Anda di halaman 1dari 8

PORTOFOLIO

PRESENTASI KASUS STROKE NON HEMORAGIK

Oleh : dr. Ika Ristianingrum

RSUD KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN 2013

Borang Portofolio

No. ID dan Nama Peserta :dr. Ika Ristianingrum No. ID dan Nama Wahana : RSUD Kajen Topik : Medis Tanggal (kasus) : 19/07/2013 Nama Pasien : Ny. C Nama Pendamping : dr. Imam Prasetyo Tanggal Presentasi : Tempat Presentasi :RSUD Kajen Obyektif Presentasi : Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Bumil Lansia Deskripsi : Tujuan : Mengetahui mengenai penyakit stroke dan penatalaksanaan berdasarkan kasus Tinjauan Riset Kasus Audit Bahan Pustaka Bahasan : Diskusi Presentasi dan E-mail Pos Cara diskusi Membahas : Nama : Ny. C Nomor Registrasi : 141145 Data Pasien : Telp : Terdaftar sejak :19 Juli 2013 Nama Klinik: IGD Data utama untuk bahan diskusi : 1. Diagnosis / gambaran klinis : Perempuan, 65 tahun, datang ke IGD dengan keluhan bicara pelo sejak tadi pagi. Pasien masih bisa menelan dan bicara. Selain itu, ia juga mengeluhkan kelemahan anggota gerak kanan sejak satu bulan sebelum masuk rumah sakit. Tidak ada gangguan dalam buang air besar ataupun buang air kecil. 2. Riwayat penyakit dahulu :Riwayat hipertensi (+), riwayat trauma disangkal, riwayat kecelakaan disangkal. 3. Riwayat keluarga : 4. Riwayat Sosial : Pasien merupakan ibu rumah tangga. Ia menggunakan Jamkesda untuk biaya pengobatan selama dirawat di RS. Daftar Pustaka a. Mahar Mardjono dan Priguna Sidharta.2008.Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: PT. Dian Rakyat. b. WHO 1978 c. Hankey and Warlow.1994.Transient Ischemic Attack of the Brain and Eye.London:WB Saunders d. Van Gijn and Rinkel 2001.Subarachnoid Heemorrhage : diagnosis, causes and management.Brain. e. Royal Collage of Physician.2012.National Clinical Guidline for Stroke Fourth Edition f. Ismail Setyopranoto.2009.Stroke:Gejala dan Penatalaksanaannya.FK UGM Hasil Pembelajaran : 1. Diagnosis stroke hemoragik dan non hemoragik berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang 2. Pembagian jenis stroke dan patogenesisnya 3. Manajemen untuk stroke 4. Prognosis mengenai stroke 5. Prevensi kemungkinan terjadi stroke sekunder

1. Subyektif : Perempuan, 65 tahun, datang ke IGD dengan keluhan bicara pelo sejak tadi pagi. Pasien masih bisa menelan dan bicara. Selain itu, ia juga mengeluhkan kelemahan anggota gerak kanan sejak satu bulan sebelum masuk rumah sakit. Tidak ada gangguan dalam buang air besar ataupun buang air kecil. 2. Obyektif : Hasil pemeriksaan fisik: KU/Kes: sedang/ Compos mentis VS : TD:160/100 RR: 20 kali/ menit Mata Nadi: 80 x/mnt, lemah Suhu: 36,2C

: CA -/-, pupil isokor 3 mm/3 mm, RC +/+, parese N III, IV dan IV (-)

Hidung: parese N. II (-) Wajah: parese N. VII (-) Leher : parese N XI dan parese N XII (+) dekstra sentral Thorax : simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-) Cor : S1>S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo :SD vesikuler +/+, rhonki -/- , wheezing -/Abdomen : datar, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-) Ekstremitas : Pemeriksaan Kekuatan Motorik Sensibilitas Refleks Patologis Refleks fisiologis Klonus 3. Assessment : Pasien datang dengan keluhan bicara pelo sejak tadi disertai dengan kelemahan anggota gerak kanan sejak sebulan sebelum masuk rumah sakit. Hal ini mengarahkan pada gangguan sistem saraf baik yang bersifat sentral ataupun perifer. Untuk meyakinkan hal tersebut dilakukan pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan fisik terutama ekstremitas didapatkan bahwa adanya penurunan kekuatan motorik tanpa gangguan sensibilitas. Selain itu juga ditemukan reflex patologis pada ekstremitas inferior dekstra serta peningkatan reflex fisiologis. Hal ini lebih mengarahkan sebagai lesi UMN atau saraf pusat terutama organ otak. Etiologi yang paling mungkin adalah stroke non hemoragik walaupun masih ada kemungkinan penyebab stroke hemoragik. Kepastian diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan CT Scan. Superior 222/555 Normal/Normal -/+/ +N Inferior 222/555 Normal/Normal +/+/ +N -/-

4. Plan : Diagnosis : Diagnosis Klinis: Parese N. XII dekstra sentral, hipertensi, hemiparese dekstra Diagnosis Topis: Hemisfer lobus sinistra Diagnosis Etiologis: Suspek Stroke Non Hemoragik Pengobatan : Pencegahan komplikasi, stabilisasi dan pemulihan gejala Terapi: IVFD RL 20 tpm makro Inj. Citicholin 2x500 mg iv Inj. Piracetam 3x3 gram Pasang DC

Follow up di Bangsal
Tanggal 19/07/2013 Subjektif dan Objektif S: bicara pelo Penatalaksanaan IVFD RL 20 tpm

KU/

Kesadaran

Sedang/ Inj. Citicholin 2x500 mg iv


Inj. Piracetam 3x3 gr iv

Composmentis VS : TD : 160/100 mmHg RR : 20 kali/ menit N : 100 kali/ menit T : afebris


20/07/2013 S: demam

Oral: Aspilet 2x1 tab

IVFD RL 20 tpm

KU/

Kesadaran

Sedang/ Inj. Citicholin 2x500 mg iv


Inj. Piracetam 3x3 gr iv

Composmentis VS : TD : 180/100 mmHg RR : 22 kali/ menit N T


21/07/2013 S: pusing

Oral: Aspilet 2x1 tab Paracetamol 3x500 mg tab Captopril 2x25 mg tab Terapi lanjut

: 88 kali/ menit : 38,50C

KU/

Kesadaran

Sedang/

Composmentis VS : TD : 150/90 mmHg RR : 22 kali/ menit N T : 80 kali/ menit : 36,80C

22/07/2013

S: tidak ada keluhan

Terapi Lanjut

KU/

Kesadaran

Sedang/ Fisioterapi

Composmentis VS : TD : 150/80 mmHg RR : 20 kali/ menit N : 92 kali/ menit T : 37,50C

Stroke didefinisikan sebagai sekumpulan gejala yang diduga berasal dari vascular ditandai dengan gangguan fungsi otak secara fokal maupun global yang berkembang dengan cepat serta berlangsung lebih dari 24 jam dan dapat menyebabkan kematian. TIA (Transient ischemic attack) didefinisikan sebagai kehilangan fungsi otak ataupun mata secara akut dalam waktu kurang dari 24 jam, hal ini disebabkan karena aliran darah yang tidak adekuat pada otak atau mata misalnya oleh thrombosis atau emboli yang berhubungan dengan penyakit pembuluh darah, darah dan jantung. SAH (Subarachnoid Hemoraghic) adalah perdarahan dari pembuluh darah otak, anerismua tau malformasi pembuluh darah ke dalam ruang subarachnoid. Hal ini ditandai dengan nyeri kepala, muntah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran dalam onset mendadak. Berbagai macam faktor turut berpengaruh dalam timbulnya kejadian stroke antara lain:

PENATALAKSANAAN ( PERDOSSI, 2007 ) 1. Stadium Hiperakut Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi,

foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang. 2. Stadium Akut Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga. a. Stroke Iskemik Terapi umum: Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 15002000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) di atasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik 220 mmHg, diastolik 120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik 90 mm Hg, diastolik 70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 g/kg/menit sampai tekanan darah sistolik 110 mmHg. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per

hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid. Terapi khusus: Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia). b. Stroke Hemoragik Terapi umum Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 300, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg). Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas. Terapi khusus Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi. Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM). 3. Stadium Subakut Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara, dan bladder

training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer dan sekunder. Terapi fase subakut: Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya, Penatalaksanaan komplikasi, Rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara dan terapi kognitif.

Anda mungkin juga menyukai