Anda di halaman 1dari 53

BAB I PENDAHULUAN

Jantung merupakan sebuah pompa muskuler yang memiliki empat katup, yang terbuka dan tertutup untuk menjaga agar darah mengalir pada arah yang tepat. Katup mitral menghubungkan atrium kiri dengan ventrikel kiri. Jantung terbagi atas dua bilik dan dua serambi yang dipisahkan oleh katup. Penyakit katup jantung menyebabkan kelainan-kelainan pada aliran darah yang melintasi katupkatup tersebut. Katup normal memiliki dua ciri aliran yang kritis yaitu, aliran searah dan aliran yang tidak dihalangi. Katup akan terbuka jika tekanan dalam ruang jantung di proksimal katup lebih besar dari tekanan dalam ruang atau pembuluh di sebelah distal katup. Daun katup sedemikian responsifnya sehingga perbedaan tekanan yang kecil (kurang dari 1 mmHg) antara dua ruang jantung sudah mampu membuka dan menutup daun katup tersebut1. Katup yang terserang penyakit dapat menimbulkan dua jenis gangguan fungsional, insufisiensi katup-daun katup tidak dapat menutup dengan rapat sehingga darah dapat mengalir balik (sinonimnya adalah regurgitasi katup dan inkompetensi katup); dan stenosis katup-lubang katup mengalami penyempitan sehingga aliran darah mengalami hambatan. Insufisiensi dan stenosis dapat terjadi bersamaan pada satu katup, dikenal sebagai lesi campuran atau sendiri -sendiri yang disebut lesi murni2. Penyakit katup jantung merupakan penyakit jantung yang masih cukup tinggi insidennya, terutama di negara yang sedang berkembang misalnya Indonesia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di berbagai tempat di Indonesia, penyakit katup jantung ini menduduki urutan kedua atau ketiga sesudah penyakit jantung koroner dari seluruh jenis penyebab penyakit jantung3,4,5,6,7. Stenosis mitral merupakan kelainan katup yang paling sering diakibatkan oleh penyakit jantung rematik. Diperkirakan 90% stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung rematik4,5,6. Walaupun demikian, sekitar 30% pasien stenosis mitral tidak dapat ditemukan adanya riwayat penyakit tersebut sebelumnya. Lebih banyak menyerang perempuan dibanding laki-laki dengan perbandingan 4:1. Insufisiensi mitral sering timbul pada pasien penyakit jantung rematik kronik. 1

Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan. Insufisiensi mitral murni jarang terjadi, yang paling sering adalah insufisiensi kombinasi dengan stenosis mitral3,4,5,6. Diagnosis stenosis mitral dan insufisiensi mitral ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologi. Diantaranya adalah pemeriksaan foto thoraks, pada stenosis mitral perubahan paling dini yang bisa ditemukan adalah melurusnya batas kiri bayangan jantung, menonjolnya arteri pulmonalis, dilatasi vena pulmonalis pada pulmo lobus atas, bergesernya esofagus ke arah belakang oleh atrium kiri yang membesar dan pembesaran ventrikel kanan. Sedangkan pada insufisiensi mitral akan terdapat pembesaran atrium kiri dan ventrikel kiri7,8,9. Ekokardiografi merupakan metode non invasif yang paling sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis stenosis mitral dan insufisiensi mitral, sehingga dipakai sebagai baku emas dalam mendiagnosis stenosis mitral dan insufisiensi mitral6,10. Pada penyakit katup jantung, pencitraan ekokardiografi dapat mendeteksi kelainan ketebalan dan gerakan katup yang menyebabkan stenosis dan insufisiensi10.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Jantung Jantung merupakan organ muskular berongga yang bentuknya mirip piramid dan terletak di dalam perikardium di mediastinum. Basis cordis dihubungkan dengan pembuluh-pembuluh darah. Secara anatomis, jantung memiliki batas-batas, yaitu : a. Apex Cordis, dibentuk oleh ventriculus sinister, sesuai dengan denyut apex yang dapat ditemukan pada spatium intercostale V kiri, 3,5 inci (9 cm) dari garis tengah. b. Batas atas dibentuk oleh pangkal pembuluh-pembuluh darah besar dan terbentang dari perbatasan cartilago costalis II kiri, inci (1,3 cm) dari pinggir sternum sampai cartilago costalis III kanan inci dari pinggir sternum. c. Batas kanan dibentuk oleh atrium dextra dan terbentang dari cartiago costalis III kanan, 1,3 cm dari pinggir sternum, turun sampai cartilago costalis VI kanan 1,3 cm dari pinggir sternum sampai denyut apex cordis. d. Batas bawah dibentuk oleh ventrikulus dexter dan bagian apex ventrikulus sinistra dan terbentang dari cartilago costalis VI kanan, 1,3 cm dari sternum sampai denyut apex cordis11.

Gambar 2.1 Anatomi Jantung11

Jantung mempunyai tiga permukaan, yaitu fasies sternocostalis (anterior), facies diafragmatica (inferior), dan basis cordis (fascies posterior). Facies sternocostalis terutama dibentuk oleh atrium dextra yang dipisahkan satu sama lain oleh sulcus atrioventricularis. Pinggir kanannya dibentuk oleh atrium dextra dan pinggir kirinya oleh ventrikel sinistra dan sebagian aurikula sinistra. Ventrikel dekstra dipisahkan dari ventrikel sinistra oleh sulcus interventrikularis anterior. Fasies diafragmatika jantung terutama dibentuk oleh ventrikel dekstra dan sinistra yang dipisahkan oleh sulkus interventrikularis posterior. Basis cordis terutama dibentuk oleh atrium sinistra, tempat bermuara vena pulmonal. Apeks cordis dibentuk oleh ventrikel sinistra mengarah ke bawah, depan dan kiri 11. Anatomi jantung dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu anatomi luar dan anatomi dalam. A. Anatomi Luar 1. Perikardium Jantung dibungkus oleh jaringan ikat tebal yang disebut perikardium, terdiri dari dua lapisan yaitu perkardium viseral dan perikardium parietal. Permukaan jantung yang diliputi oleh perikardium viseral lebih dikenal sebagai epikardium, yang meluas sampai beberapa sentimeter di atas pangkal aorta dan arteri pulmonal. Selanjutnya jaringan ini akan berputar lekuk menjadi perikardium parietal, sehingga terbentuk ruang pemisah yang berisi cairan bening licin agar jantung mudah bergerak saat pemompaan darah. Adanya perikardium ini 4

menyebabkan jantung terfiksasi dalam rongga dada dengan terbentuknya ligamen. Perlekatan perikardium parietal dengan manubrium sterni disebut ligamen perikardiosternal superior, dan perlekatan pada prosessus xipoideus sebagai ligamen perikardiosternal inferior. Pada orang normal, jumlah cairan perikardium adalah sekitar 10-20 ml 12.

Gambar 2.2 Lapisan Jantung12

2. Kerangka Jantung Jaringan ikat tersusun dengan kompak pada bagian tengah jantung yang merupakan landasan ventrikel, atrium dan katup jantung. Bagian tengah badan jaringan ikat tersebut disebut trigonum fibrosa dekstra, yang mengikat bagian medial katup trikuspid, mitral dan annulus aorta. Jaringan ikat padat ini meluas ke arah lateral kiri membentuk trigonum fibrosa sinistra. Perluasan kedua trigonum tersebut melingkari katup trikuspid dan mitral membentuk anuli fibrosa kordis sebagai tempat pertautan langsung otot ventrikel, atrium, katup trikuspid dan mitral. Salah satu perluasan penting dari kerangka jantung ke dalam ventrikel adalah terbentuknya septum interventrikuler pars-membranasea12.

B. Anatomi Luar Jantung terdiri dari empat ruang, yaitu atrium kiri dan kanan, serta ventrikel kanan dan kiri. Belahan kanan dan kiri dipisahkan oleh septum. 1. Atrium Kanan Atrium dekstra terdiri atas rongga utama dan sebuah kantong kecil, auricula. Atrium kanan yang berdinding tipis berfungsi sebagai penyimpanan darah, dan sebagai penyalur darah dan sebagai penyalur darah dari vena-vena sirkulasi sistemik yang mengalir ke ventrikel kanan. Darah yang berasal dari pembuluh vena ini masuk ke dalam atrium kanan melalui vena kava superior, vena cava inferior dan sinus koronarius, dalam muara vena kava tidak terdapat katup-katup sejati, yang memisahkan vena kava dari atrium jantung ini hanyalah lipatan katup. Oleh karena itu, peningkatan tekanan atrium kanan akibat bendungan darah di sisi kanan jantung akan dibalikkan kembali ke dalam vena sirkulasi sistemik 13. Sekitar 75% aliran balik vena ke dalam atrium kanan akan mengalir secara pasif ke dalam ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis. 25% sisanya akan mengisi ventrikel selama kontraksi atrium. Pengisian ventrikel secara aktif ini disebut atrial kick 13.

2. Ventrikel Kanan Letak ruang ini paling depan di dalam rongga dada, yaitu tepat di bawah manubrium sterni. Sebagian besar ventrikel kanan berada di kanan depan ventrikel kiri dan medial atrium kiri. Ventrikel kanan berbentuk bulan sabit atau setengah bulatan, berdinding tipis dengan tebal 4-5 mm. Bentuk ventrikel kanan seperti ini disebabkan oleh tekanan ventrikel kiri yang lebih besar. Secara fungsional ventrikel kanan dapat dibagi dalam alur masuk dan alur keluar. Ruang alur masuk ventrikel kanan dibatasi oleh katup trikuspid, trabekel anterior dan dinding inferior ventrikel kanan. Sedangkan alur keluar ventrikel kanan berbentuk tabung atau corong, berdinding licin terletak di bagian superior ventrikel kanan yang disebut infundibulum atau konus arteriosus. Alur masuk dan alur keluar ventrikel kanan dipisahkan oleh krista supraventrikuler yang terletak tepat di atas daun anterior katup trikuspid 12.

3. Atrium Kiri Atrium kiri menerima darah teroksigenasi dari paru-paru melalui keempat vena pulmonalis. Antara vena pulmonalis dan atrium kiri tidak terdapat katup sejati. Oleh karena itu, perubahan tekanan atrium kiri mudah membalik secara retrograd ke dalam pembuluh paru-paru. Peningkatan akut tekanan atrium kiri akan menyebabkan bendungan paru. Atrium kiri memiliki dinding yang tipis dan bertekanan rendah. Darah mengalir dari atrium kiri ke dalam ventrikel kiri melalui katup mitralis 13.

4. Ventrikel Kiri Ventrikel kiri berbentuk lonjong seperti telur, dimana bagian ujungnya mengarah ke antero-inferior kiri menjadi apeks kordis. Bagian dasar ventrikel tersebut adalah anulus mitral. Tebal dinding ventrikel kiri adalah 2-3 kali lipat dinding ventrikel kanan, sehingga menempati 75% massa otot jantung seluruhnya. Tebal dinding ventrikel kiri saat diastol adalah 8-12 mm. Batas dinding medialnya berupa septum interventrikuler yang memisahkannya dari ventrikel kanan 12. Ventrikel kiri harus menghasilkan tekanan yang cukup tinggi untuk mengatasi tahanan sirkulasi sistemik dan mempertahankan aliran darah ke jaringan perifer. Pada saat kontraksi, tekanan ventrikel kiri meningkat sekitar lima kali lebih tinggi daripada tekanan ventrikel kanan; bila ada hubungan abnormal antara kedua ventrikel, maka darah akan mengalir dari kiri ke kanan melalui robekan tersebut. Akibatnya terjadi penurunan jumlah aliran darah dari ventrikel kiri melalui katup aorta ke dalam aorta 13. Antara atrium, ventrikel dan pembuluh darah besar yang keluar dari jantung terdapat katup-katup jantung, yaitu katup atrioventrikuler dan katup semilunar. 1. Katup Atrioventrikuler Daun-daun katup atrioventrikular halus tetapi tahan lama. Katup trikuspidalis yang terletak antara atrium dan ventrikel kanan mempunyai tiga buah daun katup. Katup mitralis yang memisahkan atrium dan ventrikel kiri, merupakan katup bikuspidalis dengan dua buah daun katup. Daun katup dari kedua katup itu bertambah melalui berkas-berkas tipis jaringan fibrosa yang

disebut korda tendinae. Korda tendinae akan meluas menjadi otot papilaris, yaitu tonjolan otot pada dinding ventrikel. Korda tendinae menyokong katup pada waktu kontraksi ventrikel untuk mencegah membaliknya daun katup ke dalam atrium. Apabila korda tendinae atau otot papilaris mengalami gangguan (ruptur, iskemia), darah akan mengalir kembali ke dalam atrium jantung sewaktu ventrikel berkontraksi 13.

2. Katup Seminularis Kedua katup semilunaris sama bentuknya; katup ini terdiri dari tiga daun katup simetris menyerupai corong yang tertambat kuat pada annulus fibrosus. Katup aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta, sedangkan katup pulmonalis terletak antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis. Katup semilunaris mencegah aliran kembali darah dari aorta atau arteri pulmonalis ke dalam ventrikel, sewaktu ventrikel dalam keadaan istirahat 13.

Gambar 2.3 Anatomi Jantung14

2.2 Histologi Jantung Jantung merupakan organ berotot yang berkontraksi secara ritmik, yang memompa darah melalui sistem sirkulasi. Jantung juga berfungsi menghasilkan sebuah hormon yang disebut faktor natriuretik atrium. Dindingnya terdiri atas tiga tunika : bagian dalam (endokardium), tengah (miokardium), luar (perikardium)14. Endokardium bersifat homolog dengan intima pembuluh darah. Endokardium terdiri atas selapis sel endotel gepeng, yang berada di atas selapis tipis subendotel jaringan ikat longgar yang mengandung serat elastin dan kolagen, selain sel otot polos. Terdapat lapisan subendokardium yang menghubungkan miokardium pada lapisan subendotel dan mengandung vena, saraf, dan cabangcabang dari sistem penghantar impuls jantung (sel-sel purkinje)14. Miokardium merupakan tunika yang paling tebal dari jantung dan terdiri atas sel-sel otot jantung yang tersusun dalam lapisan yang mengelilingi bilik-bilik jantung dalam bentuk pilinan yang rumit. Sejumlah besar lapisan-lapisan ini berinsersi ke dalam skeleton fibrosa jantung. Bagian luar jantung dilapisi oleh epitel selapis gepeng (mesotel) yang ditopang oleh selapis tipis jaringan ikat yang membentuk epikardium. Lapisan jaringan ikat longgar subepikardium

mengandung vena, saraf, dan ganglia saraf. Jaringan adiposa yang umumnya mengelilingi jantung, memenuhi lapisan ini. Epikardium dapat disetarakan dengan lapisan viseral perikardium, yaitu membran serosa tempat jantung berada. Di antara lapisan viseral (epikardium) dan lapisan parietal, terdapat sejumlah kecil cairan yang memudahkan pergerakan jantung 14.

Gambar 2.4 Histologi Jantung14

2.3 Fisiologi Jantung Secara umum sistem sirkulasi darah dalam tubuh manusia dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu: 1. Sistem Sirkulasi Sistemik Merupakan sirkulasi darah yang mengalir dari jantung kiri keseluruh tubuh dan kembali ke jantung kanan. Sistem sirkulasi sistemik dimulai ketika darah bersih (darah yang mengandung banyak oksigen yang berasal dari paru) dipompa keluar oleh jantung melalui bilik (ventrikel) kiri yang memiliki tekanan 120 mmHg ke pembuluh darah aorta lalu keseluruh bagian tubuh melalui arteriarteri yang bertekanan 85 mmHg hingga mencapai pembuluh darah yang diameternya paling kecil yang dinamakan kapilaria. Kapilaria melakukan gerakan kontraksi dan relaksasi secara bergantian yang disebut dengan vasomotion sehingga darah didalamnya mengalir secara terputus-putus (intermittent). Vasomotion terjadi secara periodik dengan interval 15 detik sampai 3 menit sekali. Darah mengalir secara sangat lambat di dalam kapilaria dengan kecepatan ratarata 0,7 mm/detik. Dengan aliran yang lambat ini memungkinkan terjadinya pertukaran zat melalui dinding kapilaria. Pertukaran zat ini terjadi melalui proses difusi, pinositosis dan transpor vesikuler, serta filtrasi dan reabsorpsi. Ujung 10

kapilaria yang membawa darah bersih dinamakan arteriole sedangkan ujung kapilaria yang membawa darah kotor dinamakan venule, terdapat hubungan antara arteriole dengan venule melalui 'capillary bed' yang berbentuk seperti anyaman, ada juga hubungan langsung (bypass) dari arteriole ke venule melalui ArteriaVena Anastomose. Darah dari arteriole mengalir kedalam venule kemudian melalui pembuluh darah balik (vena terbesar yang menuju jantung kanan yaitu vena cava inferior dan vena cava superior) kembali ke jantung kanan (serambi/atrium kanan). Darah dari atrium kanan yang memiliki tekanan 4 mmHg memasuki ventrikel kanan dengan tekanan 25 mmHg melalui katup trikuspid15.

2. Sistem Sirkulasi Paru-paru (Pulmonal) Merupakan sirkulasi darah yang mengalir dari jantung kanan ke paruparu lalu kembali ke jantung kiri. Sistem sirkulasi paru dimulai ketika darah kotor (darah yang tidak mengandung O2) tetapi mengandung banyak CO2, yang berasal dari vena cava inferior dan vena cava superior mengalir meninggalkan jantung kanan (ventrikel/bilik kanan) melalui arteri pulmonalis menuju paru-paru (paru kanan dan kiri). Kecepatan aliran darah di dalam arteri pulmonalis sebesar 18 cm/detik, kecepatan ini lebih lambat daripada aliran darah di dalam aorta. Di dalam paru kiri dan kanan, darah mengalir ke kapilaria paru-paru dimana terjadi pertukaran zat dan cairan melalui proses filtrasi dan reabsorbsi serta difusi. Di kapilaria paru-paru terjadi pertukaran gas O2 dan CO2 sehingga menghasilkan darah bersih (darah yang mengandung banyak O2). Darah bersih selanjutnya keluar paru melalui vena pulmonalis (vena pulmonalis kanan dan kiri) memasuki jantung kiri (atrium/serambi kiri). Kecepatan aliran darah di dalam kapilaria paruparu sangat lambat, setelah mencapai vena pulmonalis, kecepatan aliran darah bertambah kembali. Seperti halnya aorta, arteri pulmonalis hingga kapilaria juga mengalami pulsasi (berdenyut). Selanjutnya darah mengalir dari atrium kiri melalui katup mitral memasuki ventrikel kiri lalu keluar jantung melalui aorta, maka dimulailah sistem sirkulasi sistemik, dan seterusnya secara berkesinambungan15.

11

Gambar 2.5 Sistem Sirkulasi Darah16

Gambar 2.6 Sistem Sirkulasi Sistemik dan Pulmonal

12

Gambar 2.7 Distribusi Aliran Darah ke Seluruh Tubuh

2.4 Stenosis Mitral 2.4.1 Definisi Stenosis mitral adalah suatu penyakit jantung, dimana katup atau pintu yang menghubungkan ruang atrium (serambi) dan ventrikel (bilik) jantung bagian kiri mengalami penyempitan, sehingga tidak bisa membuka dengan sempurna. Secara normal pembukaan katup mitral adalah selebar tiga jari (4 cm2)23.

Gambar 2.8 Stenosis Mitral23 13

2.4.2 Etiologi Secara etiologis, stenosis mitral dapat dibagi atas reumatik (lebih dari 90%) dan non reumatik. Penyebab tersering adalah endokarditis reumatik, akibat reaksi progresif dari demam reumatik oleh infeksi streptococcus. Penyebab lain walaupun jarang dapat juga akibat stenosis mitral kongenital, deformitas parasut mitral, Systemic Lupus Erythematosus (SLE), Rheumatoid Arthritis (RA) serta kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses degeneratif5.

2.4.3 Patofisiologi Secara patologi, daun katup dapat menebal secara difus oleh jaringan fibrosa dan atau defosit kalsifikasi. Komisura mitral bergabung, kordae tendinea menyatu dan menjadi pendek, mangkok katup menjadi kaku, dan perubahan ini selanjutnya mengakibatkan penyempitan pada apeks yang berbentuk corong. Kalsifikasi katup mitral yang mengalami stenosis menyebabkan daun katup tidak bergerak dan selanjutnya berakibat penyempitan orifisium. Pembentukan trombus dan embolisasis arterial dapat berasal dari katup yang mengalami kalsifikasi tersebut6,8,23. Stenosis mitral terjadi karena adanya fibrosis dan fosi komisura katup mitral pada waktu fase penyembuhan demam rematik. Terbentuk sekat jaringan ikat dengan pengapuran yang mengakibatkan lubang katup mitral pada waktu diastole akan lebih kecil. Pada orang dewasa normal orifisium katup mitral adalah 4-6 cm2. Dengan adanya obstruksi yang signifikan, misalnya jika orifisium kurang dari 2 cm2, darah dapat mengalir dari atrium kiri ke ventrikel kiri hanya jika didorong oleh gradien tekanan atrioventrikuler kiri yang meningkat secara abnormal, merupakan tanda hemodinamik stenosis mitral. Jika lubang katup mitral kurang dari 1 cm2, tekanan atrium kiri kurang lebih 25 mmHg diperlukan untuk mempertahankan curah jantung yang normal6,8,23. Peninggian tekanan atrium kiri akan diteruskan ke vena pulmonalis, sehingga tekanan pada vena pulmonalis akan ikut meninggi. Jika peninggian tekanan vena pulmonalis melebihi tekanan onkotik plasma, maka akan timbul transudasi cairan ke dalam alveoli dan jaringan interstisial, yang disebut sebagai edema paru. Karenan peninggian tekanan ini, lama kelamaan akan menyebabkan

14

terjadinya penebalan lapisan intima dan media dari arteriol. Hal ini dapat berakibat peninggian tekanan pada vena pulmonalis dan kapiler secara pasif akan diteruskan ke sistem arteri pulmonal, yang dapat menyebabkan hipertensi pulmonal, hipertrofi ventrikel kanan, dilatasi ventrikel kanan dan insufisiensi katup trikuspid. Pada akhirnya vena-vena sistemik akan mengalami bendungan pula seperti pada hati, kaki dan lain-lain. Bendungan hati yang berlangsung lama akan menyebabkan gangguan pada fungsi hati6,8,23. Derajat berat ringannya stenosis mitral, selain berdasarkan gradien transmitral yaitu ringan (< 5), sedatif (5 10), dan berat (>10) namun dapat juga ditentukan oleh luasnya area katup mitral, serta hubungan antara lamanya waktu antara penutupan katup aorta dan opening snap. Berdasarkan luasnya area katup mitral derajat stenosis mitral sebagai berikut : 1. Minimal 2. Ringan 3. Sedang 4. Berat 5. Reaktif : Bila area > 25 cm : Bila area 1,4 2,5 cm : Bila area 1 1,4 cm : Bila area < 1,0 cm : Bila area < 1,0 cm

Keluhan dan gejala stenosis mitral mulai akan muncul bila luas area katup mitral menurun sampai seperdua normal ( <2-2,5 cm)6,8,23.

Gambar 2.9 Patofisiologi Stenosis Mitral19 15

2.4.4 Manifestasi Klinik Gambaran klinis stenosis mitral ditentukan oleh tekanan atrium kiri, curah jantung, dan resistensi vaskular paru. Dengan peningkatan tekanan atrium kiri, komplians paru berkurang sehingga pasien menjadi lebih sesak. Awalnya, sesak napas hanya terjadi bila denyut jantung meningkat. Bila derajat keparahan lesi meningkat pasien menjadi Ortopneu. Sebelum onset dipsneu paroksismal, batuk nocturnal mungkin merupakan satu-satunya gejala peningkatan tekanan atrium kiri. Tekanan arteri pulmonalis meningkat paraler dengan peningkatan atrium kiri, pada sebagian besar pasien menjadi lebih tinggi 10-12 mmHg dari tekanan atrium kiri. Pada beberapa pasien, terutama dengan pasien stenosis mitral berat, tekanan artei pulmonalis meningkat secara tidak porposional, yang disebut sebagai hipertensi paru reaktif2,3,21. Keluhan dapat berupa takikardi, dispneu, takipneu dan ortopneu, dan denyut jantung tidak teratur. Tak jarang terjadi gagal jantung, tromboemboli serebral atau perifer dan batuk darah (hemoptisis) akibat pecahnya vena bronkialis. Jika kontraktilitas ventrikel kanan masih baik, sehingga tekanan arteri pulmonalis belum tinggi sekali, keluhan lebih mengarah pada akibat bendungan atrium kiri, vena pulmonal dan interstitial paru. Jika ventrikel kanan sudah tak mampu mengatasi tekanan tinggi pada arteri pulmonalis, keluhan beralih ke arah bendungan vena sistemik, terutama jika sudah terjadi insufisiensi trikuspid dengan atau tanpa fibrilasi atrium2,3,21. Jika stenosisnya berat, tekanan darah di dalam atrium kiri dan tekanan darah di dalam vena paru-paru meningkat, sehingga terjadi gagal jantung, dimana cairan tertimbun di dalam paru-paru (edema pulmoner). Jika seorang wanita dengan stenosis katup mitral yang berat hamil, gagal jantung akan berkembang dengan cepat. Penderita yang mengalami gagal jantung akan mudah merasakan lelah dan sesak nafas. Pada awalnya, sesak nafas terjadi hanya sewaktu melakukan aktivitas (exertional dyspnea), tetapi lama-lama sesak juga akan timbul dalam keadaan istirahat2,3,21. Berikut ini merupakan beberapa tanda dan gejala yang timbul pada kelainan stenosis mitral yaitu : 1. Kelemahan, dispnea saat beraktifitas ( karena penurunan curah jantung )

16

2. Paroxysmal Noctural Dyspnea (PND) dan orthopnea ( akibat edema paru) 3. Batuk kering dan hemoptisis ( akibat edema paru ) 4. Hepatomegali, peningkatan JVP, pitting edema (akibat gagal jantung kanan)2,3,21

2.4.5 Pemeriksaan Fisik Temuan klasik pada stenosis mitral adalah opening snap dan bising diastolik kasar (diastolic rumble) pada daerah mitral. Adanya S1 mengeras terjadi oleh karena pengisian yang lama membuat tekanan ventrikel kiri meningkat dan menutup katup sebelum katup itu kembali ke posisinya. Di apeks rumbel diastolik ini dapat diraba sebagai thrill. Derajat dari bising diastolik tidak menggambarkan beratnya stenosis tetapi waktu dan lamanya bising dapat menggambarkan derajat stenosis. Pada stenosis ringan bising halus dan pendek, sedangkan pada yang berat holodiastol dan aksentuasi presistolik. Bising diastolik pada stenosis mitral dapat menjadi halus oleh karena obesitas, PPOM, edema paru atau status curah jantung yang rendah 2,5.

2.4.6 Gambaran Radiologis 1. Foto Thoraks Secara umum stenosis mitral akan menyebabkan perubahan pada bentuk jantung dan perubahan pada pembuluh darah paru-paru. Perubahan pada pembuluh darah paru ini tergantung pada beratnya stenosis mitral dan kondisi jantung. Pada stenosis mitral yang ringan perubahan pada jantung belum banyak hanya antrium kiri yang tampak membesar, sedangakan ventrikel kanan dan pembuluh darah paru belum tampak perubahan22. Pada stenosis mitral yang sudah berat, akan terdapat pembesaran atrium kiri, pembesaran ventrikel kanan, disertai perubahan pada paru dan pembuluh darah paru, baik adanya hipertensi vena pulmonal, hipertensi arteri pulmonal maupun adanya edema dan efusi pleura22. Pada pasien dengan stenosis mitral, foto toraks mungkin menunjukkan temuan spesifik dan nonspesifik tertentu yang umumnya terjadi akibat pembesaran atrium kiri, kalsifikasi mitral, hipertensi pulmonal, dan gagal jantung

17

kongestif (CHF). Pembesaran atrium kiri yang tampak pada rontgen dada anteroposterior, mengubah batas kiri siluet jantung sehingga menjadi lurus, berbeda dengan cekung ringan yang biasa terlihat di bawah arteri pulmonalis. Sebuah kontur ganda atau kecembungan ganda mungkin dilihat di sepanjang perbatasan jantung kanan. Pada foto toraks lateral tampak atrium kiri membesar17. Stenosis mitral umumnya menciptakan konfigurasi karakteristik yang didominasi oleh pembesaran atrium kiri . Perhatikan bahwa mainstem kiri bronkus mengalami elevasi dan terletak lebih horizontal daripada normal. Pada pasien dengan stenosis mitral yang signifikan, pembesaran pembuluh darah paru dan cephalization segmen arteri pulmonalis biasanya terlihat. Pada foto toraks lateral akan terlihat penonjolan atrium kiri tepat di bawah carina. Selain itu, edema interstisial berupa garis Kerley terdapat pada 30% pasien dengan tekanan atrium kiri <20 mmHg, pada 70% bila tekanan atrium kiri > 20 mmHg. Temuan lain dapat berupa garis Kerley A serta kalsifikasi pada daerah katup mitral5.

Gambar 2.10 Foto Thoraks PA pada Stenosis Mitral20

18

Gambar 2.11 Foto Thoraks Lateral pada Stenosis Mitral20

Gambar 2.12 Chest X-Ray Stenosis Mitral adanya pembesaran RPA dan LPA21 Pada gambar 2.12 terlihat bahwa ukuran jantung normal, tetapi atrium kiri tampak menonjol. Arteri pulmonalis utama (MPA) menunjukkan adanya hipertensi pulmonal dimana terjadi pembesaran arteri pulmonalis kiri (LPA) dan 19

arteri pulmonalis kanan (RPA). Terlihatnya fisura horizontal mengindikasikan adanya edema fluid pada fisura. Aorta Knuckle (Ao) juga terlihat. Adanya garis Kerley B di dekat sudut kostoprenikus, tetapi tidak khas21.

Gambar 2.13 Chest X-Ray Stenosis Mitral adanya pembesaran atrium dan elevasi bronkus22 Gambaran rontgen dada diatas menunjukkan pembesaran atrium kiri (panah putih) dan elevasi bronkus kiri (panah hitam). Pembuluh darah pada apeks jantung (lingkaran kuning) lebih menonjol dibandingkan basis paru (lingkaran putih)22.

2. Ekokardiografi Ekokardiografi merupakan metoda non invasif yang paling sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis stenosis mitral. Doppler ekokardiografi memberikan informasi yang kritis, mencakup perkiraan/penilaian perbedaan tranvalvuler dan ukuran orifisium mitral, berat ringannya insufisiensi mitral yang menyertai, luasnya restriksi daun katup, dan tebalnya daun katup. Ekokardiografi juga dapat memberikan penilaian ukuran ruang-ruang jantung, perkiraan tekanan arteri

20

pulmonalis dan indikasi adanya insufisiensi katup trikuspid dan pulmonal yang berkaitan24. Pada stenosis mitral, gambaran ekokardiografi akan menunjukkan pelebaran atrium kiri, kadang-kadang terlihat hipertrofi ventrikel kanan, berkurangnya permukaan katup mitral, berubahnya pergerakan katup posterior dan penebalan katup akibat fibrosis. Rekaman ekokardiografi dapat juga digunakan sebagai petunjuk operasi. Adanya katup yang masih dapat bergerak, kecenderungan operasi cukup dengan komisurotomi, sedang katup yang kaku dan sudah mengalami kalsifikasi cenderung untuk dilakukan mitral valve replacement. Ekokardiografi juga dapat dipakai sebagai evaluasi hasil komisurotomi24.

Gambar 2.14 Ekokardiogragi pada Stenosis Mitral24

Ekokardiografi Doppler mengukur kecepatan aliran darah, yang kemudian digunakan untuk menilai gradien tekanan pada penyempitan katup dan beratnya regurgitasi pada kebocoran katup. Ekokardiografi Doppler menilai gradient tekanan yang melewati katup mitral saat fase diastol (dalam mmHg). Penentuan tekanan ini dilakukan dengan meletakkan cursor Doppler Continuous (CW) pada daerah pembukaan katup mitral5,18.

21

Gambar 2.15 Gradien Mitral melalui CW Doppler pada Mitral Stenosis24

Ekokardiografi transesofageal merupakan pemeriksaan ekokardiografi dengan menggunakan tranduser endoskop, sehingga jendela ekokardiografi akan lebih luas, terutama untuk struktur katup, atrium kiri atau apendiks atrium. Ekokardiografi transesofagus juga lebih sensitif dalam mendeteksi trombus pada atrium kiri28.

Gambar 2.16 A.Noncalcific Mitral Stenosis, B.Calcific Mitral Stenosis29

22

Gambar 2.17 Stenosis mitral rematik: a) Tampilan apikal 4 ruang dengan diastolik doming dari daun katup anterior dan kalsifikasi daun katup posterior; b) Gambar Colour Doppler (tampilan apikal 4-chamber) menunjukkan konvergensi aliran hulu dari lubang katup mitral, dan turbulen hilir dengan kecepatan aliran tinggi dari lubang stenosis25.

Gambar 2.18 Penentuan rata-rata gradient mitral dari aliran diastolik mitral Doppler pada pasien Stenosis Mitral berat dengan atrial fibrilasi. Mean Gradient bervariasi sesuai dengan panjang diastolik : 8 mmHg (A) dan 6 mmHg (B)25

23

Gambar 2.19 Planimetri Orifisium Mitralis, Transtoraksis Ekokardiografi. Parasternal short-axis view pada Stenosis Mitral26

Gambar 2.20 Estimasi daerah katup mitral dengan menggunakan metode pressure half-time pada pasien Stenosis Mitral dengan atrium fibrilasi (area katup 1,02 cm2) 27 3. CT Scan CT scan terkadang menggambarkan pengapuran di area pembesaran atrium pada pasien dengan stenosis mitral. Setiap adanya kalsifikasi di atrium, 24

umumnya menunjukkan stenosis mitral. Ketika kalsifikasi di atrium dicurigai, namun tidak dapat diidentifikasi melalui rontgen dada, maka CT scan dapat digunakan untuk menkonfirmasi diagnosis. Di era saat ini, CT scan jarang dilakukan, melainkan ekokardiografi telah digunakan secara luas, karena portabilitas dan fakta bahwa tidak ada risiko yang terkait dengan radiasi30.

Gambar 2.21 Gambaran CT Scan yang menunjukkan adanya kalsifikasi pada katup mitral yang menyebabkan Stenosis Mitral31

4. Magnetic Resonance Imaging (MRI) Pada pasien stenosis mitral, MRI dapat membantu jika ekokardiografi Doppler menemukan adanya ketidakcocokan dengan data klinis pasien. Hal ini terjadi pada 10% pasien akibat redaman jaringan-udara pada USG. MRI sering digunakan pada kasus-kasus dimana berhubungan dengan penyakit jantung bawaan yang kompleks. Penggunaan MRI terbatas pada pasien dengan atrial fibrilasi yang sering dijumpai pada stenosis mitral. Pencitraan MRI pada dada meliputi tiga ortogonal : transversal, sagital dan koronal32.

25

Gambar 2.22 Pencitraan MRI pada Stenosis Mitral: A. Potongan koronal oblik yang meliputi atrium kiri dan ventrikel kiri B. Adanya pembesaran atrium kiri dan aliran abnormal akibat stenosis mitral saat diastolik (tanda panah)32

Gambar 2.23 MRI pada perempuan 74 tahun dengan stenosis mitral rematik, adanya gambaran penebalan dari daun katup anterior yang menghasilkan gambaran seperti hockey stick appearance. Katup posterior juga mengalami penebalan10 Katup mitral terdiri dari struktur kompleks yang dinamakan kompleks mitral yaitu meliputi katup, anulus kordae, muskulus papilaris dan sebagian 26

dinding ventrikel kiri. Pada stenosis mitral gambaran karakteristik adalah penebalan dan fusi dari komisura serta struktur kordae. Akibat fusi komisural, terjadi hambatan pembukaan katup sehingga membentuk kubah (doming). Akibat penebalan yang diawali pada bagian ujung katup, terlihat gambaran seperti tangkai stik Hockey pada katup anterior mitral yang sedang terbuka. Proses lain terjadi kalsifikasi pada bagian katup maupun daerah subvalvar10. 2.4.7 Penatalaksaan Stenosis mitral merupakan kelainan mekanis, oleh karena itu obat-obatan hanya bersifat suportif atau simtomatis tehadap gangguan fungsional jantung atau pencegahan terhadap infeksi. Beberapa obat-obatan seperti antibiotik golongan penisilin, eritromisin, sefalosporin sering digunakan untuk demam rematik atau pencegahan endokarditis. Obat-obatan inotropik seperti -blocker atau Cablocker, dapat memberi manfaat pada pasien dengan irama sinus yang memberi keluhan pada saat frekuensi jantung meningkat seperti pada latihan 6,7,9. Fibrilasi atrium pada stenosis mitral muncul akibat hemodinamik yang bermakna akibat hilangnya konstribusi atrium terhadap pengisian ventrikel serta frekuensi ventrikel yang cepat. Pada keadaan ini pemakaian digitalis merupakan indikasi, dapat dikombinasikan dengan penyekat beta atau antagonis kalsium6,7,9. Antikoagulan warfarin sebaiknya digunakan pada stenosis mitral dengan fibrilasi atrium atau irama sinus dengan kecenderungan pembentukan trombus untuk mencegah fenomena tromboemboli6,7,9. Valvotomi mitral perkutan dengan balon, pertama kali diperkenalkan oleh Inoue pada tahun 1984 dan pada tahun 1994 diterima sebagai prosedur klinik. Mulanya dilakukan dengan dua balon tetapi akhir-akhir ini dengan perkembangan dalam teknik pembuatan balon, prosedur valvotomi cukup memuaskan dengan prosedur satu balon6,7,9. Intervensi bedah, reparasi atau ganti katup (komisurotomi) pertama kali diajukan oleh Brunton pada tahun 1902 dan berhasil pertama kali pada tahun 1920. Akhir-akhir ini komisurotomi bedah dilakukan secara terbuka karena adanya mesin jantung paru. Dengan cara ini, katup terlihat jelas antara pemisahan komisura, atau korda, otot papilaris, serta pembersihan kalsifikasi dapat dilakukan

27

dengan lebih baik. Juga dapat ditentukan tindakan yang dapat diambil apakah itu reparasi atau penggantian katup mitral dengan protesa6,7,9. Indikasi dilakukannya operasi adalah sebagai berikut : 1. Stenosis sedang sampai berat, dilihat dari beratnya stenosis (<1,7 cm2) dan keluhan 2. Stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal 3. Stenosis mitral dengan risiko tinggi terhadap timbulnya emboli, seperti : Usia tua dengan fibrilasi atrium Pernah mengalami emboli sistemik Pembesaran yang nyata dari appendage atrium kiri Jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu : 1. Closed mitral commissurotomy, yaitu pada pasien tanpa komplikasi, 2. Open commissurotomy (open mitral valvotomy), dipilih apabila ingin dilihat dengan jelas keadaan katup mitral dan apabila diduga adanya trombus di dalam atrium. 3. Mitral valve replacement biasa dilakukan apabila stenosis mitral disertai regurgitasi dan kalsifikasi katup mitral yang jelas. Sesuai dengan petunjuk dari American Collage of Cardiology/American Heart Association (ACC/AHA) digunakan klasifikasi indikasi diagnosis prosedur terapi sebagai berikut : Klas I : Keadaan dimana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa prosedur atau pengobatan itu bermanfaat dan efektif Klas II : Keadaan dimana terdapat perbedaan pendapat tentang manfaat atau efikasi dari suuatu prosedur atau pengobatan IIa. Bukti atau pendapat lebih ke arah bermanfaat atau efektif IIb. Kurang/tidak terdapatnya bukti atau pendapat adanya manfaat atau efikasi Klas III : Keadaan dimana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa prosedur atau pengobatan itu tidak bermanfaat bahkan pada beberapa kasus berbahaya6,7,9.

28

2.4.8 Prognosis Apabila timbul atrium fibrilasi prognosisnya kurang baik (25% angka harapan hidup dalam 10 tahun) dibandingkan pada kelompok irama sinus (46% angka harapan hidup dalam 10 tahun). Hal ini dikarenakan angka resiko terjadi emboli arterial secara bermakna meningkat pada atrium fibrilasi7.

2.5 Insufisiensi Mitral 2.5.1 Definisi Insufisiensi mitral atau regurgitasi mitral merupakan suatu keadaan dimana terdapat aliran darah balik dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri pada saat sistol, akibat tidak dapat menutupnya katup mitral dengan sempurna. Katup mitral tidak dapat menutup sempurna disebabkan oleh otot papilaris lemah karena meradang, otot papilaris putus karena trauma, prolaps katup, cincin katup melebar mengikuti dilatasi atrium kiri atau ventrikel kiri5.

Gambar 2.24 Insufisiensi Mitral35

2.5.2 Etiologi Etiologi insufisiensi mitral sangat banyak, erat hubungannya dengan klinisnya insufisiensi mitral akut atau insufisiensi mitral kronik. Insufisiensi mitral akut secara garis besar ada tiga bentuk : 29

A. Insufisiensi mitral primer akut non iskemia, yang terdiri dari : Ruptur korda spontan Endokarditis infektif Degerasi miksomatous dari valvular Trauma Hipovolemia pada mitral valve prolapse (MVP)

B. Insufisiensi mitral karena iskemia akut Akibat adanya iskemia akut, maka akan terjadi gangguan fungsi ventrikel kiri, annular geometri atau gangguan fungsi muskulus papilaris. Pada infark akut, dapat terjadi ruptur dari muskulus papilaris, satu atau keduanya. Selanjutnya timbul edema paru, syok dan kematian. Namun, apabila hanya satu muskulus papilaris yang ruptur, biasanya walau klinisnya berat, namun kemungkinan masih bisa diatasi.

C. Insufisiensi mitral akut sekunder pada kardiomiopati Pada kardiomiopati terdapat penebalan dari miokard yang tidak proporsional dan bisa asimetris, yang berakibat kedua muskulus papilaris berubah posisi, akibatnya tidak berfungsi dengan sempurna, selanjutnya penutupan katup mitral tidak sempurna35. Insufisiensi mitral kronik dapat terjadi pada penyakit jantung valvular yang berlangsung secara slowly progressive. Beberapa jenis etiologi insufisiensi mitral kronik terdiri dari hal-hal berikut:

Tabel 2.1 Etiologi Insufisiensi Mitral Kronik Etiologi Pasca inflamasi Rematik Lupus eritematous sistemik Sindrom antikardiolipin Pasca radiasi Mekanisme Retraksi Penebalan Gambaran Ekokardiografi Penebalan korda Gerakan restriksi atau normal

30

Degeneratif Mitral valve prolapse Ruptur korda idiopatik Sindrom Marfan Traumatik Penyakit Miokardial Iskemik (kronik) kardiomiopati Penyakit Infiltratif Penyakit amiloid Penyakit Hurler Encasing disease Sindrom hipereosinofilik Fibrosis endomiokardial Penyakit karsinoid Lesi egot Diet-drug lessions Endokarditis Kongenital 2.5.3 Patofisiologi

Prolaps leaflets Ruptur korda

Prolapsi Redundant tissue Ruptur korda

Dilatasi anulus Tenting of leaflets Penebalan leaflets Hilangnya koaptasi Imobilisasi leaflets Penebalan leaflets

Normal leaflets Penurunan gerakan leaflet Penebalan leaflets Penurunan gerakan Penebalan leaflets dan korda Gerakan retriksi

Cleft leaflets

Perforasi

Regurgitasi mitral memungkinkan aliran darah berbalik dari ventrikel kiri ke atrium kiri akibat penutupan yang tidak sempurna. Selama sistolik ventrikel secara bersamaan mendorong darah ke dalam aorta dan kembali ke dalam atrium kiri. Kerja ventrikel kiri harus ditingkatkan agar dapat mempertahankan curah jantung. Ventrikel kiri harus memompakan darah dalam jumlah cukup guna mempertahankan aliran darah normal ke dalam aorta, dan darah yang kembali melalui katup mitralis. Beban volume tambahan yang ditimbulkan oleh katup yang mengalami insufisiensi akan segera mengakibatkan dilatasi ventrikel. Akhirnya dinding ventrikel mengalami hipertrofi sehingga meningkatkan kekuatan kontraksi selanjutnya5,13.

A. Patofisiologi Insufisiensi Mitral Akut Pada insufisiensi mitral akut, atrium kiri dan ventrikel kiri yang sebelumnya normal, tiba-tiba mendapat beban yang berlebihan. Pada saat sistol atrium kiri akan mengalami pengisian yang berlebihan, disamping aliran darah yang biasa dari vena-vena pulmonalis, juga mendapat aliran darah tambahan dari 31

ventrikel kiri akibat insufisiensi tersebut. Sebaliknya pada saat diastol, volume darah yang masuk ke ventrikel kiri akan mengalami peningkatan yang berasal dari atrium kiri yang mengalami volume overload. Dinding ventrikel kiri cukup tebal tidak akan sempat berdilatasi, namun akan mengakibatkan mekanisme FrankStarling akan berlangsung secara maksimal, yang selanjutnya pasien masuk dalam keadaan dekompensasi jantung kiri akut. Tekanan atau volume ventrikel kiri yang berlebih diteruskan ke atrium kiri, selanjutnya ke vena pulmonalis dan timbullah edema paru akut. Pada saat yag bersamaan pada fase sistol dimana ventrikel kiri yang mengalami volume overload dan tekanan di ventrikel kiri meningkat, tekanan afterload berkurang akibat regurgitasi ke atrium kiri yang bisa mencapai 50% dari strok volume ventrikel kiri. Aliran darah ke aorta berkurang serta cardiac output akan berkurang walaupun fungsi ventrikel kiri sebelumnya masih normal atau bahkan di atas normal5,13.

B. Patofisiologi Insufisiensi Mitral Kronik Pada insufisiensi mitral kronik, terjadi dilatasi ventrikel kiri, walaupun lebih ringan dibandingkan regurgitasi aorta. Tekanan volume akhir diastol dan regangan dinding ventrikel akan meningkat. Volume akhir sistol akan meningkat pada insufisiensi mitral kronik, meskipun demikian regangan akhir sistol dinding ventrikel kiri biasanya masih normal. Selanjutnya massa ventrikel kiri pada insufisiensi mitral akan meningkat sejajar dengan besarnya dilatasi ventrikel kiri. Fungsi diastolik pada insufisiensi mitral sangat sulit dinilai akibat peningkatan volume pengisian. Relaksasi ventrikel kiri biasanya memanjang dan kekakuan ventrikel kiri juga biasanya berkurang akibat bertambahnya diameter rongga ventrikel kiri. Pada pasien insufisiensi mitral fungsional akibat penyakit jantung koroner atau kardiomiopati, kelainan primer terdapat pada ventrikel kiri, dimana kontraktilitas dinding ventrikel sangat berkurang, padahal daun katup mitral itu sendiri masih normal. Sebagian besar insufisiensi mitral tidak sejajar dengan remodeling ventrikel kiri secara regional. Insufisiensi mitral sedikit berbeda dengan regurgitasi mitral organik. Pada insufisiensi mitral fungsional, volume regurgitasi biasanya sedikit dan dilatasi ventrikel kiri biasanya tidak proporsional dengan derajat insufisiensi mitral. Tetapi insufisiensi mital

32

fungsional memiliki arti klinis yang penting, berhubungan dengan peninggian volume dan tekanan di atrium kiri dan suatu pertanda penyakit miokardium yang sudah lanjut5,13.

Gambar 2.25 Patofisiologi Insufisiensi Mitral Akut dan Kronik8

Penentuan derajat keparahan insufisiensi mitral dapat ditentukan secara kuantitatif dengan menentukan fraksi regurgitan yang didapat dari persentase jumlah stroke volume ventrikel kiri yang kembali ke atrium kiri.

33

Tabel 2.2 Klasifikasi derajat keparahan Insufisiensi mitral

Vmitral dan Vaorta adalah volume darah yang mengalir melalui katup mitral dan katup aorta selama satu siklus jantung. Metode yang dapat digunakan adalah dengan echocardiography, kateterisasi jantung, CT scan, dan MRI jantung40.

2.5.4 Manifestasi Klinik Pasien insufisiensi mitral akut hampir semuanya simtomatik. Pada beberapa kasus dapat diperberat oleh adanya ruptur chordae, umumnya ditandai oleh sesak napas dan rasa lemas berlebihan yang timbul secara tiba-tiba. Kadang ruptur korda ditandai oleh adanya nyeri dada, orthopnea, paroxysmal nocturnal dispnea. Pada pasien insufisiensi mitral kronik ringan biasanya asimtomatik, mitral insufisiensi berat dapat asimtomatik seperti rasa lelah yang terjadi akibat cardiac output yang rendah dan sesak nafas ringan pada saat beraktivitas, biasanya segera hilang apabila aktivitas segera dihentikan5.

2.5.5 Pemeriksaan Fisik Tekanan darah biasanya normal. Pada pemeriksaan palpasi, apeks terdorong ke lateral kiri sesuai dengan pembesaran ventrikel kiri. Thrill pada apeks pertanda terdapatnya mitral insufisiensi berat, bisa juga didapatkan pembesaran ventrikel kanan7,9. Bunyi jantung pertama biasanya bergabung dengan murmur. Umumnya normal, namun dapat mengeras pada mitral insufisiensi karena penyakit jantung reumatik. Bunyi jantung kedua biasanya normal. Bunyi jantung ketiga terdengar terutama pada insufisiensi mitral akibat kelainan organik, dimana terjadi

34

peningkatan volume dan dilatasi ventrikel kiri. Murmur diastolik yang bersifat rumbling pada awal diastolik bisa juga terdengar akibat adanya peningkatan aliran darah pada fase diastol, walau tidak disertai oleh adanya stenosis mitral. Gallop atrial biasanya terdengar pada mitral insufisiensi dengan awitan yang masih baru dan pada mitral insufisiensi fungsional atau iskemik serta pada irama yang masih sinus7,9. Pada mitral insufisiensi karena MVP (mitral valve prolapse) dapat terdengar mid systolic click yang merupakan pertanda MVP, bersamaan dengan murmur sistolik. Hal ini terjadi sebagai akibat peregangan yang tiba-tiba dari korda tendinea. Petanda utama dari mitral insufisiensi adalah murmur sistolik, minimal derajat sedang, berupa murmur holosistolik yang meliputi bunyi jantung pertama sampai bunyi jantung kedua. Murmur biasanya bersifat blowing, tetapi bisa juga bersifat kasar terutama pada MVP7,9.

2.5.6 Gambaran Radiologis 1. Foto Thoraks Bentuk jantung pada insufisiensi mitral hampir sama dengan stenosis mitral dan masih memiliki bentuk konfigurasi mitral. Bedanya, pada insufisiensi mitral, ventrikel kiri tampak besar, sedangkan pada stenosis mitral, tidak membesar. Aorta pada insufisiensi mitral besarnya bergantung pada darah yang mengalir melalui aorta. Bila jumlah darah yang teregurgitasi banyak, jumlah darah yang mengalir melalui aorta menjadi sedikit. Akibatnya, aorta tampak kecil pada foto34.

35

Gambar 2.26 Foto Thoraks PA pada Insufisiensi Mitral34

Gambar tersebut menunjukkan adanya kardiomegali dengan pembesaran atrium kiri (tanda panah hitam) dan pembesaran ventrikel kiri (tanda panah merah). Pada gambar tampak pula corakan vaskular paru lebih jelas. Tanda-tanda ini merupakan karakteristik insufisiensi mitral35. Pada insufisiensi mitral murni yang penting dilihat adalah melihat tanda pembesaran atrium kiri dan ventrikel kiri. a. Proyeksi Posteroanterior - Dilatasi atrium kiri yang mendorong esofagus ke sisi kanan - Adanya batas kembar (double countur) pada sisi kanan bawah - Aurikel atrium kiri tampak menonjol di pinggang jantung - Bronkus utama kiri terdorong ke atas - Jantung membesar ke kiri dengan apeks jantung tertanam di bawah diafragma kiri - Segmen pulmonalis tak terlalu menonjol - Bila insufisiensi lanjut, tampak pelebaran vena-vena di suprahiler

36

b. Proyeksi Lateral - Atrium kiri mendorong esofagus ke balakang - Ventrikel kiri membesar ke belakang dan melewati vena cava inferior36

Gambar 2.27 Foto Thoraks PA pada Insufisiensi Mitral34

Selain kelainan pada jantung, terdapat pula kelainan-kelainan pada paru yang terlihat pada foto polos thoraks, yaitu : 1. Pelebaran pembuluh darah paru, baik vena maupun arteri. Pelebaran dapat terjadi jika terdapat bendungan di vena pulmonalis. Jika arteri pulmonalis sudah tidak terlihat lagi, kemungkinan ventrikel kanan sudah menunjukkan tanda-tanda kegagalan. 2. Terjadinya bintik opak di parenkim paru. Bintik opak ditemukan di sekitar hilus kanan dan kiri. Bintik ini menunjukkan adanya edema interstitial. Gambaran paru menjadi lebih suram dari normal. Apabila edema yang terjadi lebih luas lagi, bercak akan bertambah luas dan mengakibatkan gambaran

37

perselubungan di sekitar hilus kanan dan kiri. Gambaran ini merupakan gambaran edema alveolar. 3. Efusi pleura. Gambaran efusi pleura akan tampak bila sudah terjadi dekompensasi kordis yang sudah lanjut. 4. Bintik perkapuran di paru. Ini menunjukkan adanya hemosiderosis di paru36.

Gambar 2.28 Konfigurasi Mitral34

Gambar 2.28 menunjukkan pembesaran jantung dengan ciri konfigurasi mitral. Seluruh bagian jantung membesar. Ditemukan pula struktur vaskular yang melebar pada regio hilus kanan35.

2. Ekokardiografi Teknik ekokardiografi untuk mengukur fraksi regurgitan adalah dengan menentukan aliran maju melalui katup mitral (dari atrium kiri ke ventrikel kiri) selama fase diastolik, kemudian membandingkan volume tersebut dengan aliran keluar dari ventrikel kiri melalui katup aorta saat fase sistolik (diasumsikan katup aorta tidak ada kelainan). Cara lain untuk menentukan derajat keparahan

38

insufisiensi mitral adalah dengan menentukan area yang terkena aliran regurgitan pada tingkat katup. Cara ini disebut juga regurgitant orifice area, dan tetap berkorelasi dengan ukuran defek katup mitral38. Terdapat beberapa jenis ekokardiografi. Semuanya menggunakan gelombang dan tidak melibatkan radiasi, antara lain39,41: a. Transthoracic Echocardiography (TTE) TTE merupakan jenis echo yang paling umum digunakan. TEE merupakan tindakan yang tidak invasif. Echo jenis ini bekerja dengan cara meletakkan alat yang disebut transducer pada dada pasien. b. Stress Echocardiography Stress echo dilakukan sebagai bagian dari tes stres. Selama tes stres, pasien diminta untuk bergerak (exercise) atau dengan menggunakan obat yang membuat jantung berdetak lebih cepat. Beberapa kelainan jantung tampak dengan stress echo. c. Transesophageal Echocardiography Selama pemeriksaan ini, transducer diletakkan pada ujung sebuah tuba. Tuba ini kemudian bergerak turun melewati kerongkongan. Sehingga pemeriksa bisa melihat lebih detail gambaran jantung. Penilaian dikorelasikan dengan color-flow mapping yang diperoleh

menggunakan TEE.

Gambar 2.29 Transesophageal echocardiogram pada mitral valve prolapse38

39

d. Two-dimensional echocardiography Pada pasien dengan insufisiensi mitral berat, ekokardiografi 2D menunjukkan pembesaran atrium kiri dan ventrikel kiri. Untuk mencari penyebab insufisiensi mitral, lebih baik menggunakan transthoracic echocardiogram. Sebab-sebab seperti ruptur chordae tendineae, MVP (mitral valve prolapse), vegetasi, dan pembesaran ventrikel kiri dapat diketahui. Kalsifikasi pada anulus mitral tampak sebagai batas ekho yang lebih tebal, dapat terlihat di antara katup mitral dan dinding posterior jantung.

Gambar 2.30 Gambaran 2 D Insufisiensi mitral38

Gambar di atas merupakan gambaran 2 Dimensi transthoracic echocardiogram yang menunjukkan adanya MVP (mitral valve prolapse) yang merupakan salah satu penyebab insufisiensi mitral. e. Three-dimensional echocardiography Selama TTE atau TEE, gambar 3D dapat diambil sebagai bagian dari proses echo. Three-dimensional (3D) transthoracic echocardiography (TTE) dan 3D color Doppler imaging dapat menentukan mekanisme terjadinya insufisiensi mitral.

40

Gambar 2.31 TEE yang menunjukkan pentupan katup mitral yang tidak sempurna selama sistolik38 f. Doppler echocardiography Dalam hal insufisiensi mitral, derajat keparahan insufisiensi adalah suatu fungsi dari jarak antara katup dimana jet dapat mendeteksi dan ukuran atrium kiri. Dalam memperkirakan keparahan insufisiensi, baik color-flow Doppler dan pulsed Doppler turut dipertimbangkan. Color Doppler imaging meliputi pengukuran area jet mitral. Jika area ini lebih dari 8 cm2, insufisiensi mitral telah mencapai derajat berat. Derajat keparahan insufisiensi berhubungan langsung dengan ukuran jet regurgitasi pada atrium kiri.

41

Gambar 2.32 Insufisiensi mitral dengan volume regurgitan38

4. CT Scan CT scan dapat menunjukkan siluet dan ruang jantung. CT scan menggunakan x-ray untuk menghasilkan detail gambar jantung dan pembuluh darah. Beberapa kelainan yang dapat ditemukan oleh CT scan jantung adalah plaque yang terbentuk di arteri koroner, penyakit jantung kongenital, kelainan katup jantung, block arteri yang menyuplai jantung, dan tumor di jantung40. Temuan CT scan jantung pada kasus insufisiensi mitral dapat bervariasi bergantung pada kronisitas dan penyebab. Pada keadaan akut, hanya dijumpai hipertensi atrium dan edema pulmoner dengan koaptasi inkomplet pada daun katup. Pada keadaan kronik, terdapat pembesaran atrium kiri dan ventrikel kiri yang berhubungan dengan penebalan otot jantung40.

42

Gambar 2.33 CT Scan jantung menunjukkan Insufisiensi Mitral43

Penilaian aparatus mitral meliputi kalsifikasi anulus, penebalan daun katup dan kalfisikasinya, prolaps katup, dan ruptur atau penebalan chordae tendineae dan otot papilaris. Berdasarkan penelitian, hasil pengukuran area regurgitasi menggunakan CT scan jantung lebih baik daripada menggunakan TEE43.

5. Magnetic Resonance Imaging (MRI) Cardiac MRI atau MRI jantung menghasilkan gambaran jantung ketika sedang berdenyut dan gambaran pembuluh darah besar. MRI jantung bertujuan untuk melihat struktur dan fungsi jantung beserta pembuluh darah di sekitarnya. Melalui MRI jantung, dapat diketahui beberapa kelainan jantung, seperti CAD, kerusakan akibat serangan jantung, heart failure, kelainan katup jantung, defek jantung kongenital, perikarditis, dan tumor jantung42,44. Seringkali selama pemeriksaan MRI jantung, kontras diinjeksikan melalui vena untuk melihat lebih jelas bagian-bagian jantung dan pembuluh darah yang diinginkan. Kontras ini digunakan untuk orang-orang yang alergi terhadap pewarnaan yang digunakan pada CT scan. Namun, pada pasien yang memiliki 43

kerusakan jantung dan hati, kontras tidak digunakan, sehingga sering disebut dengan noncontrast MRI42,44. Dalam mendiagnosis kelainan katup mitral, MRI dapat memperlihatkan letak kelainan. Dengan menggunakan MRI, dapat ditentukan jumlah regurgitan yang mengalir dengan velocity encoding (VENC) atau dengan model independent measurements untuk ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Melalui metode ini, aliran pada fase diastolik yang melewati annulus mitral dibandingkan dengan aliran sistolik yang melewati aorta asendens. Dalam hal insufisiensi mitral, aliran masuk ke ventrikel kiri meningkat. Selain cara ini, volume regurgitan dapat pula ditentukan dengan menghitung volume darah yang mengalir di aorta asendens dan arteri pulmonalis. Cara terbaik untuk menentukan volume regurgitan adalah dengan mengkombinasikan jumlah volume darah melewati ventrikel dengan jumlah volume darah yang melewati aorta42,44.

Gambar 2.34 Gambaran MRI pada Insufisiensi Mitral, tampak aliran balik dari ventrikel kiri ke atrium kiri. Volume regurgitan ditunjukkan dengan tanda panah44.

44

Gambar 2.35 a) MRI Insufisiensi mitral pada wanita usia 72 tahun dengan riwayat infark miokard menunjukkan dilatasi ventrikel kiri dengan penipisan lapisan miokardium pada area infark di area arteri sirkumfleksa kiri (panah) dan regurgitasi mitral (panah); b) MRI kontras menunjukkan delayed enhancement akibat fibrosis pada area inferior dan segmen inferolateral ventrikel kiri (panah). Atrofi muskulus papilaris posteromedial (ujung panah) juga terlihat44.

Gambar 2.36 MRI Kontras pada seorang pria usia 32 tahun dengan kardiomiopati obstruktif hipertrofi menunjukkan adanya dephasing jet pada regurgitasi mitral (panah) dan signal dephasing akibat aliran yang terlalu tinggi melalui ventrikel kiri (mata panah)44.

45

6. Kateterisasi Jantung Kateterisasi jantung seringkali dibutuhkan. Indikasi utama dilakukannya kateterisasi jantung adalah untuk mengevaluasi perbedaan antara temuan pada ekokardiografi dengan gejala klinis yang muncul, mendeteksi lesi pada katup, dan mendeteksi adanya Coronary Artery Disease4,5. Pada kateterisasi jantung, dokter akan menempatkan sebuah kateter melalui pembuluh darah lengan atau paha ke jantung. Kateter digunakan untuk memasukkan zat pewarna ke ruang-ruang jantung dan pembuluh darah jantung. Dengan pewarnaan ini, akan terlihat anatomi dan fungsi jantung dan katup jantung4,5.

Gambar 2.37 Lokasi pembuluh darah pada kateterisasi jantung4,5

Gambar 2.38 Kateterisasi jantung pada Insufisiensi Mitral4,5

46

Gambar 2.38 merupakan gambaran hasil kateterisasi jantung. Pada gambar tersebut ditemukan insufisiensi mitral yang tampak dengan pembesaran atrium kiri (d : 65 mm) dan peningkatan tekanan arteri pulmonalis mencapai 35 mmHg4,5.

2.4.7 Penatalaksaan Pasien dengan insufisiensi mitral ringan hanya membutuhkan profilaksis antibiotik. Seiring dengan perburukan derajat keparahan penyakit, diberikan pula medikamentosa lainnya. Beberapa medikamentosa yang dapat diberikan pada keadaan insufisiensi mitral adalah sebagai berikut18 : 1. Digoxin Digoxin amat berguna terhadap penanganan fibrilasi atrium. Obat ini adalah golongan digitalis yang bersifat inotropik positif sehingga meningkatkan kekuatan denyut jantung. 2. Antikoagulan oral Antikoagulan diberikan kepada pasien untuk mencegah terjadinya pembekuan darah yang bisa menyebabkan emboli sistemik. Emboli bisa terjadi akibat regurgitasi dan turbulensi aliran darah. 3. Antibiotik profilaksis Pemberian antibiotik dilakukan untuk mengeliminasi infeksi bakteria yang bisa menyebabkan endokarditis. Bila ditemukan bukti-bukti bahwa dilatasi semakin progresif,

dipertimbangkan intervensi bedah. Intervensi bedah dipertimbangkan bila terdapat gejala progresif dari rasa lelah atau sesak nafas, atau bukti dilatasi ventrikel kiri pada ekocardiografi. Rekonstruksi katup memiliki mortalitas jangka panjang yang lebih sedikit daripada penggantian total katup mitral yang mencapai 0-2%18.

2.4.8 Prognosis Pasien dengan insufisiensi mitral sebagai akibat dari iskemia atau infark miokard membentuk kelompok risiko tinggi, dengan mortalitas dini sebesar 1020%4.

47

BAB III KESIMPULAN


Jantung merupakan sebuah pompa muskuler yang memiliki empat katup, yang terbuka dan tertutup untuk menjaga agar darah mengalir pada arah yang tepat. Katup mitral menghubungkan atrium kiri dengan ventrikel kiri. Jantung terbagi atas dua bilik dan dua serambi yang dipisahkan oleh katup. Katup yang terserang penyakit dapat menimbulkan dua jenis gangguan fungsional, insufisiensi katup-daun katup tidak dapat menutup dengan rapat sehingga darah dapat mengalir balik (sinonimnya adalah regurgitasi katup dan inkompetensi katup); dan stenosis katup-lubang katup mengalami penyempitan sehingga aliran darah mengalami hambatan. Penyakit katup jantung merupakan penyakit jantung yang masih cukup tinggi insidennya, terutama di negara yang sedang berkembang misalnya Indonesia.Pada pemeriksaan fisik Temuan klasik pada stenosis mitral adalah opening snap dan bising diastolik kasar (diastolic rumble) pada daerah mitral. Petanda utama dari mitral insufisiensi adalah murmur sistolik, minimal derajat sedang, berupa murmur holosistolik yang meliputi bunyi jantung pertama sampai bunyi jantung kedua. Pemeriksaan radiologi sangat membantu diagnosis insufisiensi mitral dan stenosis mitral seperti foto toraks, echocardiografi, CT Scan dan MRI. Pada foto polos thoraks bentuk jantung pada insufisiensi mitral hampir sama dengan stenosis mitral dan masih memiliki bentuk konfigurasi mitral. Bedanya, pada insufisiensi mitral, ventrikel kiri tampak besar, sedangkan pada stenosis mitral, tidak membesar. Ekokardiografi merupakan pemeriksaan terpenting pada (dugaan) kelainan katup jantung dan digunakan untuk menilai ukuran, serta fungsi tiap bilik jantung. Pada pasien dengan insufisiensi mitral berat, ekokardiografi 2D menunjukkan pembesaran atrium kiri dan ventrikel kiri. Kalsifikasi pada anulus mitral tampak sebagai batas ekho yang lebih tebal, dapat terlihat di antara katup mitral dan dinding posterior jantung.

48

Temuan CT Scan pada stenosis mitral menunjukkan adanya kalsifikasi pada katup mitral sedangkan pada insufisiensi mitral dapat bervariasi bergantung pada kronisitas dan penyebab. Pada keadaan akut, hanya dijumpai hipertensi atrium dan edema pulmoner dengan koaptasi inkomplet pada daun katup. Pada keadaan kronik, terdapat pembesaran atrium kiri dan ventrikel kiri yang berhubungan dengan penebalan otot jantung. Cardiac MRI atau MRI jantung menghasilkan gambaran jantung ketika sedang berdenyut dan gambaran pembuluh darah besar. MRI jantung bertujuan untuk melihat struktur dan fungsi jantung beserta pembuluh darah di sekitarnya. Pada stenosis mitral dijumpai adanya pembesaran atrium kiri dan aliran abnormal saat diastolik sedangkan pada insufisiensi mitral tampak aliran balik dari ventrikel kiri ke atrium kiri.

49

DAFTAR PUSTAKA
1. Rilantono LI, Faras B, Santoso KB, Popy SR. 2004. Buku Ajar Kardiologi. Makassar: Balai Penerbit FK Universitas Hasanuddin. 2. Gray HH, Keith DD, John MM, Iain AS. 2004. Buku Ajar Kardiologi. Edisi 4. Jakarta: Erlangga Medical Series. 3. Mansjoer Arief, Triyanti Kuspuji, Savitri Rakhmi, Wardhani Wahyu Ika, Setiowulan Wiwiek. 2001. Kardiologi dalam Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius FKUI. 4. Asdie H. Ahmad. 2000. Harrison: Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Volume 3. Jakarta: EGC 5. Aru W Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Narcellus Simadibrata K, Siti Setiati. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jilid 3. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI. 6. Carletton PF, Odonnell, Madeline M. 2003. Penyakit Katup Jantung. In: Rice SA, Wilson LM, ed. Patofisiologi. 6th Ed. 1st Vol. Jakarta: EGC. 7. Manurung D, Gumiwang I. 1996. Penyakit Katup Mitral. In : Noer Ms, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 3th Ed. 1st Vol. Jakarta: EGC. 8. Mcphee SJ, Ganong WF. 2003. Cardivascular disorders: Heart Disease. In: Pathophysiology Of Disease. 5th Ed. North Amerika: The Mcgraw-hills Company. 9. Adnan M. Kelainan Katup Jantung. In: Diktat Radiologi II. Makassar: Aesculapius. Hal 108-110. 10. Wegener OH. Heart. In: Whole body computerized tomography. USA: schering corp. Page 189. 11. Snell, Richard. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC. 12. Debeasy LC. 2003. Anatomi Sistem Kardiovaskuler. In: Rice SA, eds. Patofisiologi. 6th Ed. 1st Vol. Jakarta : EGC. 13. Price AS, Wilson ML. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa: dr. Brahm U. Jakarta: EGC.

50

14. Junqueira LC, Carneiro J. 2007. Histologi Dasar Teks & Atlas. 10th Ed . Jakarta: EGC. 15. Vander at all,. 2001. Human Physiology : The Mechanism of Body Function. 8th Ed. The McGraw Hills Company. 16. Despopoulos. Color Atlas Pysiology. Fifth Edition. 17. Choo WS and Steed RP. 2011. Cardiac Imaging in Valvular Heart Disease. The British Journal Of Radiology. 84 :245-257. 18. Davey P. 2005. At A Glance Medicine. Jakarta: Erlangga. 19. Carol JD, Sutherland JP. 2004. Mitral Stenosis. In: Crawford MH, eds. Valvular Heart Disease. 2nd Ed. Spain: Mosby. 20. Singh V N, Sharma R K. Mitral Stenosis Radiology . Cited On 2005. Updated On 2009. Available from http//:www.emedicine.com. 21. Tanser PH. Mitral Stenosis. Cited On 2005. Updated On 2009. Available from http//: www.merckmanual.com. 22. Meschan I. Roentgenology Of The Heart. In: Analysis of roentgen signs in general radiology. 2nd Vol. Melbourne: Saunders company. Page 1111-1113. 23. Kuncoro, AS. 2010. Pemeriksaan Stenosis Mitral Akibat Proses Rheumatik Dengan
Ekokardiografi. Jurnal Kardiologi Indonesia. 31:62-65.

24. Baumgartner H, Judy H, Javier B, John BC, Arturo E, Brian PG, Bernard L, Catherine MO, Patricia AP, Miguel Q. 2009. Echocardiographic assessment of valve stenosis: EAE/ASE recommendations for clinical practice. European Journal of Echocardiography. 10: 1-25. 25. Caroline M, Heyning VD, Julien M, Christian JV, Luc P, Patrizio L. 2012. The Role of Multi Imaging Modality in Primary Mitral Regurgitation. European Heart Journal. 139-151. 26. Dima C, Desser KB, Nachimutu S, Balasundaram K. Mitral Stenosis. Cited On 2005. Updated On 2009. Available from http//:www.emedicine.com. 27. Keren G, Pardes A, Miller HI. Mitral Stenosis. Cited On 2005. Updated On 2009. Available from http//:www.priory.com. 28. Flachskampf FA, Badano L, Daniel WG, Feneck RO, Fox KF, Alan GF, Agnes P, Pepi M, Perez DI, Zamorano JL.. 2010. Recommendations for

51

transoesophageal echocardiography: update 2010. European Journal of Echocardiography. 11: 557-576. 29. Tokmakci Mahmut. 2007. A Classification System for Stenosis from Mitral Valve Doppler Signals Using Adaptive Network based Fuzzy Inference System. J Med Syst. 31: 329-336. 30. Weinrauch LA. Mitral Stenosis. Cited on 2005. Updated on 2009. Available from http//:www.medlineplus.com. 31. Elsvier. Mitral Stenosis. Cited on 2005. Updated On 2009. Available from http//:www.imagingconsult.com. 32. Lin SJ, Peggy AB, Marry PW, Todd AW, Katherine AL, Wei L, Gregory ML, Samuel AW, Shelton DC. 2004. Quantification of Stenotic Mitral Valve Area With Magnetic Resonance Imaging and Comparison With Doppler Ultrasound. Journal of the American College of Cardiology. 4: 133-7. 33. Yusak M. 2004. Stenosis Mitral. In : Rilantono LI, eds. Buku Ajar Kardiologi. 5th. Jakarta: Gaya Baru. 34. Callaway M, Wilde P. Acquired Heart Disease: The Chest Radiography. In: Sutton D. Tekst book or radiology and imaging. 7nd Ed. 1st Vol. London: Churchill livingstone. Page 284. 35. Krtai LH, Lofgren R, Meholic AJ. 2006. Cardiovascular Disease. In: Fundamental of chest radiology. 2nd Ed. USA: Elsevier Saunder. Page 218-219. 36. Mettler FA. 2005. Essentials Of Radiology. 2nd Ed. USA: Elsevier Saunders. Page 128. 37. Myerson SG. 2012. Heart Valve Disease : Investigation by Cardiovascuar Magnetic Resonance. Journal of Cardiovascular Magnetic Resonance. 14:7. 38. Valocik G, Otto K, Cees AV. 2005. Three Dimensional Echocardiography in Mitral Valve Disease. Eur J Echocardiography. 443- 454. 39. Binder TM, Raphael R, Gerold P, Gerald M, Helmut B. 2000. Improved Assessment of Mitral Valve Stenosis by Volumetric Real-Time ThreeDimensional Echocardiography. Journal of American College of

Cardiology. 36: 1355-61.

52

40. Hatem A, Simon W, Dominique AB, Andre P, Bernhard B, Sebastian L, Lotus MD. 2006. Mitral Regurgitation: Quantification with 16 Detector Row CTInitial Experience. Radiology. 238: 454-463. Available at http://www. radiology.rsnajnls.org/cgi /content/full/2381042216/DC1. 41. Vincent L, Patrick C, Eric B, Bernard L, Alec V, David MZ. 2009. Transient severe reversible functional mitral regurgitation: a three-dimensional transoesophageal perspective. European. Journal of Echocardiography 1-3. Available at http://ehjcimaging.oxfordjournals.org. 42. Guo YK,Zhi-Gang Y, Gang N, Li R, Li D, Ying P, Tai MZ, Yang W, Xiao CZ. 2009. Isolated Mitral Regurgitation: Quantitative Assessment with 64Section Multidetector CTComparison with MR Imaging and

Echocardiography. Radiology. 252: 369-376. 43. Morris MF, Joseph JM, Rakesh MS, Harold MB, Thomas AF, Crystal RB,
Nandan SA, Phillip MY, Eric EW, James FG, Philip AA. 2010. CT and MR Imaging of the Mitral Valve: Radiologic-Pathologic Correlation. Radiographics. 30: 1603-1620.

44. Didier D, Osman R, Rene L, Beat F. 2000. Detection and Quantification of Valvular Heart Disease with Dynamic Cardiac MR Imaging. Radio Graphics. 20:12791299.

53

Anda mungkin juga menyukai