Anda di halaman 1dari 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Medis. 2.1.1 Definisi

2.1.1.2 Persalinan adalah proses adanya kontraksi dari fase laten, fase aktif, fase pengeluaran, fase uri, pemantauan post partum sampai kondisi ibu baik. 2.1.1.3 Persalinan adalah keluarnya janin disertai plasenta dari mulai umur kehamilan nol bulan sampai sembilan bulan dan berakhir dengan enam jam pemantauan post partum 2.1.1.4 Persalinan adalah proses keluarnya janin, sampai plasenta dan pemantauan kala empat post partum disertai dengan kondisi dan keadaan bayi baik. 2.1.1.5 Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tandatanda persalinan dan ditunggu satu jam belum dimulainya tanda persalinan. 2.1.1.6 Ketuban pecah dini atau spontaneus / early / premature rupture of the membrane (PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. 2.1.1.7 Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum ada tanda-tanda persalinan. 2.1.1.8 Ketuban pecah dini adalah suatu keadaan ibu bersalin dimana ketuban pecah sebelum waktunya (pembukaan masih kecil).

2.1.2

Etiologi

Penyebab ketuban pecah dini mempunyai dimensi multi faktoral yaitu sebagai berikut: Serviks inkompeten.

Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda, hidramnion. Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang. Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah belum masuk PAP, sefalopelvik disproforsi. Kelainan bawaan dari selaput ketuban.

Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah

2.1.3

Patofisiologi infeksi (amnionitis dan multipara mal posisi ketuban pecah dini

Hipermortalitas selaput ketuban Rahim terlalu tipis

Korioamnionitis

disporposi

artificial

Teregang

Selaput ketuban Pecah (KPD) Keterangan : Adanya hipermortalitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah. Penyakitpenyakit seperti pielonefritis, sititis, sevitis, dan vaginitis terdapat bersama-sama dengan hipermotilitis rahim ini. Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban). Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis).

Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah multipara, malposisi, disproporsi, cervik incompeten, dan Iain-lain. Ketuban pecah dini artifisial (amniotomi) dimana ketuban dipecahkan terlalu dini.

2.1.4 -

Penatalaksanaan Konfirmasi usia kehamilan, kalau ada dengan USG. cairan yang

Lakukan pemeriksaan inspekulo (dengan spekulum DTT) untuk menilai keluar (jumlah, warna, bau) dan membedakannya dengan urin.

Jika ibu mengeluh perdarahan pada akhir kehamilan (setelah 22 minggu), jangan lakukan pemeriksaan dalam secara digital. Tentukan ada tidaknya infeksi Tentukan tanda-tanda inpartu.

2.2 Konsep Asuhan Kebidanan 2.2.1 Identitas Nama kilen Umur Agama persalinan. Suku / bangsa Pendidikan Pekerjaan Alamat : Untuk membedakan pasien yang satu dengan yang lain (identifikasi pasien). : Untuk mengetahui apakah ibu mempunyai faktor risiko atau tidak. : Untuk menentukan bagaimana kita memberikan dukungan kepada ibu selama Pengkajian

: Untuk mengetahui adat istiadat / budayanya. : Untuk menentukan bagaimana kita memberikan konseling. : Untuk mengetahui status sosial, ekonomi. : Untuk mengetahui keadaan lingkungan tempat tinggalnya.

Anamnesa 1. Alasan utama masuk kamar bersalin pada KPD :

mengatakan keluar air-air dari jalan lahir secara tiba-tiba 2. Tanda-tanda bersalin :

Cenderung belum terdapat tanda-tanda bersalin hanya ketuban saja yang telah pecah. 3. Pengeluaran pervaginam :

Air ketuban : Ketuban sebelum inpartu yaitu pada primi pembukaan kurang dari 3 cm dan pada multi para pembukaan ; kurang dari 5 cm.

) 4. Riwayat kehamilan sekarang :

HPHT : Untuk mengetahui tentang faal alat kandungan dan menentukan taksiran persalinan. Dengan diketahui HPHT pelaksanaan aterm / tidak. Siklus : Untuk menentukan taksiran persalinan. adanya

ANC : Teratur / tidak untuk mendeteksi secara dini kemungkinan komplikasi pada kehamilannya. 5. Riwayat imunisasi :

Untuk mencegah penyakit tetanus neonatorum, maka ibu hamil sebaiknya mendapatkan imunisasi TT 2 kali dengan interval 4 minggu. 6. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu :

Pada ketuban pecah dini, salah satu faktor predisposisinya yaitu multipara. 7. Pergerakan janin :

Untuk mengetahui apakah janin masih hidup.

8.

Pola nutrisi :

memerlukan nutrisi yang cukup untuk proses persalinan. 9. Pola eliminasi :

BAK dan BAB terakhir : bila tidak lancar, bisa menghalangi atau menghambat penurunan terendah janin. 10. Pola istirahat: Biasanya kurang istirahat. 11. Psikologi: Cenderung terjadinya ketegagan emosional (gelisah dan cemas) karena menghadapi kelainan. Pemeriksaan 1. Keadaan umum : Sedang, baik, cemas : Labil dan tidak labil dalam menghadapi persalinan : : 90/60 mmhg-140/90 mmhg

Keadaan emosional 2. Tanda-tanda vital Tekanan darah

Sistole: 140 mmhg Diastole: 60 mmhg Nadi Respirasi Suhu : 80-120 x/ menit : 16-24 x/ menit : 36,5 C-37 C

3. Tinggi badan dan berat badan Tinggi badan kurang dari 145 cm bisa diperkirakan panggul sempit yang merupakan salah satu penyebab Ketuban Pecah Dini. 4. a. Pemeriksaan fisik Kepala : Kulit kepala dan rambut : Kebersihan : apakah terdapat edema pada wajah dan tangan, dan apakah terdapat

b. Muka Cloasma gravidarum c. Mata

: Apakah pucat, tidak pucat, tidak adanya polip dan berwarna putih.

d.

Hidung

ada atau tidak ada polip : Mulut bersih, gigi lengkap, caries geraham dan perdarahan pada

e. Mulut gusi. f. g. Leher Dada

: Pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar getah benig : : irama jantung reguler : Suara Wheezing, kadang pasien mengeluh sesak nafas, suara roachi.

Jantung Paru-paru

Payudara : payudara terlihat tegang dan membesar, putting susu menonjol bentuk simetris dan ada benjolan atau tidak ada aerob mammae = hiperpegentasi h. Abdomen : sesuai dengan umur kehamilan

- Pembesaran

- Bekas luka operasi : Bila ada tidak mempengaruhi keadaan persalinan dengan KPD - Pemeriksa keadaan pada klien dengan persalinan KPD dilakukan palpasi dan disertai denga linea alba, linea nigrae, dan adanya striae livida - Palpasi Kontraksi : ada saat diraba

Leopold : Untuk menentukan umur kehamilan dan bagian apa yang terdapat difundus. KPD dapat terjadi kelainan letak janin (letak sunsang dan lintang). Leopold II Leopold III : Untuk menentukan punggung bayi. : Untuk menentukan bagian terendah janin dan sudah masuk PAP atau belum.

Leopold IV : Untuk mengukur seberapa jauh bagian terendah janin masuk PAP. Ketuban pecah dini dapat terjadi akibat bagian terendah belum masuk PAP. Auskultasi

Djj normal : 120-140x /menit V. Anogenital Inpeksi : Tidak ada odema dan varises

Palpasi : vulva/vagina warna merah kebiru-biruan (bayi tidak chedwick), tidak ada pembengkakan kelenjar bartholini dan kelenjar skene, anus tidak haemoroid.

j.

Pemeriksaan dalam

Vulva vagiana tidak ada kelainan portid tebal, tipis dan posisi partio antefleksi, retrofleksi, dan pembukaan dengan persalinan KPD primis < 3 cm, dan multi < 5 cm. Persentase : Apakah kepala, apakah bokong, letak sungsang dan lintang dapat menyebabkan KPD. Uji Diagnotik 1. 2. 3. Tes lakmus (tes nitrazine) : Bila menjadi biru air ketuban Bila menjadi merah air kemih Tes LEA (Leukosit Esterase) : leukosit darah > 15.000 / mm3 Pemeriksaan pH perviks posterior pada PROM pH adalah

basa (air ketuban). 4. 5. 2.2.2 Pemeriksaan histopatologi air ketuban. Abonzation dan sitologi air ketuban. Interpretasi Data

Diagnosa : G ....P. A. parturient aterem kala. Janin hidup tunggal intro uterine dengan Ketuban Pecah dini Masalah : Ibu cemas dalam menghadapi persalinan.

Kebutuhan : Konseling dan kaji lebih lanjut.

2.2.3 Ibu Janin

Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial : Partus lama, infeksi puerpuralis, perdarahan post partum, atonia uteri. : IUFD dan IPFD, asfiksia, prematuritas.

2.2.4

Identifikasi kebutuhan akan tindakan segera / kolaborasi : Rujuk kerumah sakit

Polindes puskesmas Rumah sakit

: Konsultasi dengan DSOG.

2.2.5 a. 1. 2. 3. b.

Merencanakan asuhan yang menyeluruh Di Polindes / puskesmas Beritahu ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksan. Observasi keadaan ibu dan janin. Rujuk Di rumah sakit

Konservatif 1. 2. 3. 4. Rawat di rumah sakit Beritahu ibu tentang hasil pemeriksaan Kaji ulang diagnosa Observasi tanda ivfeksi dan distress janin.

5. Berikan antibiotika (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak ada ampisilin) dan metronidazol 2 x 500 mg 7 hari). 6. Jika umur kehamilan < 32 34 minggu dirawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi. 7. Jika usia kehamilan 32 37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa (-) : beri dextametason, observasi tanda infeksi dan kesejahteran janin, terminasi pada kehamilan 37 minggu. 8. Jika usia kehamilan 32 37 minggu sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), dexametason dan induksi sesudah 24 jam.

9.

Jika usia kehamilan 32-34 minggu ada infeksi, berikan antibiotic dan lakukan induksi.

10. Pada usia kehamilan 32 - 34 minggu berikan steroid intencid untuk memacu kematangan paru janin dan kalau kemungkinan periksa kadar lesitin dan spingomiclin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tanggal selama 2 hari, dexametason 1 M 5 mg 6 jam sebanyak 4 . kali. Aktif 1. Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila

gagal SC. 2. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi

dan persalinan diakhiri : a. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, lalu

induksi bila tidak berhasil, akhiri persalinan dengan SC. b. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan patus

pervaginam

Ketuban Pecah Dini Pengertian

Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada kehamilan premature. Dalam keadaan normal 8 10 % wanita hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini (Prawirohardjo, 2009; h. 677)

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan/sebelum inpartu, pada pembukaan < 4 cm (fase laten). Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan (Nugroho, 2010; h. 95).

Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) atau ketuban pecah premature (KPP) adalah keluarnya cairan dari jalan lahir/vagina sebelum proses persalinan (Marmi dkk, 2011; h. 103).

Etiologi

Menurut Nugroho (2012; h. 113) penyebab KPD masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun factor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi factor predisposisinya adalah:

1) Infeksi: infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.

2) Servik yang inkompetensia, kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curettage).

3) Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemeli.

4) Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.

5) Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian yang terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah.

6) Keadaan social ekonomi.

7) Factor lain :

a) Factor golongan darah, akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jaringan kulit ketuban

b)

Factor disproporsi antara kepala janin dan panggul ibu

c)

Factor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.

d)

Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (vitamin c).

Mekanisme KPD

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh (Prawirohardjo, 2009; h. 678).

Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut : selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi; jika terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan cairan ketuban (Manuaba, 2010; h.283). Tanda dan Gejala KPD

Menurut Nugroho (2012; h. 115) tanda dan gejala KPD adalah :

1) Keluarnya cairan ketuban yang merembes melalui vagina.

2) Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah.

3) Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena akan terus diproduksi sampai kelahiran. Tetepi bila duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak dibawah biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara.

4) Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda- tanda infeksi yang terjadi. Diagnosa

Menurut Prawirohardjo (2009; h. 680) untuk mendiagnosa KPD yaitu dengan menentukan pecahnya selaput ketuban di vagina. Jika tidak ada dapat dicoba dengan menggerakan sedikit bagian terbawah janin atau meminta pasien batuk atau mengedan. Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus (nitrazin test) merah menjadi biru. Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG. Tentukan ada tidaknya infeksi. Tanda-tanda infeksi adalah bila suhu ibu lebih dari 38C serta air ketuban keruh dan berbau. Leukosit darah > 15.000/mm3. Tentukan tanda-tanda persalinan, tentukan adanya kontraksi yang teratur. Periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (trminasi kehamilan).

Menurut Nugroho (2012; h. 115-116) KPD dapat ditegakan dengan cara :

1)

Anamnesa

Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas dan perlu juga diperhatikan warna keluarnya cairan tersebut, his belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah.

2)

Inspeksi

Pengamatan dengan mata biasa, akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.

3)

Pemeriksaan dengan speculum

Pemeriksaan dengan speculum pada KPD akan tampak keluarnya cairan dari ostiun eksternum (OUE) kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta untuk batuk, mengejan atau mengadakan maneuver valsava, atau bagian rendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior.

4)

Pemeriksaan dalam

Di dalam vagina didapati cairan dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan toucher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi pathogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin.

Pengaruh KPD Terhadap Ibu dan Janin

Adapun pengaruh KPD terhadap ibu dan janin menurut Marmi, dkk (2011; h. 105) adalah :

1)

Bagi ibu

a)

Infeksi intrapartal/dalam persalinan

Jika terjadi infeksi dan kontraksi ketuban pecah maka bisa menyebabkan sepsis yang selanjutnya dapat mengakibatkan meningkatnya angka mortalitas dan morbiditas.

b)

Infeksi puerpuralis/masa nifas

c)

Dry labour/partus lama

d)

Meningkatnya tindakan operatif (khususnya SC)

e) Morbiditas dan mortalitas maternal

2)

Bagi Janin

a)

Prematuritas

Masalah yang dapat terjadi pada persalinan prematur diantaranya adalah respiratory distress sindrome, hipotermia, neonatal feeding problem, retinopathy of premturity, hemorrhage, necrotizing enterocolitis, brain disorder (and risk of cerebral palsy), hiperbilirubin, anemia, sepsis.

b)

Prolaps funiculli/penurunan tali pusat

c)

Hipoksia dan asfiksia

Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi hipoksia atau asfiksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat (Prawirohardjo, 2009; h. 679)

d)

Sindrom deformitas janin

Terjadi karena oligohidramnion. Diiantaranya terjadi hipoplasia paru, deformitas ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat.

e) Morbiditas dan mortalitas perinatal. Pemeriksaan Penunjang

1)

Pemeriksaan laboratorium

a)

Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna. Konsentrasi, baud an pHnya.

b)

Cairan yang keluar dari vagina ini ada kemungkinan air ketuban, urine, atau secret vagina.

c)

Secret ibu hamil pH: 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna tetap kuning.

d) Tes lakmus (nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7-7,5, darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu.

e) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukan daun pakis.

Pemakisan (ferning), juga disebut percabangan halus (arborization). Pada kaca objek (slide) mikroskop yang disebabkan keberadaan natrium klorida dan protein dalam cairan amnion (Varney, 2008; h. 789).

2)

Pemeriksaan Ultrasonogafi (USG)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion. Komplikasi

Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal maupun neonatal, persalinan premature, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal (Prawirohardjo, 2009; h. 678).

Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindrom distress pernapasan (RDS = Respiratory Distress Syndrome), yang terjadi pada 10-40 % bayi baru lahir, resiko infeksi meningkat, korioamnionitis (radang pada korion dan amnion, prolaps atau keluarnya tali pusat, resiko kecacatan, kematian serta hipoplasia paru (Nugroho, 2012; h. 116).

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan KPD menurut Nugroho (2012; h. 117) adalah sebagai berikut :

1) Konservatif

a)

Rawat dirumah sakit.

b) Beri antibiotika : bila ketuban pecah > 6 jam berupa Ampisilin 4500 mg atau Gentamycin 180 mg.

c) Umur kehamilan < 32-34 minggu : dirawat salama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.

d) Bila usia kehamilan masih 32-34 minggu, masih keluar air ketuban, maka usia kehamilan 35 minggu perlu dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan (hal tergantung pada kemampuan perawatan bayi premature).

e)

Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, lekosit, tanda-tanda infeksi intrauterine).

f)

Pada usia kehamilan 32-34 mingggu, berikan steroid untuk kematangan paru-paru janin.

2)

Aktif

a) Kehamilan > 35 minggu : induksi oksitosin, bila gagal dilakukan seksio sesaria

Cara induksi : 1 ampul syntosinon dalam dextrose 5%, dimulai 4 tetes/menit, tiap jam dinaikan 4 tetes/menit sampai maksimum 40 tetes/menit

b)

Pada keadaan CPD, letak lintang dilakukan seksio sesarea

c)

Bila ada tanda-tanda infeksi : beri antibiotka dosis tinggi dan persalinan diakhiri.

Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25g 50g intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali (Prawirohardjo, 2009; h. 680).

Bila skor pelvic < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea. Bila skor pelvic > 5, induksi persalinan (Prawirohardjo, 2012; h. 680).

Anda mungkin juga menyukai