Anda di halaman 1dari 3

2

Pola Resorbsi Tulang Alveolar Maksila dan Mandibula

A. Definisi dan Gambaran Umum Kondisi edentulous atau kehilangan gigi dapat menyebabkan banyak perubahan pada rongga mulut, baik secara anatomis maupun fisiologis. Resorbsi tulang alveolar pada rahang merupakan salah satu dari perubahan anatomis yang terjadi akibat kondisi edentulous. Resorbsi tulang alveolar merupakan masalah yang sering terjadi pada rahang tanpa gigi, baik pada rahang bawah maupun rahang atas. Resorbsi tulang alveolar dapat terjadi secara fisiologik dan patologik. Lamanya tekanan yang terjadi pada permukaan tulang akan berpengaruh pula pada respon yang akan timbul di jaringan tulang yang bersangkutan. Resorbsi tulang alveolar sering ditemukan pada pasien yang sudah lama kehilangan gigi sehingga mengakibatkan linggir alveolar menjadi datar atau jaringan lunak sekitarnya yang flabby. Dengan begitu akan mengakibatkan gangguan kenyamanan secara psikologik, fisiologik dan lama waktu pemakaian gigi tiruan (Damayanti, 2009). Dengan absennya gigi geligi, residual ridge tidak lagi menerima stimulus fungsional yang sebelumnya didapatkan dalam kondisi bergigi. Hal itu menyebabkan volume alveolar ridge yang tersisa akan berkurang, baik tinggi maupun lebarnya. Pola dan kecepatan resorbsi tidak sama pada tiap individu. Secara umum resorbsi yang terjadi pada mandibula empat kali lebih besar dibandingkan dengan maksila, dan lebih besar pada bagian posterior dibandingkan anterior, yang menyebabkan lengkung mandibula lebih lebar dibandingkan lengkung maksila yang mengalami resorbsi (McGivney dkk., 2010). Umumnya gigi-gigi rahang atas memiliki arah ke bawah dan keluar, maka pengurangan tulangnya pada umumnya juga terjadi ke arah atas dan dalam. Karena itu lempeng kortikalis tulang bagian luar lebih tipis daripada bagian dalam. Resorbsi bagian luar lempeng kortikalis tulang berjalan lebih banyak dan lebih cepat. Dengan demikian, lengkung maksila akan

berkurang menjadi lebih kecil dalam seluruh dimensi dan juga permukaan landasan gigi menjadi berkurang (Boucher, 1982). Inklinasi gigi anterior pada rahang bawah umumnya ke atas dan ke depan dari bidang oklusal, sedangkan gigi-gigi posterior lebih vertikal atau sedikit miring ke arah lingual. Permukaan luar lempeng kortikalis tulang lebih tebal dari permukaan lingual, kecuali pada daerah molar, juga tepi bawah mandibula merupakan lapisan kortikalis yang paling tebal. Sehingga arah tanggul gigitan pada mandibula terlihat lebih ke lingual dan ke bawah pada daerah anterior dan ke bukal pada daerah posterior. Resorbsi pada tulang alveolar mandibula terjadi ke arah bawah dan belakang, kemudian ke depan. Terjadi perubahan-perubahan pada otot sekitar mulut, hubungan jarak antara mandibula dan maksila serta perubahan ruangan dari posisi mandibula dan maksila (Boucher, 1982). B. Pola Resorbsi Tulang Alveolar Terdapat dua pola yaitu pola horizontal dan vertikal. Resorbsi tulang horizontal merupakan pola kehilangan tulang dimana puncak tulang alveolar mengalami penurunan, tetapi margin tulang yang tersisa tegak lurusterhadap permukaan gigi. Septum interdental sertabagian facial dan lingual juga mengalami kerusakan, tetapi derajat kerusakan disekeliling gigi berbedabeda (Carranza, 2002). Defek vertikal atau angular terjadi dalam arah oblique, membuat lubang yang menembus ke dalam tulang di sepanjang akar. Dasar defek terletak ke arah apikal di sekitar tulang Defek angular diklasilikasikan berdasarkan jumlah dinding osseus yang bisa berjumlah satu, dua, atau tiga dinding (Carranza, 2002). Defek tulang menurut Klaus dkk. (1989) diklasifikasikan menjadi : 1. Defek tulang 3 dinding/ 3 walls defect: dibatasi oleh 1 permukaan gigi dan 3 permukaan tulang. 2. Defek tulang 2 dinding/2 walls defect: yang dibatasi oleh 2

permukaan gigi dan 2 permukaan tulang. 3. Defek tulang 1 dinding: dibatasi oleh 2 permukaan gigi dan 1 permukaan tulang serta jaringan lunak.

Anda mungkin juga menyukai