Anda di halaman 1dari 7

1.

Uraikan tentang alfatoksin Aflatoksin adalah senyawa racun/toksin yang dihasilkan oleh metabolit sekunder kapang/jamurAspergillus flavus dan A.parasiticus. Aflatoksin merupakan segolongan

mikotoksin (racun/toksin yang berasal dari fungi/kapang/jamur) yang sangat mematikan dan karsinogenik (pemicu kanker) bagi manusia dan hewan. tingginya kandungan aflatoksin pada makanan/pakan akan berbuntut keracunan dan berakibat kematian, hal ini menjadi tantangan bagi kita semua. Kondisi iklim indonesia, tropis hal ini membuat tingkat kelembaban yang tinggi sehingga kendisi tersebut sangat cocok untuk pertumbuhan kapang/jamur. Kapang ini biasanya ditemukan pada bahan pangan/pakan yang mengalami proses pelapukan, antara biji kacang-kacangan (kedelai, kacang tanah, dan bunga matahari), rempah-rempah (seperti ketumbar, lada, jahe, serta kunyit) dan serealia (seperti padi, gandum, sorgum dan jagung) Aflatoksin juga dapat dijumpai pada susu yang dihasilkan hewan ternak yang memakan produk yang terinfestasikapang tersebut. Obat juga dapat mengandung aflatoksin bila terinfestasi kapang ini. Praktis semua produk pertanian dapat mengandung aflatoksin meskipun biasanya masih pada kadar toleransi. Kapang ini biasanya tumbuh pada penyimpanan yang tidak memperhatikan faktor kelembaban (min. 7%) dan bertemperatur tinggi. Daerah tropis merupakan tempat berkembang biak paling ideal. Aflatoksin B1, senyawa yang paling toksik, berpotensi merangsang kanker, terutama kanker hati. Serangan toksin yang paling ringan adalah lecet (iritasi) ringan akibat kematian jaringan (nekrosis). Pemaparan pada kadar tinggi dapat

menyebabkan sirosis, karsinoma pada hati, serta gangguan pencernaan, penyerapan bahan makanan, dan metabolisme nutrien. Toksin ini di hati akan direaksi menjadi epoksida yang sangat reaktif terhadap senyawa-senyawa di dalam sel. Efek karsinogenik terjadi karena basa N guanin pada DNA akan diikat dan mengganggu kerja gen. Berikut struktur alfatoksin:

(struktur alfaatoksin) Aflatoksin dapat mengakibatkan penyakit dalam jangka pendek (akut) maupun jangka

panjang (kronis). Namun, keracunan akut jarang terjadi sehingga tingkat kewaspadaan masyarakat terhadap pencemaran aflatoksin pada pangan dan pakan relatif rendah. Aflatoksin juga dapat dijumpai pada susu yang dihasilkan hewan ternak yang memakan produk yang terinfestasi kapang tersebut. Masalah yang timbul jika mengonsumsi pangan yang mengandung aflatoksin Keracunan akut (aflatoksikosis), dengan gejala mual, muntah, kerusakan hati hingga kematian pada kasus serius Perkembangan anak dan pertumbuhan janin terganggu Metabolisme protein terganggu Kekebalan tubuh menurun Kanker hati (Hepatocellular carcinoma (HCC)

2. Pengujian Cemaran alfatoksin Untuk mengetahui kandungan aflatoksin dalam makanan/pakan bisa mengunakan seperangkat teknologi pendeteksi yang dikenal dengan Kit ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay, sebagian besar perusahaan pakan di Indonesia sudah banyak mengunakan ini, namun untuk mendeteksi dengan metode masih tergolong mahal. ELISA (singkatan bahasa Inggris: Enzyme-linked immunosorbent assay) atau 'penetapan kadar imunosorben taut-enzim' merupakan uji serologis yang umum digunakan di berbagai laboratorium imunologi. Uji ini memiliki beberapa keunggulan seperti teknik pengerjaan yang relatif sederhana, ekonomis, dan memiliki sensitivitas yang cukup tinggi. ELISA diperkenalkan pada tahun 1971 oleh Peter Perlmann dan Eva Engvall untuk menganalisis adanya interaksi antigen dengan antibodi di dalam suatu sampel dengan

menggunakanenzim sebagai pelapor (reporter label). Aplikasi ELISA ELISA dapat mengevaluasi kehadiran antigen dan antibodi dalam suatu sampel, karenanya merupakan metode yang sangat berguna untuk menentukan

konsentrasi antibodi dalam serum (seperti dalam tes HIV), dan juga untuk mendeteksi adanya antigen. Metode ini juga bisa diaplikasikan dalam indiustri makanan untuk mendeteksi allergen potensial dalam makanan seperti susu, kacang, walnut, almond, dan

telur. ELISA juga dapat digunakan dalam bidang toksikologi untuk uji pendugaan cepat pada berbagai kelas obat. Umumnya ELISA dibedakan menjadi dua jenis, yaitu competitive assay yang menggunakan konjugat antigenenzim atau konjugat antobodienzim, dan non-competitive assay yang menggunakan dua antibodi. Pada ELISA non-competitive assay, antibodi kedua akan dikonjugasikan dengan enzim sebagai indikator. Teknik kedua ini seringkali disebut sebagai "Sandwich" ELISA.. Pengujian aflatoksin B1 Uji aflatoksin B1 menggunakan metoda ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay) berdasarkan prinsip dasar metode immunoasay adalah reaksi spesifik antara antigen dan antibodi, hasil reaksi dapat diamati dengan menggunakan penanda Beberapa Tipe ELISA A. Indirect ELISA Tahap umum yang digunakan dalam indirect ELISA untuk

menentukan konsentrasi antibodidalam serum adalah: 1. Suatu antigen yang sudah dikenal dan diketahui konsentrasinya ditempelkan pada permukaan lubang plate mikrotiter. Antigen tersebut akan menempel pada permukaan plastik dengan cara adsorpsi. Sampel dari konsentrasi antigen yang diketahui ini akan menetapkan kurva standar yang digunakan untuk mengkalkulasi konsentrasi antigen dari suatu sampel yang akan diuji. 2. Suatu larutan pekat dari protein non-interacting, seperti bovine serum albumin (BSA) atau kasein, ditambahkan dalam semua lubang plate mikrotiter. Tahap ini dikenal sebagai blocking, karena protein serum memblok adsorpsi non-spesifik dari protein lain ke plate. 3. Lubang plate mikrotiter atau permukaan lain kemudian dilapisi dengan sampel serum dari antigen yang tidak diketahui, dilarutkan dalam buffer yang sama dengan yang digunakan untuk antigen standar. Karena imobilisasi antigen dalam tahap ini terjadi karena adsorpsi non-spesifik, maka konsentrasi protein total harus sama dengan antigen standar.

4. Plate dicuci, dan antibodi pendeteksi yang spesifik untuk antigen yang diuji dimasukkan dalam lubang. Antibodi ini hanya akan mengikat antigen terimobilisasi pada permukaan lubang, bukan pada protein serum yang lain atau protein yang terbloking. 5. Antibodi sekunder, yang akan mengikat sembarang antibodi pendeteksi, ditambahkan dalam lubang. Antibodi sekunder ini akan berkonjugasi menjadi enzim dengan substrat spesifik. Tahap ini bisa dilewati jika antibodi pendeteksi berkonjugasi dengan enzim. 6. Plate dicuci untuk membuang kelebihan konjugat enzim-antibodi yang tidak terikat. 7. Dimasukkan substrat yang akan diubah oleh enzim untuk mendapatkan sinyal kromogenik/ fluorogenik/ elektrokimia. 8. Hasil dikuantifikasi dengan spektrofotometer, spektrofluorometer atau alat optik/ elektrokimia lainnya. Enzim bertindak sebagai amplifier, bahkan jika hanya sedikit antibodi terikat enzim yang tetap terikat, molekul enzim akan memproduksi berbagai molekul sinyal. Kerugian utama dari metodeindirect ELISA adalah metode imobilisasi antigennya non-spesifik, sehingga setiap protein pada sampel akan menempel pada lubang plate mikrotiter, sehingga konsentrasi analit yang kecil dalam sampel harus berkompetisi dengan protein serum lain saat pengikatan pada permukaan lubang. Mekanisme indirect ELISA dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

B. Sandwich ELISA Tahapan dalam Sandwich ELISA adalah sebagai berikut: 1. Disiapkan permukaan untuk mengikatkan antibodi penangkap

2. Semua non spesifik binding sites pada permukaan diblokir 3. Sampel berisi antigen dimasukkan dalam plate 4. Plate dicuci untuk membuang kelebihan antigen yang tidak terikat 5. Antibodi primer ditambahkan, supaya berikatan secara spesifik dengan antigen 6. Antibodi sekunder yang berikatan dengan enzim dimasukkan, yang akan berikatan dengan antibodi primer 7. Plate dicuci, sehingga konjugat antibodi-enzim yang tidak terikat dapat dibuang 8. Ditambahkan reagen yang dapat diubah oleh enzim menjadi sinyal berwarna/ berfluoresensi/ elektrokimia 9. Diukur absorbansinya untuk menetukan kehadiran dan kuantitas dari antigen Keuntungan utama dari metode sandwich ELISA adalah kemampuannya menguji Sampel yang tidak murni, dan mampu mengikat secara selektif antigen yang dikehendaki. Tanpa lapisan pertama antibodi penangkap, semua jenis protein pada sampel (termasuk protein serum) dapat diserap secara kompetitif oleh permukaan lempeng, menurunkan kuantitas antigen yang terimobilisasi. salah satu kerugian di antaranya adalah kemungkinan yang besar terjadinya hasil false positive karena adanya reaksi silang antara antigen yang satu dengan antigen lain.Hasil berupa false negative dapat terjadi apabila uji ini dilakukan pada window period, yaitu waktu pembentukan antibodi terhadap suatu virus baru dimulai sehingga jumlah antibodi tersebut masih sedikit dan kemungkinan tidak dapat terdeteksiPrinsip kerja sandwich ELISA dapat dilihat pada skema berikut ini:

C. ELISA kompetitif Tahapan pengerjaan ELISA kompetitif berbeda dari dua metode yang telah dibahas sebelumnya, yaitu:

1. Antibodi yang tidak berlabel diinkubasi dengan kehadiran antigennya 2. Komplek antigen-antibodi ini selanjutnya ditambahkan pada lubang yang telah dilapisi antigen 3. Plate dicuci, sehingga kelebihan antibodi tercuci (semakin banyak antigen dalam sampel, semakin sedikit antibodi yang dapat terikat pada antigen yang menempel pada permukaan lubang, karena inilah disebut kompetisi 4. Ditambahkan antibodi sekunder yang spesifik utnuk antibodi primer. Antibodi sekunder ini berpasangan dengan enzim 5. Substrat ditambahkan, enzim akan mengubah substrat menjadi sinyal kromogenik/ fluoresensi. Dalam ELISA kompetitif, semakin tinggi konsentrasi antigen orisinal, semakin lemah sinyal yang dihasilkan. Prinsip kerjanya dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Secara singkat tahapan kerja dalam metode ELISA dapat digambarkan sebagai berikut:

Tugas Standarisasi Bahan Alam

Nama Kelompok: Rica (10060312012) Riri Indri Septiani (10060312033) Chyntia Karimah (10060312037) Alyah darajat (100660312041) Nur Annisa (100600312043)

Farmasi A

Anda mungkin juga menyukai