Anda di halaman 1dari 22

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Anatomi dan fisiologi adalah modal untuk memahami fungsi, dan mengetahui keadaan patologi pada tenggorokan. Dengan memahami hal tersebut kita bisa lebih menegagkan diagnosis suatu penyakit ditambah dengan cara pemeriksaan yang baik dan benar. Dengan mengaitkan ilmu-ilmu dasar dengan disiplin ini pada akhirnya adalah untuk lebih memahami penatalaksanaan penyakit tenggorokkan.

1.2

Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum Setelah mempelajari Anatomi, fisiologi serta menjelaskan penyakit yang tersering didaerah tersebut. dan untuk menambah pengetahuan dokter muda sehingga mudah dalam menangani kasus yang ada. Selain itu berguna pula untuk teman sejawat yang membaca tinjauan pustaka ini sebagai acuan kita untuk mendiagnosis secara pasti. 1.2.2 Tujuan Khusus Dengan mempelajari laporan kasus ini, diharapkan dokter muda dapat: 1. Mengetahui anatomi pada tenggorokan 2. Mengetahui fisiologi pada tenggorokan 3. Mengetahui penyakit tonsilitis

1.3

Ruang Lingkup Dalam penulisan ini penulis membatasi ruang lingkup pembahasan hanya membahas anatomi dan fisiologi dan penyakit tonsilitis.

1.4

Sumber Datadata yang didapat dalam penulisan ini didapatkan dari kuliah Ilmu penyakit THT, Buku THT UI, BOIES, Buku ajar Ilmu Penyakit THT.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 ANATOMI Trakhea Trakhea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya. Dibentuk oleh cartilago & jaringan ikat Tepi caudal cartilago cricoidea (setinggi VC -6) tepi cranial V Th- 5 Trakhea berawal dibawah kartilago krikoid yang berbentuk cincin stempel dan meluas keanterior pada esophagus, turun kedalam thoraks dimana ia membelah menjadi dua bronkus utama pada karina. Td 20 cincin cartilago, bentuk huruf U, Kelenjar tiroid terletak diatas trakea disebelah depan dan lateral Ismus melintang trakea disebelah anterior, biasanya setinggi cincin trakea kedua hingga kelima Saraf laringeus rekurens terletak pada sulkus trakeosofagus.

Esophagus Berjalan dari cranial didepan fascia vertebralis, terletak di linea mediana dibelakang trachea. Pada saat trakhea bercabang menjadi bifurcatio trachea , esophagus berjalan agak kekiri, sehingga sedikit di sebelah kiri aorta, kemudian terus ke bawah menembus diaphragma melalui hiatus oesophagus ( setinggi V.Th. 10 ), bersama-sama n. vagus. Perdarahan esophagus Darah Arteria : a. r. esophagea a. thyroidea inferior untuk bagian atas b. r. esophagea aorta thoracalis untuk bagian tengah c. r. esphagea a. gastrica sinistra untuk bagian distal

TENGGOROKAN Tenggorokan bagian dari leher depan sampai kolumna vertebra. Terdiri dari faring dan laring. Bagian yang terpenting dari tenggorokan adalah epiglottis, ini menutup jika ada makanan dan minuman yang lewat dan akan menuju ke esophagus. KAVUM ORIS Batas anterior Posterior Inferior Superir : bibir : arkus anterior : dasar mulut : palatum mole dan paltum durum

Batas kavum oris dan orofaring disebut ismus fausium, yang dibatasi Lateral : lengkungan arkus anterior Inferior : pangkal lidah Medial : uvula, selalu menunjuk vertical kebawah Pada saat bicara aaa naik simetris kanan dan kiri FARING Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi vertebra servikalis ke-6. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus 3

orofaring, sedangkan dengan laring dibawah berhubungan melaui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan esofagus. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14 cm; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal. Unsur unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mucous blanket) dan otot. a. MUKOSA Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung pada letaknya. Pada nasofaring karena fungsinya untuk saluran respirasi, maka mukosanya bersilia, sedang epitelnya torak berlapis yang mengandung sel goblet. Di bagian bawahnya, yaitu orofaring dan laringofaring, karena fungsinya untuk saluran cerna, epitelnya gepeng berlapis dan tidak bersilia. Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang terletak dalam rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam sistem retikuloendotelial. Oleh karena itu faring dapat disebut juga daerah pertahanan tubuh terdepan.

b. PALUT LENDIR (MUCOUS BLANKET) Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernapasan yang diisap melalui hidung. Di bagian atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak diatas silia dan bergerak sesuai dengan arah gerak silia ke belakang. Palut lendir ini berfungsi untuk menangkap partikel kotoran yang terbawa oleh udara yang diisap. Palut lendir ini mengandung enzim Lyzozyme yang penting untuk proteksi.

C. OTOT Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang (longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari m.konstriktor faring superior, media dan inferior. Otot-otot ini terletak disebelah luar. Otot otot ini berbentuk kipas dengan tiap bagian bawahnya menutup sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Disebelah depan,

otot-otot ini bertemu satu sama lain dan dibelakang bertemu pada jaringan ikat yang disebut rafe faring (raphe pharyngis). Kerja otot konstriktor untuk mengecilkan lumen faring. Otot-otot ini dipersarafi oleh n.vagus (n.X). 4

Otot-otot yang longitudial adalah m.stilofaring dan m.palatofaring.Letak otot-otot ini sebelah dalam. M.stilofaring gunanya untuk melebarkan faring dan menarik laring, sedangkan m.palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan laring. Jadi kedua otot ini bekerja sebagai elevator. Kerja kedua otot itu penting pada waktu menelan. M.stilofaring dipersarafi oleh n.IX sedangkan m.palatofaring dipersarafi n. X. Pada palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu dalam

satu sarung fasia dari mukosa yaitu m. Levator veli palatini, m. Tensor veni palatini, m. Palatoglosus, m. Palatofaring dan m. Azigos uvula. M.levator veli palatini membentuk sebagian besar palatum mole dan kerjanya untuk menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba eustacius. Otot ini dipersarafi oleh n.X M. tensor veli palatini membentuk tenda palatum mole dan kerjanya untuk mengencangkan bagian anterior palatum mole dan membuka tuba eustachius. Otot ini dipersarafi oleh n.X M. palatoglosus membentuk arkus anterior faring dan kerjanya menyempitkan ismus faring. Otot ini dipersarafi oleh n.X M. palatofaring membentuk arkus posterior faring. Otot ini dipersarafi oleh n.X. M. azigos uvula merupakan otot yang kecil, kerjanya memperpendek dan menaikkan uvula ke belakang atas. Otot ini dipersarafi oleh n.X. d. PENDARAHAN Yang utama berasal dari cabang a.karotis eksterna (cabang faring asendens dan cabang fausial) serta dari cabang a.maksila interna yakni cabang palatina superior. e. PERSARAFAN Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari n.vagus, cabang dari n.glosofaring dan serabut simpatis. Cabang faring dari n.vagus berisi serabut motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang-cabang untuk otot-otot faring kecuali m.stilofaring yang dipersarafi lansung oleh cabang n.glosofaring (n.IX). f. KELENJAR GETAH BENING Aliran limfa dari dinding faring dapat melaui 3 saluran yakni superior, media dan inferior. Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan kelenjar 5

getah bening servikal dalam atas. Saluran limfa media mengalir ke kelenjar getah bening jugulo-digastrik dan kelenjar servikal dalam atas, sedangkan saluran limfa inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah. Berdasarkan letak, faring dibagi atas tiga bagian, yaitu nasofaring atau epifaring, orofaring atau mesofaring, dan laringofaring atau hipofaring.

a. Nasofaring Nasofaring terletak tinggi diantara bagian bagian lain dari faraing, tepatnya disebelah dorsal kavum nasi dan dihubungkan dengan kavum nasi oleh koane. Nasofaring tidak bergerak, berfungsi dalam proses pernapasan dan ikut menetukan kualitas suara yang dihasilkan oleh laring. Nasofaring merupakan rongga yang mempunyai batas-batas sebagi berikut : Atas Bawah Depan : Basis kranii : palatum mole : Koane

Belakang : vertebra servikalis Lateral : Ostium tuba Eustachius, torus tubarius, fosa Rosenmuller ( resesus faring ). Nasofaring yang relatif kecil, mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa struktur penting misalnya adenoid, jaringan limfoid pada dinding lareral faring dengan resessus faring yang disebut fosa rosenmuller, kantong rathke, yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring diatas penonjolan kartilago tuba eustachius, konka foramen jugulare, yang dilalui oleh nervus glosofaring, nervus vagus dan nervus asesorius spinal saraf kranial dan vena jugularis interna bagian petrosus os.tempolaris dan foramen laserum dan muara tuba eustachius

b. Orofaring Orofaring terdapat disebelah dorsal dari kavum oris oleh ismus fausum. Orofaring bergerak, berfungsi dalam proses pernapasan dan hal-hal yang terkait dengan pernapsan, serta berfungsi pula dalam proses menelan. Atas Bawah : palatum mole, : tepi atas epiglotis 6

Depan

: rongga mulut

Belakang : vertebra servikal. Lateral : m. Konstriktor faring superior. Struktur yang terdapat dirongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatina, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan

foramen sekum Dinding posterior faring Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang akut atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot bagian tersebut. Gangguan otot posterior faring bersama-sama dengan otot palatum mole berhubungan dengan gangguan n.vagus. Fosa tonsil Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas lateralnya adalah m.konstriktor faring superior. Pada batas atas yang disebut kutub atas (upper pole) terdapat suatu ruang kecil yang dinamakan fossa supratonsil. Fosa ini berisi jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat nanah memecah ke luar bila terjadi abses. Fosa tonsil diliputi oleh fasia yang merupakan bagian dari fasia bukofaring dan disebu kapsul yang sebenar-benarnya bukan merupakan kapsul yang sebena-benarnya Tonsil Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Fungsi cincin

Waldeyer adalah sebagai benteng bagi saluran makanan maupun saluran napas terhadap serangan kuman-kuman yang ikut masuk bersama makanan/ minuman dan udara pernapasan. Selain itu, anggota-anggota cincin Waldeyer ini dapat menghasilkan antobodi dan limfosit. Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah. Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Di dalam kriptus biasanya biasanya ditemukan 7

leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi. Tonsil mendapat darah dari a.palatina minor, a.palatina ascendens, cabang tonsil a.maksila eksterna, a.faring ascendens dan a.lingualis dorsal. Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan secara klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau kista duktus tiroglosus.

c. Laringofaring (hipofaring) Laringofaring merupakan bagian paling kaudal dari faring. Letaknya sangat bersekatan dengan laring. Laringofaring ini dapat bergerak, berfungsi pada proses pernapsan dan proses menelan. Laringofaring mempunyai batas-batas : Atas Bawah Depan Belakang : tepi atas epiglotis : esofagus : laring : vertebra servikalis

Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka struktur pertama yang tampak di bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga kantong pil ( pill pockets), sebab pada beberapa orang, kadang-kadang bila menelan pil akan tersangkut disitu. Dibawah valekula terdapat epiglotis. Epiglotis berfungsi untuk melindungi (proteksi) glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus. Nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian anestesia lokal di faring danlaring pada tindakan laringoskopi langsung. 8

RUANG FARINGEAL Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinik mempunyai arti penting, yaitu retrofaring dan ruang parafaring. a. Ruang retrofaring (retropharyngeal space) Dinding anterior ruang ini adalah dinding belakang faring yang terdiri dari mukosa faring, fasia faringobasilaris dan otot- otot faring. Ruang ini berisi jaringan ikat jarang dan fasia prevertebralis. Ruang ini mulai dari dasar tengkorak di bagian atas sampai batas paling bawah dari fasia servikalis. Serat-serat jaringan ikat di garis tengah mengikatnya pada vertebra. Disebelah lateral ruang ini berbatasan dengan fosa faringomaksila. Abses retrofaring sering ditemukan pada bayi atau anak. Kejadiaannya ialah karena diruang retrofaring terdapat kelenjar-kelenjar limfa. Pada peradangan kelenjar limfa itu, dapat terjadi supurasi, yang bilamana pecah, nanahnya akan tertumpah di dalam ruang retrofaring. Kelenjar limfa diruang retrofaring ini akan banyak menghilang pada pertumbuhan anak. b. Ruang parafaring (fosa faringomaksila = pharyngo-maxillary fossa) Ruang ini berbentuk kerucut dengan dasarnya yang terletak pada dasar tengkorak dekat foramen yugularis dan puncaknya pada kornu mayus os hioid. Ruang ini dibatasi di bagian dalam oleh m.konstriktor faring superior, batas luarnya adalah ramus ascenden mandibula yang melekat dengan m. pterigoid interna dan bagian posterior kelenjar parotis. Fosa ini dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama besarnya oleh os stiloid denga melekat padanya. Bagian anterior (presteloid) adalah bagian yang lebih luas dan dapat mengalami supuratif sebagai akibat tonsil meradang, beberapa bentuk mastoid atau petrositis, atau dari karies dentis. Bagian yang lebih sempit di bagian posterior (posterior stiloid) berisi a.karotis interna, v.jugularis interna, n.vagus yang dibungkus dalam suatu sarung yang disebut selubung karotis (carotid sheath). Bagian ini dipisahkan dari ruang retrofaring oleh suatu lapisan fasia yang tipis.

LARING Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas bagian atas. Bentuknya

menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring, sedangkan batas bawahnya ialah batas kaudal kartilago krikoid. Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hioid, dan beberapa buah tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf U, yang permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula dan tengkorak oleh tendo dan otot-otot. Sewaktu menelan, kontraksi otot-otot ini akan menyebabkan laring tertarik ke atas, sedangkan bila laring diam, maka otot-otot ini bekerja untuk membuka mulut dan membantu menggerakkan lidah. Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis, kartilago tiroid, kartilago krikoid, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago kuneiformis. Tulang Rawan Laring a. Kartilago krikoid Dihubungkan dengan kartilago tiroid oleh ligamentum krikotiroid. Bentuk kartilago krikoid berupa lingkaran. b. Kartilago aritenoid Terdapat 2 buah (sepasang) yang terletak dekat permukaan belakang laring, dan membentuk sendi dengan kartilago krikoid, disebut artikulasi krikoaritenoid. c. Kartilago kornikulata (kiri dan kanan) Sepasang kartilago kornikulata (kiri dan kanan) melekat pada kartilago aritenoid di daerah apeks. d. Kartilago kuneiformis Sepasang dan terdapat didalam lipatan ariepiglotik. e. Kartilago tritisea terletak di dalam ligamentum hiotiroid lateral. f. Kartilago tiroid , berbentuk seperti perisai yang bagian depannya menonjol disebut Laryngeal prominence, Adams apple. Dibalik Adams apple ini terletak korda vokalis. g. Kartilago epiglotis Di dorsal radix lingua / corpus ossis hyoidei ,menonjol ke cranio-dorsal, ujung caudal lancip , diliputi mucosa membentuk epiglottis.

10

Pada laring terdapat 2 buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan artikulasi krikoaritenoid. Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum seratokrikoid (anterior, lateral dan posterior), ligamentum krikotiroid medial, ligamentum krikotiroid posterior, ligamentum kornikulofaringal, ligamentum hiotiroid lateral, ligamentum hiotiroid medial, ligamentum hioepiglotika, ligamentum ventrikularis, ligamentum vokale yang menghubungkan kartilago aritenoid dengan kartilago tiroid, dan ligamentum tiroepiglotika. Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otot-otot intrinsik. Otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sedangkan otot-otot intrinsik menyebabkan gerak bagian-bagian laring sendiri. Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak di atas tulang hioid (suprahioid), dan ada yang terletak di bawah tulang hioid (infrahioid). Otot-otot ekstrinsik yang suprahioid ialah m.digastrikus, m.geniohioid, m.stilohioid dan m.milohioid. Otot yang infrahioid ialah m.sternohioid, m.omohioid dan m.tirohjoid. Otot-otot ekstrinsik laring yang suprahioid berfungsi menarik laring ke bawah, sedangkan yang infrahioid menarik laring ke atas. Otot-otot intrinsik laring ialah m.krikoaritenoid lateral, m.tiroepiglotika, m.vokalis, m.tiroaritenoid, m.ariepiglotika dan m.krikotiroid. Otot-otot ini terletak di bagian lateral laring. Otot-otot intrinsik laring yang terletak di bagian posterior, ialah m.aritenoid transversum, m.aritenoid oblik dan m.krikoaritenoid posterior.

RONGGA LARING Batas atas rongga laring (cavum laryngis) ialah aditus laring, batas bawahnya ialah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas depannya ialah permukaan belakang epiglotis, tuberkulum epiglotik, ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago krikoid. Batas lateralnya ialah membran kuadrangularis, kartilago aritenoid, konus elastikus dan arkus kartilago krikoid, sedangkan batas belakangnya ialah m.aritenoid transversus dan lamina kartilago krikoid. Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum ventrikulare, maka terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan plika ventrikularis (pita suara palsu). 11

Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan, disebut rima glotis, sedangkan antara kedua plika ventrikularis, disebut rima vestibuli. Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga laring dalam 3 bagian, yaitu vestibulum laring, glotik dan subglotik. Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat di atas plika ventrikularis. Daerah ini disebut supraglotik. Antara plika vokalis dan plika ventrikularis, pada tiap sisinya disebut ventrikulus laring Morgagni. Rima glotis terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian intermembran dan bagian interkartilago. Bagian intermembran ialah ruang antara kedua plika vokalis, dan terletak di bagian anterior, sedangkan bagian interkartilago terletak antara kedua puncak kartilago aritenoid, dan terletak di bagian posterior. Daerah subglotik adalah rongga laring yang terletak di bawah pita suara (plika vokalis).

Persarafan laring Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n.laringis superior dan n.laringis inferior yang merupakan cabang N. X ( Vagus). Inervasi muskulus laring sangat kompleks baik ditinjau dari segi anatomi maupun fisiologi. Kedua saraf ini merupakan campuran saraf motorik dan sensorik. Dari sudut anatomi, N. Laringis inferior sinistra lebih panjang karena harus membelok diaorta dahulu sebelum naik keatas. Akibatnya saraf ini mudah mengalami gangguan. Nervus laringis superior mempersarafi m.krikotiroid, sehingga memberikan sensasi pada mukosa laring di bawah pita suara. Saraf ini mula-mula terletak di atas m.konstriktor faring 12

medial, di sebelah medial a.karotis interna dan eksterna, kemudian menuju ke kornu mayor tulang hioid, dan setelah menerima hubungan dengan ganglion servikal superior, membagi diri dalam 2 cabang, yaitu ramus eksternus dan ramus internus. Ramus eksternus berjalan pada permukaan luar m.konstriktor faring inferior dan menuju ke m.krikotiroid, sedangkan ramus internus tertutup oleh m.tirohioid terletak di sebelah medial a.tiroid superior, menembus membran hiotitiroid, dan bersama-sama dengan a.laringis superior menuju ke mukosa laring. Nervus laringis inferior merupakan lanjutan dari n.rekuren setelah saraf itu memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior. Nervus rekuren merupakan cabang dari n. vagus. Nervus rekuren kanan akan menyilang a.subklavia kanan di bawahnya, sedangkan n.rekuren kiri akan menyilang arkus aorta. Nervus laringis inferior berjalan di antara cabangcabang a.tiroid inferior, dan melalui permukaan mediodorsal kelenjar tiroid akan sampai pada permukaan medial m.krikofaring. Di sebelah posterior dari sendi krikoaritenoid, saraf ini bercabang 2 menjadi ramus anterior dan ramus posterior. Ramus anterior akan mempersarafi otot-otot intrinsik laring bagian lateral, sedangkan ramus posterior mempersarafi otot-otot intrinsik laring bagian superior dan mengadakan anastomosis dengan n.laringis superior ramus internus. Pendarahan Pendarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang, yaitu a.laringis superior dan a.laringis inferior. Arteri laringis superior merupakan cabang dari a.tiroid superior. Arteri laringis superior berjalan agak mendatar melewati bagian belakang membran tirohioid bersama-sama dengan cabang internus dari n.laringis superior kemudian menembus membran ini untuk berjalan ke bawah di submukosa dari dinding lateral dan lantai dari sinus piriformis, untuk mempendarahi mukosa dan otot-otot laring. Arteri laringis inferior merupakan cabang. dari a.tiroid inferior dan bersama-sama dengan n.laringis inferior berjalan ke belakang sendi krikotiroid, masuk laring melalui daerah pinggir bawah dari m.konstriktor faring inferior. Di dalam laring arteri itu bercabang-cabang, mempendarahi mukosa dan otot serta beranastomosis dengan a.laringis superior. Pada daerah setinggi membran krikotiroid a.tiroid superior juga memberikan cabang yang berjalan mendatari sepanjang membran itu sampai mendekati tiroid. Kadang-kadang arteri ini

13

mengirimkan cabang yang kecil melalui membran krikotiroid untuk mengadakan anastomosis dengan a.laringis superior. Vena laringis superior dan vena laringis inferior letaknya sejajar dengan a.laringis superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena tiroid superior dan inferior.

Pembuluh limfa Pembuluh limfa untuk laring banyak, kecuali di daerah lipatan vokal. Disini mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah lipatan vokal pembuluh limfa dibagi dalam golongan superior dan inferior. Pembuluh eferen dari golongan superior berjalan lewat lantai sinus piriformis dan a.laringis superior, kemudian ke atas, dan bergabung dengan kelenjar dari bagian superior rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari golongan inferior berjalan ke bawah dengan a.laringis inferior dan bergabung dengan kelenjar servikal dalam, dan beberapa di antaranya menjalar sampai sejauh kelenjar supraklavikular.

2.2 FISIOLOGI FARING Faring berfungsi untuk membantu proses menelan dan pernapasan. Pada orofaring dan laringofaring terdapat persilangan jalan yaitu persilangan jalan udara pernapasan dan jalan makanan/ minuman. Udara pernapasan dari dari hidung akan menyilang masuk ketrakea yang letaknya didepan esophagus, sedangkan makanan dari mulut akan menyilang masuk ke esophagus yang letaknya dibelakang trakea. Dengan demikian agar tidak terjadi salah jalan , yaitu udara pernapasan masuk kejalan makanan atau sebaliknya , pada persilangan jalan ini , udara pernapasan dan makanan harus bergantian lewat. Dalam hal ini epiglotis akan mengatur giliran bagi udara dan makanan/minuman akan masuk esophagus, epiglottis akan menutup rima glottis sehingga tidak terjadi salah jalan. Karena itu, tidak mungkin seseorang menelan sambil menarik napas, atau sebaliknya menarik napas sambil menelan.

14

Proses Menelan Dibagi menjadi tiga fase : a. Fase oral, dapat dikendalikan ( voluntary) b. Fase faringeal, tidak dapat dikendalikan ( involuntary) c. Fase esophageal , tidak dapat dikendalikan ( involuntary)

Fase Oral Pada fase ini, makanan dan minuman akan dibawa dari rongga mulut kefaring. Proses ini diikuti oleh bagian lain dari lidah secara berturut-turut dari anterior keposterior. Dengan demikian , makanan akan didorong kearah orofaring. Gerakan dari lidah ini dibantu dengan adanya kontraksi simultan dari M. Stiloglosus dan M. Palatoglosus yang sekaligus menyempitkan ismus fausium untuk mencegah makanan itu masuk kembali kerongga mulut. Fase Faringeal Pada fase oral, laring telah diangkat dan ditarik keanterior sehingga laring akan tertutup oleh epiglottis. Pada saat yang sama dengan kontraksi dari M. Tensor Palatini dan M. Levator veli palatine, palum mole bergerak keatas dan menutup hubungan antara nasofaring dan orofaring. Dengan demikian , hanya tinggal satu jalan yang terbuka, yaitu esophagus. Fase Esofageal Setelah makanan itu berada didalam esophagus, dengan gerakan peristaltic dari esophagus makanan itu akan dibawa masuk kelambung.

LARING Fungsi laring antara lain untuk bersuara dan bernapas. Pada stadium respirasi , kedua korda vokalis ditarik kelateral oleh musulus golongan abductor sehingga rima glottis terbuka. Sedangkan pada stadium fonasi , korda vokalis digerakkan kemedial oleh muskulus golongan aduktor sehinnga rima glots menutup. Suara terbentuk karena tiupan udara dari paru yang menggetarkan korda vokalis. Korda vokalis akan membuka dan menutup secara cepat sekali sehingga timbul getaran suara. Selain itu, ada teori neurochronaxi yang mengatakan perlu ada rangsangan saraf rekurens ke otot intrinsic laring supaya bergetar.

15

Untuk terjadinya suara yang nyaring diperlukan syarat-syarat yaitu, secara anatomi korda vokalis normal , secara fisiologis korda vokalis normal ( korda vokalis harus dapat bergerak kemedial secara simetris dan merapat dengan baik digaris median) dan harus ada arus udara yang cukup kuat dari paru. Jika salah satu syarat diatas tidak terpenuhi akan terjadi suara parau. Agar dapat mengeluarkan suara bernada tinggi, korda vokalis harus dapat ditipiskan , ditegangkan, dan dipanjangkan. Untuk nada rendah terjadi yang sebaliknya yaitu korda vokalis ditebalkan, dikendorkan, dan dipendekkan. Kemampuan manusia utnuk bersuara dengan sempurna ini karena adanya kelima pasang otot aduktor. Setelah suara terbentuk dilaring, oleh mulut, bibir, palatum, lidah dan gigi, suara akan diubah menjadi hurf-huruf untuk bicara. Dengan demikian, laring hanya sebagai sumber suara yang oleh mulut dan lain-lain akan diubah menjadi kata-kata pembicaraan.

2.3 PENYAKIT TERBANYAK DIBAGIAN TENGGOROKAN

1.TONSILITIS Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina. Penyebaran infeksi melalui udara ( air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak. Tonsilitis Akut a. Penyebab Tonsilitis akut ini dapat disebabkan kuman grup A Streptococcus hemolitikus, pneumokokus, Streptococcus viridans, dan Streptococcus pyogenes. Haemophilus influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. b. Patogenesis Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus ini merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas. Secara klinis, detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning. Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu dan membentuk alur-alur maka terjadi tonsilitis lakunaris. Bercak detritus ini dapat melebar sehingga terbentuk membran semu (pseudomembran) yang menutupi tonsil. 16

c. Gejala dan tanda Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan, demam tinggi, rasa lesu, nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan, dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri di telinga ini karena nyeri alih (referred pain) melalui nervus glosofaringius (N. IX). Pada pemeriksaan, tampak tonsil yang membengkak, hiperemis, dan terdapat detritus , lakuna, atau tertutup oleh membran semu (pseudomembran). Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan. d. Terapi Antibiotik spektrum luas atau sulfonamid, antipiretik, analgesik dan obat kumur yang mengandung desinfektan. e. Komplikasi Pada anak-anak, sering menimbulkan komplikasi menjadi otitis media akut, sinusitis, abses peritonsil, abses parafaring, bronchitis. Akibat hipertrofi tonsil akan meyebabkan pasien bernapas melalui mulut, tidur mendengakur ( ngorok), gangguan tidur karena terjadinya sleep apnea yang dikenal sebagai Obstrctive Sleep Apnea Syndrome (OSAS). Tonsilitis Membranosa Penyakit yang termasuk dalam golongan tonsilitis membranosa adalah, antara lain: Tonsilitis difteri a. Penyebab Frekuensi penyakit ini sudah menurun karena keberhasilan imunisasi pada bayi dan anak. Penyebab tonsilitis difteri adalah Corynebacterium diphteriae, kuman yang termasuk gram positif dan dapat mengenai saluran napas bagian atas yaitu hidung, faring, dan laring. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan menjadi sakit. Keadaan ini tergantung pada titer anti toksin dalam darah seseorang. Titer anti toksin sebesar 0,03 per cc darah dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupun pada usia dewasa masih mungkin menderita penyakit ini.

17

b. Gejala dan tanda Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan yaitu: Gejala umum, seperti juga gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat, serta keluhan nyeri menelan. Gejala lokal, yang tampak adalah berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membran semu (pseudomembran). Membran ini dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea dan bronkus dan dapat menyumbat saluran napas. Membran semu ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit ini bila infeksinya berjalan terus, kelenjar limfa leher akan membengkak sehingga menyerupai leher sapi (bull neck). Gejala akibat eksotoksin, yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai decompensation cordis, mengenai saraf kranial menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernapasan, dan pada ginjal menimbulkan albuminoria. c. Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan preparat langsung kuman yang diambil dari pseudomembran tonsil yang dimana akan ditemukan kuman difteri ini. d. Terapi Anti Difteri Serum (ADS) diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur dengan dosis tergantung dari umur dan beratnya penyakit, antibiotik spektrum luas, kortikosteroid, antipiretik digunakan jika perlu untuk menurunkan demam nya. 18

Karena penyakit ini menular, pasien harus diisolasi. Perawatan non farmalokologi adalah istirahat di tempat tidur selama 2-3 minggu.

e. Komplikasi Penyakit ini dapat berlangsung cepat, pseudomembran akan menjalar ke laring dan menyebabkan gejala sumbatan. Makin muda usia pasien terkena penyakit ini maka akan makin cepat timbul komplikasi.

Tonsilitis septik Penyebab dari tonsilitis septik ialah Streptococcus haemoliticus yang terdapat dalam susu sapi sehingga dapat timbul epidemi. Oleh karena di Indonesia, susu sapi dimasak dengan cara pasteurisasi terlebih dahulu sebelum diminum sehingga penyakit ini jarang ditemukan.

Stomatitis ulseromembranosa (Angina Plaut Vincent) a. Etiologi Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema yang didapatkan pada penderita dengan kurangnya higienis mulut, defisiensi vitamin C. a. Gejala Demam sampai 39C, nyeri kepala, badan lemah, dan kadang-kadang terdapat gangguan pencernaan, rasa nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah. b. Pemeriksaan Mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak membran putih keabuan di atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta prosesus alveolaris, foetor ex ore (mulut berbau) dan kelenjar submandibula membesar. c. Terapi Memperbaiki higienis mulut, antibiotik spektrum luas, vitamin C dan vitamin B kompleks. 19

Tonsilitis Kronis a. Penyebab Kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang kuman berubah menjadi kuman golongan Gram negatif. b. Faktor predisposisi Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik adalah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. c. Patologi Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara klinik, kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris. d. Gejala dan tanda Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar, dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal di tenggorok, tenggorok dirasakan kering dan napas berbau. e. Terapi Terapi lokal ditujukan kepada higiene mulut dengan berkumur atau obat hisap. f. Komplikasi Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa rinitis kronis, sinusitis, atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, artritis, nefritis, dan yang lainnya. Tonsilektomi dilakukan jika terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma.

20

Ukuran Tonsil T0 : Bila fosa tonsil kosong T1 : Bila ukuran tonsil normal T2 : Boila ukuran tonsil besar dari fosa tonsil T3 : Bila ukuran tonsil sangat besar hampir mencapai uvula T4 : Bila ukuran tonsil mencapai uvula atau lebih

Indikasi Tonsilektomi Serengan tonsillitis lebih dari tiga kali pertahun walaupun telah mendapatkan terapi yang adekuat. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial. Sumbatan hiperplasia tonsil dengan sumbatan jalan napas, sleep apneu, gangguan menelan, gangguan berbicara, cor pulmonale. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis dengan abses peritonsil yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan. Nafas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptococcus hemoliticus. Hipertofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan. Ototis media efusa/ otitis media supuratif.

21

DAFTAR PUSTAKA

Adams L

George, boies L, dkk. Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Jakarta 1997 Herawati, Sri JPB, Sri Rukmini, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokkan untuk mahasiswa Fakultas Kedokteran gigi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2004. Rukmini, S, Teknik Pemeriksaan Telinga, Hidung dan Tenggorokan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. Roezin, Averdi ,dkk, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam . Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta 2007. Bahan Kuliah sistem respirasi dan THT

22

Anda mungkin juga menyukai