil evaluasi guna kepentingan penetapan kebijakan di bidang pendayagunaan aparatur negara. Dalam melakukan evaluasi akuntabilitas kinerja, Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi (MENPAN & RB) melakukan penilaian terhadap aspekaspek sebagai berikut. a. Aspek perencanaan, komponen-kompenen yang dievaluasi antara lain: (1) perencanaan strategis; (2) perencanaan kinerja; (3) penetapan kinerja; dan keterpaduan serta keselarasan diantara subkomponen tersebut.

b. Aspek pengukuran kinerja, komponen-komponen yang Idievaluasi adalah: (1) indikator kinerja secara umum dan indikator kinerja utama (IKU), (2) pengukuran, serta (3) I analisis hasil pengukuran kinerja. c. Aspek pelaporan kinerja, yang dinilai adalah ketaatan pelaporan, pengungkapan dan penyajian, serta pemanfaatan informasi kinerja guna perbaikan kinerja. d. Aspek evaluasi kinerja, yang dinilai adalah pelaksanaan evaluasi kinerja dan pemanfaatan hasil evaluasi. e. Capaian kinerja, dalam hal mana MENPAN & RB melakukan riviu atas prestasi kerja atau capaian kinerja yang dilaporkan dengan meneliti berbagai indikator pencapaian kinerja, ketetapannya, pencapaian targetnya, keandalan data, dan keselarasan dengan pencapaian sasaran pembangunan dalam dokumen perencanaan (RPJMN, RENSTRA). Terhadap masing-masing aspek yang dinilai, untuk keperluan penyimpulan, perlu dilakukan agregasi nilai secara keseluruhan dengan proporsi (bobot) masing-masing nilai sebagai berikut. a. Perencanaan (Bobot: 35%): 1) Perencanaan Strategis, 2) Perencanaan Kinerja Tahunan, 3) Kontrak Kinerja, dan 4) Pemanfaatan Dokumen Perencanaan b. Pengukuran (Bobot: 20%): 1) Indikator Kinerja (Umum), 2) Indikator Kinerja Kinerja Utama (IKU), 3) Pengukuran Kinerja, dan 4) Analisis hasil pengukuran c. Pelaporan (Bobot: 15%): 1) Ketaatan,

2) Pengungkapan dan Kineria Penyajian, serta 3) Pemanfaatan d. Evaluasi (Bobot 10%): 1) Pedoman Evaluasi, 2) Pelaksanaan Kinerja Evaluasi, dan 3) Pemanfaatan Hasil Evaluasi e. Capaian (Bobot: 20%): 1) Kinerja yang diungkapkan (indikator/Kinerja kinerja, target, keandalan data), 2) Pencapaian kinerja Laporan akuntabilitas kinerja adalah laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggung jawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran strategis instansi. Instansi yang wajib menyusun laporan akuntabilitas kinerja adalah: a. Kementerian /Lembaga; b. Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota; c. Unit Organisasi Eselon I pada Kementerian/Lembaga; d. Satuan Kerja Perangkat Daerah; e. Unit kerja mandiri. Laporan Akuntabilitas Kinerja tingkat Kementerian/Lembaga disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi selambat-lambatnya 2,5 (dua setengah) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan Akuntabilitas Kinerja tingkat unit organisasi eselon I dan unit kerja mandiri pada Kementerian/Lembaga disampaikan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga. Waktu penyampaian Laporan Akuntabilitas Kinerja tingkat unit organisasi eselon I dan unit kerja mandiri pada Kementerian/Lembaga diatur tersendiri oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.

Laporan Akuntabilitas Kinerja tingkat Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan Akuntabilitas Kinerja tingkat SKPD dan unit kerja mandiri pada Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota disampaikan kepada

Gubernur/Bupati/ Walikota. Waktu penyampaian Laporan Akuntabilitas Kinerja tingkat SKPD dan unit kerja mandiri diatur tersendiri oleh Gubernur/ Bupati/ Walikota. Laporan Akuntabilitas Kinerja berisi ikhtisar pencapaian sasaran

sebagaimana yang ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja dan dokumen perencanaan. Pencapaian sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya menyajikan informasi tentang: a. pencapaian tujuan dan sasaran organisasi; b. realisasi pencapaian indikator kinerja utama organisasi; c. penjelasan yang memadai atas pencapaian kinerja; dan d. pembandingan capaian indikator kinerja sampai dengan tahun berjalan dengan target kinerja 5 (lima) tahunan yang direncanakan. Berdasarkan KMK Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Departemen Keuangan, pelaksanaan manajemen kinerja di

Kementerian Keuangan mulai tahun 2010 secara resmi menggunakan BSC. BSC merupakan alat manajemen strategi yang menerjemahkan visi, misi dan strategi yang tertuang dalam Renstra-KL dan Road-map Kementerian Keuangan

(Kemenkeu) ke dalam suatu peta strategi. Renstra Kemenkeu yang merupakan dokumen perencanaan jangka menengah (5 tahun) lingkup Kemenkeu selanjutnya dijabarkan secara lebih rinci dalam road-map Kemenkeu yang berisi program dan kegiatan secara umum dalam jangka waktu 5 tahun. BSC juga dapat digunakan sebagai alat yang menghasilkan umpan balik untuk mereviu dan merevisi RenstraKL. Karena mengacu pada Renstra dan Road-map yang memiliki jangka waktu 5 tahun, maka BSC yang dibangun di Kemenkeu juga berlaku untuk jangka waktu 5 tahun. Namun, setiap akhir tahun dilakukan reviu atas BSC yang dibangun

sehingga dimungkinkan terjadi perubahan strategi sesuai dengan kondisi internal dan eksternal Kemenkeu. Secara umum tahap-tahap penerapan BSC meliputi: 1) 2) 3) 4) penetapan perspektif; penyusunan sasaran strategis; penyusunan peta strategi; dan penetapan indikator kinerja utama (IKU).

Selanjutnya sesuai dengan KMK Nomor 12 Tahun 2010, hasil dari tahaptahap tersebut dituangkan dalam sebuah dokumen Kontrak Kinerja yang ditandatangani oleh pimpinan unit organisasi dan atasan langsungnya. Batas waktu penyusunan dan penetapan Kontrak Kinerja paling lambat pada bulan Januari tahun berjalan. Kontrak Kinerja ini adalah dokumen yang berlaku untuk lingkup intern Kementerian Keuangan. Sedangkan untuk lingkup nasional, setiap KL juga harus menyusun Rencana Kinerja Tahunan (RKT) dan Penetapan Kinerja (PK), yang mulai tahun 2011 informasi yang disajikan pada dasarnya sama dengan Kontrak Kinerja. Kontrak Kinerja ini menyajikan peta strategi, sasaran strategis, dan IKU beserta targetnya, baik untuk periode 1 tahun maupun triwulanan. Selanjutnya selama tahun berjalan, dilakukan evaluasi dan monitoring secara terus menerus terhadap pencapaian target IKU yang telah ditetapkan. Hasil evaluasi dan monitoring dilakukan setiap triwulan dan pada akhir tahun yang dituangkan dalam sebuah Laporan Capaian Kinerja. Pada akhir tahun laporan ini akan menjadi bahan masukan dalam penyusunan LAKIP. Artinya pengukuran kinerja dan pencapaian target-target yang dilaporkan dalam LAKIP adalah berdasarkan RKTPK (yang identik dengan Kontrak Kinerja) dan Laporan Capaian Kinerja. Dari hasil pembandingan dokumen perencanaan dan penganggaran tahun 2011 (Renja-KL dan RKA-KL) dengan dokumen manajemen kinerja (Kontrak Kinerja) tahun 2010 dan 2011, ternyata terdapat beberapa perbedaan tentang penetapan indikator kinerja (IKU). Perbedaan tersebut meliputi perbedaan rumusan, perbedaan target, serta beberapa IKU yang ada di dokumen perencanaan dan penganggaran tetapi tidak ada di Kontrak Kinerja. Hal ini terjadi karena

penetapan IKU dan IKK dalam Renja dan RKA-KL 2011 mengacu pada Kontrak Kinerja tahun 2010. Sementara dalam Kontrak Kinerja tahun 2011 terdapat beberapa rumusan dan target IKU yang mengalami perubahan. Dalam praktiknya selama ini, pelaporan atas pencapaian target IKU hanya dilakukan terhadap dokumen manajemen kinerja, dalam hal ini Kontrak Kinerja. Laporan tersebut berupa Laporan Capaian Kinerja yang disusun secara periodik setiap triwulan. Selanjutnya informasi capaian kinerja tersebut juga akan menjadi dasar dalam penyusunan LAKIP. Sedangkan terhadap IKU yang ditetapkan dalam dokumen perencanaan dan penganggaran (Renja-KL dan RKAKL) belum ada mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban yang

dilakukan. Sebenarnya pelaporan atas pencapaian kinerja dalam Renja-KL dan RKA-KL bisa menggunakan data yang disajikan dalam Laporan Capaian Kinerja karena informasi yang disampaikan adalah sama. Hanya perlu ditambahkan komponen realisasi anggaran untuk mengetahui efisiensi dan efektivitas pelaksanaannya. Kesulitan akan muncul ketika terdapat perbedaan antara IKU dalam Kontrak Kinerja dengan IKU dalam Renja-KL dan RKA-KL.

TINDAK LANJUT KINERJA Insentif Menurut Heidjrahman Ranupandojo dan Suad Husnan (1984 : 1) :Insentif adalah pengupahan yang memberikan imbalan yang berbeda karena memang prestasi yang berbeda. Dua orang dengan jabatan yang sama dapat menerima insentif yang berbeda karena bergantung pada prestasi. Insentif adalah suatu bentuk dorongan finansial kepada karyawan sebagai balas jasa perusahaan kepada karyawan atas prestasi karyawan tersebut. Insentif merupakan sejumlah uang yang di tambahkan pada upah dasar yang di berikan perusahaan kepada karyawan. Menurut Nitisemito (1996:165), insentif adalah penghasilan tambahan yang akan diberikan kepada para karyawan yang dapat memberikan prestasi sesuai dengan yang telah ditetapkan. Menurut mengaitkan Pangabean gaji (2002 : 93, Insentif Insentif

adalah kompensasi yang

dengan produktivitas.

merupakan penghargaan dalam bentuk uang yang diberikan kepada mereka yang dapat bekerja melampaui standar yang telah ditentukan. Fungsi utama dari insentif adalah untuk memberikan tanggungjawab dan dorongan kepada karyawan. Insentif menjamin bahwa karyawan akan mengarahkan usahanya untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan tujuan utama pemberian insentif adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja individu maupun kelompok (Panggabean, 2002 : 93). Secara lebih spesifik tujuan pemberian Insentif dapat dibedakan dua golongan yaitu: a. Bagi Organisasi. Tujuan dari pelaksanaan insentif dalam perusahaan khususnya dalam kegiatan produksi adalah untuk meningkatkan produkstivitas kerja karyawan dengan jalan mendorong/merangsang agar karyawan bekerja lebih bersemangat dan cepat, lebih disiplin, dan bekerja lebih kreatif. b. Bagi Karyawan Dengan adanya pemberian insentif karyawan akan mendapat keuntungan : 1) Standar prestasi dapat diukur secara kuantitatif. 2) Standar prestasi di atas dapat digunakan sebagai dasar pemberian balas jasa yang diukur dalam bentuk uang. 3) Karyawan harus lebih giat agar dapat menerima uang lebih besar.

Menurut Manullang (1981:141), tipe insentif ada dua yaitu: a. Finansial insentif Merupakan dorongan yang bersifat keuangan yang bukan saja meliputi gajigaji yang pantas. Tetapi juga termasuk didalamnya kemungkinan

memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan dan soal-soal kesejahteraan yang meliputi pemeliharaan jaminan hari tua, rekreasi, kesehatan dan lainlain. b. Non finansial insentif. Ada 2 elemen utama dari non finansial insentif, yaitu :

1) Keadaan pekerjaan yang memuaskan yang meliputi tempat kerja, jam kerja, tugas dan rekan kerja. 2) Sikap pimpinan terhadap keinginan masing-masing karyawan seperti jaminan pekerjaan, promosi, keluhan-keluhan, hiburan-hiburan dan hubungan dengan atasan. Menurut Gary Dessler (1997 : 141), jenis rencana insentif secara umum adalah: a. Program insentif individual memberikan pemasukan lebih dan di atas gaji pokok kepada karyawan individual yang memenuhi satu standar kinerja individual spesifik. Bonus di tempat diberikan, umumnya untuk karyawan individual, atas prestasi yang belum diukur oleh standar, seperti contoh mengakui jam kerja yang lama yang digunakan karyawan tersebut bulan lalu. b. Program insentif kelompok adalah seperti rencana insentif individual namun memberi upah lebih dan di atas gaji pokok kepada semua anggota tim ketika kelompok atau tim secara kolektif mencapai satu standar yang khusus kinerja, produktivitas atau perilaku sehubungan dengan kerja lainnya. c. Rencana pembagian laba secara umum merupakan program insentif di seluruh organisasi yang memberikan kepada karyawan satu bagian (share) dari laba organisasi dalam satu periode khusus. d. Program pembagian perolehan (gain sharing) adalah rencana upah di seluruh organisasi yang dirancang untuk memberi imbalan kepada karyawan atas perbaikan dalam produktivitas organisasi. Menurut Harsono (1987 : 85) proses pemberian insentif dapat dibagi menjadi 2, yaitu : a. Proses Pemberian Insentif berdasarkan kelompok b. Proses Pemberian Insentif berdasarkan perorangan Rencana insentif individu bertujuan untuk memberikan penghasilan tambahan selain gaji pokok bagi individu yang dapat mencapai standar prestasi tertentu. Sedangkan insentif akan diberikan kepada kelompok kerja apabila kinerja mereka juga melebihi standar yang telah ditetapkan (Panggabean, 2002

:90-91). Menurut Oangabean (2002:91) Pemberian insentif terhadap kelompok dapat diberikan dengan cara: 1) Seluruh anggota menerima pembayaran yang sama dengan yang diterima oleh mereka yang paling tinggi prestasi kerjanya. 2) Semua anggota kelompok menerima pembayaran yang sama dengan pembayaran yang diterima oleh karyawan yang paling rendah prestasinya. 3) Semua anggota menerima pembayaran yang sama dengan rata-rata pembayaran yang diterima oleh kelompok. Menurut Dessler (1997:154-157), insentif juga dapat diberikan kepada seluruh organisasi, tidak hanya berdasarkan insentif individu atau kelompok. Rencana insentif seluruh organisasi ini antara lain terdiri dari: a. Profit sharing plan, yaitu suatu rencana di mana kebanyakan karyawan berbagi laba perusahaan b. Rencana kepemilikan saham karyawan, yaitu insentif yang diberikan oleh perusahaan dimana perusahaan menyumbang saham dari stocknya sendiri kepada orang kepercayaan di mana sumbangan-sumbangan tambahan dibuat setiap tahun. Orang kepercayaan mendistribusikan stock kepada karyawan yang mengundurkan diri (pensiun) atau yang terpisah dari layanan. c. Rencana Scanlon, yaitu suatu rencana insentif yang dikembangkan pada tahun 1937 oleh Joseph Scanlon dan dirancang untuk mendorong kerjasama, keterlibatan dan berbagai tunjangan. d. Gainsharing plans, yaitu rencana insentif yang melibatkan karyawan dalam suatu usaha bersama untuk mencapai sasaran produktivitas dan pembagian perolehan. Syarat Pemberian Insentif agar mencapai tujuan dari pemberian insentif menurut Panggabean (2002:92) adalah: a. Sederhana, peraturan dari sistem insentif harus singkat, jelas dan dapat dimengerti. b. Spesifik, karyawan harus mengetahui dengan tepat apa yang diharapkan untuk mereka lakukan.

c. Dapat dicapai, setiap karyawan mempunyai kesempatan yang masuk akal untuk memperoleh sesuatu. d. Dapat diukur, sasaran yang dapat diukur merupakan dasar untuk menentukan rencana insentif. Program dolar akan sia-sia (dan program evaluasi akan terhambat), jika prestasi tertentu tidak dapat dikaitkan dengan dolar yang dibelanjakan. Menurut Heidjrahman Ranupandojo dan Suad Husnan (1990 : 163) sifat dasar pengupahan agar proses pemberian insentif berhasil: a. Pembayaran hendaknya sederhana sehingga dapat dimengerti dan dihitung oleh karyawan itu sendiri. b. Penghasilan yang diterima karyawan seharusnya langsung menaikkan output. c. Pembayaran dilakukan secepat mungkin. d. Standar kerja ditentukan dengan hati-hati. Standar kerja yang terlalu tinggi maupun rendah dapat berakibat buruk. e. Besarnya upah normal dengan standar jam kerja hendaknya cukup merangsang pekerja untuk bekerja lebih giat.

Remunerasi Remunerasi berdasarkan kamus bahasa Indonesia artinya imbalan atau gaji. Dalam konteks Reformasi Birokrasi, pengertian Remunerasi, adalah penataan kembali sistem penggajian yang dikaitkan dengan sistem penilaian kinerja. Remunerasi pemerintahan adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Kebijakan Reformasi Birokrasi. Dilatarbelakangi oleh kesadaran sekaligus komitmen pemerintah untuk mewujudkan clean and good governance. Namun pada tataran pelaksanaannya, Perubahan dan pembaharuan yang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa tersebut tidak mungkin akan dapat dilaksanakan dengan baik (efektif) tanpa kesejahteraan yang layak dari pegawai yang mengawakinya. Perubahan dan pembaharuan tersebut. dilaksanakan untuk menghapus kesan Pemerintahan yang selama ini dinilai buruk. Antara lain ditandai oleh indikator:

1. Buruknya

kualitas

pelayanan

publik

(lambat,

tidak

ada

kepastian

aturan/hukum, berbelit belit, arogan, minta dilayani atau feodal style, dsb.) 2. Sarat dengan perilaku KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) 3. Rendahnya kualitas disiplin dan etos kerja aparatur negara. 4. Kuaiitas.manajemen pemerintahan yang tidak produktif, tidak efektif dan tidak efisien. 5. Kualitas pelayanan publik yang tidak akuntabel dan tidak transparan. Para aparatur negara adalah bagian dari Pemerintahan. Maka dalam konteks Reformasi birokrasi dilingkungan tersebut, upaya untuk menata dan

meningkatkan kesejahteraan para pegawai adalah merupakan kebutuhan yang sangat elementer, mengingat kaitannya yang sangat erat dengan misi perubahan kultur pegawai (Reformasi bidang kultural). Sehingga dengan struktur gaji yang baru (nanti), setiap pegawai diharapkan akan mempunyai daya tangkal (imunitas) yang maksimal terhadap rayuan atau iming-iming materi (kolusi).

Sanksi Sanksi (punishment) adalah hukuman atas suatu hal yang tidak tercapai/pelanggaran. Hukuman seperti apa yang harus diberikan. Setiap orang pasti beda persepsi dan beda pendapat. Hukuman untuk pelanggaran dan ganjaran untuk perbuatan baik. Melihat dari fungsinya itu, seolah keduanya berlawanan, tetapi pada hakekatnya sama-sama bertujuan agar seseorang menjadi lebih baik, termasuk dalam memotivasi para pegawai dalam bekerja. Reward and punistment sebenarnya bersinergi untuk membuat rasa keadilan tetap terjaga. Teknis pendekatan yang dipakai dalam penentuan sanksi adalah adanya aturan atau SOP (standart Operating Procedure) yang telah ditetapkan dan disepakati oleh seluruh jajaran manajemen termasuk karyawan. Dalam pelaksanaannya dalam aturan atau SOP tersebut telah mengatur apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan disertai penerapan sanksi yang jelas dan rasional. Seperti telah dibahas di awal, bahwa punistment diharapkan tidak dikedepankan oleh manajemen, dan harus berjalan seimbang dengan pemberian reward.

FEEDBACK / UMPAN BALIK LAPORAN KINERJA Selain berguna sebagai bahan monitoring dan evaluasi anggaran tahun berjalan, tindak lanjut atas laporan kinerja juga sangat bermanfaat bagi penyusunan anggaran periode berikutnya. Dalam kerangka strategis, seperti digambarkan di bawah ini, terlihat bahwa capaian kinerja tahun berjalan sebagai bahan umpan balik dalam mengevaluasi hingga pada tataran perencanaan startegis. Dimana perencanaan strategis akan dijabarkan secara lebih mendetail dalam rencana tahunan yang digunakan sebagai dasar penyususnan anggaran tahun berikutnya.

Manfaat atau Umpan balik dari pelaporan kinerja yang lain adalah sebagai dasar pelaksanaan revisi anggaran. Laporan kinerja disusun per semester, dari capaian yang diperoleh dapat diketahui kekurangan atau kelebihan anggaran, sehingga bisa dilakukan revisi. Revisi yang dilakukan bisa berupa pengurangan anggasran yang dialihkan ke mata anggaran yang lebih diprioritaskan, atau mengurangi anggaran pada program-program yang setelah dilakukan evaluasi dirasakan kurang efektif atau strategis dan mendeseak untuk dilaksanakan.

DAFTAR PUSTAKA http://andy727.wordpress.com/2012/03/15/keterkaitan-antara-rka-kl-dengan-renstrarenja-dan-bsc/ Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 Tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja Dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah http://jurnal-sdm.blogspot.com/2010/01/insentif-definisi-tujuan-jenis-proses.html http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2011/10/11/materi-kuliah-remunerasi402624.html

http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2113811-pengertiankinerja/#ixzz2PJOyASuh

Anda mungkin juga menyukai