Anda di halaman 1dari 3

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar belakang Program Kesehatan Lingkungan pada masyarakat adalah bagian dari program pembangunan kesehatan nasional. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kemandirian masyarakat dalam pemeliharaan kesehatan dengan titik berat pada upaya peningkatan kualitas hidup dan pencegahan penyakit disamping pengobatan dan pemulihan. Indikator yang akan dicapai adalah meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pola hidup bersih dan sehat antara lain menurunnya angka penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), menurunnya angka penyakit diare dan penyakit akibat kurang sehatnya lingkungan di sekitar masyarkat, meningkatnya industri dan tempat-tempat umum yang sehat.1 Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan lingkungan yang cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Menurut World Health Organization (WHO)(2002) jumlah penduduk dunia yang berisiko terinfeksi DBD lebih dari 2,5 sampai tiga milyar jiwa, terutama penduduk yang berdomisili di daerah perkotaan di negara tropis dan subtropis.2,3 Penyakit DBD merupakan penyakit endemis di Indonesia. Jumlah kasus dan luas wilayah yang terjangkit semakin meningkat dan secara sporadis selalu terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) setiap tahunnya. Kejadian luar biasa yang pernah dilaporkan pada tahun 1998 dari 16 propinsi di Indonesia dengan Insidence Rate (IR)= 35,19 per 100.000 penduduk dengan Case Fatality Rate (CFR) 2,0 %. Pada tahun 1999 mengalami penurunan yang tajam menjadi IR= 10,7 per 100.000 penduduk, namun terjadi peningkatan IR pada tahun-tahun berikutnya, pada tahun 2000 IR sebesar 15,99 per 100.000 penduduk, terjadi peningkatan pada tahun 2001 dimana IR sebesar 21,66 per 100.000 penduduk, sedangkan pada tahun 2002 sebesar 19,24 per 100.000 penduduk dan kembali mengalami peningkatan pada tahun 2003 sebesar 23,87 per 100.000 penduduk.4

Jumlah penderita penyakit DBD di provinsi Riau telah melebihi indikator nasional, dimana pada tahun 2007 dilaporkan sebanyak 795 kasus dengan IR = 18,5 per 100.000 penduduk dan kematian sebanyak 13 jiwa (CFR = 1%). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, 47 dari 58 kelurahan di Kota Pekanbaru (81%) merupakan daerah endemis DBD. Insidence Rate di kota Pekanbaru pada tahun 2007 sebesar 31,78 per 100.000 penduduk, sedangkan pada kecamatan Rumbai ditemukan IR sebesar 31.03 per 100.000 penduduk.3,5 Upaya pananggulangan DBD telah dilaksanakan sejak tahun 1968, namun diprogramkan secara teratur sejak tahun 1974. Berbagai kegiatan telah dilaksanakan antara lain meliputi pelatihan dokter, pemberantasan vektor dan penyuluhan kepada masyarakat. Masalah utama dalam upaya menekan angka kesakitan DBD adalah belum optimalnya upaya penggerakan peran serta masyarakat dalam pemberantasan vektor DBD. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat dalam pemberantasan vektor DBD perlu lebih ditingkatkan antara lain melalui Juru Pemantau Jentik dalam pemeriksaan Jentik Berkala.3,6 Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Puskesmas Muara Fajar, bahwa pernah dilaporkan kasus DBD di RW 10 yang merupakan wilayah kerja Puskesmas Muara Fajar pada bulan April 2011, namun belum adanya sistem pencatatan

diagnosis yang tepat dan sistem pelaporan yang baik, maka angka kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Muara Fajar tidak diketahui secara pasti. Kegiatan yang dilakukan untuk penanggulangan DBD di wilayah kerja puskesmas hanya sebatas penyuluhan, fogging dan abatesasi jika terjadi kasus DBD dan belum ada kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan dan pencegahan DBD.

Berdasarkan wawancara dengan ketua RW, RT, dan masyarakat didapatkan bahwa sebagian besar masyarakat tidak mengetahui tentang kegiatan pemantauan jentik berkala dan berdasarkan observasi awal dari 20 rumah ditemukan 17 rumah positif jentik nyamuk di dalam tempat penampungan air.

Berdasarkan obervasi dan wawancara, maka penulis merasa perlu melakukan sosialisasi pemeriksaan jentik berkala di RW 10 yang merupakan wilayah kerja Puskesmas Muara Fajar dalam upaya pemberantasan kasus DBD. Karena keterbatasan sumber daya dan waktu maka penulis melakukan sosialisasi hanya terhadap masyarakat RW 10 sebagai pilot project dalam upaya pemberdayaan masyarakat dalam pemberantasan DBD.

1.2 Tujuan kegiatan 1.2.1 Tujuan umum Sosialisasi pelaksanaan pemeriksaan jentik berkala di RW 10 kelurahan Muara Fajar 1.2.2 Tujuan Khusus 1. Teridentifikasinya masalah di kegiatan kesling melalui data sekunder, wawancara, dan observasi di RW 10 kelurahan Muara Fajar. 2. Diketahuinya prioritas masalah dalam program kesling melalui data sekunder, wawancara, dan observasi di RW 10 kelurahan Muara Fajar. 3. Teridentifikasinya penyebab belum pernah dilakukannya sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan pemeriksaan jentik berkala di RW 10 Kelurahan Muara Fajar. 4. Teranalisisnya penyebab masalah belum pernah dilakukannya sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan pemeriksaan jentik berkala di RW 10 Kelurahan Muara Fajar. 5. Mencari strategi pemecahan masalah terkait dengan belum pernah dilakukannya sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan pemeriksaan jentik berkala di RW 10 Kelurahan Muara Fajar. 6. Dilaksanakannya upaya pemecahan masalah untuk permasalahan belum pernah dilakukannya sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan pemeriksaan jentik berkala di RW 10 Kelurahan Muara Fajar.

Anda mungkin juga menyukai