Anda di halaman 1dari 3

BAB III PEMBAHASAN KASUS

Pada BAB ini akan dibahas mengenai faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada An. S dengan diagnosa Hydrocephalus yang dirawat di ruang pediatrik RSUS dengan dianosa hydrocephalus. Menurut teori dalam laporan pendahuluan yang sudah diuraikan didepan bahwa etiologi hydrocephalus adalah kongenital, infeksi intrauterine, infeksi, neoplasma, perdarahan. Pada kasus ini faktor pendukung terjadinya hydrocephalus adalah congenital yang disebabkan gangguan perkembangan janin dalam rahim. Ini terbukti sewaktu 2 bulan sering minum obat bodrex karena ibu klien sering mengeluh pusing dan tanpa disadari bahwa ibu klien sedang hamil. Manifestasi klinis yang timbul pada An. S adalah kepala membesar, fontanella anterior menonjol, kesulitan menelan, bunyi nafas stridor, kesulitan bernafas, sakit, papil edema, strabismus, mata tertarik kebelakang. Penatalaksanaan medis yang dilakukan pada An. S adalah operasi VP Shunt, obat-obatan anti kejang,antibiotik, antipiretik, obat tetes mata. Pemeriksaan penunjang yag dilakukan pada pasien An. S adalah pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap, elektrolit. Pemeriksaan radiologi seperti CT Scan kepala, Thorax foto. Pemeriksaan tersebut sudah sesuai dengan yang ada di teori. Komplikasi yang terjadi pada pasien An. S adalah peningkatan TIK, shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obtruksi mekanik yang ditandai dengan

pasien sering kejang. Pada kasus ini tetap memonitor beberapa komplikasi yang ada di teori. Program untuk mengatasi hal tersebut adalah pecet shunt sebanyak 3x10 pencet, serta memonitor adanya tandatanda TIK. Berdasarkan data-data yang diperoleh pada saat pengkajian selama perawatan ada beberapa diagnosa keperawatan yang berbeda. Misalnya diagnose keperawatan kurang pengetahuan, perubahan proses keluarga, namun dalam perjalanan penyakit yang diderita An. S tidak diambil karena ibu klien sudah paham mengenai penyakit yang diderita oleh klien sejak anaknya berusia 4 bulan dan sudah mulai berobat ke rumah sakit. Sementara ada masalah keperwatan yang didapatkan dari kasus ini tetapi tidak ada di teori seperti ketidakefektifan bersihan jalan nafas, hipertermi, hambatan mobilitas fisik, keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan. Diagnosa utama yang diangkat adalahketidakefektifan perfusi jaringan serebral, hipertermia, dan ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Masalah keperawatan keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan tidak diangkat menjadi diagnose utama karena saat perawatan tingkat kesadaran klien menurun (GCS E2M3V2) sehingga intervensi belum dapat dilakukan. Diagnosa pertama yang diangkat adalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral. Diagnosa ini diangkat karena menurut hasil pengkajian ditemukan adanya penurunan tingkat kesadaran dengan GCS E2M3V2, pupil anisokor, hasil CT cranial menunjukkan kumpulan cairan yang memenuhi ruang subarachnoid kedua hemisfer cerebri peningkatan cairan. Intervensi yang telah dilakukan bertujuan mengurangi tekanan intracranial sehingga adanya penignktan perfusi jaringan serebral yang salah satunya adalah mengkaji tanda-tanda vital, tingkat kesadaran, pupil, serta menaikan posisi kepala 30
o

41

lebih tinggi daripada dada, dan memberi terapi obat. Selama perawatan klien menunjukkan peningkatan tingkat kesadaran dengan GCS E2M3 V3. Diagnosa hipertermia diangkat berdasarkan hasil pengkajian ditemukan suhu klien 38,5 C dan tampak febrile convulsion. Peningkatan suhu tubuh dapat meningkatkan metabolisme pada serebral yang dapat mengganggu perfusi pada serebral. Sehingga peningkatan suhu tubuh perlu segera diatasi dengan intervensi seperti mengukur suhu tubuh setiap 4 jam, memberi kompres air hangat, melepaskan baju dan selimut yang terlalu tebal atau berlapis, memberi terapi obat paracetamol sesuai indikasi. Berdasarkan hasil pengkajian ditemukan adanya sputum pada paru bilateral dengan tanda saat auskultasi terdengar rhonchi, klien juga terlihat menggunakan otot bantu pernafasan sehingga diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas diangkat. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas dapat menyebabkan pertukaran gas menjadi tidak efektif dan dapat menyebabkan oksigen dalam darah berkurang, hal ini ditandai dengan saturasi oksigen 96% saat klien menggunakan terapi oksigen nasal canul 3 lpm. Intervensi yang dilakukan adalah mengubah posisi klien berkala, melakukan fisioterapi dada dan kolaborasi pemberian nebulizer ventolin. Selama perawatan auskultasi suara paru terdengan rhonchi berkurang. Diagnosa terakhir yang diangkat adalah resiko infeksi. Berdasarkan hasil pengkajian suhu tubuh klien adalah 38,5 C dan terdapat pemasangan VP shunt sejak tanggal 17 Juni 2013 selain itu juga ada pemasangan IV line dapat meningkatkan resiko infeksi.
o o

42

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan Hidrocefalus adalah akumulasi cairan serebrospinal dalam ventrikel serebral, ruang subarakhnoid, atau ruang subdural. Etiologi yag didapat adalah kongenital (disebabkan gangguan perkembangan janin dalam rahim), infeksi intrauterine, infeksi, neoplasma, perdarahan. Pada pengkajian data yang ditemukan tidak semua sama dengan teori namun data yang didapat sesuai dengan respon pasien terhadap penyakit hampir sama. Perencanaan dibuat sesuai dengan kondisi pasien mulai dari penentuan prioritas, penetapan tujuan, dan kriteria hasil, serta menyusun rencana tindakan. Pada penetapan tujuan ditentukan waktu pencapaian tujuan sebagai dasar untuk melakukan evaluasi hasil. Rencana keperawatan dibuat secara sistematis agar dapat dilaksanakan oeh perawat yang akan menindaklanjuti asuhan keperawatan yang diberikan. Implementasi pada kasus disesuaikan dengan rencana yang telah dibuat dan semua tindakan yang dilakukan didokumentasikan pada catatan perawatan yang meliputi tindakan dan evaluasi klien. Evaluasi keperawatan pada pasien An. S yang teratasi adalah pada diagnosa keperawatan hipertermi. Diagnosa keperawatan yang belum teratasi adalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dan ketidakefektifan bersihan jalan nafas.

B. Saran a. Bagi Perawat 1) Pendekatan secara holistik antara perawat, pasien, dan keluarga untuk mendapatkan asuhan keperawatan yang lebih optimal. 2) Hendaknya pencatatan dilakukan dengan baik dan optimal mulai dari pengkajian hingga evaluasi, terutama saat pemeriksaan fisik, respon pasien, dan keluarga. 3) Pengetahuan mengenai proses penyakit, penanganan dan asuhan keperawatan diperlukan perawat untuk menghasilkan asuhan keperawatan yang optimal dan menyeluruh. b. Bagi Rumah Sakit Diharapkan agar setiap rumah sakit memberikan pelatihan-pelatihan khusus kepada tenaga kesehatan, misalnya dalam hal perawatan pasien tumor otak, karena kasus ini membutuhkan penanganan yang intensif. c. Bagi Institusi Pendidikan. Memberikan bimbingan dan dukungan kepada mahasiswa dalam proses praktek profesi keperawatan dalam pembelajaran studi asuahan keperawatan. d. Bagi keluarga pasien: Dapat memberikan pendidikan kesehatan atau pengetahuan pasien dan keluarga tentang sakitnya sejak dini serta dampak dari sakitnya.

43

Anda mungkin juga menyukai