Anda di halaman 1dari 44

A. LATAR BELAKANG Osteomielitis atau infeksi tulang merupakan masalah khusus dalam diagnosa dan terapi infeksi.

Dalam 10 tahun ini minat untuk menyelidiki osteomielitis berhasil membuka pandangan baru dalam patogenesis, diagnosis dan terapinya. Beberapa faktor telah membantu menambah pengertian kita akan osteomielitis. Pengembangan model binatang yang memadai telah mengurangi banyak variabel tak terkontrol pada penyakit pada manusia. Teknik yang lebih seperti radionuclide imaging telah memperbaiki kecermatan diagnosis kita dan teknik ortopedi yang lebih baru serta penggunaan regimen antibiotika profilaksis telah mengecilkan resiko infeksi dan menambah kemungkinan penyembuhan tulang pada daerah yang terinfeksi.(http:/www.kalbe.co.id/files/cdk/files/og osteomielitis 023.pdf/09 osteomielitis 023.html) Diagnosis dini osteomielitis sangat sulit pada pasien dengan nyeri ekstremitas dan riwayat cidera, yang nyerinya cenderung dikaitkan dengan trauma tersebut. Riwayat cedera umumnya terdapat pada pasien osteomielitis. Pada salah satu penelitian 35% pasien pernah mengalami trauma pada tulang yang terkena osteomielitis. Riwayat trauma sebelumnya dapat terjadi kebetulan dan tidak berhubungan. Tetapi sekarang sudah diketahui bahwa trauma dapat menjadi faktor penyebab terjadinya osteomielitis.(http://www.tempo.co.id/medika/arsip/112002/sar-1.htm) Beberapa tahun belakangan ini, insiden osteomielitis telah menurun, mungkin disebabkan oleh perbaikan kesehatan umum dan perbaikan fasilitas medik. Sekali menderita penyakit ini, sulit untuk memberantasnya. Penyakit ini sulit diobati karena dapat terbentuk abses lokal. Abses tulang biasanya memiliki pendarahan yang sangat kurang, dengan demikian penyampaian sel sel imun dan antibiotik terbatas.(Elizabeth J. Corwin, 2001, hal. 301) Berdasarkan data dari rekam medik BPRSUD Kraton Kabupaten Pekalongan selama tahun 2005 di bulan JanuariDesember kasus Osteomielitis sebanyak tiga pasien dan pada tahun 2006 dari bulan Januari-Desember kasus Osteomielitis sebanyak empat pasien. Jadi, selama kurun waktu dua tahun jumlah penderita osteomilitis sebanyak tujuh pasien. Melihat fenomena tersebut, maka penulis tertarik untuk mengambil kasus asuhan keperawatan osteomielitis. B. Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup Dalam menyusun karya tulis ilmiah , penulis merumuskan masalah tentang : Bagaimanakah asuhan keperawatan osteomielitis pada Sdr. M di ruang Wijaya Kusuma BPRSUD Kraton Kabupaten Pekalongan ? Dengan ruang lingkup asuhan keperawatan osteomielitis pada Sdr. M di ruang Wijaya Kusuma BPRSUD Kraton Kabupaten Pekalongan dari tanggal 2-3 Juli 2007. C. Tujuan 1. Tujuan Umum Penerapan asuhan keperawatan pada pasien osteomielitis secara komprehensif. 2. Tujuan Khusus a. Dapat melakukan pengkajian pada pasien dengan osteomielitis. b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan kasus osteomielitis. c. Dapat membuat perencanaan yang meliputi rencana tujuan dan rencana tindakan pada pasien dengan kasus osteomielitis. d. Melakukan implementasi sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. e. Melakukan evaluasi dan melihat respon pasien dengan kasus osteomielitis. f. Sistematika Penulisan karya tulis ilmiah Dalam penyusunan karya tulis ilmiah, penulis membuat sistematika sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan, yang terdiri dari : latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan. Bab II : Konsep dasar, yang terdiri dari : pengertian, klasifikasi, etiologi, faktor predisposisi, manifestasi klinik, patofisiologi, pathway keperawatan, pemeriksaan penunjang dan fokus keperawatan. Bab III : Resume keperawatan, yang terdiri dari : pengkajian, analisa data, prioritas diagnosa keperawatan yang muncul, rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi. Bab IV : Pembahasan, berisi pembahasan yang muncul dalam proses keperawatan serta kesenjangan antara tinjauan kasus dan konsep dasar serta mencari alternatif pemecahan masalah. Bab V : Implikasi keperawatan, berisi kesimpulan dan saran. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB II KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN Osteomielitis adalah infeksi pada sumsum tulang yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus atau proses spesifik (M. Tuberculosa, jamur) (Mansjoer, 2000, hal 358). Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran infeksi dari darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih sering, setelah kontaminasi fraktur terbuka atau reduksi (osteomielitis eksogen) (Elizabet J. Coroin, 2001, hal 301). Osteomielitis adalah infeksi pada tulang yang biasanya menyerang metafisis tulang panjang (FKUI Jakarta, 1996, hal 131). Osteomielitis adalah radang sumsum tulang (Ramali, 2002, hal 244). B. KLASIFIKASI Pembagian osteomielitis yang lazim menurut Arif Mansjoer (2000, hal 358) : 1. Osteomielitis primer, yang disebabkan penyebaran secara hematogen dari fokus lain, osteomielitis primer dapat dibagi menjadi osteomielitis akut dan kronik. 2. Osteomielitis sekunder atau osteomielitis perkontinuitanum yang disebabkan penyebaran kuman dari sekitarnya, seperti bisul dan luka. Menurut Sjamsuhidajat (1997, hal 1.221-1.222) osteomilitis dibagi menjadi dua, antara lain: 1. Osteomielitis akut Infeksi tulang panjang yang disebabkan oleh infeksi lokal atau trauma tulang. 2. Osteomielitis kronis Osteomilitis akut yang tidak diterapi secara adekuat. C. ETIOLOGI Organisme penyebab umum menurut Sachdeva (1996, hal 92) : 1. Staphylococcus aureus 2. Streptococcus pyogenes 3. Pneumococcus 4. Escherichia coli D. FAKTOR PREDISPOSISI Faktor predisposisi menurut Sachdeva (1996, hal 92) : 1. Umur Umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak. 2. Jenis kelamin Lebih sering pada laki-laki daripada wanita. 3. Lokasi Cenderung mengenai metafisis tulang panjang. 4. Fokus septik yang ada di dalam tubuh Bisul, furunkel, infeksi telinga, tonsilitis, dan lain-lain. 5. Higiene yang buruk. 6. Penyakit yang melemahkan. 7. Fraktur terbuka. E. Manifestasi Klinik menurut Sachdeva (1996, hal 93) gejala penyakit yang paling umum ialah rasa nyeri yang perlahan-lahan meningkat, keparahannya sehingga menderita demam dan toksik dalam waktu 48 jam. Tanda fisik yang penting ialah nyeri tekan lokal dekat metafisis.

Menurut Elizabet J Corwin (2001, hal 301) : gejala gejala osteomielitis hematogen antara lain adalah demam, menggigil dan keengganan menggerakkan anggota badan yang sakit. Pada orang dewasa, gejala mungkin samar dan berupa demam, lemah dan malaise. Infeksi saluran nafas, saluran kemih, telinga atau kulit sering mendahului osteomielitis hematogen. Osteomielitis eksogen biasanya disertai tanda-tanda cedera dan peradangan ditempat nyeri. Terjadi demam dan pembesaran kelenjar getah bening regional. Menurut M.A. Handerson (1997 : 213/215) gejala pada osteomilitis akut yaitu nyeri tekan akut pada daerah tulang yang sakit, nyeri bila bagian yang sakit digerakkan. Tanda fisiknya yaitu pembengkakan dan kemerahan, pyrexia, panas tinggi. Sedangkan pada osteomilitis kronik gejalanya yaitu nyeri pada tulang yang kumat-kumatan selama suatu jangka waktu yang panjang. Tanda fisiknya pada pemeriksaan sinar memperlihatkan adanya kavitasi. F. PATOFISIOLOGI Faktor-faktor yang berperan dalam menimbulkan penyakit yaitu virulensi organisme dan kerentanan hospes dengan status imun yang rendah. Penyakit ini lebih terbatas pada metafisis tulang karena pembuluh darah cenderung melingkari metafisis sehingga memungkinkan emboli terinfeksi menyangkut di daerah itu dan lapisan epifisis dapat mencegah penyebaran infeksi ke sendi sehingga infeksi terkoalisir di metafisis. Itulah sebabnya mengapa infeksi terjadi pada lapisan metafisis tulang yang mengalami pertumbuhan pada anak-anak. Tetapi pada orang dewasa terjadi di diafisis.. Emboli yang terinfeksi menyangkut di dalam pembuluh darah, menyebabkan trombosis sehingga mengakibatkan nekrosis avaskuler pada bagian korteks tulang. Respons peradangan terhadap infeksi mengakibatkan suhu tubuh meningkat dan terjadi oedem dan mengakibatkan terangkatnya periosteum dari tulang sehingga memutuskan lebih banyak suplai darah. Pengangkatan periosteum ini menimbulkan nyeri hebat, apalagi dengan adanya tegangan eksudat dibawahnya, infeksi dapat pecah ke subperiosteal kemudian menembus subkutis dan menyebar menjadi selulitis atau menjalar melalui rongga subperiosteal ke diafisis. Infeksi juga dapat pecah ke bagian tulang diafisis melalui kanalis medularis, penjalaran subperiosteal ke arah diafisis akan memasuki pembuluh darah yang ke diafisis sehingga menyebabkan nekrosis tulang. Tulang yang mengalami nekrosis dikenal sebagai sekuestrum. Tulang dimana periosteum terangkat melapisi tulang yang mati dikenal dengan involukrum. Pus mencari jalan keluar dari lapisan tulang baru melalui serangkaian lubang yang dikenal dengan kloaka (Sachdeva, 1996, hal 92 dan Sjamsuhidayat, 1997,1221)..

G. PATHWAY KEPERAWATAN Fr. Terbuka Fokus Septik Hygiene yg buruk Organisme Metafisis/Diafisis

Proses Infeksi Suhu tubuh meningkat Penyebaran Korteks Periosteum Persendian Abses Abses jar. Lunak Pengangkatan Aliran darah subperiosteal periosteum meningkat Menembus kulit Menekan pembuluh darah Bengkak Fistula suplai darah terputus Intoleransi akt. Sekuester Kurang informasi potensial terhadap infeksi

Ketidaktahuan ttg kebutuhan Pengobatan

Sumber : Sachdeva, 1996 hal 93 Sjamsuhidayat W. De Jong, hal 1221 H. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Laboratorium Pada fase akut ditemukan CRP (protein C-Reaktif) yang meninggi, Laju Endap Darah (LED) meninggi dan leukositosis. 2. Pemeriksaan Radiologik Pada fase akut gambaran radiologik tidak menunjukkan kelainan pada fase kronik ditemukan suatu involukrum dan sekuester. I. FOKUS KEPERAWATAN 1. Pengkajian Pengkajian menurut Susan Martin Tucker (1998, hal 429) Observasi/temuan : Data subyektif : Nyeri meningkat dengan adanya gerakan. Kelemahan. Sakit kepala. Data obyektif : Kemerahan dan pembengkakan pada sendi yang terkena, Menggigil. Peningkatan suhu tubuh yang cepat. Spasme otot di sekitar sendi sakit. Takikardia. Gelisah. Mudah tersinggung. 2. Diagnosa Keperawatan a. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri dan bengkak sendi (Tucker, S.M., 1998, hal 430). Kriteria hasil : 1) Penggunaan mobilitas dan persendian meningkat. 2) Keikutsertaan dalam perawatan diri sendiri meningkat. 3) Edema berkurang.

Intervensi : 1) Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik atau rekreasi. Rasional : Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri atau harga diri dan membantu menurunkan isolasi sosial. 2) Instruksikan pasien untuk bantu dalam rentang gerak pasif atau aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tak sakit. Rasional : Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan kontrol pasien dalam situasi dan meningkatkan kesehatan diri langsung. 3) Berikan atau bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat, sesegera mungkin. Rasional : Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring (contoh Flebitis) dan meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ. 4) Awasi TD dengan melakukan aktivitas. Rasional : Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai tirah baring lama dan dapat memerlukan intervensi khusus (contoh kemiringan meja dengan peninggian secara bertahap sampai posisi tegak). 5) Berikan diet tinggi protein, karbohidrat, vitamin dan mineral. Rasional : Adanya cedera muskuloskeletal, nutrisi yang diperlukan untuk penyembuhan berkurang dengan cepat. b. Potensial terhadap infeksi yang berhubungan dengan kemajuan invasi bakteri (Tucker, S.M., 1998, hal 430). Kriteria hasil : 1) Menunjukkan tanda vital yang stabil. 2) Luka iritasi sembuh tanpa menunjukkan adanya bukti-bukti terjadinya infeksi. Intervensi : 1) Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas. Rasional : Tanda kemerahan, bengkak dan adanya pus mengindikasikan terjadi infeksi. 2) Kaji kulit, perhatikan keluhan peningkatan nyeri atau rasa terbakar atau adanya edema, eritema, drainase atau bau tak enak. Rasional : Dapat mengindikasikan timbulnya infeksi lokal atau nekrosis jaringan yang dapat menimbulkan osteomielitis. 3) Berikan perawatan luka dengan steril sesuai protokol. Rasional : Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi. 4) Observasi terhadap adanya luka-luka pada kulit. Rasional : Tanda perkiraan infeksi gas gangren. 5) Berikan diet tinggi kalori tinggi protein dan vitamin. Rasional : Untuk meningkatkan proses penyembuhan. 6) Berikan antibiotik. Rasional : Mungkin diberikan secara profilaktik atau meneurunkan jumlah organisme untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya. c. Nyeri yang berhubungan dengan distensi jaringan oleh akumulasi cairan / proses inflamasi. (Doengoes, 2000, hal. 861). Kriteria hasil : 1) Melaporkan bahwa nyeri hilang / terkontrol. 1) Menunjukkan lebih nyaman dan rileks. 2) Waktu istirahat dan aktivitas seimbang. Intervensi : 1) Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri. Rasional : Untuk dapat mengidentifikasi rasa nyeri dan ketidaknyamanan yang dapat berguna dalam penanganan medik dan intervensi keperawatan. 2) Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena. Rasional : Meningkatkan aliran balik vena menurunkan edema dan menurunkan nyeri. 3) Jelaskan prosedur sebelum memulai tindakan keperawatan. Rasional : Memungkinkan pasien untuk siap secara mental untuk aktivitas juga berpartisipasi dalam mengontrol ketidaknyamanan. 4) Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif atau aktif. Rasional : Mempertahankan kekuatan atau mobilitas otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan yang cedera. 5) Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh perubahan posisi. Rasional : Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot. 6) Dorong menggunakan tehnik manajemen stress, latihan nafas dalam. Rasional : Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan dapat meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri, yang mungkin menetapkan untuk periode lebih lama. 7) Berikan obat sesuai indikasi : narkotik dan analgesik non narkotik. Rasional : Diberikan untuk menurunkan nyeri dan atau spasme otot.

d. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi tulang (Carpenito, 2000,hal 540). Kriteria hasil : C).C 37,5Suhu dalam batas normal (36 Intervensi : 1) Pantau suhu pasien (derajat dan pola), perhatikan menggigil atau diaforesis. Rasional : Peningkatan suhu di atas normal mengidentifikasikan terjadinya suatu proses infeksi. 2) Berikan kompres hangat, hindari penggunaan alkohol. Rasional : Dapat membantu menurunkan demam. Catatan : penggunaan air es atau alkohol mungkin menyebabkan kedinginan, peningkatan suhu secara aktual, selain itu dapat mengeringkan kulit. 3) Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi. Rasional : Suhu ruangan atau jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal. 4) Berikan anti piretik, misalnya ASA (aspirin), acetaminofen (Tylenol). Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme, dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi. e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan interupsi mekanis pada kulit / jaringan, perubahan sirkulasi. (Doengoes, 2000, hal. 917). Kriteria hasil : 1) Menunjukkan perilaku atau teknik untuk mencegah kerusakan kulit atau memudahkan menyembuhkan luka sesuai indikasi. 2) Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu atau penyembuhan usai terjadi. Intervensi : 1) Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, pendarahan, perubahan warna. Rasional : Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin disebabkan oleh alat atau pemasangan gips atau bebat atau traksi atau pembentukan edema yang membutuhkan intervensi medik lanjut. 2) Kaji posisi dengan sering. Rasional : Mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimalkan resiko kerusakan kulit. 3) Lakukan perawatan kulit dengan cairan antiseptik. Rasional : Mencegah kerusakan jaringan dan infeksi oleh kontaminasi. 4) Letakkan bantalan pelindung dibawah kaki dan diatas tonjolan tulang. Rasional : Meminimalkan tekanan pada area ini.

f. Kurang pengetahuan tentang kondisi atau prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi (Tucker, S.M., 1998, hal 431). Kriteria Hasil : 1) Menyatakan kondisi, prognosis dan pengobatan. 2) Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan akan tindakan. Intervensi : 1) Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang. Rasional : Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi. 2) Buat daftar aktivitas dimana pasien dapat melakukan secara mandiri. Rasional : Penyusunan aktivitas sekitar kebutuhan dan yang memerlukan bantuan.

3) Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi kaku. Rasional : Mencegah kekakuan sendi, kontraktur dan kelelahan otot, meningkatkan kembalinya aktivitas sehari-hari secara dini. 4) Kaji ulang perawatan pen atau luka yang tepat. Rasional : Menurunkan resiko trauma tulang atau jaringan dan infeksi yang dapat berlanjut menjadi osteomielitis. 5) Diskusikan perlunya keseimbangan kesehatan, nutrisi dan pemasukan cairan yang adekuat. Rasional : Memberikan nutrisi optimal dan mempertahankan volume sirkulasi untuk meningkatkan regenerasi jaringan atau proses penyembuhan. 6) Tekankan perlunya nutrisi yang baik ; meningkatkan diit tinggi kalori tinggi protein (TKTP) dan vitamin C. Rasional : Meningkatkan penyembuhan dan mencegah komplikasi,emngurangi kerusakan jaringan tubuh. Diposkan oleh Edi young enterpreneur di Kamis, Agustus 13, 2009

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN OSTEOMIELITIS A. TINJAUAN TEORI Pengertian Osteomielitis adalah infeksi tulang, lebih sulitdi sembuhkan dari pada infeksi jaringan lunak, karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi , tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (Pembentukan tulang baru disekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. Infeksi disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fukos infeksi di tempat lain ( misalnya : tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas ). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi di tempat di mana terdapat trauma atau di mana terdapat resistensi rendah, kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas). Infeksi dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (misalnya : ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang ( misalnya : fraktur terbuka, cedera traumatic seperti luka tembak, pembedahan tulang). Pasien yang beresiko tinggi mengalami Osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus. Selain itu, pasien yang menderita artitis rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum operasi sekarang, atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, mengalami nefrosis insisi margial atau dehidrasi luka, atau memerlukan evakuasi hematoma pascaoperasi. Etiologi Staphylococcus aureus 70% 80 % Proteus Pseudomonas Escerehia Coli Dilakukan kultur Awitan Osteomielitis : Setelah pembedahan ortopedi terjadi 3 bulan pertama (Akut FulminanStadium 1) Antara 4-24 bulan setelah pembedahan (Awitan Lambat-Stadium 2) Penyebaran hematogen lebih dari 2 tahun setelah pembedahan (Awitan Lama-Stadium 3) Patofisiologi Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis meliputi : Proteus, Pseudomonas, dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resistensi penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobik. Awitan Osteomielitis stelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut fulminan stadium 1) dan sering berhubngan dengan penumpukan hematoma atau infeksi superficial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama(stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.

Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dan nefrosis tulang sehubungan dengan penigkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan membentuk abses tulang. Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati (sequestrum) tidak mudah mencari dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru(involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronis. Klasifikasi Osteomielitis dapat diklasifikasikan dua macam yaitu: Osteomielitis Primer Penyebarannya secara hematogen dimana mikroorganisme berasal dari focus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah. Osteomielitis Sekunder (Osteomielitis Perkontinuitatum) Terjadi akibat penyebaran kuman dari sekitarnya akibat dari bisul, luka fraktur dan sebagainya. Tanda dan Gejala Gambaran klinis osteomielitis tergantung dari stadium patogenesis dari penyakit, dapat berkembang secara progresif atau cepat. Pada keadaan ini mungkin ditemukan adanya infeksi bacterial pada kulit dan saluran napas bagian atas. Gejala lain dapat berupa nyeri yang konstan pada daerah infeksi dan terdapat gangguan fungsi anggota gerak yang bersangkutan. Manifstasi Klinis Jika infeksi dibawa oleh darah, biasanya awaitan mendadak, sering terjadi dengan manifetasi klinis septikema (misalnya : menggigil, demam tinggi, tachycardia dan malaise umum). Gejala sistemik pada awalnya dapat menutupi gejala local secara lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai posterium, dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak, dan sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul. Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah terinfeksi membengkak, hangat, nyeri, dan nyeri tekan. Pada pasein dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah terjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan darah. Evaluasi Diagnostik Pada Osteomielitis akut ; pemeriksaan sinar-x hanya menunjukan pembengkakan jaringan lunak. Pada sekitar 2 minggu terdapat daerah dekalsifikasi ireguler, nefrosis tulang, pengangkatan periosteum dan pembentukan tulang baru. Pemindaian tulang dan MRI dapat membantu diagnosis definitive awal. Pemeriksaan

darah memperhatikan peningkatan leukosit dan peningkatan laju endap darah. Kulur darah dan kultur abses diperlukan untuk menentukan jenis antibiotika yang sesuai. Pada Osteomielitis kronik, besar, kavitas ireguler, peningkatan periosteum, sequestra atau pembentukan tulang padat terlihat pada sinar-x. Pemindaian tulang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi area terinfeksi. Laju sedimentasi dan jumlah sel darah putih biasanya normal. Anemia, dikaitkan dengan infeksi kronik. Abses ini dibiakkan untuk menentukan organisme infektif dan terapi antibiotic yang tepat. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan darah Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endapan darah. 2. Pemeriksaan titer antibodi anti staphylococcus Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas. 3. Pemeriksaan feses Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri Salmonella. 4. Pemeriksaan Biopsi tulang. 5. Pemeriksaan ultra sound Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi. 6. Pemeriksaan radiologis Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik, setelah dua minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus. Prinsip penatalaksanaan Daerah yang terkena harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa kali per hari untuk meningkatkan aliran darah. Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi. Kultur darah, swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan memilih antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu pathogen. Begitu spesimen kultur diperoleh dimulai terapi antibiotika intravena, dengan asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcusyang peka terhadap peningkatan semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah mengontrol infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut menurun akibat terjadinya trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus sesuai waktu sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah yang terus-menerus tinggi. Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme penyebab yang diberikan bila telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah terkontrol antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk meningkatkan absorpsi antibiotika oral, jangan diminum bersama makanan. Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibioka, tulang yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik dinagkat dan daerah itu diirigasi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Terapi antibiotika dilanjutkan. Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi (pangangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan

tulang untuk menjalankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen. Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan grunulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpenghisap untuk mengontrol hematoma dan membuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dangan pemberian irigasi ini. Rongga yang didebridemen dapat diisi dangan grafit tulang kanselus untuk merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flap otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah, perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, yang kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang. Pencegahan Pencegahan Osteomielitis adalah sasaran utamanya. Penanganan infeksi fokal dapat menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak dapat mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatikan terhadap lingkungan operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis pascaoperasi. Antibioika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai saat pembedahan dan Selma 24 sampai 48 jam setelah operasi akan sangat membantu. Teknik perawatan luka pascaoperasi aseptic akan menurunkan insiden infeksi superficial dan potensial terjadinya osteomielitis. B. ASUHAN KEPERAWATAN 1) Pengkajian a. Riwayat keperawatan Identifikasi awitan gejala akut : nyeri akut, pembangkakan, eritma, demam atau keluarnya pus dari sinus disertai nyeri, pembengkakan dan demam. Kaji faktor resiko : Lansia, DM, terapi kortikosteroid jangka panjang, cedera, infeksi dan riwayat bedah ortopedi sebelumnya. Hal-hal yang dikaji meliputi umur, pernah tidaknya trauma, luka terbuka, tindakan operasi khususnya operasi tulang, dan terapi radiasi. Faktor-faktor tersebut adalah sumber potensial terjadinya infeksi. b. Pemeriksaan fisik Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila dipalpasi. Bisa juga terdapat eritema atau kemerahan dan panas. Efek sistemik menunjukkan adanya demam biasanya diatas 380, takhikardi, irritable, lemah bengkak, nyeri, maupun eritema. c. Riwayat psikososial Pasien seringkali merasa ketakutan, khawatir infeksinya tidak dapat sembuh, takut diamputasi. Biasanya pasien dirawat lama di rumah sakit sehingga perawat perlu mengfkaji perubahan-perubahan kehidupan khususnya hubungannya dengan keluarga, pekerjaan atau sekolah.

d. Pemeriksaan diagnostik Hasil laboratorium menunjukan adanya leukositosis dan laju endap darah meningkat. 50% pasien yang mengalami infeksi hematogen secara dini adanya osteomielitis maka dilakukan scanning tulang. Selain itu dapat pula dengan biopsi tulang atau MRI. 2) Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan osteomielitis adalah : 1) Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan. 2) Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan menahan beban berat badan. 3) Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang. 4) Kurang pengetahuan tentang program pengobatan. 3) Perencanaan dan Implemantasi Sasaran pasien meliputi peradaan nyeri, perbaikan mobilitas fisik dalam batasbatas terapeutik, kontrol dan eradikasi infeksi dan pemahaman mengenai program pengobatan. 4) Intervensi Keperawatan Peradaan Nyeri : Bagian yang terkena harus diimobilisasi dengan bidai untuk mengurangi nyeri dan spasme otot. Sendi diatas dan dibawah bagian yang terkena harus dibuat sedemikian sehingga masih dapat digerakkan sesuai rentangnya namun dengan lembut. Lukanya sendiri kadang terasa nyeri dan harus ditangani dengan hati-hati dan perlahan. Peninggian dapat mengurangi pembengkakan dan ketidaknyamanan yang ditimbulkannya Status neurovaskuler ektremitas yang terkena harus terpantau. Teknik untuk mengurangi persepsi nyeri dan analgesic yang diresepkan cukup berguna. Perbaikan Mobilitas Fisik : Program pengobatan membatasi aktivitas. Tulang menjadi lemah akibat proses infeksi dan harus dilindungi dengan alat imobilisasi dan penghindaran stress pada tulang. Pasien harus memahami rasional pembatasan aktivitas. Tetapi partisipasi aktif dalam kehidupan sehari-hari dalam batas fisik tetap dianjurkan untuk mempertahankan rasa sehat secara umum. Mengontrol Proses Infeksi : Perawat memantau respons pasien terhadap terapi antibiotika dan melakukan observasi tempat pemasangan infus adanya bukti flebitis atau infiltrasi. Bila diperlukan pembedahan, harus dilakukan upaya untuk menyakinkan adanya peredaran darah yang memadai (penghisapan luka untuk mencegah penumpukan cairan, peninggian daerah untuk memperbaiki aliaran balik vena, menghindari tekanan pada daerah yang di-grafit), untuk mempertahankan imobilitas yang dibutuhkan dan untuk memenuhi pembatasan beban berat badan. Kesehatan umum dan nutrisi pasien harus dipantau. Diet protein seimbang, vitamin C dan vitamin D dipilih untuk meyakinkan adanya keseimbangan nitrogen dan merangasang penyembuhan. Pendidikan Pasien dan Pertimbangan Perawatan di Rumah : Penanganan osteomielitis, termasuk perawatan luka dan terapi antibiotika intravena, dapat dilakukan di rumah. Pasien harus dalam keadaan stabil secara medis dan telah

termotivasi serta keluarga mendukung. Lingkungan rumah harus bersifat kondusif terhadap promosi kesehatan dan sesuai dengan program pengobatan terapeutik. Pasien dan keluarganya harus memahami benar protokol antibiotika. Selain itu, penggantian balutan secara stesil dan teknik kompres hangat harus diajarkan. Pendidikan pasien sebelum pemulangan dari rumah sakit dan supervise serta dukungan yang memadai dari perawatan di rumah sangat penting dalam keberhasilan penatalaksanaan osteomielitis di rumah. Pasein tersebut harus dipantau dengan cermat mengenai bertambahnya daerah nyeri atau peningkatan suhu yang mendadak. Pasien diminta untuk melakukan obsevasi dan melaporkan bila terjadi peningkatan suhu, keluar pus, bau, dan bertambahnya inflamasi. 5) Evaluasi Hasil yang diharapkan : 1. Mengalami Peredaan Nyeri Melaporkan berkurangnya nyeri Tidak mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya infeksi Tidak mengalami ketidaknyamanan bila bergerak 2. Peningkatan mobilitas fisik Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri Mempertahankan fungsi penuh ektremitas yang sehat Memperlihatkan penggunaan alat imobilisasi dan alat bantu dengan aman 3. Tidak adanya infeksi Memakai antibiotika sesuai resep Suhu badan normal Tidak ada pembengkakan Tidak ada pus Angka leukosit dan laju endap darah kembali normal Biarkan darah negatif 4. Mamatuhi rencana terapeutik Memakai antibiotika sesuai resep Melindungi tulang yang lemah Memperlihatkan perawatan luka yang benar Melaporkan bila ada masalah segera Makan diet seimbang dengan tinggi protein dan vitamin C dan D Mematuhi perjanjian untuk tindak lanjut Melaporkan peningkatan kekuatan Tidak melaporkan penigkatan suhu badan atau kekambuhan nyeri, pembengkakan, atau gejala lain di tempat tersebut.

TUGAS MAKALAH SISTEM MUSKULUSKELETAL OSTEOMIELITIS


Filed under: Uncategorized Leave a comment April 13, 2013 PENDAHULUAN Osteomielitis adalah peradangan sumsum tulang dan jaringan tulang di sekitarnya yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme pathogen (yang dapat menyebabkan penyakit), umumnya oleh jenis Staphylococcus. Bakteri biasanya mencapai tulang secara langsung melalui

luka terbuka namun dapat pula secara hematogen (penyebaran melalui peredaran darah). Osteomielitis hematogen lebih banyak pada anak. Penyakit ini disebut akut jika berlangsung kurang dari 3 bulan. Jika lebih dari 3 bulan disebut kronik. Beberapa orang memasukkan kategori ketiga, subakut, dimana infeksi telah berlangsung lebih dari 3 bulan namun belum mengalami nekrosis (kematian sel) tulang yang ekstensif. Pada anak, osteomielitis umumnya muncul dalam bentuk akut sedangkan pada orang dewasa biasanya kronik, dimana penyakit berlangsung selama beberapa bulan sampai tahunan. Tulang panjang lebih sering terkena osteomielitis dibandingkan dengan tulang lainnya. Penyakit ini lebih banyak menyerang pria daripada wanita. Semua usia dapat terkena namun umumnya anak-anak usia sekolah dan orang yang berumur lebih dari 50 tahun lebih rentan terkena osteomielitis. Penyakit yang biasanya mendahului ialah tonsillitis (radang pada bagian tonsil di tenggorokan), infeksi telinga, infeksi tali pusat pada bayi. Faktor hygiene yang buruk meningkatkan resiko infeksi pada tulang. Benturan pada tulang menyebabkan luka terbuka yang menjadi jalan masuk bagi kuman. A.LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN OSTEOMIELITIS 1.DEFINISI Osteomielitis I Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi pada tulang dan sumsum tulang yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus atau proses spesifik (m, Tuberkulosa, jamur). ( kapita Selekta kedokteran, P 358. Jakarta. 2000 ). Infeksi tulang dengan menghasilkan nanah yang dapat menjadi akut / kronis, menyerang dari satu lokasi saja (umumnya) tetapi tidak dapat menyebar melalui sumsum tulang dan membran yang melindungi tulang. ( Diseases Dr. Robert Coopai. Jakarta 1996 ) Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati). Osteomeilitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. Beberapa ahli memberikan defenisi terhadap osteomyelitis sebagai berkut : Osteomyelitis adalah infeksi Bone marrow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh staphylococcus aureus dan kadang-kadang Haemophylus influensae (Depkes RI, 1995). Osteomyelitis adalah infeksi tulang (Carpenito, 1990). Osteomyelitis adalah suatu infeksi yang disebarkan oleh darah yang disebabkan oleh staphylococcus (Henderson, 1997) Osteomyelitis adalah influenza Bone Marow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh staphyilococcus Aureus dan kadang-kadang haemophylus influenzae, infeksi yang hampir selalu

disebabkan oleh staphylococcus aureus. Tetapi juga Haemophylus influenzae, streplococcus dan organisme lain dapat juga menyebabkannya osteomyelitis adalah infeksi lain. 2.ETIOLOGI Osteomielitis terjadi sebagai invasi langsung ke dalam jaringan tulang dari luka yang terbuka, fraktura tulang atau sebagai infeksi sekunder. Pada infeksi pada organ organ tubuh yang jauh dari tulang misalnya : radang tenggorokan karena streptokokkus atau pneomonia bakterial. phatogen utama adalah: staphylococcus aureus, Eschericia coli, Streptococcus phygenus dan Basilus tuberculosa. Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus infeksi di tempat lain (mis. Tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas atas). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi ditempat di mana terdapat trauma dimana terdapat resistensi rendah kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas). Osteomielitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (mis. Ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang (mis, fraktur ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang (mis. Fraktur terbuka, cedera traumatik seperti luka tembak, pembedahan tulang. Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan atau penderita diabetes. Selain itu, pasien yang menderita artritis reumatoid, telah di rawat lama dirumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum operasi sekarang atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, mengalami nekrosis insisi marginal atau dehisensi luka, atau memerlukan evakuasi hematoma pascaoperasi. Tulang, yang biasanya terlindung dengan baik dari infeksi, bisa mengalami infeksi melalui 3 cara: Aliran darah Penyebaran langsung Infeksi dari jaringan lunak di dekatnya. 3.MANIFESTASI KLINIS Panas tinggi, anoreksia, malaise ( adanya prpses septikemi ). Nyeri tulang dekat sendi, tidak dapat menggunakan anggota bersangkutan, pembengkakan lokal (tanda-tanda radang akut : rubor, dolor, kalor, tumor, fungsi larsa) dan nyeri tekan. Pada osteomielitis kronik biasanya rasa sakit tidak begitu berat, anggota yang terkena nanah dan bengkak. LAB : leokositosis, anemia, LED meningkat.

4.KLASIFIKASI Menurut kejadiannya osteomyelitis ada 2 yaitu : Kuman-kuman mencapai tulang secara langsung melalui luka.1. Osteomyelitis Primer Adalah kuman-kuman mencapai tulang melalui aliran darah dari suatu focus primer ditempat lain (misalnya infeksi saluran nafas, genitourinaria furunkel). 2. Osteomyelitis Sekunder Sedangkan osteomyelitis menurut perlangsungannya dibedakan atas : a. Steomyelitis akut Nyeri daerah lesi Demam, menggigil, malaise, pembesaran kelenjar limfe regional Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka Pembengkakan lokal Kemerahan Suhu raba hangat Gangguan fungsi Lab = anemia, leukositosis b. Osteomyelitis kronis Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri Gejala-gejala umum tidak ada Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur Lab = LED meningkat Osteomyelitis menurut penyebabnya adalah osteomyelitis biogenik yang paling sering : Staphylococcus (orang dewasa), Streplococcus (anak-anak), Pneumococcus dan Gonococcus. 5.PATOFISIOLOGI Staphylococcus aurens merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya sering dujumpai pada osteomielitis meliputi Proteus, Pseudomonas dan Ecerichia coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resisten penisilin, nosokomial, gram negatif dan anaerobik. Awitan osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut fulminan stadium I) dan sering berhubungan dengan penumpukan hematoma atau infeksi superfisial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan. Respons inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan Vaskularisas dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosis pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya, kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan terbentuk abses tulang.

Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan; namun yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada rongga abses pada umumnya, jaringan tulang mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronik. 6.KOMPLIKASI a. Dini - Mati oleh karena septisemia. - Abses ditampat lain oleh karena penyebarab infeksi, misalnya abese otak, paru-paru, hepan, dll. b. Lanjut - Osteomilitis kronis. - Kontraktur sendi. - Gangguan pertumbuhan. 7.PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan darah Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endapan darah. Pemeriksaan titer antibodi anti staphylococcus Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas. Pemeriksaan feses Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri Salmonella. Pemeriksaan Biopsi tulang. Pemeriksaan ultra sound Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi. Pemeriksaan radiologis Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik, setelah dua minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus. 8.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pemeriksaan sinar X : menunjukkan pembengkakan jaringan lunak, pd osteomilitis kronik terlihat peningkatan periosteum, sequestra dan pembentukan tlg. Pada sekitar 2 mg tdp daerah dekalsifikasi ireguler, nekrosis tulang, pengangkatan periosteum, pembentukan tulang baru

Pemeriksaan darah : peningkatan leukosit, peningkatan LED Kultur darah : menentukan jenis antibiotik yg sesuai. 9.PENATALAKSANAAN MEDIS Daerah yang terkana harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa kali per hari untuk meningkatkan aliran daerah. Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi, Kultur darah dan swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan memilih antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu patogen. Begitu spesimen kultur telah diperoleh, dimulai pemberian terapi antibiotika intravena, dengan asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus yang peka terhadap penisilin semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah mengentrol infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut menurun akibat terjadinya trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus sesuai waktu sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah yang terus menerus tinggi. Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme penyebab yang diberikan bila telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah terkontrol, antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk meningkatkan absorpsi antibiotika oral, jangan diminum bersama makanan. Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Tetapi antibitika dianjurkan. Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk memajankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen. Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol hematoma dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan pemberian irigasi ini. Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan penyembuhan.

Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang. 10.PENCEGAHAN Pencegahan Osteomielitis adalah sasaran utamanya. Penanganan infeksi fokal dapat menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak dapat mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatikan terhadap lingkungan operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis pascaoperasi. Antibioika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai saat pembedahan dan Selma 24 sampai 48 jam setelah operasi akan sangat membantu. Teknik perawatan luka pascaoperasi aseptic akan menurunkan insiden infeksi superficial dan potensial terjadinya osteomielitis. B.ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN OSTEOMIELITIS 1.PENGKAJIAN A. Pengumpulan Data 1. Identitas pasien Meliputi : nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, agama, suku, alamat, tanggal dan jam masuk rumah sakit, no register, serta identitas yang bertanggung jawab. 2. Keluhan Utama Biasanya pasien osteomilitis ditandai dengan nyeri konstan pada salah satu tulang, panas. 3. Riwayat Kesehatan a. Riwayat Kesehatan Sekarang Pada umumnya pasien osteomilitis sering mengalami nyeri pada daerah kaki, panas badan. b. Riwayat Kesehatan Lalu Pasien mempunyai riwayat tertentu seperti : infeksi, batuk, TB paru. c. Riwayat Kesehatan Keluarga Biasanya pasien mempunyai keturunan dari keluarganya. 4. Pola Fungsi Kesehatan a. Pola Persepsi dan Tatalaksana Hidup Sehat Meliputi kebiasaan merokok, menggunakan alkohol, kebiasaan berolahraga. b. Pola Nutrisi dan Metabolisme Biasanya pasien tidak nafsu makan, fluktuasi berat badan. c. Pola Eliminasi Biasanya pasien tidak mengalami gangguan pada eliminasi dan urinnya. d. Pola Tidur dan Istirahat Biasanya pasien mengalami gangguan waktu tidur dikarenakan nyeri dan suhu badan yang meningkat. e. Pola Aktivitas dan Latihan Biasanya pasien mengalami gangguan pada pola aktivitas dan latihannya.

f. Pola Persepsi Pola dan Konsep Diri Pasien dengan osteomilitis merasa malu akan penyakitnya. Pola Reproduksi Sosial Biasanya penyakit pasien tidak mempengaruhi pada pola reproduksi seksual. g. Pola Sensori dan Kognitif Pasien tidak ada gangguan pada kelima panca indranya, dan biasanya kognitif pasien baik. h. Pola Hubungan Peran Biasanya pasien dapat berinteraksi dengan baik terhadap keluarga dan lingkungan sekitarnya. i. Pola Penanggulangan Stress Pasien dalam penanggulangan stress biasanya dapat diatasi dan dapat memecahan masalah. j. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan Pasien beragama Islam. 5. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umum Kesadaran pasien composmentis, suhu, nadi, pernafasan normal, keadaan penyakit pasien akut. b. Kepala Pasein tidak ada benjolan, pada mata tidak ada oedema. c. Thorax Bentuk thorax px osteomilitis normal / simetris. d. Jantung Didapatkan suara 1 dan 2 tunggal. e. Abdomen Pasien tidak ada pembesaran limpha atau hati. f. Ekstrimitas Pasien akral hangat, ada nyeri waktu berjalan. 2.DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi, insisi dan drainase. 2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri dan bengkak sendi 3. Risiko injury (cedera) berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skletal dan ketidakseimbangan tubuh 3.INTERVENSI KEPERAWATAN 1.Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi, insisi dan drainase Tujuan ; Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang Kriteria : - Klien akan mengekspresikan perasaan nyerinya - Klien dapat tenang dan istirahat yang cukup - Klien dapat mandiri dalam perawatan dan penanganannya secara sederhana

Intervensi : - Pantau tingkat nyeri pada punggung, terlokalisisr atau nyeri menyebar pada abdomen atau pinggang R/ Tulang dalam peningkatan jumlah trabekuler, pembatasan gerak spinal. - Ajarkan pada klien tentang alternatif lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya. R/ Laternatif lain untuk mengatasi nyeri pengaturan posisi, kompres hangat dan sebagainya. - Kaji obat-obatan untuk mengatasi nyeri R/ Keyakinan klien tidak dapat mentolelir akanb obat yang adequaty atau tidak adequat untuk mengatasi nyerinya. - Rencanakan pada klien tentang periode istirahat adequat dengan berbaring dengan posisi terlentang selam kurang lebih 15 menit R/ Kelelahan dan keletihan dapat menurunkan minat untuk aktivitas sehari-hari. 2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri dan bengkak sendi. Tujuan : Setelah diberi tindakan keperawatan diharapkan klien mampu melakukan mobilitas fisik. Kriteria : - Klien dapat meningkatkan mobilitas fisik - Klien mampu melakukan ADL secara independent Intervensi : - Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada R/ Dasar untuk memberikan alternatif dan latihan gerak yang sesuai dengan kemampuannya. - Rencanakan tentang pemberian program latihan : bantu klien jika diperlukan latihan ajarkan klien tentang ADL yang bisa dikerjakan, ajarkan pentingnya latihan R/ Latihan akan meningkatkan pergrakan otot dan stimulasi sirkulasi darah. - Bantu kebutuhan untuk beradaptasi dan melakukan ADL, rencana okupasi R/ ADL secara independent - Peningkatan latihan fisik secara adequat : - Dorong latihan dan hindari tekanan pada tulang seperti berjalan - Instruksikan klien latihan selama kurang lebi 30 menit dan selingi dengan isitirahat dengan berbaring selam 15 menit - Hindari latihan fleksi, membungkuk dengan tiba-tiba dan mengangkat beban berat R/Dengan latihan fisik : Massa otot lebih besar sehingga memberikan perlindungan pada osteoporosis Program latihan merangsang pembentukan tulang Gerakan menibulkan kompresi vertikal dan risiko fraktur vertebrae

3.Risiko injury (cedera) berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skletal dan ketidakseimbangan tubuh Tujuan : Injury (cedera) tidak terjadi Kriteria : - Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi - Klien dapat menghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur Intervensi : - Ciptakan lingkungan yang bebas dari bahaya : Tempatkan klien pada tetmpat tidur rendah Amati lantai yang membahayakan klien Berikanpenerangan yang cukup Tempatkan klien pada ruangan yang tertutup dan mudah untuk diobservasi Ajarkan klien tentang pentingnya menggunakan alat pengaman di ruangan R/ Menciptkan lingkungan yang aman danmengurangi resiko terjadinya kecelakaan. - Berikan support ambulasi sesuai dengan kebutuhan : Kaji kebutuhan untuk berjalan Konsultasi dengan ahli terapis Ajarkan klien untuk meminta bantuan bila diperlukan Ajarkan klien waktu berjalan dan keluarg ruangan R/ Ambulasi yang dilakukan tergesa-gesa dapat menyebabkan mudah jatuh. - Bantu klien untuk melakukan ADL secara hati-hati R/ Penarikan yang terlaluk keras akanmenyebakan terjadinya fraktur. - Ajarkan pad aklien untuk berhenti secara pelan-pelan, tidak naik tangga dan mengangkat beba berat R/ Pergerakan yang cepat akan lebih mudah terjadinya fraktur kompresi vertebrae pada klien dengan osteoporosis - Ajarkan pentingnya diit untuk mencegah osteoporosis : Rujuk klien pada ahli gizi Ajarkan diit yang mengandung banyak kalsium Ajarkan klien untuk mengurangi atau berhenti menggunakan rokok atau kopi, R/ Diit calsium dibutuhkan untuk mempertahnkan kalsium dalm serum, mencegah bertambahnya akehilangan tulang. Kelebihan kafein akan meningkatkan kehilangan kalsium dalam urine. Alkohorl akan meningkatkan asioddosis yang meningkatkan resorpsi tulang. - Ajarkan efek dari rokok terhadap pemulihan tulang R/ Rokok dapat meningkatkan terjadinya asidosis - Observasi efek samping dari obat-obtan yang digunakan

R/ Obat-obatan seperti deuritik, phenotiazin dapat menyebabkan dizzines, drowsiness dan weaknes yang merupakan predisposisi klien untuk jatuh. 4.IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Hasil yang diharapkan: 1. Mengalami peredaan nyeri a. Melaporkan berkurangnya nyeri b. Tidak mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya Infeksi c. Tidak mengalarni ketidaknyamanan bila bergerak 2. Peningkatan mobilitas isik a. Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan~diri b. Mempertahankan fungsi penuh ekstremitas Yang sehat c. Memperlihatkan penggunaan alat imobilisasi dan alat bantu dengan aman 3. Tiadanya infeksi a. Memakai antibiotika sesuai resep b. Suhu badan normal c. Tiadanya pembengkakan d. Tiadanya pus e. Angka leukosit dan laju endap darah kembali non nal f. Biakan darah negatif 4. Mematuhi rencana terapeutik a. Memakai antibiotika sesuai resep b. Melindungi tulang yang lemah DAFTAR PUSTAKA Buku Ajar keperawatan Gangguan Sistem Muskulus Skeletal (Pendidikan Ahli Madya Keperawatan Banjarbaru). Disusun oleh Agus Rahmadi.A,Kep. Banjarbaru, 1993. Lukman,nurna ningsih.ASUHAN KEPERAWATAN dengan GANGGUAN SISTEEM MUSKULUSKELETAL.Salemba Medika.Jakarta:2009 Diseases (Penyakit) Dr.Robert B. Copper. Editor Dr. drh Mangku Sitepu. Buku edisi pertama. Grasindo. Gramedia Jakarta. 1996. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Editor Arif Mansyur, dkk. Media Aesculapius. FKUI. Jakarta. 2000. Standar Keperawatan pasien. Edisi V. Susan Martin, Tucher. EGC. Jakarta 1992. De jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 2. Jakarta: EGC, 2003.

A. LATAR BELAKANG Osteomielitis atau infeksi tulang merupakan masalah khusus dalam diagnosa dan terapi infeksi. Dalam 10 tahun ini minat untuk menyelidiki osteomielitis berhasil membuka pandangan baru dalam patogenesis, diagnosis dan terapinya. Beberapa faktor telah membantu menambah pengertian kita akan osteomielitis. Pengembangan model binatang yang memadai telah mengurangi banyak variabel tak terkontrol pada penyakit pada manusia. Teknik yang lebih seperti radionuclide imaging telah memperbaiki kecermatan

diagnosis kita dan teknik ortopedi yang lebih baru serta penggunaan regimen antibiotika profilaksis telah mengecilkan resiko infeksi dan menambah kemungkinan penyembuhan tulang pada daerah yang terinfeksi.(http:/www.kalbe.co.id/files/cdk/files/og osteomielitis 023.pdf/09 osteomielitis 023.html) Diagnosis dini osteomielitis sangat sulit pada pasien dengan nyeri ekstremitas dan riwayat cidera, yang nyerinya cenderung dikaitkan dengan trauma tersebut. Riwayat cedera umumnya terdapat pada pasien osteomielitis. Pada salah satu penelitian 35% pasien pernah mengalami trauma pada tulang yang terkena osteomielitis. Riwayat trauma sebelumnya dapat terjadi kebetulan dan tidak berhubungan. Tetapi sekarang sudah diketahui bahwa trauma dapat menjadi faktor penyebab terjadinya osteomielitis.(http://www.tempo.co.id/medika/arsip/112002/sar-1.htm) Beberapa tahun belakangan ini, insiden osteomielitis telah menurun, mungkin disebabkan oleh perbaikan kesehatan umum dan perbaikan fasilitas medik. Sekali menderita penyakit ini, sulit untuk memberantasnya. Penyakit ini sulit diobati karena dapat terbentuk abses lokal. Abses tulang biasanya memiliki pendarahan yang sangat kurang, dengan demikian penyampaian sel sel imun dan antibiotik terbatas.(Elizabeth J. Corwin, 2001, hal. 301) Berdasarkan data dari rekam medik BPRSUD Kraton Kabupaten Pekalongan selama tahun 2005 di bulan Januari-Desember kasus Osteomielitis sebanyak tiga pasien dan pada tahun 2006 dari bulan Januari-Desember kasus Osteomielitis sebanyak empat pasien. Jadi, selama kurun waktu dua tahun jumlah penderita osteomilitis sebanyak tujuh pasien. Melihat fenomena tersebut, maka penulis tertarik untuk mengambil kasus asuhan keperawatan osteomielitis. B. Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup Dalam menyusun karya tulis ilmiah , penulis merumuskan masalah tentang : Bagaimanakah asuhan keperawatan osteomielitis pada Sdr. M di ruang Wijaya Kusuma BPRSUD Kraton Kabupaten Pekalongan ? Dengan ruang lingkup asuhan keperawatan osteomielitis pada Sdr. M di ruang Wijaya Kusuma BPRSUD Kraton Kabupaten Pekalongan dari tanggal 2-3 Juli 2007. C. Tujuan 1. Tujuan Umum Penerapan asuhan keperawatan pada pasien osteomielitis secara komprehensif. 2. Tujuan Khusus a. Dapat melakukan pengkajian pada pasien dengan osteomielitis. b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan kasus osteomielitis. c. Dapat membuat perencanaan yang meliputi rencana tujuan dan rencana tindakan pada pasien dengan kasus osteomielitis. d. Melakukan implementasi sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. e. Melakukan evaluasi dan melihat respon pasien dengan kasus osteomielitis. f. Sistematika Penulisan karya tulis ilmiah Dalam penyusunan karya tulis ilmiah, penulis membuat sistematika sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan, yang terdiri dari : latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan. Bab II : Konsep dasar, yang terdiri dari : pengertian, klasifikasi, etiologi, faktor predisposisi, manifestasi klinik, patofisiologi, pathway keperawatan, pemeriksaan penunjang dan fokus keperawatan. Bab III : Resume keperawatan, yang terdiri dari : pengkajian, analisa data, prioritas diagnosa keperawatan yang muncul, rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi. Bab IV : Pembahasan, berisi pembahasan yang muncul dalam proses keperawatan serta kesenjangan antara tinjauan kasus dan konsep dasar serta mencari alternatif pemecahan masalah. Bab V : Implikasi keperawatan, berisi kesimpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Osteomielitis adalah infeksi pada sumsum tulang yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus atau proses spesifik (M. Tuberculosa, jamur) (Mansjoer, 2000, hal 358). Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran infeksi dari darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih sering, setelah kontaminasi fraktur terbuka atau reduksi (osteomielitis eksogen) (Elizabet J. Coroin, 2001, hal 301). Osteomielitis adalah infeksi pada tulang yang biasanya menyerang metafisis tulang panjang (FKUI Jakarta, 1996, hal 131). Osteomielitis adalah radang sumsum tulang (Ramali, 2002, hal 244). B. KLASIFIKASI Pembagian osteomielitis yang lazim menurut Arif Mansjoer (2000, hal 358) :
1. 2.

Osteomielitis primer, yang disebabkan penyebaran secara hematogen dari fokus lain, osteomielitis primer dapat dibagi menjadi osteomielitis akut dan kronik. Osteomielitis sekunder atau osteomielitis perkontinuitanum yang disebabkan penyebaran kuman dari sekitarnya, seperti bisul dan luka.

Menurut Sjamsuhidajat (1997, hal 1.221-1.222) osteomilitis dibagi menjadi dua, antara lain: 1. Osteomielitis akut Infeksi tulang panjang yang disebabkan oleh infeksi lokal atau trauma tulang. 2. Osteomielitis kronis Osteomilitis akut yang tidak diterapi secara adekuat. C. ETIOLOGI Organisme penyebab umum menurut Sachdeva (1996, hal 92) :
1. 2. 3. 4.

Staphylococcus aureus Streptococcus pyogenes Pneumococcus Escherichia coli

D. FAKTOR PREDISPOSISI Faktor predisposisi menurut Sachdeva (1996, hal 92) :

1. Umur Umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak. 2. Jenis kelamin Lebih sering pada laki-laki daripada wanita. 3. Lokasi Cenderung mengenai metafisis tulang panjang. 4. Fokus septik yang ada di dalam tubuh Bisul, furunkel, infeksi telinga, tonsilitis, dan lain-lain. 5. Higiene yang buruk. 6. Penyakit yang melemahkan. 7. Fraktur terbuka. E. Manifestasi Klinik menurut Sachdeva (1996, hal 93) gejala penyakit yang paling umum ialah rasa nyeri yang perlahan-lahan meningkat, keparahannya sehingga menderita demam dan toksik dalam waktu 48 jam. Tanda fisik yang penting ialah nyeri tekan lokal dekat metafisis. Menurut Elizabet J Corwin (2001, hal 301) : gejala gejala osteomielitis hematogen antara lain adalah demam, menggigil dan keengganan menggerakkan anggota badan yang sakit. Pada orang dewasa, gejala mungkin samar dan berupa demam, lemah dan malaise. Infeksi saluran nafas, saluran kemih, telinga atau kulit sering mendahului osteomielitis hematogen. Osteomielitis eksogen biasanya disertai tanda-tanda cedera dan peradangan ditempat nyeri. Terjadi demam dan pembesaran kelenjar getah bening regional. Menurut M.A. Handerson (1997 : 213/215) gejala pada osteomilitis akut yaitu nyeri tekan akut pada daerah tulang yang sakit, nyeri bila bagian yang sakit digerakkan. Tanda fisiknya yaitu pembengkakan dan kemerahan, pyrexia, panas tinggi. Sedangkan pada osteomilitis kronik gejalanya yaitu nyeri pada tulang yang kumat-kumatan selama suatu jangka waktu yang panjang. Tanda fisiknya pada pemeriksaan sinar memperlihatkan adanya kavitasi. F. PATOFISIOLOGI Faktor-faktor yang berperan dalam menimbulkan penyakit yaitu virulensi organisme dan kerentanan hospes dengan status imun yang rendah. Penyakit ini lebih terbatas pada metafisis tulang karena pembuluh darah cenderung melingkari metafisis sehingga memungkinkan emboli terinfeksi menyangkut di daerah itu dan lapisan epifisis dapat mencegah penyebaran infeksi ke sendi sehingga infeksi terkoalisir di metafisis. Itulah sebabnya mengapa infeksi terjadi pada lapisan metafisis tulang yang mengalami pertumbuhan pada anak-anak. Tetapi pada orang dewasa terjadi di diafisis.. Emboli yang terinfeksi menyangkut di dalam pembuluh darah, menyebabkan trombosis sehingga mengakibatkan nekrosis avaskuler pada bagian korteks tulang. Respons peradangan terhadap infeksi mengakibatkan suhu tubuh meningkat dan terjadi oedem dan mengakibatkan terangkatnya periosteum dari tulang sehingga memutuskan lebih banyak suplai darah. Pengangkatan periosteum ini menimbulkan nyeri hebat, apalagi dengan adanya tegangan eksudat dibawahnya, infeksi dapat pecah ke subperiosteal kemudian menembus subkutis dan menyebar menjadi selulitis atau menjalar melalui rongga subperiosteal ke diafisis. Infeksi juga dapat pecah ke bagian tulang diafisis melalui kanalis medularis, penjalaran subperiosteal ke arah diafisis akan memasuki pembuluh darah yang ke diafisis sehingga menyebabkan nekrosis tulang. Tulang yang mengalami nekrosis dikenal sebagai sekuestrum. Tulang dimana periosteum terangkat melapisi tulang yang mati dikenal dengan involukrum. Pus mencari jalan keluar dari lapisan tulang baru melalui serangkaian lubang yang dikenal dengan kloaka (Sachdeva, 1996, hal 92 dan Sjamsuhidayat, 1997,1221).. A. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Laboratorium

Pada fase akut ditemukan CRP (protein C-Reaktif) yang meninggi, Laju Endap Darah (LED) meninggi dan leukositosis. 2. Pemeriksaan Radiologik Pada fase akut gambaran radiologik tidak menunjukkan kelainan pada fase kronik ditemukan suatu involukrum dan sekuester. B. FOKUS KEPERAWATAN
1.

Pengkajian

Pengkajian menurut Susan Martin Tucker (1998, hal 429) Observasi/temuan : Data subyektif : Nyeri meningkat dengan adanya gerakan. Kelemahan. Sakit kepala. Data obyektif : Kemerahan dan pembengkakan pada sendi yang terkena, Menggigil. Peningkatan suhu tubuh yang cepat. Spasme otot di sekitar sendi sakit. Takikardia. Gelisah. Mudah tersinggung.
2.

Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri dan bengkak sendi (Tucker, S.M., 1998, hal 430). Kriteria hasil : 1) Penggunaan mobilitas dan persendian meningkat. 2) Keikutsertaan dalam perawatan diri sendiri meningkat. 3) Edema berkurang. Intervensi : 1) Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik atau rekreasi. Rasional : Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri atau harga diri dan membantu menurunkan isolasi sosial. 2) Instruksikan pasien untuk bantu dalam rentang gerak pasif atau aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tak sakit. Rasional : Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan kontrol pasien dalam situasi dan meningkatkan kesehatan diri langsung. 3) Berikan atau bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat, sesegera mungkin. Rasional : Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring (contoh Flebitis) dan meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ. 4) Awasi TD dengan melakukan aktivitas. Rasional : Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai tirah baring lama dan dapat memerlukan intervensi khusus (contoh kemiringan meja dengan peninggian secara bertahap sampai posisi tegak). 5) Berikan diet tinggi protein, karbohidrat, vitamin dan mineral. Rasional : Adanya cedera muskuloskeletal, nutrisi yang diperlukan untuk penyembuhan berkurang dengan cepat. b. Potensial terhadap infeksi yang berhubungan dengan kemajuan invasi bakteri (Tucker, S.M., 1998, hal 430). Kriteria hasil :

1) Menunjukkan tanda vital yang stabil. 2) Luka iritasi sembuh tanpa menunjukkan adanya bukti-bukti terjadinya infeksi. Intervensi : 1) Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas. Rasional : Tanda kemerahan, bengkak dan adanya pus mengindikasikan terjadi infeksi. 2) Kaji kulit, perhatikan keluhan peningkatan nyeri atau rasa terbakar atau adanya edema, eritema, drainase atau bau tak enak. Rasional : Dapat mengindikasikan timbulnya infeksi lokal atau nekrosis jaringan yang dapat menimbulkan osteomielitis. 3) Berikan perawatan luka dengan steril sesuai protokol. Rasional : Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi. 4) Observasi terhadap adanya luka-luka pada kulit. Rasional : Tanda perkiraan infeksi gas gangren. 5) Berikan diet tinggi kalori tinggi protein dan vitamin. Rasional : Untuk meningkatkan proses penyembuhan. 6) Berikan antibiotik. Rasional : Mungkin diberikan secara profilaktik atau meneurunkan jumlah organisme untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya. c. Nyeri yang berhubungan dengan distensi jaringan oleh akumulasi cairan / proses inflamasi. (Doengoes, 2000, hal. 861). Kriteria hasil : 1) Melaporkan bahwa nyeri hilang / terkontrol. 1) Menunjukkan lebih nyaman dan rileks. 2) Waktu istirahat dan aktivitas seimbang. Intervensi : 1) Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri. Rasional : Untuk dapat mengidentifikasi rasa nyeri dan ketidaknyamanan yang dapat berguna dalam penanganan medik dan intervensi keperawatan. 2) Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena. Rasional : Meningkatkan aliran balik vena menurunkan edema dan menurunkan nyeri. 3) Jelaskan prosedur sebelum memulai tindakan keperawatan. Rasional : Memungkinkan pasien untuk siap secara mental untuk aktivitas juga berpartisipasi dalam mengontrol ketidaknyamanan. 4) Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif atau aktif. Rasional : Mempertahankan kekuatan atau mobilitas otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan yang cedera. 5) Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh perubahan posisi. Rasional : Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot. 6) Dorong menggunakan tehnik manajemen stress, latihan nafas dalam. Rasional : Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan dapat meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri, yang mungkin menetapkan untuk periode lebih lama. 7) Berikan obat sesuai indikasi : narkotik dan analgesik non narkotik. Rasional : Diberikan untuk menurunkan nyeri dan atau spasme otot. d. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi tulang (Carpenito, 2000,hal 540). Kriteria hasil : Suhu dalam batas normal (36C 37,5C). Intervensi : 1) Pantau suhu pasien (derajat dan pola), perhatikan menggigil atau diaforesis. Rasional : Peningkatan suhu di atas normal mengidentifikasikan terjadinya suatu proses infeksi. 2) Berikan kompres hangat, hindari penggunaan alkohol. Rasional : Dapat membantu menurunkan demam. Catatan : penggunaan air es atau alkohol mungkin menyebabkan kedinginan, peningkatan suhu secara aktual, selain itu dapat mengeringkan kulit. 3) Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi.

Rasional

: Suhu ruangan atau jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal. 4) Berikan anti piretik, misalnya ASA (aspirin), acetaminofen (Tylenol). Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme, dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi. e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan interupsi mekanis pada kulit / jaringan, perubahan sirkulasi. (Doengoes, 2000, hal. 917). Kriteria hasil : 1) Menunjukkan perilaku atau teknik untuk mencegah kerusakan kulit atau memudahkan menyembuhkan luka sesuai indikasi. 2) Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu atau penyembuhan usai terjadi. Intervensi : 1) Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, pendarahan, perubahan warna. Rasional : Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin disebabkan oleh alat atau pemasangan gips atau bebat atau traksi atau pembentukan edema yang membutuhkan intervensi medik lanjut. 2) Kaji posisi dengan sering. Rasional : Mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimalkan resiko kerusakan kulit. 3) Lakukan perawatan kulit dengan cairan antiseptik. Rasional : Mencegah kerusakan jaringan dan infeksi oleh kontaminasi. 4) Letakkan bantalan pelindung dibawah kaki dan diatas tonjolan tulang. Rasional : Meminimalkan tekanan pada area ini. f. Kurang pengetahuan tentang kondisi atau prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi (Tucker, S.M., 1998, hal 431). Kriteria Hasil : 1) Menyatakan kondisi, prognosis dan pengobatan. 2) Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan akan tindakan. Intervensi : 1) Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang. Rasional : Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi. 2) Buat daftar aktivitas dimana pasien dapat melakukan secara mandiri. Rasional : Penyusunan aktivitas sekitar kebutuhan dan yang memerlukan bantuan.

3) Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi kaku. : Mencegah kekakuan sendi, kontraktur dan kelelahan otot, meningkatkan kembalinya aktivitas sehari-hari secara dini. 4) Kaji ulang perawatan pen atau luka yang tepat. Rasional : Menurunkan resiko trauma tulang atau jaringan dan infeksi yang dapat berlanjut menjadi osteomielitis. 5) Diskusikan perlunya keseimbangan kesehatan, nutrisi dan pemasukan cairan yang adekuat. Rasional : Memberikan nutrisi optimal dan mempertahankan volume sirkulasi untuk meningkatkan regenerasi jaringan atau proses penyembuhan. 6) Tekankan perlunya nutrisi yang baik ; meningkatkan diit tinggi kalori tinggi protein (TKTP) dan vitamin C. Rasional : Meningkatkan penyembuhan dan mencegah komplikasi,emngurangi kerusakan jaringan tubuh. Rasional

Meliputi nama Kx umur, alamat, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan, tanggal MRS dan Dx Medis. b.Keluhan Utama.Biasanya klien merasa nyari tulang pada sendi / linu, badan panas, nyeritekan, bengkak dan kemerahan.c . R i w a y a t K e s e h a t a n . Riwayat Kesehatan Sekarang.Bagai mana serangan / gejala itu timbul, lokasi, kwalitas, dan faktor yang mempengaruhi dan memperberat keluhan sehingga dibawa keRS. Riwayat Kesehatan Dahulu.Kx pernah sakit seperti yang dirasakan sekarang atau ada penyakitk e t u r u n a n a t a u l a i n n y a y a n g b i s a m e m p e n g a r u h i p r o s e s penyembuhan Kx. Riwayat Kesehatan Keluarga.Gambaran mengenai kesehatan keluarga,apa mungkin ada yangmenderita penyakit yang dapat menular ataupun herediter.d . P o l a - p o l a K e s e h a t a n . 1.Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.Terjadi perubahan dan penatalaksanaan dan pemeliharaan kesehatansehingga dapat menimbulkan perawtan diri.2 . P o l a n u t r i s i d a n m e t a b o l i s m e . Terjadi perubahan dengan adanya nafsu makan menurun.3 . P o l a a k t i v i t a s d a n l a t i h a n . Kx biasanya tidak dapat menggerakkan anggota badannya yangsakit, linu sehingga aktifitasnya dibantu.4 . P o l a e l i m i n a s i . Pada fungsi ini tidak mengalami gangguan.5 . P o l a t i d u r d a n i s t i r a h a t . Terjadi perubahan yang mungkin disebabkan panas tinggik, sakitlinu, serta rasa cemasa yang menderitanya. 6.Pola persepsi sensori dan kongnitif.B i a s a n y a t i d a k a d a g a n g g u a n d a l a m b e r f i k i r , p e n d e n g a r a n , pengelihatan, perabaan, penciuman dan pengecapan.7 . P o l a p e r s e p s i d i r i . K x m e r a s a d i r i n ya t i d a k b e r d a ya d a n t i d a k b i s a m e n j a l a n k a n tugasnya sehari-hari.8 . P o l a h u b u n g a n d a n p e r a n . Kx kadang menarik dari lingkungannya karena menganggap dirinyatidak berarti dan tidak bisa berbuat apaapa.9 . P o l a p r o d u k s i d a n s e x u a l . Tidak terjadi masalah.10.Pola penanggulangan stress.Cara Kx mengatasi masalahnya.11.Pola tata nilai dan kepercayaan.Kx tidak bisa menjelaskan ibadannya seperti apa.e . P e m e r i k s a a n F i s i k . Keadaan Umum.B a d a n p a n a s K x m e r a s a n ya r i / l i n u p a d a t u l a n g d e k a t s e n d i , bengka k, kemerahan nyeri tekan. Sisten Respirasi.Pada sistem terjadi peningkatan karena adanya kecemasan. Sistem Kuardiofaskuler.Sistem tidak mengalami gangguan. Sistem Gastrointestinal.Pada sistem ini terjadi penurunan mafsu kanan. Sistem Persyaratan.Pada sistem akan mengalami gangguan bila terjadi penyebaran. Genitourenaria Ini. pada sistem ini tidak mengalami gangguanf . P e m e r i k s a a n P e n u n j a n g . 1 . L a b . 2 . L e u k o s itosis

3 . K u l t u r D a r a h 5 0 % ( + ) 4 . P e m e r i k s a a n R a d i o L o g i g 5.Sekuester Dan Inro Lukrum. I I . D i a g n o s a . gangguan rasa nyaman (peningkatan suhu tubuh) berhubungaan denganinfeksi. gangguan rasa nyaman (nyeri / linu ) berhubungaan dengan proses penyakitnya dengan infeksi. Kecemasan berhubungaan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan peradangan. Resiko terjadi perluasan infeksi berhubungan dengan infeksi tulang.III.Perencanaan.D i a g n o s a k e p e r a w a t a n k e c e m a s a n b e r h u b u n g a n d e n g a n k u r a n g n n ya penyakitnya.TujuanKH::Cemas kan hilang dalam waktu 1 x 24 jam. Kx tenang dan rileks. Ekspresi wajah cemas tidak terlihat lagiRencana Tindakan :1.Lakukan pendekatan terabiotik dengan klien dan keluarganya.R / Agar timbul rasa saling percaya.2.Kaji prilaku verbal dan non verbal untuk tanda dan gejala kecemasan.R / Untuk mengetahui tingkat kecemasan pada klien.3.Berikan pengertian dan penjelasan tentang penya kitnya.R / Untuk menghilangkan kecemasan akibat ketidak tahuannya terhadap penyakit yang diderita.4 . B a n t u k l i e n m e n g i d e n t i f i k a s i p r i l a k u ( b a n t u d e n g a n p o s i s i ya n g n ya m a n atau sokong dengan bantal / gulungan serta ajarkan teknik relaksasi dan distraksi).R / Untuk menurunkan ansientas dan ketegangan otot.

mulai dengan tungkai yang tak sakitberikan papa n k a k i , b e b a t pergelangan,4 . B a n t u d a l a m m o b i l i s a s i d e n g a n k u r s i roda5 . A w a s i t e k a n a n d a r a h s a a t m e l a k u k a n mobilisasi. Perhatikan keluhan pusing6 . U b a h p o s i si s e c a r a p e r i o di c d a n d o r o n g untuk latihan nafas dalam7 . A u s k u l t a s i b i s i n g u s u s . A w a s i kebiasaan eliminasi4 . M o bi l i s a s i d i n i m e n u r u n k a n ko m p l i k a s i tirah baring5 . M e n d e t e k s i d i n i k em u n gk i n a n hi p o t e n si postural6 . M e n c e g a h k o m p l i k a s i k u l i t 7 . T i r a h b a r i n g , p e n g g u n a a n a n l g e t i k dapat memperlambat p e r i s t a l t i c d a n menghasilkan konstipasi. Diagnosa keperawatan 4 Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.Tujuan :Orang tua klien dapat mengetahui proses penyakit yang dialami klienKH :- O r a n g t u a k l i e n d a p a t m e m a h a m i t en t a n g k o n d i s i , p r o gn o s i s , d a n p e n go b a t a n intervensi rasional1 . K a j i u l a n g t i n g k a t p e n g e t a h u a n o r a n g tua klien2 . J e l a s k a n t e n t a n g p r o s e s p e n y a k i t , prognosis dan tindakan pengobatanyang akan di berikan pada An. B3 . D o r o n g o r a n g t u a k l i e n u n t u k a k t i f t e r l i b a t d a l a m p r o s e d u r ya n g a k a n d i berikan kepada An. B1 . D e n g a n m e n g e t a h u i d e r a j a t pengetahuan klien , perawat dapatmengetahui hal hal apa saja yang

perlud i j e l a s k a n s e s u a i d e n g a n t i n g k a t pemahaman yang di miliki.2 . P e n g e t a h u a n y a n g a d e k u a t t e n t a n g penyakit dapat menur unkan ansietasdan membantu keberhasilan pengobatan3 . K e t e r l i b a t a n o r a n g t u a d a p a t m e n u r u n k a n a n s i e t a s a n a k d a n membuat anak kooperatif.

Diagnosa keperawatan 5 Resiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengananoreksia sekunder akibat proses infeksi.Tujuan :K e b u t u h a n n ut r i s i kl i e n t e r p e n u hi s e c a r a a d e k u a t KH :- N a f s u m a k a n A n . B b a i k - M u a l m u n t a h h i l a n g -Tanda t a n d a m a l n u t r i s i t i d a k m u n c u l intervensi rasional1 . K a j i f r e k u e n s i m a k a n k l i e n 2.Berikan makanan sedikit t a p i s e r i n g 3 . H i n d a r i m a k a n a n y a n g m e n g a n d u n g bau menyengat4 . A n j u r k a n k l i e n m a k a n d e n g a n m e n g k o m b i n a s i k a n d e n g a n t e r a p i bermain.1 . U n t u k m e n g e t a h u i t i n g k a t k e p a r a h a n anoreksia2 . M a k a n a n s e d i k i t t a p i s e r i n g d a p a t m e n g

u r a n gi k o n t r a k s i l a m b u n g ya n g berlebih hingga merangsang muntah3 . B a u m e n ye n ga t d a p a t m e r a n gs a n g m u a l dan muntah4 . T e r a p i b e r m a i n d a p a t m e m b u a t a n a k antusias terhadap makananSumber :Buku keperawatan pediatric????? Dapus lum ada

Meliputi nama Kx umur, alamat, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan, tanggal MRS dan Dx Medis. b.Keluhan Utama.Biasanya klien merasa nyari tulang pada sendi / linu, badan panas, nyeritekan, bengkak dan kemerahan.c . R i w a y a t K e s e h a t a n . Riwayat Kesehatan Sekarang.Bagai mana serangan / gejala itu timbul, lokasi, kwalitas, dan faktor yang mempengaruhi dan memperberat keluhan sehingga dibawa keRS. Riwayat Kesehatan Dahulu.Kx pernah sakit seperti yang dirasakan sekarang atau ada penyakitk e t u r u n a n a t a u l a i n n y a y a n g b i s a m e m p e n g a r u h i p r o s e s penyembuhan Kx. Riwayat Kesehatan Keluarga.Gambaran mengenai kesehatan keluarga,apa mungkin ada yangmenderita penyakit yang dapat menular ataupun herediter.d . P o l a - p o l a K e s e h a t a n . 1.Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.Terjadi perubahan dan penatalaksanaan dan pemeliharaan kesehatansehingga dapat menimbulkan perawtan diri.2 .P o l a n ut r i si d a n m et a b o l i s m e . Terjadi perubahan dengan adanya nafsu makan menurun.3. P ol a a k t i v i t a s d a n l a t i h a n . Kx biasanya tidak dapat menggerakkan anggota badannya yangsakit, linu sehingga aktifitasnya dibantu.4 . P o l a e l i m i n a s i . Pada fungsi ini tidak mengalami gangguan.5 . P o l a t i d u r d a n i s t i r a h a t . Terjadi perubahan yang mungkin disebabkan panas tinggik, sakitlinu, serta rasa cemasa yang menderitanya. 6.Pola persepsi sensori dan kongnitif.B i a s a n y a t i d a k a d a g a n g g u a n d a l a m b e r f i k i r , p e n d e n g a r a n , pengelihatan, perabaan, penciuman dan pengecapan.7 . P o l a p e r s e p s i d i r i . K x m e r a s a d i r i n ya t i d a k b e r d a ya d a n t

i d a k b i s a m e n j a l a n ka n tugasnya sehari-hari.8 . P o l a h u b u n ga n d a n pe r a n . Kx kadang menarik dari lingkungannya karena menganggap dirinyatidak berarti dan tidak bisa berbuat apaapa.9 .P o l a p r od u k si d a n s e x u a l . Tidak terjadi masalah.10.Pola penanggulangan stress.Cara Kx mengatasi masalahnya.11.Pola tata nilai dan kepercayaan.Kx tidak bisa menjelaskan ibadannya seperti apa.e . P e m e r i k s a a n F i s i k . Keadaan Umum.B a d a n p a n a s Kx m e r a s a n ya r i / l i nu p a d a t u l a n g d e k a t s e n d i , bengkak, kemerahan nyeri tekan. Sisten Respirasi.Pada sistem terjadi peningkatan karena adanya kecemasan. Sistem Kuardiofaskuler.Sistem tidak mengalami gangguan. Sistem Gastrointestinal.Pada sistem ini terjadi penurunan mafsu kanan. Sistem Persyaratan.Pada sistem akan mengalami gangguan bila terjadi penyebaran. Genitourenaria Ini. pada sistem ini tidak mengalami gangguanf . P e m e r i k s a a n P e n u n j a n g . 1 . L a b . 2 . L e u k o s i t osis 3 . K u l t u r D a r a h 5 0 % ( + ) 4 . P e m e r i k s a a n R a d i o L o g i g 5.Sekuester D a n In r o Lu k r u m . I I . D i a g n o s a . gangguan rasa nyaman (peningkatan suhu tubuh) berhubungaan denganinfeksi. gangguan rasa nyaman (nyeri / linu ) berhubungaan dengan proses penyakitnya dengan infeksi. Kecemasan berhubungaan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan peradangan. Resiko terjadi perluasan infeksi berhubungan dengan infeksi tulang.III.Perencanaan.D i a gn o s a k e p e r a w a t a n k e c e m a s a n b e r h u b u n ga n d e n ga n k u r a n gn n ya penyakitnya.TujuanKH::Cemas kan hilang dalam waktu 1 x 24 jam. Kx tenang dan rileks. Ekspresi wajah cemas tidak terlihat lagiRencana Tindakan :1.Lakukan pendekatan terabiotik dengan klien dan keluarganya.R / Agar timbul rasa saling percaya.2.Kaji prilaku verbal dan non verbal untuk tanda dan gejala kecemasan.R / Untuk mengetahui tingkat kecemasan pada klien.3.Berikan pengertian dan penjelasan tentang penyakitnya. R / Untuk menghilangkan kecemasan akibat ketidak tahuannya terhadap penyakit yang diderita.4 . B a n t u k l i e n m e n gi d e n t i f i ka s i p r i l a k u ( b a n t u de n ga n p o s i s i ya n g n ya m a n atau sokong dengan bantal / gulungan serta ajarkan teknik relaksasi dandistraksi).R / Untuk menurunkan ansientas dan ketegangan otot

BAB I Konsep Dasar


A. Definisi Osteomielitis adalah infeksi tulang yang biasanya disebabkan oleh bakteri, tetapi kadang-kadang disebabkan oleh jamur. Jika tulang terinfeksi, bagian dalam tulang yang lunak (sumsum tulang) sering membengkak. Karena pembengkakan jaringan ini menekan dinding sebelah luar tulang yang kaku, maka pembuluh darah di dalam sumsum bisa tertekan, menyebabkan berkurangnya aliran darah ke tulang. Tanpa pasokan darah yang memadai, bagian dari tulang bisa mati. Infeksi juga bisa menyebar keluar dari tulang dan membentuk abses (pengumpulan nanah) di jaringan lunak di sekitarnya, misalnya di otot. Infeksi jaringan tulang disebut sebagai osteomielitis, dan dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan dengan adanya awitan demam sistemik maupun manifestasi local yang berjalan dengan cepat. Osteomielitis kronik adalah akibat dari osteomielitis akut yang tidak ditangani dengan baik Osteomeilitis dapat diklasifikasikan menjadi 2 mCm Ykni :
1.

Osteomielitis Primer

Penyebarannya secara hematogen dimana mikroorganisme berasal dari focus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.
2.

Osteomielitis Sekunder (Osteomielitis Perkontinuitatum)

Terjadi akibat penyebaran kuman dari sekitarnya akibat dari bisul, luka fraktur dan sebagainya. B. Etiuologi 1. Staphylococcus aureus hemolitukus (koagulasi positif) sebanyak 90% dan jarang oleh streptococcus hemolitikus. 2. Haemophylus influenzae (50%) pada anak-anak dibawah umur 4 tahun. Organisme yang lain seperti : Bakteri colli, Salmonella thyposa dan sebagainya Tulang, yang biasanya terlindung dengan baik dari infeksi, bisa mengalami infeksi melalui 3 cara: 1. Aliran darah Aliran darah bisa membawa suatu infeksi dari bagian tubuh yang lain ke tulang. Infeksi biasanya terjadi di ujung tulang tungkai dan lengan (pada anak-anak) dan di tulang belakang (pada dewasa). Orang yang menjalani dialisa ginjal dan penyalahguna obat suntik ilegal, rentan terhadap infeksi tulang belakang (osteomielitis vertebral). Infeksi juga bisa terjadi jika sepotong logam telah ditempelkan pada tulang, seperti yang terjadi pada perbaikan panggul atau patah tulang lainnya. 2. Penyebaran langsung Organisme bisa memasuki tulang secara langsung melalui patah tulang terbuka, selama pembedahan tulang atau dari benda yang tercemar yang menembus tulang. Infeksi ada sendi buatan, biasanya didapat selama pembedahan dan bisa menyebar ke tulang di dekatnya. 3. Infeksi dari jaringan lunak di dekatnya. Infeksi pada jaringan lunak di sekitar tulang bisa menyebar ke tulang setelah beberapa hari atau minggu. Infeksi jaringan lunak bisa timbul di daerah yang mengalami kerusakan

karena cedera, terapi penyinaran atau kanker, atau ulkus di kulit yang disebabkan oleh jeleknya pasokan darah atau diabetes (kencing manis). Suatu infeksi pada sinus, rahang atau gigi, bisa menyebar ke tulang tengkorak. C. Patofisiologi Respon inisial infeksi odem dan peningkatan vaskulerisasi Setelah 2-3 hari terjadi trombosis pada pembuluh darah ISKEMIA dan NEKROSIS Infeksi berkembang kw kavitasi medularis dan kebawah periosteum menyebar ke jaringan lunak lainnya dan sendi Bila infeksi di kontrol lebih awal abses tulang akan mengakibatkan squestrum tidak dapat mencair terjadi involukrum dan mengelilingi squestrum osteomilitis kronis D. Tanda dan Gejala Gambaran klinis osteomielitis tergantung dari stadium patogenesis dari penyakit, dapat berkembang secara progresif atau cepat. Pada anak-anak, infeksi tulang yang didapat melalui aliran darah, menyebabkan demam dan kadang-kadang di kemudian hari, menyebabkan nyeri pada tulang yang terinfeksi. Daerah diatas tulang bisa mengalami luka dan membengkak, dan pergerakan akan menimbulkan nyeri. Infeksi tulang belakang biasanya timbul secara bertahap, menyebabkan nyeri punggung dan nyeri tumpul jika disentuh. Nyeri akan memburuk bila penderita bergerak dan tidak berkurang dengan istirahat, pemanasan atau minum obat pereda nyeri. Demam, yang merupakan tanda suatu infeksi, sering tidak terjadi. Infeksi tulang yang disebabkan oleh infeksi jaringan lunak di dekatnya atau yang berasal dari penyebaran langsung, menyebabkan nyeri dan pembengkakan di daerah diatas tulang, dan abses bisa terbentuk di jaringan sekitarnya. Infeksi ini tidak menyebabkan demam, dan pemeriksaan darah menunjukkan hasil yang normal. Penderita yang mengalami infeksi pada sendi buatan atau anggota gerak, biasanya memiliki nyeri yang menetap di daerah tersebut. Jika suatu infeksi tulang tidak berhasil diobati, bisa terjadi osteomielitis menahun (osteomielitis kronis).Kadang-kadang infeksi ini tidak terdeteksi selama bertahun-tahun dan tidak menimbulkan gejala selama beberapa bulan atau beberapa tahun. Osteomielitis menahun sering menyebabkan nyeri tulang, infeksi jaringan lunak diatas tulang yang berulang dan pengeluaran nanah yang menetap atau hilang timbul dari kulit. Pengeluaran nanah terjadi jika nanah dari tulang yang terinfeksi menembus permukaan kulit dan suatu saluran (saluran sinus) terbentuk dari tulang menuju kulit. E. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan darah Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endapan darah. Pemeriksaan titer antibodi anti staphylococcus Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas. Pemeriksaan feses Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri Salmonella. Pemeriksaan Biopsi tulang. Pemeriksaan ultra sound Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi. Pemeriksaan radiologis

1. 2.

3.

4. 5. 6.

Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik, setelah dua minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus. F. Prinsip penatalaksanaan Istirahat dan pemberian analgetik untuk menghilangkan nyeri Pemberian cairan intra vena dan kalau perlu tranfusi darah Istirahat local dengan bidai atau traksi Pemberian antibiotika secepatnya sesuai penyebab Drainase bedah

1. 2. 3. 4. 5.

BAB II Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a) Riwayat keperawatan Dalam hal ini perawat menanyakan faktor-faktor resiko sehubungan dengan osteomielitisHalhal yang dikaji meliputi umur, pernah tidaknya trauma, luka terbuka, tindakan operasi khususnya operasi tulang, dan terapi radiasi.Faktor-faktor tersebut adalah sumber potensial terjadinya infeksi. b) Pemeriksaan fisik Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila dipalpasi. Bisa juga terdapat eritema atau kemerahan dan panas. Efek sistemik menunjukkan adanya demam biasanya diatas 380, takhikardi, irritable, lemah bengkak, nyeri, maupun eritema. c) Riwayat psikososial Pasien seringkali merasa ketakutan, khawatir infeksinya tidak dapat sembuh, takut diamputasi. Biasanya pasien dirawat lama di rumah sakit sehingga perawat perlu mengfkaji perubahan-perubahan kehidupan khususnya hubungannya dengan keluarga, pekerjaan atau sekolah. d) Pemeriksaan diagnostik Hasil laboratorium menunjukan adanya leukositosis dan laju endap darah meningkat. 50% pasien yang mengalami infeksi hematogen secara dini adanya osteomielitis maka dilakukan scanning tulang. Selain itu dapat pula dengan biopsi tulang atau MRI 2. Duiagnosa Keperawatan 1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan 2. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan menahan beban berat badan. 3. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi 4. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit dan pengobatan. 5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman 6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn dalam bergerak 7. Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang 3. Perencanaan Keperawatan DP.1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan Tujuan / Hasil Pasien : Mendemonstrasikan bebas dari nyeri dan Peningkatan rasa kenyamanan Kriteria Evaluasi :

Tidak terjadi nyeri,Napsu makan menjadi normal,ekspresi wajah rileks dan suhu tubuh normal Intervensi dan Rasionalisasi : No Intervensi Rasionalisasi Mandiri : Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri 1. Mengkaji karakteris- tik nyeri : sehingga dapat me- nentukan jenis lokasi, durasi, intensitas nyeri tindak annya dengan meng- gunakan skala nyeri (0Mencegah pergeseran tulang dan 10) penekanan pada jaring- an yang luka. 2. Mempertahankan immobilisasi Peningkatan vena return, menurunkan (back slab) edem, dan me- ngurangi nyeri 3. Untuk mengetahui penyimpangan Berikan sokongan (support) pada penyimpangan yang terjadi ektremitas yang luka Mengurangi rasa nyeri dan 4. memberikan rasa nyaman Amati perubahan suhu setiap 4 jam 5. Kompres air hangat Kolaborasi : Pemberian obat-obatan analgesik DP. 2. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan menahan beban berat badan. Tujuan / Hasil Pasien : Gangguan mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan Kriteria Hasil : Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin Mempertahankan posisi fungsional Meningkatkan / fungsi yang sakit Menunjukkna teknik mampu melakukan aktivitas Intervensi dan Rasionalisasi : No. Intervensi Rasionalisasi Mandiri : 1. 2. Pertahankan tirah baring posisi yang di programkan dalam Agar gangguan mobilitas fisik dapat berkurang Dapat meringankan masalah gangguan mobilitas fisik yang dialami klien Mengurangi rasa nyeri

6.

3. 4.

Tinggikan ekstremitas yang sakit, instruksikan klien / bantu dalam latihan rentang gerak pada ekstremitas yang sakit dan tak sakit Beri penyanggah pada ekstremitas yang sakit pada saat bergerak Jelaskan pandangan keterbatasan dalam aktivitas dan

Dapat meringankan masalah gangguan mobilitas yang dialami klien Agar klien tidak banyak melakukan gerakan yang dapat membahayakan Mengurangi terjadinya penyimpangan

5.

Berikan dorongan pada klien untuk melakukan AKS dalam lingkup keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan Ubah posisi secara periodik

penyimpangan yang dapat terjadi

Mengurangi gangguan mobilitas fisik

6.

Kolabortasi : Fisioterapi / aoakulasi terapi

Mengurangi gangguan mobilitas fisik

DP. 3. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi Tujuan / Hasil Pasien : Mendemonstrasikan bebas dari hipertermia Kriteria Evaluasi : Pasien tidak mengalami dehidrasi lebih lanjut, suhu tubuh normal, tidak mual, suhu tubuh normal Intervensi dan Rasionalisasi No Intervensi Rasionalisasi Mandiri : Pantau : Suhu tubuh setiap 2 jam Warna kulit TD, nadi dan pernapasan Hidrasi (turgor dan kelembapan kulit 2. Lepaskan pakaian yang berlebihan 1. Memberikan dasar untuk deteksi hati

3.

4.

Lakukan kompres dingin atau kantong es untuk menurunkan kenaikan suhu tubuh. Motivasi asupan cairan

Pakaian yang tidak berlebihan dapat mengurahi peningkatan suhu tubuh dan dapat memberikan rasa nyaman pada pasien Menurunkan panas melalui proses konduksi serta evaporasi, dan meningkatkan kenyaman pasien. Memperbaiki kehilangan cairan akibat perspirasi serta febris dan meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.

Kolaborasi : Beriakn obat antipiretik sesuai dengan anjuran DP, 4. Ansietas berhubungan dengan kurang pengobatan. Tujuan / Hasil Pasien : Mendemonstrasikan hilangnya ansietas dan program pengobatan Kriteria Evaluasi : Ekspresi wajah relaks 5. Antipiretik membantu peningkatan suhu tubuh mengontrol

pengetahuan tentang kondisi penyakit dan

memberikan informasi tentang proses penyakit,

Cemas dan rasa takut hilang atau berkurang Intervensi dan Rasionalisasi : No Intervensi Mandiri : 1. Jelaskan tujuan pengobatan pada pasien Kaji patologi masalah individu.

Rasionalisasi

Mengorientasi program pengobatan. Membantu menyadarkan klien untuk memperoleh kontrol Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberika pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik Berulangnya pneumotorak/hemotorak memerlukan intervensi medik untuk mencegah / menurunkan potensial komplikasi. Mempertahanan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.rapeutik.

2.

3.

4.

Kaji ulang tanda / gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat,contoh nyeri dada tiba-tiba, dispnea, distres pernapasan lanjut. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, istirahat. Kolaborasi : Gunakan obat dengan anjuran sedatif sesuai

5.

Banyak pasien yang membutuhkan obat penenang untuk mengontrol ansietasnya

DP. 5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman Tujuan / Hasil Pasien : Pola tidur kembali normal Kriteria Evaluasi : Jumlah jam tidur tidak terganggu, insomnia berkurang, adanya kepuasan tidur, pasien menunjukkan kesejahteraan fisik dan psikologi Intervensi dan Rasionalisasi : No Intervensi Rasionalisasi Mandiri : 1. Tentukan kebiasaan tidur yang biasanya dan perubahan yang terjadi Berikan tempat tidur yang nyaman dan beberapa milik pribadi, misalnya ; bantal dan guling Buat rutinitas tidur baru yang dimasukkan dalam pola lama dan lingkungan baru Mengkaji perlunya mengidentifikasi intervensi tepat dan yang

2.

Meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan fisiologis/ psikologis Bila rutinitas baru mengandung aspek sebanyak kebiasaan lama, stres dan ansietas dapat berkurang

3.

4.

Cocokkan dengan teman sekamar yang mempunyai pola tidur serupa dan kebutuhan malam hari 5. Dorong beberapa aktifitas fisik pada siang hari, jamin pasien berhenti beraktifitas beberapa jam sebelum tidur Instruksikan tindakan relaksasi Kurangi kebisingan dan lampu Gunakan pagar tempat tidur sesuai indikasi, rendhkan tempat tidur bila mungkin Kolaborasi : Berikan indikasi sedatif, hipnotik sesuai

Menurunkan kemungkinan bahwa teman sekamar yang burung hantu dapat menunda pasien untuk terlelap atau menyebabkan terbangun Aktivitas siang hari dapat membantu pasien menggunakan energi dan siap untuk tidur malam hari Membantu menginduksi tidur Memberikan situasi kondusif untuk tidur Pagar tempat tidur memberikan keamanan dan dapat digunakan untuk membantu merubah posisi Mungkin diberikan untuk membantu pasien tidur atau istirahat selama periode transisi dari rumah ke lingkungan baru

6. 7. 8.

9.

DP. 6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn dalam bergerak Tujuan / Hasil Pasien (kolaboratif) : Pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas. Kriteria Evaluasi : Menurunnya keluhan terhadap kelemahan, dan kelelahan dalam melakukan aktifitas, berkurangnya nyeri. Intervensi dan Rasionalisasi : No Intervensi Rasionalisasi Mandiri : 1. Jelaskan aktivitas dan faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan oksigen Anjurkan program hemat energi Buat jadwal aktifitas tingkatkan secara bertahap harian, Merokok, suhu ekstrim dan stre menyebabkan vasokonstruksi pembuluh garah dan peningkatan beban jantung Mencegah berlebihsn penggunaan energi

2. 3.

4.

Mempertahankan pernapasan lambat dengan tetap mempertahankan latihan fiisk yang memungkinkan peningkatan kemampuan otot bantu pernapasan Respon abdomen melipuit nadi, tekanan darah, dan pernapasan yang

Kaji respon beraktivitas

abdomen

setelah

5. 6.

Berikan kompres air hangat Beri waktu istirahat yang cukup

meningkat Kompres air hangat mengurangi rasa nyeri dapat

Meningkatkan daya tahan pasien, mencegah keletihan DP 7. Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang Tujuan / Hasil Pasien : Tidak terjadi pesiko perluasan infeksi yang dialami Kriteria Hasil: Mencapai waktu penyembuhan Intervensi dan rasionalisasi: No. Intervensi Rasionalisasi Mandiri: 1. Pertahankan system kateter steril; berikan perawatan kateter regular dengan sabun dan air, berikan salep antibiotic disekitar sisi kateter. Ambulasi dengan kantung drainase dependen. Mencegah pemasukan bakteri dari infeksi/ sepsis lanjut.

2.

. 4.

5.

Menghindari refleks balik urine, yang dapat memasukkan bakteri kedalam kandung kemih. Awasi tanda vital, perhatikan Pasien yang mengalami demam ringan, menggigil, nadi sistoskopi/ TUR prostate dan pernapasan cepat, gelisah, beresiko untuk syok bedah/ peka, disorientasi. septic sehubungan dengan manipulasi/ instrumentasi Observasi drainase dari luka,Adanya drain, insisi suprapubik sekitar kateter suprapubik. meningkatkan resiko untuk infeksi, yang diindikasikan dengan eritema, drainase purulen. Ganti balutan dengan sering Balutan basah menyebabkan (insisi supra/ retropublik dan kulit iritasi dan memberikan perineal), pembersihan dan media untuk pertumbuhan pengeringan kulit sepanjang bakteri, peningkatan resiko waktu infeksi luka.

6.

Gunakan pelindung kulit tipe Memberikan perlindungan ostomi untuk kulit sekitar, mencegah ekskoriasi dan menurunkan resiko infeksi. Kolaborasi: Berikan indikasi antibiotic sesuai Mungkin diberikan secara profilaktik sehubungan dengan peningkatan resiko infeksi pada

7.

prostatektomi.
Daftar Pustaka Purnawan Junadi, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke 2. Media Aeskulapius, FKUI 1982. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990. Doenges E Marilynn, 2000., Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta Kalim, Handono, 1996., Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Mansjoer, Arif, 2000., Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculaapius FKUI, Jakarta. Prince, Sylvia Anderson, 1999., Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit., Ed. 4, EGC, Jakarta. Internet : www.google.com stikep.blogspot.com www.scribd.com

Anda mungkin juga menyukai