Dandi Siswanto (2012) dalam judul Evaluasi Kinerja Pelayanan Angkutan kota Di Kota Cilegon (Studi Kasus : Trayek Cilegon Merak PP) menggunakan dua indikator penilaian yaitu penilaian pada sisi penumpang dengan menggunakan Indikator Standar Pelayanan Angkutan Umum dari Ditjen Perhubungan Darat tahun 1999 dan penilaian dari sisi operator angkutan kota (pemilik/supir/penyewa angkutan kota) dengan menggunakan perbandingan antara pemasukan dengan Biaya Operasional Kendaraan (BOK). Dari hasil analisa didapatkan bahwa load factor pada jam sibuk, kecepatan perjalanan, waktu tunggu, headway, frekuensi kendaraan, waktu perjalanan memperoleh nilai BAIK. Sedangkan kriteria SEDANG diperoleh dari kriteria waktu pelayanan dan kriteria awal dan akhir perjalanan. Secara keseluruhan kriteria penilaian dari sisi penumpang kinerja pelayanan angkutan kota berkinerja BAIK (bobot nilai 22). Dilihat dari Biaya Operasional Kendaraan (BOK) maka didapatkan nilai BOK sebesar Rp. 7.100.340 per bulan jika dibandingkan dengan pendapatan operator sebesar Rp. 7.962.510 per bulan maka keuntungan yang pendapatan operator sebesar Rp. 862.170, kita dapat disimpulkan bahwa penilaian untuk pemilik kendaraan kinerja pelayanan angkutan kota berkinerja BAIK. Juang Akbardin (2005) dalam judul Evaluasi Kinerja Angkutan Umum Penumpang Wilayah Pesisir Pantai Morodemak Kota Demak mendapatkan karakteristik demand angkutan umum wilayah pesisir pantai Morodemak adalah captive user, yang sangat bergantung dengan keberadaan angkutan tersebut. Hubungan kinerja pelayanan angkutan umum mengikuti kondisi aktvitas dan mobilisasi daerah pesisiran dengan mempunyai indikasi pelayanan LF Dinamis rata-rata 1,06, LF dinamis berdasarkan penggalan zona rata rata 0,65. Headway 5 menit dan waktu tunggu 2,5 serta frekwensi 13 kendaraan merupakan indikasi kinerja pelayanan yang cukup baik. Tingkat pendapatan operator berdasarkan BOK + keuntungan dalam margin 5% - 10% belum memberikan suatu kelayakan finansial dengan keberadaan nilai
tarif yang sedang berlaku. Berdasarkan BOK + 10% kelayakan nilai tarif yang dianggap seimbang yaitu Rp. 128 per seat / km. Nilai tersebut dirasakan sangat mahal karena kondisi karakteristik demand angkutan umum wilayah pesisir pantai Morodemak untuk mengeluarkan biaya transoprtasi dalam setiap bulannya adalah 19,2% dari pendapatan yang diperolehnya. Pendekatan Rasionalisasi yaitu dengan suatu penerapan manajemen pelayanan dalam merespon kondisi karakateristik demand dengan merubah jumlah dan distribusi pelayanan dalam merespon karakteristik demand angkutan umum wilayah pantai Morodemak. Distribusi jam puncak pagi dari arah Morodemak dan jam puncak sore dari arah Demak merupakan periode diperlukannya suatu jumlah dalam batas maksimum untuk armada yang melayani rute tersebut. Thomas Andrian (2008) dalam judul Evaluasi Kinerja Angkutan Kota Medan Jenis Mobil Penumpang Umum (MPU) Studi Kasus : Koperasi Pengangkutan Medan (KPUM) Trayek 64 telah mendapatkan hasil studi literatur menunjukkan bahwa faktor-faktor yang paling dominan dalam mengukur kinerja angkutan umum adalah waktu,yang meliputi antara lain waktu tundaan, waktu perjalanan, waktu menunggu, jarakmencapai pemberhentian, kecepatan dan tingkat pergantian moda. Selain hal tersebut,dari hasil pengumpulan data di lapangan didapati temuan lain yaitu telah terjadi ketidakseimbangan dalam hal penyediaan jumlah armada pada setiap sesi waktu dibandingkan dengan jumlah permintaan yang ada, hal ini ditandai dengan faktor muat/Load Factor yang sangat rendah yaitu hanya sebesar 38% untuk rute Terminal Amplas tujuan Terminal Pinang Baris dan 35% untuk rute sebaliknya pada sesi waktu peak pagi.
Hasil Penelitian load factor pada jam sibuk, kecepatan perjalanan, waktu tunggu, headway, frekuensi kendaraan, waktu perjalanan memperoleh nilai BAIK. Sedangkan kriteria SEDANG diperoleh dari kriteria waktu pelayanan dan kriteria awal dan akhir perjalanan.
Tingkat pendapatan operator berdasarkan BOK + keuntungan dalam margin 5 % - 10 % belum memberikan suatu kelayakan finansial dengan keberadaan nilai tarif yang sedang berlaku. Berdasarkan BOK + 10 %
kelayakan nilai tarif yang dianggap seimbang yaitu Rp. 128 per seat / km. Nilai tersebut dirasakan sangat mahal karena kondisi karakteristik demand angkutan umum wilayah pesisir pantai Morodemak untuk mengeluarkan biaya transoprtasi dalam setiap bulannya adalah 19,2 % dari pendapatan yang diperolehnya 3 Thomas Andrian (2008) Evaluasi Kinerja Angkutan Kota Medan Jenis Mobil Penumpang Umum (MPU) Rute Terminal Amplas tujuan Terminal Pinang Baris Sarana transportasi Koperasi Pengangkutan Medan (KPUM) Trayek 64 telah terjadi ketidakseimbangan dalam hal penyediaan jumlah armada pada setiap sesi waktu dibandingkan dengan jumlah permintaan yang ada, hal ini ditandai dengan faktor
muat/Load Factor yang sangat rendah yaitu hanya sebesar 38 % untuk rute Terminal Amplas tujuan Terminal Pinang Baris dan 35 % untuk rute sebaliknya pada sesi waktu peak pagi. 4 Mohammad Dinar (2014) Evaluasi Kinerja Pelayanan Angkutan Kota di Kota Serang Trayek No 1 dan No 2 Terminal PakupatanTerminal kepandean PP (Pulang Pergi)
Sumber: dok.Pribadi
10
Juang Akbardin
2005
Evaluasi Kinerja Angkutan Umum Penumpang Wilayah Pesisir Pantai Morodemak Rute Terminal Demak-Morodemak
Thomas Andrian
2008
Evaluasi Kinerja Angkutan Kota Medan Jenis Mobil Penumpang Umum (MPU) Rute Terminal Amplas tujuan Terminal Pinang Baris
Evaluasi Kinerja Angkutan Kota Di Kota Serang Trayek No 1 dan No 2 Terminal PakupatanTerminal Kepandean PP (Pulang Pergi)
Dandi Siswanto
2012
Keterangan :
= Berhubungan
Gambar 3. Bagan Keterkaitan antara Penelitian Sebelumnya Sumber: Hasil Analisis, 2014
11