Anda di halaman 1dari 35

A.

Latar Belakang Sejak berlakunya otonomi daerah, terjadi perubahan paradigma

penyelenggaraan pemerintahan yang berdampak luas bagi lembaga pemerintah ditingkat pusat sampai tingkat daerah. Hal ini tercermin dalam penyelenggaraan pemerintahan yang otonom dan terdesentralisasi dibandingkan dengan paradigm lama yang dalam penyelenggaraan pemerintahannya terpusat dan dibawah kendali langsung dari pemerintah pusat. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah yang direvisi dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Daerah mengamanatkan pemberian otonomi yang luas, nyata, bertanggung jawab,dan dinamis. Dengan demikian, daerah diberikan kemandirian dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerahnya. Perubahan yang terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan akibat Undangundang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah yang direvisi menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah menyangkut kedudukan, tugas, fungsi, dan kewenangan kecamatan. Perubahan tersebut secara langsung maupun tidak langsung mengubah bentuk organisasi, pembiayaan, pengisian personil, pemenuhan kebutuhan logistik serta akuntabilitasnya. Perubahan tersebut diawali dengan perubahan definisi kecamatan. Pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, kecamatan merupakan wilayah administratif pemerintahan dalam rangka

dekonsentrasi, yakni lingkungan kerja perangkat pemerintah yang menyelenggarakan pelaksanaan tugas pemerintahan umum di daerah. Namun pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, kecamatan merupakan wilayah kerja camat sebagai perangkat
1

daerah kabupaten dan daerah kota. Dengan demikian, dulu kecamatan merupakan wilayah kekuasaan, tetapi sekarang merupakan wilayah pelayanan (Wasistiono,2007). Menurut Utomo (2004), pelimpahan kewenangan dari Bupati/Walikota kepada Camat merupakan suatu keharusan untuk menciptakan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan umum di daerah. Apabila kewenangan dibiarkan terkonsentrasi ditingkat kabupaten/ kota, paling tidak terdapat dua permasalahan. Pertama, Pemkab/ Pemkot akan cenderung memiliki beban kerja yang terlalu berat (overload) sehingga fungsi pelayanan kepada masyarakat menjadi kurang efektif. Kedua, kecamatan sebagai perangkat kabupaten/ kota dan desa/ kelurahan sebagai perangkat kecamatan akan muncul sebagai organisasi dengan fungsi minimal. Dengan Otonomi Daerah berarti telah memindahkan sebagian besar kewenangan yang tadinya berada di pemerintah pusat diserahkan kepada daerah otonom, sehingga pemerintah daerah otonom dapat lebih cepat dalam merespon tuntutan masyarakat daerah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Karena kewenangan membuat kebijakan (Peraturan Daerah) sepenuhnya menjadi wewenang daerah otonom, maka dengan Otonomi Daerah pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan akan dapat berjalan lebih cepat dan lebih berkualitas. Keberhasilan pelaksanaan Otonomi Daerah sangat tergantung pada kemampuan keuangan daerah (Pendapatan Asli Daerah), sumber daya manusia yang dimiliki daerah, serta kemampuan daerah untuk mengembangkan segenap potensi yang ada di daerah otonom. Terpusatnya SDM berkualitas di kota-kota besar dapat

didistribusikan ke daerah seiring dengan pelaksanaan Otonomi Daerah karena kegiatan pembangunan akan bergeser dari pusat ke daerah. Otonomi daerah secara sederhana dapat diartikan sebagai hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri yang dilakukan oleh satuan organisasi dalam hal ini pemerintah daerah (Propinsi/ Kabupaten/Kota). Pemberian otonomi kepada daerah secara penuh, berarti pemerintah menghormati kehidupan regional menurut riwayat, adat istiadat, dan sifat khas setiap daerah yang berbeda tetapi tetap dalam kerangka sistem atau bentuk negara yang dianut. Hasil yang diharapkan dari otonomi adalah pemberian pelayanan publik yang lebih memuaskan, akomodasi partisipasi masyarakat, pengurangan beban pemerintah pusat, penumbuhan kemandirian dan kedewasaan daerah serta penyusunan program yang lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat daerah. Dengan pemberian otonomi kepada daerah, maka azas penyelenggaraan pemerintah daerah akan menampilkan dua pertim bangan utama, yakni pertimbangan yang berkenaan yang berkenaan upaya menjamin kesinambungan dan keberhasilan pembangunan nasional serta per timbangan untuk mewadahi aspirasi masyarakat di daerah, agar mereka dapat lebih diberdayakan terutama dalam menunjang pembangunan daerah. Secara teoritik, birokrasi pemerintahan memiliki tiga fungsi utama, antara lain, fungsi pelayanan, fungsi pembangunan dan fungsi pemerintahan umum. 1. Fungsi pelayanan, berhubungan dengan unit organisasi pemerintahan yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Fungsi utamanya mem berikan pelayanan (service) langsung kepada masyarakat.

2. Fungsi pembangunan, berhubungan dengan unit organisasi pemerintahan yang menjalankan salah satu tugas bidang tertentu disektor pembangunan. Fungsi pokonya adalah development function / fungsi pembangunan dan adaptive function/ fungsi adaptasi. 3. Fungsi pemerintahan umum, berhubungan dengan rangkaian kegiatan organisasi pemerinatahan yang menjalankan tugas-tugas umum (regulasi), termasuk didalamnya menciptakan dan memelihara ketentraman dan ketertiban. Fungsinya lebih dekat pada fungsi pengaturan (regulation function) (Lembaga Administrasi Negara, 2007). Oleh karena itu peranan dan cara kerja pemerintah harus berubah sesuai dengan tuntutan dan dinamika masyarakat. Pelayanan umum pemerintah yang melibatkan seluruh aparatur pemerintah semakin terasa dengan adanya peningkatan kesadaran masyarakat terhadap hak atas pelayanan yang berkualitas. Berdasarkan fungsi tersebut, menunjukkan bahwa pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah cakupannya sangat luas, yaitu pelayanan yang menghasilkan publik goods/barang publik, seperti jalan, jembatan, pasar dan lain lain, dan pelayanan yang menghasilkan peraturan perundangan undangan atau kebijakan yang harus dipatuhi oleh masyarakat (fungsi regulasi) seperti perizinan, KTP, SIM dan kebutuhan masyarakat lainnya. Pelayanan public yang cakupannya sangat luas, tidak akan maksimal dilaksnakan oleh pemerintah daerah itu sendiri. Oleh karena itu harus ada upaya dalam rangka mendekatkan pelayanan kepada masyarakat yaitu salah satunya dengan

memberikan pelimpahan kewenangan kepada camat untuk melaksanakan urusan pemerintah daerah. Urusan otonomi daerah yang dilaksanakan oleh camat menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan Pasal 15 Ayat 2, yaitu: a. Perizinan b. Rekomendasi c. Koordinasi d. Pembinaan e. Pengawasan f. Fasilitasi g. Penetapan h. Penyelenggaraan Kabupaten Rokan Hulu sebagai salah satu pemerintah daerah di Indonesia yang dibentuk tahun 1999 yang merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Kampar yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 mempunyai tugas yang sama dengan pemerintah daerah lainnya di Indonesia yaitu memberikan pelayanan publik. Sebagai pemertintah daerah, Kabupaten Rokan Hulu yang luas wilayahnya 7.449.85 Km2 tidak mungkin secara sentralistik memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat Rokan Hulu. Oleh karena itu wilayah kecamatan diberikan urusan untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintah daerah Kabupaten Rokan Hulu. Adapun Jumlah Kecamatan di Kabupaten Rokan Hulu adalah sebagai berikut:

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Tabel 1.1 Nama Kecamatan Bangun Purba Kabun Kepenuhan Kunto Darussalam Rambah Rambah Hilir Rambah Samo Rokan IV Koto Tambusai Tambusai Utara Tandun Ujung Batu Pagar Tapah Darussalam Bonai Darussalam Kepenuhan Hulu Pendalian IV Koto

Sumber : Kabupaten Rokan Hulu Dalam Angka Tahun 2010 Dari ke-16 Kecamatan yang ada di Kabupaten Rokan Hulu yang cukup menonjol walaupun tidak terletak di Ibukota Kabupaten yaitu Kecamatan Ujung Batu. Kecamatan Ujung Batu yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Tandun adalah kecamatan yang memiliki percepatan ekonomi yang cukup pesat, dibandingkan kecamatan lainnya. Karena Kecamatan ini menjadi pusat perdagangan di daerah Kabupaten Rokan Hulu setelah Pasir Pangaraian (Wikimapia.org: Ujung Batu). Pesatnya perekonomian di Kecamatan Ujung Batu berimplikasi terhadap banyaknya pendirian bangunan yang ada di Kecamatan Ujung Batu, baik dari bangunan rumah, sarana dan prasarana peribadatan, rumah toko (ruko), dan lain sebagainya. Oleh karena itu berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Rokan Hulu Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Retribusi Perizinan Tertentu Pasal 78 Ayat 1, Setiap

bangunan yang dibangun diatas permukaan tanah harus memiliki Izin Mendirikan Bangunan dari Dinas Terkait yaitu Dinas Cipta Karya. Untuk mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan dari Dinas Cipta Karya Kabupaten Rokan Hulu, perorangan atau lembaga berbadan hokum sebagai pemohon wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati Rokan Hulu atau Pejabat Teknis yang ditunjuk yaitu Kepala Dinas Cipta Karya Kabupaten Rokan Hulu dan melampirkan persyaratan. Adapun salah satu persyaratan Izin Mendirikan Bangunan adalah mendapatkan rekomendasi dari camat. Pemberian rekomendasi Izin Mendirikan Bangunan dari Camat Ujung Batu di Kantor Kecamatan Ujung Batu sudah menjadi kewenangan Camat Ujung Batu, karena sudah diatur oleh Peraturan Bupati Rokan Hulu Nomor 39 Tahun 2011 Tentang Pelimpahan Sebagaian Kewenangan Bupati Rokan Hulu Kepada Camat untuk melaksanakan urusan pemerintah daerah pasal 11 huruf (a), yaitu: Merekomendasikan pemberian perizinan tertentu kepada orang pribadi dan atau badan hukum yang mengajukan permohonan izin kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Oleh karena itu Kecamatan Ujung Batu sebagai instansi pemerintah perpanjangan tangan Bupati di wilayah kecamatan berkewajiban memberikan pelayanan dalam hal rekomendasi Izin Mendirikan Bangunan secara maksimal. Dengan Memberikan pelayanan yang baik maka akan berimbas pada persepsi masyarakat terhadap kinerja Kecamatan dalam pelayanan rekomendasi izin mendirikan bangunan di Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu.

Kinerja pelayanan publik dalam hal rekomendasi izin mendirikan bangunan di Kecamatan Ujung Batu belum berjalan maksimal. Hal ini terlihat dari pelayanan dalam hal rekomendasi izin mendirikan bangunan di Kecamatan Ujung Batu belum sepenuhnya menjalankan prinsip Good Governance, terutama pada prinsip penegakan hukum dan efesiensi dan efektivitas. Hal ini dibuktikan dengan masih banyak ditemukan pungutan liar dari oknum aparat Kecamatan Ujung Batu, dan tidak on time setelah jam istirahat menyebabkan proses pelayan kurang efektif. Oleh sebab itu, perlu adanya penelitian untuk membahas Kinerja Pelayanan Publik Di Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2013 (Studi Rekomendasi Izin Mendirikan Bangunan). B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kinerja pelayanan publik di Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu dalam rekomendasi izin mendirikan bangunan. 2. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kinerja pelayanan publik di Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu dalam rekomendasi izin mendirikan bangunan. C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.

Mengetahui kinerja pelayanan publik Kecamatan Ujung Batu di Kabupaten Rokan Hulu dalam rekomendasi izin mendirikan bangunan.

2.

Memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja pelayanan publik Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu dalam rekomendasi izin mendirikan bangunan.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademik a. Memberikan kontribusi akademis terhadap pengembangan Ilmu khususnya terkait dengan Management Pemerintahan Daerah dalam bidang Politik kebijakan Pemerintahan. b. Memberi sumbangan pemikiran dan ilmu pemgetahuan bagi almamater sebagai rasa terima kasih yang tidak ternilai dari penulis. 2. Manfaat Praktis a. Sebagai bahan informasi dan evaluasi bagi pemerintah melalui instansi yang terkait untuk dapat melakukan perbaikan pada kinerja pelayanan publik Kecamatan. b. Menjadi bahan komparasi bagi penelitian yang sudah dan yang akan dilakukan terhadap penelitian sejenis maupun menjadi bahan acuan dalam pelayanan publik.

c. Menambah wawasan pengetahuan dan pola pikir penulis dalam menanggapi suatu permasalahan. E. Kerangka Teori 1. Kinerja Dalam pandangan Keban (2004:193) kinerja dapat diartikan sebagai pencapaian hasil yang dapat dinilai menurut pelaku, yaitu hasil yang diraih oleh individu (kinerja individu) atau kelompok (kinerja kelompok) atau institusi (kinerja organisasi) dan oleh suatu program atau kebijakan (kinerja program/kebijakan). Kinerja kelompok menggambarkan sampai seberapa jauh suatu kelompok telah melaksanakan kegiatan-kegiatan pokoknya sehingga mencapai hasil sebagaimana ditetapkan oleh institusi. Kinerja institusi berkenaan dengan sampai seberapa jauh suatu institusi telah melaksanakan semua kegiatan pokok sehingga mencapai visi atau misi institusi. Sedangkan kinerja program atau kebijakan berkenaan dengan sampai seberapa jauh kegiatan-kegiatan dalam program atau kebijakan telah dilaksanakan sehingga dapat mencapai tujuan program atau kebijakan tersebut. Klasifikasi kinerja tersebut agak berbeda dengan yang diungkapkan Swanson yang membagi kinerja atas 3 (tiga) tingkatan, yaitu kinerja organisasi, kinerja proses dan kinerja individu. Kinerja organisasi mempertanyakan (Ibid:193) : a. Apakah tujuan atau misi suatu organisasi telah sesuai dengan kenyataan kondisi atau faktor ekonomi, sosial, politik dan budaya yang ada. b. Apakah struktur dan kebijakannya rnendukung kinerja yang diinginkannya.

10

c. Apakah mempunyai kepemimpinan, modal dan infrastruktur dalam mencapai misinya. d. Apakah organisasi tersebut rnenciptakan dan memelihara kebijakan seleksi dan pelatihan dan sumber dayanya. Kinerja proses menggambarkan apakah suatu proses yang sudah dirancang dalam organisasi tersebut mencapai misinya dan tujuan individu, didesain sebagai suatu sistem, kemampuan untuk menghasilkan baik secara kuantitas, kualitas dan tepat waktu, memberikan informasi dan faktor-faktor manusia yang dibutuhkan untuk memelihara sistem tersebut, dan apakah proses pengembangan keahlian telah sesuai dengan tuntutan yang ada. Sedangkan kinerja individu mempersoalkan: a. Apakah tujuan atau misi individu sesuai dengan misi organisasi. b. Apakah individu rnenghadapi hambatan dalarn bekerja dan mencapai hasil. c. Apakah para individu memiliki kemampuan mental, fisik dan emosi dalam bekerja. d. Apakah rnereka rnemiliki rnotivasi tinggi, pengetahuan, ketrarnpilan dan pengalaman dalam pekerjaan. Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga (institutional performance) atau kinerja perusahaan (corporate performance) terdapat hubungan yang erat. Dengan perkataan lain bila kinerja karyawan (individual performance) baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan (corporate performance) juga baik. Kinerja seorang karyawan akan baik bila ia mempunyai

11

keahlian (skill) yang tinggi, bersedia bekerja karena gaji atau diberi upah sesuai dengan perjanjian dan mempunyai harapan (expectation) masa depan lebih baik. Robbins (1998:21) mengemukakan bahwa kinerja adalah tingkat pencapaian tujuan. Dimana kinerja dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor, yaitu : a. Faktor Individu, yang meliputi : Persepsi dan Pengambilan Keputusan. b. Faktor Kelompok, yang meliputi : Pola Komunikasi, Gaya Kepemimpinan, Kekuasaan dan Politik, Hubungan Antar Kelompok dan Tingkat Konflik. c. Faktor Sistem Organisasi, yang meliputi : Desain Pekerjaan, Teknologi dan Proses Kerja, Kebijakan, Praktek Sumber Daya Manusia dan Tingkat Stress Kerja. Terdapat beberapa indikator-indikator penyusun kinerja. Indikator-indikator ini sangat bervariasi sesuai dengan fokus dan konteks penelitian yang dilakukan dalam proses penemuan dan penggunaan indikator tersebut. Ada beberapa indikator menurut para pakar, antara lain (Ratminto, 2005:174) : a. Menurut McDonald & Lawton (1997) : output oriented measures throughput, efficiency, effectiveness. 1) Efficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan tercapainya perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam suatu penyelenggaraan pelayanan publik. 2) Effectiveness atau efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun misi organisasi. b. Salim dan Woodward (1992) : economy, efficiency, effectiveness, equity.
12

1) Economy atau ekonomis adalah penggunaan sumber daya yang sesedikit mungkin dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik. 2) Efficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukan tercapainya perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam suatu penyelenggaraan pelayanan publik. 3) Effectiveness atau efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun misi organisasi. 4) Equity atau keadilan adalah pelayanan publik yang diselenggarakan dengan memperhatikan aspek-aspek kemerataan. c. Lenvinne (1990) : responsiveness, responsibility, accountability. 1) Responsiveness atau responsivitas ini mengukur daya tangkap providers terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan customers. 2) Responsibility atau responsibilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik itu dilakukan dengan tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. 3) Accountability atau akuntabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian antara ukuran-ukuran eksternal yang ada di masyarakat dan dimiliki oleh stakeholders, seperti nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat. d. Zeithaml, Parasuraman & Berry (1990) : tangible, reliability, responsiveness, assurance, emphaty.

13

1) Tangible atau ketampakan fisik, artinya petampakan fisik dari gedung, peralatan, pegawai dan fasilitas-fasilitas lain yang dimiliki providers. 2) Reliability atau reliabilitas adalah kemampuan untuk menyelenggarakan pelayanan yang dijanjikan secara akurat. 3) Responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk menolong customers dan menyelenggarakan pelayanan secara ikhlas. 4) Assurance atau kepastian adalah pengetahuan dan kesopanan para pekerja dan kemampuan mereka dalam memberikan kepercayaan kepada customers. 5) Emphaty adalah perlakuan atau perhatian pribadi yang diberikan oleh providers kepada customers. e. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : 63 Tahun 2004 : Asas Pelayanan : 1) Transparansi. 2) Akuntabilitas. 3) Kondisional. 4) Partisipatif. 5) Kesamaan Hak. 6) Keseimbangan Hak dan Kewajiban. f. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : 63 Tahun 2004 : Prinsip Pelayanan Publik : 1) Kesederhanaan. 2) Kejelasan.
14

3) Kepastian waktu. 4) Akurasi. 5) Keamanan. 6) Tanggung Jawab. 7) Kelengkapan Sarana dan Prasarana. 8) Kemudahan Akses. 9) Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan. 10) Kenyamanan. g. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : 63 Tahun 2004 : Standart Pelayanan Publik : 1) Prosedur Waktu. 2) Waktu Penyelesaian. 3) Biaya Pelayanan. 4) Produk Pelayanan. 5) Sarana dan Prasarana. 6) Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan. h. Gibson, Ivancevich & Donnelly (1990) : 1) Kepuasan, artinya seberapa jauh organisasi dapat memenuhi kebutuhan anggotanya. 2) Efisiensi adalah perbandingan terbaik antara keluaran dan masukan. 3) Produksi adalah ukuran yang menunjukan kemampuan organisasi untuk menghasilkan keluaran yang dibutuhkan oleh lingkungan.

15

4) Keadaptasian adalah ukuran yang menunjukan daya tangkap organisasi terhadap tuntutan perubahan yang terjadi dilingkungannya. Pengembangan adalah ukuran yang mencerminkan kemampuan dan tanggung jawab 2. Pelayanan Publik Departemen Dalam Negeri (2004) menyebutkan bahwa; Pelayanan Publik adalah Pelayanan Umum, dan mendefinisikan Pelayanan Umum adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal tercipta kepuasan dan keberhasilan. Setiap pelayanan menghasilkan produk, baik berupa barang dan jasa. Pelayanan publik sebagai salah satu tujuan organisasi pemerintahan, merupakan problem pemerintahan yang tidak pernah dapat memperoleh pertautan secara maksimal dengan tingkat penerimaan dari masyarakat. Secara sederhana Sedarmayati (2004) menjelaskan bahwa pelayanan publik dilaksanakan dalam suatu rangkaian kegiatan yang bersifat sederhana, terbuka, tepat, lengkap, wajar, dan terjangkau . Menurut Jacobalis (1989) kualitas pelayanan mempunyai lima dimensi, yaitu: 1) Kehandalan (reliability) adalah kemampuan yang dapat diandalkan, akurat dan konsisten dalam mengerjakan layanan sesuai dengan yang diinginkan pelanggan (konsumen); 2) Daya tanggap (responsiveness) adalah kemauan untuk memberikan layanan dan membantu pelanggan dengan segera; 3) Kepastian (assurance) adalah tindakan dari pemberi layanan yang mampu menumbuhkan dan mendorong timbulnya rasa yakin dan percaya kepada pelanggan; 4) Empati (empathy) adalah keseriusan dan ketulusan

16

dalam melayani pelanggan; 5) Keberwujudan (tangible) adalah kualitas layanan yang diungkapkan dalam prosedur yang tersedia, mudah didapat dan dimengerti dan fasilitas layanan yang memadai bagi pelanggan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Parasuraman, Zeithami dan Berry diidentifikasikan 10 (sepuluh) faktor utama yang menentukan kualitas pelayanan publik (Tjiptono, 2005), yaitu : 1. Reliability/keandalan, mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability). 2. Responsiveness/ketanggapan, yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk memberikan pelayanan yang dibutuhkan pelanggan. 3. Competence/kompetensi, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan pelayanan tertentu. 4. 5. Access/akses, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Courtesy/kesopanan, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian dan keramahan yang dimiliki para contact person/pihak yang berhubungan. 6. Communication/komunikasi, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. 7. 8. Credibility/kepercayaan, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Security/keamanan, yaitu aman dari bahaya, risiko, keragu-raguan.

17

9.

Understanding/knowing the customer (memahami/mengetahui pelanggan) yaitu usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan.

10. Tangibles/bukti, yaitu bukti fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang dipergunakan, representasi fisik dari jasa. Menurut LAN (2003), kriteria-kriteria pelayanan tersebut antara lain: 1. Kesederhanaan, yaitu bahwa tata cara pelayanan dapat diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan dilaksanakan oleh pelanggan. 2. Reliabilitas, meliputi konsistensi dari kinerja yang tetap dipertahankan dan menjaga saling ketergantungan antara pelanggan dengan pihak penyedia pelayanan, seperti menjaga keakuratan perhitungan keuangan, teliti dalam pencatatan data dan tepat waktu. 3. Tanggung jawab dari para petugas pelayanan, yang meliputi pelayanan sesuai dengan urutan waktunya, menghubungi pelanggan secepatnya apabila terjadi sesuatu yang perlu segera diberitahukan. 4. Kecakapan para petugas pelayanan, yaitu bahwa para petugas pelayanan menguasai keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan. 5. Pendekatan kepada pelanggan dan kemudahan kontak pelanggan dengan petugas. Petugas pelayanan harus mudah dihubungi oleh pelanggan, tidak hanya dengan pertemuan secara langsung, tetapi juga melalui telepon atau internet. Oleh karena itu, lokasi dari fasilitas dan operasi pelayanan juga harus diperhatikan.

18

6.

Keramahan, meliputi kesabaran, perhatian dan persahabatan dalam kontak antara petugas pelayanan dan pelanggan. Keramahan hanya diperlukan jika pelanggan termasuk dalam konsumen konkret. Sebaliknya, pihak penyedia layanan tidak perlu menerapkan keramahan yang berlebihan jika layanan yang diberikan tidak dikonsumsi para pelanggan melalui kontak langsung.

7.

Keterbukaan, yaitu bahwa pelanggan bisa mengetahui seluruh informasi yang mereka butuhkan secara mudah dan gamblang, meliputi informasi mengenai tata cara, persyaratan, waktu penyelesaian, biaya dan lain-lain.

8.

Komunikasi antara petugas dan pelanggan. Komunikasi yang baik dengan pelanggan adalah bahwa pelanggan tetap memperoleh informasi yang berhak diperolehnya dari penyedia pelayanan dalam bahasa yang mereka mengerti.

9.

Kredibilitas, meliputi adanya saling percaya antara pelanggan dan penyedia pelayanan, adanya usaha yang membuat penyedia pelayanan tetap layak dipercayai, adanya kejujuran kepada pelanggan dan kemampuan penyedia pelayanan untuk menjaga pelanggan tetap setia.

10. Kejelasan dan kepastian, yaitu mengenai tata cara, rincian biaya layanan dan tata cara pembayarannya, jadwal waktu penyelesaian layanan tersebut. Hal ini sangat penting karena pelanggan tidak boleh ragu-ragu terhadap pelayanan yang diberikan. 11. Keamanan, yaitu usaha untuk memberikan rasa aman dan bebas pada pelanggan dari adanya bahaya, resiko dan keragu-raguan. Jaminan keamanan yang perlu kita berikan berupa keamanan fisik, finansial dan kepercayaan pada diri sendiri.

19

12. Mengerti apa yang diharapkan pelanggan. Hal ini dapat dilakukan dengan berusaha mengerti apa saja yang dibutuhkan pelanggan. Mengerti apa yang diinginkan pelanggan sebenarnya tidaklah sukar. Dapat dimulai dengan mempelajari kebutuhan-kebutuhan khusus yang diinginkan pelanggan dan memberikan perhatian secara personal. 13. Kenyataan, meliputi bukti-bukti atau wujud nyata dari pelayanan, berupa fasilitas fisik, adanya petugas yang melayani pelanggan, peralatan yang digunakan dalam memberikan pelayanan, kartu pengenal dan fasilitas penunjang lainnya. 14. Efisien, yaitu bahwa persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yangberkaitan langsung dengan pencapai sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan. 15. Ekonomis, yaitu agar pengenaan biaya pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan nilai barang/jasa dan kemampuan pelanggan untuk. Berdasarkan KEPMENPAN Nomor 63 tahun 2003 tentang Pelayanan Umum, yang memuat sendi-sendi pelayanan diantaranya : a. Kesederhanaan, dalam arti bahwa prosedur / tata cara pelayanan di selenggarakan secara mudah, lancar, cepat tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan; b. Transparan dari kepastian ; adanya kejelasan dan kepastian mengenai: 1. 2. Prosedur / tata cara pelayanan umum; Persyaratan pelayanan umum, baik teknis maupun administrasi;

20

3.

Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan umum;

4. c.

Rincian biaya/ tarif pelayanan umum dan tatacara pembayarannya;

Keamanan dalam arti bahwa proses hasil pelayanan umum dapat mem berikan keamanan dan kenyamanan serta dapat memberikan kepastian hukum;

d.

Keterbukaan dalam arti prosedur/ tatacara, persyaratan , satuan kerja pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan umum, waktu penyelesaian dan rincian biaya/ tarif dan hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan umum wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah di ketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta.

e.

Efisien dalam : 1. Persyaratan pelayanan umum dibatasi hanya pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap

memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan umum yang diberikan; 2. Dicegah adanya pengulangan kelengkapan persyaratan pada konteks yang sama dalam hal proses pelayanannya kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/ instansi pemerintah lain yang terkait; f. Ekonomis, dalam arti pengenaan biaya pelayanan umum harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan : Nilai barang atau jasa pelayanan umum/ tidak menuntut biaya yang tinggi diluar kewajaran; Kondisi dan kemampuan masyarakat untuk membayar secara umum; Ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
21

g.

Keadilan yang merata, dalam arti cakupan/ jangkauan pelayanan umum haarus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diperlukan secara adil;

h.

Ketetapan waktu, dalam arti pelaksanaan pelayanan umum dapat di selesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.

F. Kerangka Berpikir Persepsi masyarakat terhadap kinerja pelayanan pemerintah umumnya masih belum seperti yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat antara lain dari banyaknya pengaduan atau keluhan dari masyarakat kepada Kementrian Pendaya gunaan Aparatur Negara (Menpan) seperti menyangkut prosedur dan mekanisme kerja pelayanan yang berbelit-belit, tidak transparan, kurang informatif, kurang akomodatif, kurang konsisten, terbatasnya fasilitas, sarana dan pra sarana pelayanan, sehingga tidak menjamin kepastian (hukum, waktu, dan biaya) serta masih banyak dijumpai praktek pungutan liar serta tindakan-tindakan yang berindikasi penyimpangan dan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Dengan demikian kerangka konsep penelitian ditujukan untuk merancang konstruksi birokrasi sebagai pelayanan publik civil servants yang berposisi sebagai pengabdi rakyat. Kehendak kolektif untuk membangun pelayanan publik yang mengimplementasikan prinsip-prinsip good local governance dengan tingkat profesi profesionalitas tinggi tentunya mutlak diformulasikan dalam bentuk aturan atau pedoman aturan pelaksana lebih lanjut (public policy).

22

Penyelenggaraan pelayanan publik oleh aparatur pemerintah masih terlihat banyak kelemahan sehingga belum dapat memenuhi kualitas yang diharapkan masya rakat. Dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat masih terdapat banyak keluhan masyarakat yang disampaikan sehingga menimbulkan citra yang kurang baik terhadap aparatur pemerintah. Mengingat salah satu fungsi aparatur pemerintah adalah melayani masyarakat maka pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan. Pelayanan kepada masyarakat atau yang biasa disebut pelayanan publik di Kecamatan dapat diartian sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan aparat Kecamatan untuk membantu masyarakat dalam bentuk administrasi maupun jasa yang dilaksanakan dalam mengamalkan dan mengabdikan diri kepada masyarakat. Sikap pelayanan yang diharapkan tertanam pada diri para pegawai adalah sikap yang baik, ramah, penuh simpatik, dan mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap organisasi pemerintah. Masyarakat akan memberi penilaian dari kesan pertama dalam berhubungan dengan orang-orang yang terlibat dalam memberikan pelayanan. Dengan demikian pelayanan prima adalah upaya maksimal yang mampu diberikan oleh petugas pelayanan dari untuk memenuhi harapan dan kebutuhn masyarakat, sehingga tercapai suatu kepuasan. Hakikat pelayanan prima itu sendiri adalah kemampuan maksimum seseorang melalui sentuhan kemanusiaannya dalam melayani atau berhubungan dengan orang lain. G. Definisi Konseptual Adapun konsep penelitian ini adalah mengetahui kinerja pelayanan publik Kecamatan Ujung Batu di Kabupaten Rokan Hulu dan faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan publik didefinisikan sebagai berikut :
23

a. Kesederhanaan dapat diartikan bagaimana prosedur pelayanan publik apakah berbelit-belit, mudah dipahami,atau mudah dilaksanakan. b. Kejelasan dapat didefinisikan dengan persyaratan teknis dan

administratifpelayanan publik yang jelas, unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik, dan rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran. c. Kepastian waktu berkaitan dengan bagaimana pelaksanaan pelayanan public dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. d. Akurasi berkaitan dengan produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah. e. Keamanan berkaitan dengan proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum. f. Tanggung jawab berkaitan dengan pimpinan penyelenggara pelayanan public atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik. g. Kelengkapan sarana dan prasarana kerja yakni berkaitan dengan peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (teletematika). h. Kemudahan Akses berkaitan dengan tempat dan lokasi sarana prasarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informasi.

24

i. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan dapat diartikan dengan pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas. j. Kenyamanan dapat diartikan dengan lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapih, lingkungan yang indah dan sehat, serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lainnya. H. Metode Penilitian 1. Jenis Penelitian Metode yang dilakukan untuk mengolah dan menganalisis penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Nasir (1988) mendefinisikan metode penelitian deskriptif sebagai metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, sehingga metode ini berkehendak mengadakan akumulasi data dasar belaka. Penelitian ini dilakukan terhadap masyarakat pengguna pelayanan untuk menilai bagaimana kinerja pelayanan publik di Kecamtan Ujung Batu Kabupaten Rokana Hulu dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja pelayanan publik tersebut. Kinerja pelayanan dapat dilihat berdasarkan persepsi masyarakat pengguna pelayanan public di Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu. Dari persepsi tersebut akan diambil kesimpulan mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik tersebut.

25

2. Operasionalisasi Variable Variabel-variabel pada penelitian ini diperoleh dari kerangka teoritis mengenai pelayanan publik pada huruf D, dari variabel-variabel ini untuk mengetahui kinerja pelayanan publik yang diberikan oleh Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu. Adapun variabel-variabel penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Kesederhanaan; 1. Prosedur pelayanan publik berbelit-belit 2. Prosedur pelayanan mudah dipahami dan mudah dilaksanakan b. Kejelasan; 1. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan public 2. Mengetahui bagian yang akan mengurusi pelayanan 3. Pegawai berkompeten terhadap tugas dan fungsinya 4. Pegawai Mudah Ditemui 5. Transparansi Biaya yang Dikeluarkan c. Kepastian waktu; Waktu Untuk Menyelesaikan Urusan d. Akurasi; Urusan Sesuai Dengan yang Dikehendaki. e. Keamanan; Bukti Tanda Terima Diberikan. f. Tanggung jawab; 1. Pegawai Bertanggung Jawab Terhadap Penyelesaiaan Urusan
26

2. Penyelesaian Keluhan/Persoalan Dalam Pelaksanaan PelayananPublik g. Kelengkapan sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (teletematika); Ketersediaan Sarana dan Prasarana Pendukung Kantor h. Kemudahan Akses; 1. Jarak Lokasi Kantor Dengan Tempat Tinggal 2. Ketersediaan Angkutan Umum Menuju Lokasi Kantor 3. Kondisi Jalan Menuju Kantor i. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan; 1. Penampilan Pegawai Kantor Bersih dan Rapih 2. Perilaku Pegawai Ramah dan Sopan j. Kenyamanan; 1. Kondisi Kantor Seperti Kebersihan dan Keindahan 2. Ketersediaan Fasilitas Pendukung Seperti Ruang Tunggu, Parkir, Toilet, dan Tempat Ibadah 5. Populasi dan Sampel Populasi adalah suatu himpunan unit yang biasanya berupa orang, objek, transaksi atau kejadian di mana kita tertarik untuk mempelajarinya (Kuncoro, 2001). Dalam penelitian ini populasi yang dimaksudkan adalah semua masyarakat yang menggunakan pelayanan public di Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu. Sampel adalah suatu himpunan bagian (subset) dari unit populasi (Kuncoro, 2001). Sampel dari penelitian ini adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai
27

sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi (masyarakat pengguna pelayanan publik di Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu). Pengambilan sampel dalam penelitian ini berdasarkan sampel yang merepresentasikan populasi yang ada. Oleh karena itu, pengambilan sampel yang hanya pada pengguna pelayanan publik di Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu merupakan salah satu langkah untuk menghindari hasil yang bias dan tidak valid dalam penelitian. Apabila sampel tidak merepresentasikan populasinya maka hasilnya akan sangat membahayakan (Healey, 2002). Jumlah sampel berdasarkan pendapat Roscoe seperti dikutip Sekaran (2006) bahwa ukuran sampel lebih besar dari 30 dan kurang dari 500 telah mencukupi untuk digunakan dalam semua penelitian. Teknik pengambilan sampel ditentukan dengan convinience sampling yaitu pengambilan sampel responden dari

masyarakat/pengguna pelayanan yang mudah ditemui pada lokasi penelitian. Dasar pengambilan teknik convinience sampling ini tidak menjadi permasalahan atau menurunkan kualitas hasil penelitian karena bagaimanapun rumitnya teknik yang digunakan tidak akan menjamin representativeness/keterwakilkan, maka yang terpenting adalah sampel yang representatif atau benar-benar mewakili populasi (Healey, 2002). 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yakni dengan pengumpulan data primer maupun data sekunder. Sumber data sekunder adalah dokumen dan arsip pemerintah (Organisasi Kesekretariatan Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu, BPS, dan kantor/badan/dinas yang terkait lainnya). Untuk pengumpulan data primer
28

dilakukan dengan penyebaran kuesioner kepada pengguna pelayanan publik di Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu untuk memperoleh data primer. Penggunaan data primer tersebut dilakukan untuk mengetahui kinerja pelayanan publik dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pelayanan publik. Daftar pertanyaan pada kuesioner disusun berdasarkan variabel-variabel yang berkemungkinan mempengaruhi kualitas pelayanan publik yakni kesederhanaan, kejelasan, kepastian waktu, akurasi, keamanan, tanggung jawab, kelengkapan sarana dan prasarana kerja (peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika/teletematika),

kemudahan akses, kedisiplinan, kesopanan, keramahan, dan kenyamanan. Kuesioner dapat dilihat pada lampiran. 6. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dikhususkan pada kantor Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu. Penggunaan lokasi ini dikarenakan pengunjung kantor tersebut merupakan masyarakat potensial pengguna pelayanan public di Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu. Waktu penelitian 2 bulan yakni dari bulan Maret 2013 sampai bulan Mei 2013. 7. Metode Analisis Pokok dari penelitian ini membahas kualitas pelayanan publik yang dilakukan oleh Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu. Berdasarkan pokok penelitian tersebut maka pendekatan analisis penelitian yang dilakukan adalah bagaimana

29

persepsi publik terhadap kualitas pelayanan publik yang diberikan, dan kemudian memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik tersebut. Pendekatan penelitian dapat dilakukan melalui beberapa tahapan penelitian. Tahapan pendekatan penelitian ini antara lain : 1. Melakukan kajian pustaka, yang meliputi pengumpulan teori yang berkaitan dengan topik penelitian seperti teori manajemen sektor publik, teori pelayanan publik, serta teori lain yang mempengaruhi dalam analisis penelitian. 2. Melakukan pengumpulan data dan informasi, yang meliputi pengumpulan data primer yakni dengan penyebaran kuesioner maupun data sekunder sebagai pendukung dan dasar bagi kajian pustaka, serta penyusunan kerangka kuesioner, penentuan banyaknya kuesioner, dan sebaran kuesioner di wilayah penelitian. 3. Mengidentifikasi karakteristik pengguna pelayanan publik. Karakteristik pengguna pelayanan publik dapat dikaji dari jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan, dan pendapatan rata-rata perbulan. 4. Menentukan variabel-variabel yang berkemungkinan untuk mempengaruhi kualitas pelayanan publik. Penentuan variabel dilakukan pada tinjauan pustaka dan berdasarkan berbagai pertimbangan tertentu. 5. Mengetahui persepsi pengguna pelayanan publik terhadap kinerja pelayanan publik di Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu. 6. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pelayanan publik di Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu.

30

7. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan penelitian sebagai dasar dalam menentukan saran yang terkait dengan penelitian ini. Metode penelitian deskriptif ini digunakan untuk menganalisis hal-hal berikut yakni : a. Kinerja pelayanan publik di Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu. b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pelayanan public Kecamatan Ujung Batu di Kabupaten Rokan Hulu. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik di Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu dapat dilakukan dengan analisis tabulasi silang/crosstab (nilai chi-square). Ada tidaknya hubungan antara kinerja pelayanan publik di Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu dengan faktor-faktor yang kemungkinan dapat mempengaruhi kinerja pelayanan publik dapat diketahui dari nilai chi-square. Output yang dihasilkan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik di Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu. Maka, hipotesis yang diajukan yakni : Ho : Tidak ada hubungan antara kinerja pelayanan publik di Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu dengan faktor-faktor yang kemungkinan dapat mempengaruhi kinerja pelayanan publik. H1 : Ada hubungan antara kinerja pelayanan publik di Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu dengan faktor-faktor yang kemungkinan dapat mempengaruhi kinerja pelayanan publik Pengambilan keputusan yang dapat dilakukan yakni :

31

a.

Berdasarkan perbandingan Chi-Square ( 2) Uji dan Tabel. (Tingkat Kepercayaan 95 % ; = 5 %) Jika Chi-Square Hitung < Chi-Square Tabel, maka Ho diterima. Jika Chi-Square Hitung > Chi-Square Tabel, maka Ho ditolak.

b.

Berdasarkan probabilitas. Jika probabilitas > 0,05, maka Ho diterima. Jika probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak

32

Sistematika Penulisan Laporan hasil penelitian ini direncanakan akan ditulis data empat bab pembahasan yang berisi sebagai berikut: Bab I Pendahuluan

Berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,manfaat penelitian, kerangka teori,dan metode penelitan. Bab II Gambaran Umum

Gambaran umum Kabupaten Rokan Hulu, Kecamatan Ujung Batu Bab III Pembahasan

Berisi pembahasan tentang Kinerja Pelayanan Publik Kecamatan Ujung Batu Di Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2013. Bab IV Kesimpulan dan Saran

Berisi tentang kesimpulan dan saran-saran dari bab-bab yang telah diuraikan.

33

DAFTAR PUSTAKA Referensi Teks: Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V. Jakarta: Penerbit PT Rineka Cipta. Barata, Atep Adya. 2003. Dasar-dasar Pelayanan Prima. Jakarta: Gramedia. Kartasasmita, Ginanjar. 1997. Administrasi Pembangunan. Jakarta: LP3ES. Lembaga Administrasi Negara. 2007. Modul 1. Paradigma Kebijakan Pelayanan Publik di Era Otonomi Daerah. Diklat Teknis Pelayanan Publik, Akuntanbilitas, dan Pengelolaan Mutu (Public Service Dilivery,

Acountability, and Quality Management) Eselon 4. Jakarta: LAN. Lembaga Administrasi Negara. 2003. Penyusunan Standar Pelayanan Publik. Jakarta: LAN. Lembaga Adminisrasi Negara. 2006. Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik. Jakarta: LAN. Muhadjir, Darwin. 2001. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Hanindita Graha Widia. Nasir, Moh.. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Osborne, David dan Ted Gaebler. 1992. Mewirausahakan ke Dalam Birokrasi Sektor

Mentransformasikan (Reinventing

Semangat

Wirausaha How The

Publik in

Government

Enterpreneurship

Spirit

Transforming the public Sector). Terjemahan Abdul Rosid. 1996. Jakarta: PPM. Santoso, Singgih. 2002. SPSS Statistik Multivariat. Jakarta: Elek Media Komputindo.
34

Sudjana. 1988. Disain dan Analisis Eksperimen. Bandung: Tarsito. Sugiarto. 2003. Teknik Sampling. Jakarta: PT. Gramedia Pusta Utama. Peraturan Perundang-undangan: Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Tentang Aparatur Umum Negara Nomor

63/KEP/M.PAN/7/2003 Pelayanan Publik. Keputusan Menteri Negara

Pedoman

Penyelenggaraan

Pemberdayaan Tentang Petunjuk

Aparatur Teknis

Negara

Nomor dan

26/KEP/M.PAN/2/2004

Transparansi

Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 mengenai Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

35

Anda mungkin juga menyukai