Anda di halaman 1dari 18

BALANCE SCORECARD

1. Definisi Balance Scorecard Konsep Balanced Scorecard selanjutnya akan disingkat BSC. BSC adalah pendekatan terhadap strategi manajemen yang dikembangkan oleh Drs.Robert Kaplan (Harvard Business School) and David Norton pada awal tahun 1990. BSC berasal dari dua kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Balanced (berimbang) berarti adanya keseimbangan antara performance keuangan dan non-keuangan, performance jangka pendek dan performance jangka panjang, antara performance yang bersifat internal dan performance yang bersifat eksternal. Sedangkan scorecard (kartu skor) yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor performance seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang di masa depan. Mula-mula BSC digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Awal penggunaannya kinerja eksekutif diukur hanya dari segi keuangan. Kemudian berkembang menjadi luas yaitu empat perspektif, yang kemudian digunakan untuk mengukur kinerja organisasi secara utuh. Empat perspektif tersebut yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan. Jadi, definisi BSC menurut Robert Kaplan dan David Norton adalah suatu sistem manajemen stratejik yang berbasis pengukuran (measurement), menetapkan aktivitasaktivitas dalam suatu strategi, dan memonitor kinerja strategi tersebut dalam mencapai tujuannya. BSC yang baik harus memenuhi beberapa kriteria yaitu: Dapat mendefinisikan tujuan strategi jangka panjang dari masing-masing perspektif (outcomes) dan mekanisme untuk mencapai tujuan tersebut (performance driver). Setiap ukuran kinerja harus merupakan elemen dalam suatu hubungan sebab akibat (cause and effect relationship) Terkait dengan keuangan, artinya strategi perbaikan seperti peningkatan kualitas, pemenuhan kepuasan pelanggan, atau inovasi yang dilakukan harus berdampak pada peningkatan pendapatan perusahaan.

2. Balance Scorecard dalam Manajemen Strategik Perusahaan Di dalam sistem manajemen strategik (strategic management system), ada 2 tahapan penting, yaitu tahapan perencanaan dan implementasi. Posisi balanced scorecard awalnya

FEB UNIVERSITAS BRAWIJAYA

berada pada tahap implementasi. Fungsi balanced scorecard di sini hanya sebagai alat ukur kinerja secara komprehensif kepada para eksekutif dan memberikan feedback tentang kinerja manajemen. Dampak dari keberhasilan penerapan balanced scorecard memicu para eksekutif untuk menggunakan balanced scorecard pada tahapan perencanaan strategik. Mulai saat itu, balanced scorecard tidak lagi digunakan sebagai alat pengukur kinerja namun berkembang menjadi strategik management sistem. Strategi korporasi diturunkan dan Visi dan Misi. Demikian penting peran strategi, sehingga kalau tujuan korporasi tidak tercapai, maka yang salah adalah strategi. Whelen (2006) menjelaskan berbagai hal penyebab kegagalan penerapan strategi yaitu: komunikasi yang sulit antar staf, komitemen manajemen operasional lemah, gagal menerima umpan balik dan mekanismenya, basis perencanaan tidak valid, formulasi strategi tidak valid, perencanaan fungsional tidak konsisten, dan penilaian sumberdaya tidak konsisten.

3. Aspek Yang Diukur Dalam Balanced Scorecard Sesuai dengan definisi yang telah dijelaskan di atas, terdapat empat komponen yang diukur dalam balanced scorecard, yaitu sebagai berikut:

3.1. Perspektif Keuangan Secara tradisional, laporan keuangan merupakan indikator historis yang merefleksikan akibat dari implementasi dan eksekusi strategi dalam satu periode. Pengukuran kineja keuangan akan menunjukkan apakah perencanaan dan pelaksanaan strategi memberikan FEB UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2

perbaikan yang mendasar bagi keuntungan perusahaan. Perbaikan-perbaikan ini tercermin dalam sasaran-sasaran yang secara khusus berhubungan dengan keuntungan yang terukur, pertumbuhan usaha dan nilai pemegang saham. Pengukuran kinerja keuangan

mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis yaitu pertumbuhan (growth), mempertahankan (sustain) dan hasil (harvest). Selanjutnya siklus kehidupan bisnis tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: a) Pertumbuhan (Growth) Maksud dari pertumbuhan adalah pada tahap awal siklus kehidupan perusahaan di mana perusahaan memiliki produk dan jasa yang secara signifikan memiliki potensi pertumbuhan terbaik. Di sini, manajemen terikat dengan komitmen untuk

mengembangkan suatu produk/jasa baru, membangun dan mengembangkan suatu produk/jasa, menambah kemampuan operasi, mengembangkan sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan global serta membina dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan. Dalam tahap pertumbuhan, perusahaan biasanya beroperasi dengan arus kas yang negative dengan tingkat pengembalian modal yang rendah. Dengan demikian, tolok ukur kinerja yang cocok dalam tahap ini adalah, misalnya, tingkat pertumbuhan pendapatan atau penjualan dalam segmen pasar yang telah ditargetkan.

b) Mempertahankan/Terus Menerus (Sustain) Adalah tahapan kedua dimana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian yang terbaik. Dalam tahap ini, perusahaan mencoba mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan mengembangkannya, jika mungkin. Investasi ini dilakukan umumnya diarahkan untuk menghilangkan kemacetan (bottleneck), mengembangkan kapasitas dan meningkatkan perbaikan operasional secara konsisten. Sasaran keuangan pada tahap ini diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan. Tolok ukur yang biasa digunakan adalah ROI, EVA dan tolok ukur lainnya.

c) Panen/Hasil (Harvest) Adalah tahapan ketiga dimana perusahaan benar-benar memanen/menuai hasil investasi di tahap-tahap sebelumnya. Tidak ada lagi investasi besar, baik ekspansi maupun membangun kemampuan baru, kecuali pengeluaran untuk pemeliharaan dan

FEB UNIVERSITAS BRAWIJAYA

perbaikan fasilitas. Sasaran keuangan utama dalam tahap ini, sehingga diambil sebagai tolak ukur adalah memaksimumkan arus kas masuk dan pengurangan modal kerja.

3.2. Perspektif Pelanggan Filosofi manajemen terkini telah menunjukkan peningkatan pengakuan atas pentingnya customer focus dan customer satisfaction. Perspektif ini merupakan leading indicator. Jadi, jika pelanggan tidak puas mereka akan mencari produsen lain yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kinerja buruk dari perspektif ini akan menurunkan jumlah pelanggan di masa depan meskipun saat ini kinerja keuangan terlihat baik. Perspektif pelanggan memiliki dua kelompok pengukuran yaitu: a) Customer Core Measurement Customer Core Measurement memiliki beberapa komponen pengukuran sebagai berikut: Market Share. Pengukuran ini mencerminkan bagian yang dikuasi perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada, yang meliputi jumlah pelanggan, jumlah penjualan dan volume unit penjualan. Customer Retention. Mengukur tingkat diamana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan konsumen. Customer Acquisition. Mengukur tingkat dimana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru atau memenangkan bisnis baru. Customer Satisfaction. Menaksir tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan kriteria kinerja spesifik dalam value proposition. Customer Profitability. Mengukur laba bersih dari seorang pelanggan atau segmen setelah dikurangi biaya yang khusus diperlukan untuk mendukung pelanggan tersebut.

b) Customer Value Proposition Customer Value Proposition merupakan pemicu kinerja yang terdapat pada core value proposition yang didasarkan pada atribut berikut: Product/service attribute, meliputi fungsi dari produk dan jasa, harga dan kualitas. Pelanggan memiliki preferensi yang berbeda-beda atas produk yang ditawarkan. Ada yang mengutamakan fungsi dari produk, kualitas atau harga yang murah. Perusahaan harus mengidentifikasi apa yang diinginkan pelanggan atas produk yang ditawarkan. Selanjutnya pengukuran kinerja ditetapkan berdasarkan hal tersebut. FEB UNIVERSITAS BRAWIJAYA 4

Customer Relationship, menyangkut perasaan pelanggan terhadap proses pembelian produk yang ditawarkan preusan. Perasaan konsumen ini sangat dipengaruhi oleh responsivitas dan komitmen perusahaan terhadap pelanggan berkaitan dengan masalah waktu penyampaian. Waktu merupakan komponen yang penting dalam persaingan perusahaan. Konsumen biasanya menganggap penyelesaian order yang cepat dan tepat waktu sebagai faktor yang penting bagi kepuasan mereka, Image and Reputation, menggambarkan faktor-faktor intangible yang menarik seorang konsumen untuk berhubungan dengan perusahaan. Membangun image dan reputasi dapat dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang dijanjikan.

3.3. Perspektif Proses Bisnis Internal Analisis proses bisnis internal perusahaan dengan menggunakan analisis value Chan. Di sini, manajemen mengidentifiksi proses internal bisnis yang kritis yang harus diunggulkan perusahaan. Scorecard dalam perspektif ini memungkinkan manager untuk mengetahui seberapa baik bisnis mereka berjalan dan apakah produk dan jasa mereka sesuai dengan spesifikasi pelanggan. Perspektif ini harus didesain dengan hati-hati oleh mereka yang mengetahui misi perusahaan yang mungkin tidak dilakukan oleh konsultan luar. Selanjutnya Kaplan dan Norton (2000), membagi proses bisnis internal ke dalam proses berikut: a) Proses Inovasi Dalam proses ini, unit bisnis menggali pemahaman tentang kebutuhan laten dari pelanggan dan menciptakan produk dan jasa yang mereka butuhkan. Proses inovasi dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian Research and Development (R & D,) sehingga setiap keputusan pengeluaran suatu produk ke pasar telah memenuhi syaratsyarat pemasaran dan dapat dikomersialkan. Aktivitas R & D ini merupakan aktivitas penting dalam menentukan kesuksesan perusahaan terutama untuk jangka panjang.

b) Proses Operasi Proses operasi adalah proses untuk membuat dan menyampaikan produk/jasa. Aktivitas di dalam proses operasi terbagi dalam dua bagian yaitu (1) proses pembuatan produk dan (2) proses penyampaian produk kepada pelanggan. Pengukuran kinerja yang terkait dalam proses operasi dikelompokkan pada waktu, kualitas dan biaya.

FEB UNIVERSITAS BRAWIJAYA

c) Proses Pelayanan Purna Jual Proses ini merupakan jasa pelayanan pada pelanggan setelah penjualan produk/jasa tersebut dilakukan. Aktivitas yang terjadi dalam tahapan ini, misalnya penanganan garansi dan perbaikan penanganan atas barang rusak dan dikembalikan serta pemrosesan pembayaran pelanggan. Perusahaan dapat mengukur apakah upaya dalam pelayanan purna jual ini telah memenuhi harapan pelanggan dengan menggunakan tolok ukur yang bersifat kualitas, biaya dan waktu seperti yang dilakukan dalam proses operasi. Untuk siklus waktu, perusahaan dapat menggunakan pengukuran waktu dari saat keluhan pelanggan diterima hingga keluhan tersebut diselesaikan.

3.4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Proses pembelajaran dan pertumbuhan ini bersumber dari faktor sumber daya manusia, sistem dan prosedur organisasi. Termasuk dalam perspektif ini adalah pelatihan pegawai dan budaya perusahaan yang berhubungan dengan perbaikan individu dan organisasi. Dalam organisasi knowledge-worker, manusia adalah sumber daya utama. Dalam perspektif ini, perusahaan melihat tolok ukur: a) Employee Capability Salah satu perubahan dramatis dalam pemikiran manajemen selama 15 tahun adalah peran para pegawai di organisasi. Untuk itu perencanaan dan upaya implementasi reskilling pegawai yang menjamin kecerdasan dan kreativitasnya dapat dimobilisasi untuk mencapai tujuan organisasi.

b) Information System Capabilities Bagaimanapun juga meskipun motivasi dan keahlian pegawai telah mendukung pencapaian tujuan-tujuan perusahaan, masih diperlukan informasi-informasi yang terbaik. Dengan kemampuan sistem informasi yang memadai, kebutuhan seluruh tingkatan manajemen dan pegawai atas informasi yang akurat dan tepat waktu dapat dipenuhi dengan sebaik-baiknya.

c) Motivation, Empowerment dan Alignment Perspektif ini penting untuk menjamin adanya proses yang berkesinambungan terhadap upaya pemberian motivasi dan insentif sebesar-besarnya bagi pegawai. Paradigma manajemen terbaru menjelaskan bahwa proses pembelajaran sangat penting bagi pegawai untuk melakukan trial and error sehingga turbulensi lingkungan samaFEB UNIVERSITAS BRAWIJAYA 6

sama dicoba-kenali tidak saja oleh jenjang manajemen strategis tetapi juga oleh segenap pegawai di dalam organisasi sesuai kompetensinya masing-masing. Upaya itu perlu dukungan motivasi yang besar dan pemberdayaan pegawai berupa delegasi wewenang yang memadai untuk pengambilan keputusan.

4. Langkah- Langkah Pembuatan Balance Scorecard Langkah-langkah Balanced Scorecard meliputi empat proses manajemen baru.

Pendekatan ini mengkombinasikan antara tujuan strategi jangka panjang dengan peristiwa jangka pendek. Keempat proses tersebut menurut (Kaplan dan Norton, 1996) adalah : a. Menterjemahkan visi, misi dan strategi perusahaan. Untuk menentukan ukuran kinerja, visi organisasi dijabarkan dalam tujuan dan sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh perusahaan di masa datang. Tujuan juga menjadi salah satu landasan bagi perumusan strategi untuk mewujudkannya. Dalam proses perencanaan strategik, tujuan ini kemudian dijabarkan dalam sasaran strategik dengan ukuran pencapaiannya.

b. Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis balanced scorecard. Dapat dilakukan dengan cara memperlihatkan kepada tiap karyawan apa yang dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para pemegang saham dan konsumen. Hal ini bertujuan untuk mencapai kinerja karyawan yang baik.

FEB UNIVERSITAS BRAWIJAYA

c. Merencanakan, menetapkan sasaran, menyelaraskan berbagai inisiatif rencana bisnis. Hal ini memungkinkan organisasi mengintegrasikan antara rencana bisnis dan rencana keuangan mereka. Balanced scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan sumber daya dan mengatur mana yang lebih penting untuk diprioritaskan, akan menggerakkan kearah tujuan jangka panjang perusahaan secara menyeluruh.

d. Meningkatkan Umpan balik dan pembelajaran strategis. Proses keempat ini akan memberikan strategis learning kepada perusahaan. Dengan balanced scorecard sebagai pusat sistem perusahaan, maka perusahaan melakukan monitoring terhadap apa yang telah dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek.

5. Evaluasi atas Proses Penerapan Balance Scorecard pada Perusahaan Yang paling sulit adalah untuk menyepakati ukuran apa yang dijadikan keberhasilan satu perusahaan, karena didalamnya selalu ada unsur konflik antar bagian. Adapun 4 perspektif yang dikemukakan oleh Kaplan sesungguhnya haruslah diikuti pemahaman mendalam saat perencanaan strategis dimulai. Pemahaman ini harus dimulai dari identifikasi yang sesuai sehingga dapat ditentukan apa yang menjadi tujuan dan kegiatan serta ukuran yang akan diterapkan. Dalam hal ini adapun konsep pengukuran kinerja menjadi bermanfaat, karena penyusun strategi akan dapat menentukan. Hendrick (2004) menunjukkan kendala

penerapan BSC (1) sedikit pemeriksaan tentang faktor yang berkaitan dengan pengadopsian BSC, dan (2) masih dibutuhkan keyakinan bahwa dengan pengadopsian BSC akan berdampak kepada kinerja keuangan. Selanjutnya melaporkan bahwa kunci daripada penerapan BSC adalah: Keterlibatan kepemimpinan senior Mengartikulasi visi dan strategi perusahaan Mengidentifikasi kategori kinerja yang menghubungkan visi dan strategi terhadap hasil Terjemahkan papan nilai kepada tim, devisi, dan tingkatan fungsi Kembangkan pengukuran yang efektif dan standar yang berarti (jangka pendek dan panjang, memimpin, dan tertinggal) Kenakan penganggaran yang tepat, Teknologi Informasi, Komunikasi , dan sistem imbal jasa FEB UNIVERSITAS BRAWIJAYA 8

Melihat BSC sebagai proses kontinius, membutuhkan perbaikan, penilaian ulang, dan pemutakhiran. Percaya bahwa BSC sebagai fasilitator perubahan kultur dan organisasi. Komitmen pimpinan puncak tetap saja menjadi kata kunci, karena hanya dengan adanya

komitmen itulah organisasi dapat bergerak. Satu hal yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen adalah mengakomodasi hal-hal yang umum dalam satu industri, akan tetapi bagaimanapun satu perusahaan harus dapat mengakomodasi hal yang menurut mereka spesifik bagi industri ataupun perusahaan dimana mereka berada. Akhirnya bahwa dalam mengimplementasi BSC pada awalnya merupakan papan nilai yang dinilai seimbang antar berbagai perspektif untuk menentukan keberhasilan satu organisasi ataupun perusahaan. Permasalahan ini menjadi krusial bukan saja karena ini menyangkut banyak hal, akan tetapi karena dengan adanya ukuran yang seimbang diharapkan bahwa capaian dan kinerja satu organisasi dapat berkelanjutan (sustainable). Apa yang harus dicatat dari berbagai publikasi Kaplan dan Norton bahwa untuk mengimplementasikan BSC sekalipun dibutuhkan strategi. Sehingga, dapat diketahui bahwa dalam BSC sangat dinyatakan bahwa rancangan strategi implementasi mutlak dilaksanakan. Hal ini merupakan koreksi terhadap keleamahan strategi pada umumnya.

FEB UNIVERSITAS BRAWIJAYA

6. Contoh Balance Scorecard

7.

FEB UNIVERSITAS BRAWIJAYA

10

FEB UNIVERSITAS BRAWIJAYA

11

Pengembangan Balance Scorecard Balance Scorecard dibagi menjadi Personal Balance Scorecard dan Organizational Balance Scorecard. Bagian ini diawali dengan penggambaran Organizational Balance Scorecard yang sudah dikenal, yang membentuk dasar Personal Balance Scorecard.

Organizational Balanced Scorecard Organizational Balance Scorecard (OBSC) merupakan istrumen manajemen dari atas kebawah yang digunakan dalam membuat terlaksananya visi strategis disemua tingkat organisasi. Hal itu didasarkan pada faktor penentu keberhasilan, tujuan, tolak ukur kinerja, target dan tindakan perbaikan yang telah dibahas sejauh ini. OBSC adalah pendekatan partisipatif yang memberikan kerangka untuk pengembangan sistematis visi organisasi. OBSC membuat visi itu terukur dan menerjemahkannya secara sistematis kedalam tindakan. 1. Misi Organisasi Misi organisasi memuat identitas organisasi dan menunjukkan alasan keberadaan organisasi tersebut. Misi yang dirumuskan secara efektif menciptakan rasa persatuan dalam perilaku karyawan, memperkuat keselarasan mereka, dan memperbaiki komunikasi serta suasana dalam organisasi 2. Visi Organisasi Visi organisasi memuat mimpi organisasi yang paling ambisius. Visi organisasi juga memberikan visi bersama tentang situasi masa depan yang diinginkan dan bisa dicapai, serta jalan untuk mencapainya. Visi menunjukkan apa yang ingin dicapai organisasi, apa yang penting untuk keberhasilannya, dan mana faktor penentu keberhasilan yang membuatnya unik. Visi organisasi juga didasarkan pada seperangkat nilai bersama yang digunakan untuk memperkuat keselarasan, komitmen, dan pengabdian karyawan serta untuk memengaruhi perilaku mereka secara positif. Nilai inti itu mennetukan cara seseorang harus bertindak untuk mewujudkan visi. Nilai itu berperan sebagai prinsip pemandu yang mendukung perilaku orang dalam pekerjaannya. 3. Faktor Penentu Keberhasilan Untuk bisa bertahan hidup, organisasi harus unggul dalam faktor pennetu keberhasilan atau faktor yang paling penting untuk keberhasilan organisasi. Topiktopik strategis semacam itu menentukan daya saing (competitive advantage) organisasi.

FEB UNIVERSITAS BRAWIJAYA

12

4. Tujuan Organisasi Tujuan organisasi adalah hasil terukur yang harus dicapai. Tujuan itu menggambarkan hasil yang harus dicapai dalam jangka pendek untuk mewujudkan fungsi jangka panjang. Tujuan itu langsung diambil dari faktor penentu keberhasilan dan menciptakan terobosan yang realistis. 5. Tolak Ukur Kinerja dan Target Organisasi Tolak ukur kinerja dalah petunjuk yang dikaitkan dengan faktor penentu keberhasilan dan tujuan strategis, dan digunakan untuk menilai berfungsinya sebuah proses. Petunjuk itu merupakan standar untuk mengukur perkembangan tujuan strategis. Target organisasi adalah kuantitatif tolak ukur kinerja. Hal ini merupakan nilai yang ingin dicapai organisasi, dan perwujudtannya dapat diukur dengan menggunakan tolak ukur kinerja. Dengan kata lain, target menunjukan nilai-nilai yang harus dicapai. 6. Tindakan Perbaikan Organisasi Tindakan perbaikan merupakan strategi yang dilakukan untuk mewujudkan misi, visi dan tujuan organisasi. Tindakan itu, yang memberikan sumbangan terbesar bagi faktor penentu keberhasilan, dipilih untuk diterapkan.

Personal Balanced Scorecard Dalam konsep Total Performace Scorecard, pengembangan kemampuan perorangan, tugas, dan organisasi menjadi fokus. Personal Balanced Scorecard (PBSC) berkaitan dengan pengembangan kemampuan perorangan. PBSC berfungsi sebagai sarana perbaikan pribadi dan pelatihan diri perorangan serta terfokus kepada kesejahteraan dan keberhasilan pribadi mereka dalam masyarakat. Fungsi Personal Balanced Scorecard: Dengan menggunakan PBSC dapat lebih mengetahui kekuatan, bakat, dn tujuan pribadi. PBSC juga merupakan alat untuk pengelolaan diri, pelatihan diri, pengembangan diri, mengurangi seteres dan kelelahan, serta pengelolaan waktu pribadi. Menemukan keseimbangan antara ambisi pribadi dan perilaku, membentuk dasar untuk menciptakan kedamaian hati dan meningkatkan kredibilitas. Menemukan keseimbangan anatar ambisi pribadi dan ambisi organisasi bersama yang akan memacu bimbingan pribadi, motivasi, kreativitas, kenikmatan, hasrat, pengabdian, ilham dan tindakan etis.

FEB UNIVERSITAS BRAWIJAYA

13

Menciptakan kerangka bagi masa depan dan perbaikan diri. Berfungsi sebagai input untuk pengembangan karyawan perorangan. Mengurangi kesenjangan antara kehidupan normal dan cara hidup dalam organisasi.

1. Misi Pribadi Pernyataan misi pribadi mencakup filosofi hidup dan tujuan hidup keseluruhan.

Perumusan itu didasarkan pada pencarian akan jati diri pribadi (pengetahuan diri) 2. Visi Pribadi Pernyataan visi pribadi mancakup gambaran, arah, nilai, dan prinsip. 3. Peran Kunci Peran kunci berhubungan dengan bagaimana cara mengisi berbagai peran penting dalam hidup untuk mewujudkan misi dan visi pribadi. 4. Faktor Penentu Keberhasilan Pribadi Faktor penentu keberhasilan pribadi diambil dari misi, visi, dan peran kunci pribadi. Faktor itu berhubungan dengan keempat perspektif internal, dan pengetahuan serta pembelajaran) 5. Tujuan Pribadi Tujuan pribadi menggambarkan hasil pribadi yang ingin dicapai dalam rangka mewujudkan visi pribadi. Tujuan pribadi itu diambil dari faktor penentu keberhasilan pribadi dan juga merupakan hasil analisis kekuatan dan kelemahan. Tujuan berfungsi sebagai terobosan yang dapat dicapai. 6. Tolak Ukur Kinerja Pribadi Tolak ukur kinerja pribadi adalah alat ukur yang akan membantu menilai fungsi dalam kaitannya dengan faktor penentu keberhasilan dan tujuan pribadi. Targer BSC (keuangan, eksternal,

pribadi adalah tujuan kuantitatif tolak ukur kinerja pribadi. Target pribadi merupakan nilai yang harus diupayakan pencapaiannya kemudian dinilai melalui tolok ukur kinerja pribadi. Target menunjukan nilai yang harus dipakai. 7. Tindakan Perbaikan Pribadi Tindakan perbaikan pribadi adalah strategi yang digunakan untuk mewujudkan misi, visi dan tujuan pribadi. Tindakan itu digunakan untuk memperbaiki kemampuan dan perilaku pribadi, dengan demikian untuk memperbaiki kinerja.

FEB UNIVERSITAS BRAWIJAYA

14

BALANCED SCORECARD PADA ORGANISASI SEKTOR PUBLIK Pemerintah seyogyanya menjembatani kesenjangan antara ekspektasi public atau kebutuhan social dan penyerahan pelayanan public yang diberikannya. Organisasi pemerintah merupakan sistem penyerahan pelayanan public (public service delivery system) kepada masyarakat. Terdapat perbedaan-perbedaan perspektif balanced scorecard yang diterapkan pada organisasi bisnis yang berorientasi keuntungan (private sector) yang diterapkan pada organisasi pemerintah yang berorientasi pelayanan public (public sector) sebagai berikut: Prespektif Organisasi Swasta (private sector) sebagai berikut: 1. Finansial/efisiensi operasional Bagaimana kita melihat/memandang dan memberikan nilai pemegang saham? 2. Pelanggan Bagaimana pelanggan melihat atau memandang dan mengevaluasi kinerja kami? 3. Pembelajaran dan Pertumbuhan Dapatkah kita melanjutkan untuk meningkatkan dan menciptakan nilai kepada pelanggan, pemegang saham, karyawan, manajemen serta organisasi? 4. Proses dan Produk Apa yang harus diunggulkan dari proses produk kami? Prespektif Organisasi Pemerintah (public sector) sebagai berikut: 1. Finansial/efisiensi operasional Bagaimana kita melihat/ memandang dan memberikan nilai kepada masyarakat dan/atau pembayar pajak? 2. Pelanggan Bagaimana orang-orang yang menggunakan jasa/pelayanan public memandang dan mengevaluasi kinerja kami? 3. Pembelajaran dan pertumbuhan Dapatkah kita melanjutkan untuk meningkatkan dan menciptakan nilai untuk masyarakat/membayar pajak, aparatur dan pejabat pemerintah, organisasi pemerintah, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholders). 4. Proses dan Produk Apakah program-program pembangunan yang dilaksanakan telah memberikan hasil-hasil sesuai dengan yang diinginkan/diharapkan?

FEB UNIVERSITAS BRAWIJAYA

15

Sejumlah perbedaan perspektif balance scorecard yang ditetapkan pada organisasi pemerintah mengharuskan kita untuk memodifikasi Implementasi Balanced scorecard dalam organisasi pemerintah. Sejak digulirkan dari tahun 2007, Kementerian Keuangan telah menggunakan BSC sebagai alat manajemen strategi untuk menerjemahkan visi, misi dan strategi yang tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) dan Road Map Kemenkeu ke dalam suatu peta strategi. Kedisiplinan implementasi BSC diperlukan guna mewujudkan visi Kementerian Keuangan yaitu Menjadi pengelola keuangan dan kekayaan negara yang dipercaya, akuntabel dan terbaik di regional untuk mewujudkan Indonesia yang sejahtera, demokratis dan berkeadilan. Mulai tahun 2012, pelaksanaan pengukuran kinerja di Kementerian Keuangan diatur melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK) nomor 454/KMK.01/2011 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan sebagai pengganti Keputusan Menteri Keuangan Nomor 12/KMK.01/2010 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Departemen Keuangan. PMK ini menetapkan bahwa setiap pegawai di Kementerian Keuangan akan diukur kinerjanya melalui dua komponen, yaitu IKU dan perilaku. KMK tersebut juga mengatur tentang penetapan pengelola kinerja, kontrak kinerja, penyusunan dan perubahan peta strategi, IKU, target, inisiatif strategis dan pelaporan capaian kinerja di Kementerian. Sampai dengan tahun 2011, IKU telah dibangun dari level Kemenkeu-

Wide (Kementerian Keuangan) sampai Kemenkeu-Five(pelaksana). Sesuai dengan program kerja pengelolaan kinerja Kementerian, seluruh pegawai Kementerian Keuangan telah memiliki kontrak kinerja. Dengan demikian, setiap pegawai dapat diukur dan dipastikan kontribusinya yang secara sinergi diharapkan mampu mendukung pencapaian strategi kementerian. Untuk mengelola pengukuran kinerja di Kementerian Keuangan, telah ditunjuk pengelola kinerja di masing-masing unit mulai tingkat Kementerian hingga Satuan Kerja (Satker) yang dibedakan menjadi pengelola kinerja organisasi dan pengelola kinerja pegawai. Pada tahun 2012 ini, dilakukan serangkaian refinement pada peta strategi tahun sebelumnya guna memenuhi kebutuhan akan ukuran kinerja yang lebih strategis serta penajaman Sasaran Strategis sesuai dengan kebutuhan organisasi dan arahan pimpinan. IKUIKU yang telah memenuhi target dan dirasa sudah tidak menantang, untuk digantikan dengan IKU yang lebih tepat dengan target baru. Kebutuhan penyusunan Inisiatif Strategis wajib dimiliki oleh organisasi di Kementerian Keuangan hingga ke tingkat satker, sebagai bentuk upaya pencapaian target IKU yang telah ditetapkan dalam kontrak kinerja. Seluruh komponen

FEB UNIVERSITAS BRAWIJAYA

16

perubahan ini dituangkan dalam komitmen kinerja Menteri Keuangan dan kontrak kinerja pejabat Eselon I yang ditandatangani pada tanggal 9 Februari 2012. Pengelolaan kinerja di Kementerian Keuangan semakin dianggap penting dengan wujud komitmen pimpinan terhadap pengembangan kinerja, hal ini dibuktikan dengan peran serta aktif pimpinan dalam menjadikan pengukuran kinerja sebagai suatu agenda utama kegiatan pimpinan. Rapat Pimpinan Kinerja (Rapimja) yang dilakukan perkuartalan telah menjadi suatu ajang pembahasan hal-hal strategis di tingkat kementerian. Monitor capaian kinerja di masing-masing eselon I dilaksanakan setiap bulan sehingga IKU berfungsi sebagai early warning system. Sejak ditetapkannya Balanced Scorecard (BSC) sebagai tools dalam pengelolaan kinerja Kementerian Keuangan sejak akhir tahun 2007, pembangunan dan pengembangan BSC di Kementerian Keuangan terus giat dilakukan. Proses cascading sampai dengan level paling bawah dilaksanakan secara bertahap, hingga pada tahun 2011 pembangunan BSC telah sampai pada level individu (individual scorecard). Sejak saat itu, semua pegawai Kementerian Keuangan telah mempunyai ukuran kinerja yang jelas dengan target yang terukur. Melalui indikator kinerja yang jelas dan terukur tersebut diharapkan kinerja (performance) Kemenkeu meningkat sesuai harapan stakeholders. Setelah proses pembangunan scorecard selesai sampai level individu, langkah selanjutnya yang perlu dilaksanakan adalah mereviu kualitas strategi dan scorecard organisasi maupun individu. Hal ini perlu dilakukan untuk menilai apakah implementasi strategi sudah mendukung pencapaian tujuan serta visi dan misi organisasi. Manajemen kinerja berbasis BSC harus diperkuat dengan standar implementasi yang jelas. Standar ini dapat memberi awareness kepada pengelola kinerja mengenai posisi organisasi berdasarkan ukuran yang teruji. Untuk mengetahui sejauh mana implementasi BSC di Kementerian Keuangan, telah dibentuk tim yang terdiri dari Pushaka dan beberapa pengelola kinerja Organisasi Eselon I Kementerian Keuangan untuk melakukan survei implementasi BSC di seluruh unit eselon I baik di Kantor Pusat maupun Kantor vertikal. Survei diselenggarakan mulai bulan Mei sampai dengan bulan September tahun 2012 di 17 kota yaitu Jakarta, Solo, Semarang, Malang, Surabaya, Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Balikpapan, Pontianak, Banjarmasin, Makassar, Manado, Mataram, Denpasar, dan Ternate.

FEB UNIVERSITAS BRAWIJAYA

17

Dalam menguji proses formulasi dan implementasi strategi, tim survei menggunakan 5 prinsip Strategy Focused Organization(SFO) sebagaimana dikemukakan oleh Robert Kaplan dan David Norton dengan fokus penilaian pada: 1. Memobilisasi perubahan melalui kepemimpinan 2. Menerjemahkan strategi menjadi kerangka operasional 3. Menyelaraskan organisasi pada strategi 4. Memotivasi untuk menjadikan strategi sebagai pekerjaan seluruh pegawai 5. Mengelola untuk menjadikan strategi sebagai proses yang berkelanjutan Jumlah responden yang ditargetkan dalam survei adalah sebanyak 4.056 orang yang mewakili seluruh unit eselon I secara proporsional, sedangkan realisasi jumlah responden melebihi target yaitu sebanyak 4.075 orang. Survei dilaksanakan dengan bantuan kuesioner terstruktur dan wawancara. Hasil pengolahan survei tersebut kemudian dinyatakan dalam bentuk indeks implementasi SFO sebagai berikut: 1. 4,8 < x 6 : We are best practice at this 2. 3,6 < x 4,8 : We are good at this 3. 2,4 < x 3,6 : We are okay at this 4. 1,2 < x 2,4 : We are not good at this 5. 0 < x 1,2 : We are awful at this Berdasarkan hasil survei, implementasi lima prinsip SFO pada Kementerian Keuangan termasuk dalam kategori "we are good at this". Untuk mempertahankan kondisi ini atau bahkan meningkatkan indeks implementasi SFO di Kementerian Keuangan, perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Meningkatkan peran atasan langsung dan change agent dalam komunikasi dan edukasi pengelolaan kinerja. 2. Melaksanakan monitoring dan review secara berkala untuk mengetahui progress capaian kinerja dan membangun awareness bersama. 3. Menyusun sistem reward yang fair untuk membedakan organisasi dan individu yang berkinerja tinggi. 4. Meningkatkan kualitas koordinasi antara unit eselon I dengan unit pengelola SDM dan unit pelatihan dalam penyusunan kebutuhan kompetensi pegawai dan kebutuhan diklat yang dibutuhkan.

FEB UNIVERSITAS BRAWIJAYA

18

Anda mungkin juga menyukai